Share

Bab 4

Author: Silla Defaline
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Bab 4

  

"Apa? Kamu nyuruh aku makan di rumah Ibu? sedangkan aku punya istri? Apakah pantas seorang istri berucap kayak begitu?" Mas Yoga mencerca.

   

"Sebaliknya aku yang tanya sama Mas, apakah pantes seorang suami yang nggak menafkahi istrinya, tapi banyak menuntut?"

   

Mendengarkan sanggahan demi sanggahan yang meluncur dari mulutku, sepertinya emosi Mas Yoga semakin menjadi. 

   

Kulihat Mas Yoga mengangkat tangan kanannya. Tangan itu mengepal. Aku sedikit bergidik.

Dugaanku benar, sejenak kemudian tangan itu melayang ke arah wajahku.

   

Eitt!

   

Secepat kilat aku mengelak.  Tentu saja aku tak ingin menjadi sasaran pukulan tangan kekarnya. 

Akibat pengelakanku, kepalan tangan Mas Yoga hanya mengenai dinding. Kulihat Mas Yoga mengaduh. Dalam hati ingin rasanya aku berteriak, "Rasain!"

   

"Keterlaluan kamu menguji kesabaranku!" umpatnya seraya mengelus-elus tangannya.

"Lho, itu kan kesalahan Mas sendiri, ngapain nonjok dinding." cetusku.

"Istri yang tak tahu berterima kasih dan tak tahu cara menghargai suami dan mertua!" lanjutnya.

 "Jika Mas ingin bermain kasar, maka bukan aku lawanmu, Mas. Mending Mas cari aja lawan yang pantas. Buat adu kemampuan gitu. Di ring tinju misalnya. Tangan kekarmu itu tidak sebanding dengan tenagaku. Tapi apa bila perlu kuladeni, tidak masalah." jawabku santai.

Meskipun ototnya terkesan kekar, tapi orang seperti Mas Yoga tidaklah terlalu membuatku takut. Sebab aku masih menguasai teknik-teknik beladiri yang pernah kupelajari. Hey, Mungkin saja dia tidak tahu sebatas mana dulu aku mempelajari seni tersebut. Jika saja aku mau sepertinya tak terlalu susah jika untuk sekedar membuat lengannya tak berfungsi.

"Awas saja kau!" ia menunjuk mukaku.

    

Kulihat laki-laki itu sesaat melirik ke jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan, beberapa saat ia nampak kesal lalu menghindar dari hadapanku sembari mengambil kembali koper yang tadi ya taruh di atas kursi. 

Tanpa bicara sepatah kata pun Mas Yoga berlalu. Rasain, pasti tangannya tadi kesakitan berciuman dengan dinding tembok beton. Ha... Ha... terus mungkin saja sekarang ia tengah menahan lapar. Biar tahu rasa, itulah akibatnya kalau terlalu pelit dengan uang nafkah. Sudah Seharusnya aku memperlakukan Mas Yoga seperti. Terlalu bodoh jika seorang istri masih ingin menuruti suami dzolim. Apalagi dengan membawa-bawa dalih taat.. Menurutku tidak ada ajaran yang yang mengajari penganutnya untuk berbuat dzolim kepada yang lain. Jika kita dizalimi, kurasa tak terlalu berdosa jika kita melawan kezaliman tersebut ketimbang melarutkan diri dalam kezoliman itu sendiri.

 

***

  

Aku terbangun .  Kulihat sekeliling, tidak kutemukan keberadaan Mas Yoga.   Mataku melirik ke arah jam dinding. Astaga, Hari sudah menunjukkan pukul 01.30 malam. Mas Yoga belum juga pulang.

   

Meski aku membenci sikap Mas Yoga, akan tetapi sebagai seorang istri aku masih menyimpan kekhawatiran untuknya. Mas Yoga belakangan ini memang biasa pulang terlambat. Akan tetapi itu tidak pernah lewat jam sepuluh malam. Ini sudah hampir menunjukkan angka jam 02.00 dini hari. Bagaimana aku tak merasa khawatir coba?

   

Aku bangun mengecek ponsel. 

 

Dahiku berkerut, di layar ponsel, tertera beberapa panggilan tak terjawab. Aku menebak-nebak ini pasti dari Mas Yoga. Astaga! Jangan-jangan terjadi sesuatu yang buruk padanya.

