Galih menatap lama gundukan tanah dengan batu nisan bertuliskan nama Tyas. “Kamu jahat Tyas … kalau kamu udah tahu Ara adalah anak aku, kamu bener-bener jahat enggak memberitahu aku.” Galih bergumam. Matanya terpejam tatkala perih dari luka yang ditimbulkan pada saat berkelahi dengan Adrian mulai
“Pa … Galih ingin Ara tinggal sama Galih, Galih memang salah … Galih udah berdosa dan Galih enggak mau tambah dosa dengan enggak mengakui Ara sebagai anak Galih … Galih harus membesarkan Ara.” Galih datang ke kantor papanya untuk membicarakan lebih lanjut masalah ini karna pertemuan keluarga kemari
“Adrian mempertahankan Ara bukan ingin membalas Galih, dia menyayangi Ara … dia tidak ingin mental Ara terguncang karena tiba-tiba harus tinggal dengan Galih dan dipaksa mengerti kalau dia bukanlah anak kandung Adrian-pria yang selama ini dia anggap sebagai papinya … Ara masih kecil, biarkan dia ber
“Sayang, ini malam jum’at lho.” Dan tangis Aruna berhenti seketika, dia mendongak. “Aku ganti baju dulu ya?” Aruna meminta persetujuan. “Hu’uh … sok … sok.” Aruna turun dari tempat tidur, dia langsung berlari menuju walk in closet untuk mengganti baju tidurnya menjadi lingery. *** Aruna baru s
“Papi … mau ice cream? Tadi om Galih datang ke sekolah Ara beliin Ara ice cream … baik lho om Galih, Ara sayang sama om Galih.” Isvara menyambut sang papi yang baru pulang kerja dengan celotehannya. Raut wajah Adrian tiba-tiba mengeras, dia menatap dingin Aruna yang sosoknya baru saja tiba di ruan
Aruna menuntun Isvara turun dari atas sofa, menaiki tangga dengan tujuan kamar Isvara. Sampai di sana, Aruna membawa Isvara ke kamar mandi untuk menggosok gigi dan mencuci tangan. Lalu naik ke atas ranjang dan mereka membalut diri mereka menggunakan selimut yang sama. Aruna memeluk Isvara erat, d
“Mas Adrian akan menyerahkan Ara sama Mas Galih.” Kalimat Aruna tersebut membuat bibir Galih tersenyum lebar. Pria itu menatap oma Yeni dan Aruna secara bergantian. Mereka sedang berada di coffe shop yang terletak di dekat rumah sakit tempat Galih praktik. Kebetulan tadi ketika Aruna menghubungi
Aruna menundukan kepala tidak berani bersitatap dengan Adrian. Lalu terdengar langkah kaki kecil menuruni tangga. “Mami … bantuin Ara kerjain PR.” Isvara mengangkat sebuah buku di tangan kanan dan pensil di tangan kiri. “Waaah, ayo sini opa bantu kerjain PRnya …,” kata opa Kusuma antusias. Adri