 

Tapi nanti dulu!

Ini panggilan tak terjawab bukan berasal dari Mas Yoga. Melainkan dari ibu.

Aku bertanya-tanya dalam hati, ada apa ibu menelponku malam-malam hingga beberapa kali seperti ini? 

Dengan cepat aku menekan tombol hijau, memanggil balik ibu. 

Tidak butuh waktu terlalu lama, Ibu segera menjawab teleponku.

"Halo! Assalamualaikum, Bu?"

"Waalaikumsalam, Nak. Bagaimana kabarmu? Tadi kenapa ibu menelpon nggak dijawab?" ibu bertanya. 

"Maaf, aku nggak sempat mengangkat telepon Ibu, aku ketiduran soalnya. Oh ya, kenapa Ibu tiba-tiba menelpon malam-malam. Apa ada sesuatu, Bu?" sapaku deg-degan.

Ibu tidak segera menjawab. Batinku semakin penasaran dan berharap tidak terjadi hal yang buruk-buruk terhadap seluruh anggota keluarga kami.

"Sebenarnya tidak ada sesuatu yang terlalu  penting. Akan tetapi sebenernya ibu mau tanya sama kamu?"

Batinku sedikit lega, namun mendengar pertanyaan ibu, rasa penasaran itu kembali muncul, Hal apa kira-kira yang akan ditanyakan oleh beliau?

"Mau tanya apa, Bu?"

"Hm... kalau boleh tahu, apakah Yoga ada pekerjaan di luar kota sekarang?" tanya ibu di seberang telepon.

Aku bingung ingin menjawab apa. Soalnya Mas Yoga juga tidak sedang berada di rumah, dan dan dia juga belum pulang. Bagaimana aku harus menjawab pertanyaan ibu?

  

"Emang ada apa dengan Mas Yoga Bu?"

   

"Lia, hari ini kebetulan ibu mempunyai perjalanan ke kota Surabaya. Urusan kerja juga. Akan tetapi tadi nggak sengaja ibu melihat Yoga di Surabaya. Ibu Sempat ingin menghampirinya, sayangnya dia keburu pergi dan tidak mendengar sama sekali seruan ibu."

  

Apa? Mas Yoga di Surabaya? 

Batinku terkhenyak. 

Apa mungkin Mas Yoga bepergian ke luar kota tanpa memberitahuku terlebih dahulu? Apa ibu cuma bercanda? Tidak, ibu tidak mungkin bohong. 

Aku berpikir cepat untuk tidak mengundang kekhawatiran ibu.

"Ah iya, Bu. Emang katanya tadi Mas Yoga akan pergi ke Surabaya." jawabku segera.

"Tapi Lia, aku melihat ada sosok yang berbeda dari Yoga." sambar ibu kembali.

"Maksud ibu?"

"Ibu lihat Yoga bersama seorang wanita."

Glegh! 

Aku menelan ludah. Bersama wanita? Wanita siapa? Apa yang mereka lakukan? 

Tentu saja berbagai pertanyaan itu muncul di benakku.

"Siapa wanita itu, Bu? Apa Ibu kenal?" tanyaku refleks.

"Nah ini dia yang ingin ibu tanyakan sama kamu. Sebentar, ibu kirim fotonya ya."

Aku menantikan foto kiriman ibu dengan harap-harap cemas.

"Tadi juga ibu sempet menghubungi suami kamu, tapi suamimu nggak menjawab. Bahkan sebentar kemudian nomernya udah nggak bisa lagi ibu hubungi." sambung ibu.

Kalau soal ini sih dari dulu aku maklumi, Mas Yoga memang tipe suami yang tidak mau mendekatkan diri apa lagi berusaha akrab kepada keluargaku. Ia memang jarang ingin dihubungi dan sama sekali tidak pernah menghubungi orang tuaku. Kecuali ketika sedang butuh saja. Bahkan jika aku ingin pulang ke rumah ibu, Mas Yoga tak mau ikut. Oleh karena itu sesekali pulang aku hanya berdua dengan Chika. Jika Ibu bertanya, sudah pasti aku jawab jika Mas Yoga tengah sibuk dengan pekerjaan. Alasan andalanku.

Sebentar kemudian, foto kiriman Ibu muncul di ponsel. Dengan deg-degan aku membuka foto tersebut. Tidak terlalu jelas karena sepertinya foto itu ibu ambil dari kejauhan. Perlahan aku zoom layar ponsel. Wanita itu memang cantik. Tinggi semampai dengan rambut sebahunya. Tas, sepatu tinggi dan blazer mewahnya membuatku bisa menebak jika wanita itu bukan wanita biasa. Setidaknya wanita itu sudah biasa tampil parlente. Kontan saja batinku menggelegak. Pertanyaan besar muncul di benak, siapa wanita tersebut?

"Bagaimana, Lia? Apakah kamu kenal sama wanita itu?" ibu bertanya.

Aku bingung. Mendapatkan informasi mendadak seperti ini. Jika kukatakan aku tidak mengenali wanita tersebut, aku takut akan membuat ibu  khawatir dan bisa jadi wanita itu akan datang kemari dan marah-marah kepada Mas Yoga. Dari dulu ibu dan ayah pasti akan bertindak tegas apabila ada yang ingin menyakiti putri semata wayangnya ini.

      

Lagipula, aku juga tak ingin bicara banyak soal keburukan Mas Yoga. Sebab selama ini sudah terlanjur aku membaik-baikkan sosok Yoga pada kedua orang tua. Supaya kenapa? Ya karena supaya mereka menganggap aku bahagia. Semua itu aku lakukan karena dulu aku benar-benar cinta sama Mas Yoga. Ternyata aku mencintai orang yang salah.

"Bu, perempuan ini adalah sepupunya Mas Yoga." Jawabku spontan.

"Beneran dia sepupu suamimu? Tapi kenapa tadi sepertinya mereka mesra sekali?" tekan ibu. 

"Mereka memang terbiasa dekat dan intim." aku kembali mengiyakan.

"Lia, ibu ingatkan kamu! Sekalipun wanita itu adalah sepupu suamimu, tapi setidaknya kamu harus hati-hati, Nak. Zaman sekarang, jangankan cuma sepupu, saudara dekat sekali pun bisa menjadi penghancur sebuah hubungan. Jangan terlalu percaya dengan apa yang kamu lihat." nasehat Ibu. 

Ibu memang berkata benar. Jangan terlalu percaya dengan siapapun.

"Ya, Bu. Aku mengerti maksud ibu." jawabku. 

Padahal dalam hati tak bisa ku bohongi jika darah ini tengah mendidih. Bayangkan saja, Mas Yoga pergi keluar kota tanpa memberitahu. Dan tahu-tahu sekarang aku mendapatkan kabar dia tengah bersama wanita lain. Apa yang dilakukannya coba, selain dari bersenang-senang tidak karuan?

Setelah panggilan itu terputus, aku balik menghubungi Mas Yoga. Benar saja, ponselnya tidak bisa dihubungi.

Aku merasa geram.

"Yoga, aku akan selidiki semuanya? Jika sampe kamu ketahuan menghianati rumah tangga kita, maka kau akan tahu akibatnya. Jangan main-main denganku!" Aku mengepalkan tangan. Segenap rencana mulai merayap-rayap di otakku.

To be continued

   

   

   

   

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
alasan lia ini bertahan apa ya?? apa dia suka dihina,di caci maki dan g di nafkahi. perempuan banyak bacot dan g waras. sok2an bilang jgn main2 dg ku. dasar keledai dungu
goodnovel comment avatar
Hersa Hersa
bodooohh ... berpenddikan tapi kog bodoh yaa.. dihina tapi bertahan aja namanya itu tolol permanenn...
goodnovel comment avatar
Risma Nadeak
itulah kebodohan demi cinta org tua pun rela tak di anggap oleh suaminya makan tuh cinta suami busuk
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Ketika Istriku Mulai Membangkang   Bab 5

    Bab 5Keesokan harinya, ketika hari masih begitu pagi, kulihat sebuah status dari kontak Melisa.[Emang enak ya, punya kakak seorang pejabat gede. Jadi kalo pengen apa-apa ya tinggal bilang. Thanks kakak tersayang.] status itu di iringi oleh Melisa yang pamer tas dan high hills baru. Kutaksir harganya tak terlalu mahal, tapi memang cukup menguras kantong untuk ukuran masyarakat kelas menengah.Aku cuma melengos. Baru segitu ajah noraknya minta ampun. Terlihat benar mereka seperti lagak orang kaya baru. Apa-apa di upload. Oh ya, aku baru ingat, kemarin kan Mas Yoga habis gajian. Pantasan.Baru saja aku meletakkan ponsel, sebuah pesan dari Melisa muncul di layar ponselku.[Mbak, tolong masakin kami kari ayam dong! Katanya ibu lagi selera sama tuh lauk. Sebentar lagi kami otewe ke rumah Kak Yoga. Jangan lupa ya, Mbak. Nih perut udah laper. Mau masak sendiri udah nggak sempet.]Huuh... Enak saja menyuruhku memasak buat mereka. K

  • Ketika Istriku Mulai Membangkang   Bab 6

    Bab 6Mas Yoga sama sekali tak bisa menyembunyikan kegugupannya padaku. Aku menyodorkan air putih ke hadapannya."Cuma air putih?" matanya menatap tak suka."Ya, cuma ini yang ada. Oh ya, gimana dengan pertanyaanku tadi, Mas?"Mas Yoga mendelik tak suka melihatku. Ih dia pikir aku takut sana sorot matanya yang sengaja ia pelototi? "Suami baru pulang bukannya disuguhkan dengan makanan atau minuman yang layak. Malah ditodong dengan pertanyaan-pertanyaan bodoh. Pertanyaan nggak penting. Dari pada banyak tanya, mending kamu hidangkan makan atau minum seger gitu kan. Bukan cuma air putih tok." timpal Mas Yoga. Terlihat sekali jika ia sedang menghindari pertanyaanku tadi. "Habis mau menyuguhi Mas dengan makanan atau minuman enak, di rumah ini nggak punya keduanya. Jadi tidak ada yang bisa kusuguhkan untuk menyambut kepulangan Mas." jawabku."Ucapanmu cuma buat kepalaku semakin pusing. Punya istri seperti gak punya istri

  • Ketika Istriku Mulai Membangkang   Bab 7

    "Eh maaf, Mas. Aku nggak sengaja. Hmm ... Sakit ya?" tanyaku sedikit tertawa. Tak urung pertanyaanku semakin membuat Mas Yoga kesal minta ampun. "Andai saja aku nggak ngehargain kamu sebagai perempuan, pasti sudah kupatahkan tanganmu!" ucapnya geram. Aku nyengir kuda. Jujur sedikit kenapa? Ini bukan masalah dia bisa menghargaiku sebagai wanita, tapi bilang saja kalau tadi serangannya memang gagal. "Silahkan patahkan tanganku kalo kamu ngerasa mampu! Berani kamu nyakitin aku, maka kayaknya kenyataan akan berbalik, Mas. Tangan kamu yang akan kubuat tak berfungsi lagi." aku menjawab ketus "Kamu berani nantangin aku, Lia? Luar biasa! Rupanya udah nggak ada lagi rasa hormatmu terhadap suamimu ini. Istri gak punya perasaan. Kalo tahu akan kayak gini, rugi dulu aku nikahin kamu!""Hey, kalo kamu ngerasa rugi nikahin aku, terus ngapain kamu masih pertahanin pernikahan kita? Haa?" aku menatap kedua mata Mas Yoga.Mas Y

  • Ketika Istriku Mulai Membangkang   Bab 8

    "Lia! Kamu kenapa sih? Belakangan ini sikapmu berubah drastis amat? Sama aku maupun ibu, kamu nggak ada hormat-hormatnya lagi. Perasaan aku nggak pernah buat salah apa-apa deh sama kamu. Sampe masakin aku sedikitpun ajah kamu nggak mau." Mas Yoga bertanya jutek. Bertanya, tapi tetap merasa tak bersalah. Apa gunanya? Apa dia tidak merasa salah tidak memberi uang tapi tetap ingin minta makan? Apa dia pikir makanan dan minuman akan jatuh sendiri dari langit, terus tinggal di pungut gitu. Mimpi kali ya."Lihat itu! Kemeja yang kupake tadi pun masih terletak di sofa. Kayaknya emang nggak ada niatmu untuk masukin kemeja kotorku ke mesin cuci ataupun buat sekedar menaruhnya ke keranjang baju kotor. Berbakti dikit sama suami apa salahnya, Lia? Apa kamu nggak mau cari ridho suami? Apa kamu nggak mau masuk surga sebab taat sama suami dan mertua?" Ya ampuuun... Aku rasanya dibuat ingin tertawa sama kata-kata Mas Yoga. Cari ridho suami katanya?

  • Ketika Istriku Mulai Membangkang   Bab 9

    "Kamu kok lemes banget, Nak? Aduh, kok ibu jadi khawatir ya sama kamu. Atau jangan-nangan kamu belum di kasih makan ya sama istrimu? Pucat amat muka kamu, Nak. Apa kamu nggak di urusin sama Lia? Kok masih pake kaos oblong yang tadi? " Bu Lasmi yang baru saja tiba terlihat peduli. Padahal wanita itu baru saja datang beberapa menit yang lalu. Datang-datang bicaranya nyerocos begitu. Matanya menatapku yang baru saja selesai memandikan Chika."Iya, Bu. Lia nggak masak apa-apa. Perutku udah laper begini. Segelas kopi ajah nggak ada sama sekali. Udah nasib saya kali, Bu. Dapet istri yang gak mau urusin aku." jawab Mas Yoga lemah. Nadanya memelas bak minta di kasihani. Seperti orang yang sabar, namun bertujuan untuk merendahkan aku. Manjanya pria itu. "Kalau begini biar ibu ajah yang urus kamu, Nak. Dia pikir nggak ada yang mau urusin kamu. Dia pikir kamu hanya hidup sebatang kara. Huuh... Lia!" kali ini tatapan Bu Lasmi beralih padaku.

  • Ketika Istriku Mulai Membangkang   Bab 10

    Mas Yoga terlihat salah tingkah melihat kedatangan wanita yang datang bersama ibunya. Jelas sekali kalau tingkah mereka mengundang curigaku. "Kenapa kamu nampak bengong, Lia? Apa kamu merasa heran sama wanita cantik yang kubawa kemari ini? Kamu kagum sama kecantikannya? Iya?" celetuk Bu Lasmi."Astaga, Bu! Baru datang udah teriak-teriak. Siapa juga yang kagum. Cukup ibu sendiri aja yang kagum aku mah nggak." Cepat-cepat Mas Yoga perlahan-lahan bangkit dari pembaringan, dan berjalan tertatih-tatih. So itu adalah salah satu bentuk dramanya. Barusan aku lihat dia tak terlalu kesusahan dalam berjalan. Eh ketika ibunya datang malah nampak terseok-seok. Terlalu berlebihan. "Hati-hati, Nak! Kalo belum bisa jangan terlalu dipaksakan." Bu Lasmi memapah Yoga kembali ke atas ranjang. "Ibu udah ajak Riana kemari. Dia yang akan urusin kamu." Bu Lasmi berkata bangga seraya menatapku. Seolah ucapannnya adalah sebuah cibiran

  • Ketika Istriku Mulai Membangkang   Bab 11

    "Apa yang kamu lakuin, Lia? kamu suruh Riana buat cuci baju kamu? Apa aku nggak salah denger?" Bu Lasmi melotot. "Nggak, ibu nggak salah dengar. Ibu belum tuli kan? Aku memang nyuruh Riana buat cuciin bajuku. Kenapa emangnya? Apa ada yang salah sama ucapanku?" aku menatapnya.. "Ck... Ck... Ck! Berani sekali kamu main suruh-suruh ajah sama Riana. Kamu pikir kamu bos apa?" mertuaku ikut nyeletuk pembicaraan kami. "Jelas dong. Aku kan tuan rumah." jawabku. Karena sikap buruk yang selalu Bu Lasmi tunjukan padaku, membuat rasa seganku seakan menghilang seluruhnya untuk beliau *** "Kak Yoga, Kakak udah baikan?" Melisa yang baru saja datang menghampiri Yoga di pembaringan. "Ya, sudah lumayan." jawab Yoga. "Hmm... Kakak cepet banget baikannya. Pasti karena di sini ada Mbak Riana. Iya kan? Hehe ...." Melisa tertawa ringan. "Ih, tahu ajah kamu." timpal Yoga.

  • Ketika Istriku Mulai Membangkang   Bab 12

    Lia memutar haluan sepeda motornya. Ia baru saja pulang dari melihat-lihat ruko yang baru saja ia beli. Ya Ini adalah sebuah lembaran baru baginya. Ia tak perduli lagi dengan urusan rumah beserta semua penghuninya yang tidak menghargai keberadaan Lia sendiri. Oleh karena itu Lia berinisiatif untuk mengembangkan usahanya dengan sebaik-baiknya, ketimbang fokus mengurus rumah.. Ia sudah memperkirakan berapa dana yang akan ia gunakan untuk memoles kembali toko tersebut agar terlihat lebih bisa menarik pelanggan. Jadi Lia berencana untuk mengurus usaha online yang ia kelola dari toko tersebut. Namun, baru saja ia memutar haluan sepeda motor ke arah pekarangan rumah dua orang, Riana dan Bu Melisa, tengah menunggunya berkacak pinggang di teras. "Dari mana saja kamu Lia! Enak saja kamu asik jalan-jalan bersama lelaki lain, sedangkan suamimu sendiri kau biarkan tergeletak sakit di rumah!" serta-merta Bu Lasmi mengumpat dengan suara keras sepe

Latest chapter

  • Ketika Istriku Mulai Membangkang   Bab 153 Akhir

    Beberapa tahun kemudian, setelah sekian lama hidup dalam jeruji besi, Bu Lasmi dan Yoga keluar dalam keadaan menanggung kemiskinan.keadaan jauh lebih sulit. Tak ada rumah untuk Bernaung dan tak ada tempat untuk pekerjaan.Sedangkan Melissa, sekarang anak itu harus meringkuk di sudut ruangan sempit di pojok ruang kontrakan. Tak ada lagi yang bisa di harapkan dari gadis itu. Penyakit HIV yang menyerangnya membuatnya tak bisa melakukan apa-apa. Penyakit yang menggerogoti Melissa juga membuat orang-orang menjauh dari mereka. Mereka di kucilkan.Sementara Bu Lasmi yang juga sudah menua dan tulang punggung yang membungkuk juga tak bisa melakukan apa-apa. Keadaan yang benar-benar menyedihkan. Seiring usia tua yang menyongsong hidupnya, telinga Bu Lasmi tak bisa lagi berfungsi dengan baik, begitupun dengan indera penglihatan yang ia miliki. Wanita yang dulu selalu mau menang sendiri tersebut harus menerima takdirnya sebagai wanita tua yang tuli dan hampir buta.Akhirnya dengan segala perti

  • Ketika Istriku Mulai Membangkang   Bab 152

    Sementara itu, di sebuah gedung yang cukup mewah, sebuah pesta pernikahan di adakan. Dengan dekorasi yang menawan dan elegan, pesta perayaan itu terlihat begitu megah.Di deretan parkir, deretan mobil mewah berjejer, menunjukkan bahwa sebagian besar tamu yang hadir di sana bukanlah orang biasa.Benar-benar luar biasa.Yoga yang kebetulan baru saja datang ke kota Jakarta dengan harapan akan mendapatkan pekerjaan lebih baik, untuk pertama kalinya harus puas dengan menyandang tugas sebagai satpam di acara pernikahan tersebut."Mewah banget acara pernikahannya ya." celetuk teman Yoga."Iya bener, baru sekali ini sih aku melihat pesta pernikahan semewah ini. Wajar kalau bayaran kita gede. Ternyata sesuai sih sama kemewahan pestanya." Yoga menimpali."Ya iyalah, mereka bayarin kita gede. Toh kedua mempelainya memang berasal dari keluarga kaya semua, kok. Masa keluarga konglomerat bayarin kita kecil. Tuh liat tamu-tamu mereka! Rata-rata pakai mobil bagus kan. Tamu-tamu Mereka emang orang pen

  • Ketika Istriku Mulai Membangkang   Bab 151

    Lia memegang kepalanya. Lia merasakan kepalanya sedikit pusing. Terasa kurang nyaman. Akhirnya, dengan menggunakan sepeda motornya, Lia memutuskan untuk pulang. Di tengah perjalanan, Lia merasakan pusing di kepalanya semakin menjadi-jadi. “Aduuh! sepertinya aku harus berhenti dulu.” Lia meminggirkan sepeda motornya.Lia memegang kepalanya. Lia bisa merasakan keningnya panas.“Ada apa denganku? Mengapa tubuhku seperti ini?”“Seharusnya aku harus sampai di rumah lebih cepat.” batin Lia.Lia mencoba menstarter kembali sepeda motornya. Namun kepalanya terasa tak bisa diajakdi ajak bekerja sama. Pusingnya malah bertambah-tambah.Dengan kepala yang terasa berputar-putar, Lia meraih ponsel, dan mencoba menghubungi seseorang yang bisa ia hubungi.Dengan pemandangan kabur, Lia menghubungi seseorang di ponselnya.“Halo, Ma. Tolong jemput aku sekarang didepan Keiza Butik, Ma. kepalaku pusing. Aku … aku…” suara Lia terputus. “Bruukh!Wanita itu ambruk.***Samar-samar Lia membuka matanya. ha

  • Ketika Istriku Mulai Membangkang   Bab 150

    Riana tak tahu lagi apa yang telah terjadi. Tubuhnya lemas, batinnya menangis. Semua terasa bagaikan mimpi."Kamu menipuku, Doni!" hardik Riana tiba-tiba merasa jijik dengan pria paruh baya berkepala botak di hadapannya."Maafkan aku Riana. Tapi aku sudah berusaha benar untuk bikin kamu bahagia.""Kalau kamu memang berniat untuk membuat aku bahagia, masalah kayak gini nggak akan pernah terjadi, Doni!" hardik Riana kembali."Kamu benar-benar udah bikin aku kecewa, Doni! Kurang ajar banget!" sembari terisak, Riana melangkah pergi tanpa bisa Doni mencegahnya."Setelah anak ini lahir, kamu harus bertanggung jawab dengan anak dalam perutku Ini Doni!" ucap Riana sebelum benar-benar pergi."Iya Riana. Aku janji aku akan bertanggung jawab! Tapi please tetaplah bersamaku!" "Tidak! Aku akan datang padamu ketika anak ini nanti sudah lahir dan menyerahkannya sama mu!"***Beberapa bulan berlalu, Riana membawa bayinya menuju ke sebuah rumah di mana Doni tinggal. Riana mengetahuinya setelah diberi

  • Ketika Istriku Mulai Membangkang   Bab 149

    "Apa ini Nayla? Apa maksudmu?" Doni bangkit dari duduknya."Kurasa aku tak perlu menjelaskan untuk kedua kalinya sama kamu, Doni! Aku yakin barusan kamu sudah mendengar apa yang aku katakan Doni!" Nayla menyeringai."Tidak! Tidak, Nayla! Kau tidak sungguh-sungguh memecatku sekarang, kan? Kamu tidak bisa melakukan ini Nayla?""Kenapa tidak bisa?" Nayla bertanya balik.Terlihat muka Doni merah padam, tangannya mengepal dan giginya gemerutuk.Sedangkan Riana, masih kebingungan dan tidak mengerti apa maksud Nayla. Ia tidak percaya."Nayla, kau tidak berhak untuk memecat suamiku dari pekerjaannya! Jelas-jelas suamiku adalah seorang manajer disini. Dia punya kekuasaan yang tinggi. Dan dia punya kekuatan yang besar di sini. Lalu apa hakmu melemparkan surat pemecatan begitu saja? Siapa yang menyuruhmu? Sedangkan kamu hanya seorang ibu rumah tangga! Tahu apa kamu soal perusahaan? Ha ... haa..! Kau pikir kau akan mudah untuk memecat suamiku dari sini? Hanya karena kau mendendam sebab suamimu te

  • Ketika Istriku Mulai Membangkang   Bab 148

    Dengan nafas ngos-ngosan, Riana melempar tasnya ke atas ranjang. Pertemuannya dengan Nayla sama sekali tak memuaskan hati."Wanita aneh, didatangi sama selingkuhan suaminya malah anteng aja! Lihat aja kamu Nayla, beneran akan ku bujuk Mas Doni untuk cepat-cepat cerein kamu! Biar tahu rasa kamu nggak bisa apa-apa setelah kehilangan Mas Doni yang selama ini memanjakan ekonomi kamu!" janji Riana dalam hati.***"Mas, mapan Mas akan menceraikan Nayla? Aku udah nggak betah lagi sama dia Mas!" Riana berbicara dengan nada.Mendengar pertanyaan itu, tidak seperti biasa, Doni yang biasanya selalu murung jika ditanya soal perceraiannya dengan Nayla, tapi kali ini Doni terlihat sumringah seperti ada kabar baik yang ia bawa. "Kenapa Mas justru terlihat senang? Nggak kayak biasanya?" Riana heran."Sini dulu, Sayang! kebetulan banget Mas pengen bicara soal ini sama kamu."Keduanya berjalan menuju balkon."Mas bawa kabar apa? Kayaknya beneran emang ada yang istimewa nih." "Sangat istimewa, Sayang

  • Ketika Istriku Mulai Membangkang   Bab 147

    "Kamu bilang gitu karena kamu sedang berusaha kuat di hadapanku, kan?" Riana mencibir."Apakah jika kamu berada di losisiku kamu akan melakukan hal seperti itu, Riana? Kalau begitu, mentalmu tidak cukup kuat. Sudahlah, sekarang tidak ada lagi yang perlu kita bahas, ada baiknya kamu pulang!"Riana merasa terusir."Aku nggak nyangka ya, ternyata kamu ini orangnya cukup sombong, Nayla. Wajar kalau suamimu nggak betah hidup sama kamu dan memutuskan buat mencari istri yang kedua." sinis Riana."Riana, kamu boleh aja membuat berkesimpulan apapun yang kamu suka terhadapku sekarang. Taoi, yang pasti Doni bukannya nggak betah sama aku. Tapi memang kalian berdua yang mempunyai sifat yang sama. Oleh karena itu, emang kulihat kalian berdua cocok untuk menyatu. Dan nanti sekalian akan kubantu untuk menyatukan kalian sepenuhnya. Bagaimana? apa kau puas sekarang?" Nayla menyeringai tajam."Nayla, kalau cuma sekedar untuk menyatu dengan Mas Doni, kurasa aku nggak perlu bantuan dari kamu! Aku bisa saj

  • Ketika Istriku Mulai Membangkang   Bab 146

    "Kulihat kamu agak kaget dengan ucapanku, ada apa?" Nayla bertanya.Riana mendekat dan duduk di kursi tepat di hadapan Nayla."Apa kamu udah kenal sama aku sebelumnya?" tanya Riana."Bagaimana menurut kamu? Apakah aku nampak kenal sama kamu atau enggak?""Kudengar tadi kamu menyebut namaku? Tahu namaku dari mana?" Riana melanjutkan pertanyaannya.Terlihat Nayla tersenyum."Kalau aku tahu sama nama kamu lalu apa salahnya?""Hmm..." Riana mulai berfirasat tak baik."Lalu tadi kudengar juga Kamu nyebut aku sebagai Nyonya Doni. Apa maksudmu?""Ohoo, kamu bertanya soal itu rupanya. Apa kamu nggak ngerasa sebagai Nyonya Doni?"Riana kesal. Bukannya menjawab, malah Nayla selalu saja melontarkan pertanyaan balik.Riana mulai serba salah untuk menjawab pertanyaan tersebut."Sudahlah Riana! kamu nggak usah pusing memikirkan pertanyaanku. Kamu tenang saja, tak perlu takut, setelah ini kau akan bergelar Nyonya Doni secara seutuhnya! Bukankah itu yang kamu mau?"Huuufth!Terasa badan Riana panas d

  • Ketika Istriku Mulai Membangkang   Bab 145

    Dengan langkah percaya diri, Riana berjalan ke sebuah rumah yang cukup megah dan mewah.Perutnya yang membesar tidak menyusutkan rasa percaya diri yang ia miliki. Justru ia merasa patut merasa bangga dengan janin yang ada di rahimnya saat ini.Sejenak Riana mematung, mengagumi rumah di hadapannnya, namun keberadaan seorang satpam yang berjaga bergerak membukakan pintu, membuat Riana tersadar ia harus menjaga sikap untuk tidak boleh terlihat senorak itu."Maaf, Mbak, ada yang bisa saya bantu? Mbak ingin bertemu dengan siapa?""Pak Satpam, Saya ingin bertemu dengan mbak Nayla." jawab Riana."Oh, rupanya Mbak adalah tamunya nyonya besar di rumah ini, ya?"Riana menyeringai sinis mendengar satpam tersebut menyebut Nayla sebagai nyonya besar."Iya, Pak. Saya tamu spesialnya Nayla, istrinya Mas Doni. Benar, kan?"Satpam mengangguk."Baiklah Mbak, kebetulan Nyonya Nayla baru saja pulang dari perusahaan. Biar kuberitahu beliau terlebih dahulu!" jawab sang satpam berlalu setelah sebelumnya ter

DMCA.com Protection Status