Share

Bab 3

last update Last Updated: 2022-03-21 17:24:23

Bab 3

     

"Lia! Darimana aja kamu? Ditelpon nggak diangkat-angkat. Apa Kamu sengaja mengabaikan panggilanku?"

    

Baru saja aku menginjakkan kaki di rumah, sudah di sambut dengan teriakan Mas Yoga. Ya, aku baru saja pulang setelah membawa Chika ke dokter. Aku lupa, tadi karena terlalu sibuk dengan Bu Lasmi yang merongrong, aku terlupa akan ponsel.

   

"Jawab aku Lia! Jangan cuma bisa diem gitu! Apa kamu sedang berpikir buat cari-cari alasan?" Mas Yoga membentak.

   

"Bukan aku nggak mau mengangkat panggilan dari Mas, tapi ponselku memang ketinggalan di rumah." jawabku.

   

"Ooh, jangan-jangan kamu emang sengaja ninggalin ponselmu, ya? Dengan begitu kamu bisa mengelak? Iya?" tanya Mas Yoga membabi buta.

   

"Mengelak? Mengelak dari apa, Mas?" Aku benar-benar bingung.

   

"Nah kan! itu saja kamu masih berpura-pura?"

   

Aku semakin kebingungan dengan arah pembicaraan Mas Yoga.

   

"Apa maksudnya? Aku benar-benar tidak ngerti?"

   

Tiba-tiba Mas Yoga mendekat dan mencengkram daguku kuat.

   

"Apa kamu kira aku nggak tahu apa yang barusan kamu lakuin sama ibu aku?" Mas Yoga terlihat menahan amarah.

   

Aku terkejut bukan kepalang.

   

"Aku tidak melakukan apapun sama Ibu, Mas!"

   

"Jangan bohong kamu!" Mas Yoga semakin kuat dengan cengkramannya sehingga membuatku kesakitan. Keterlaluan memang.

   

"Jangan terlalu bersikap kasar sama Ibuku jika kau tak ingin kubuang ke tong sampah." cerocosnya lagi.

   

Darahku mendidih mendengarnya. Memangnya siapa aku dalam benaknya? Lagipula, perbuatanku yang mana yang ia sebut-sebut terlalu kasar pada ibunya.

   

"Memangnya apa yang telah aku lakuin sama ibumu, Mas?" aku kembali meminta penjelasan.

   

"Baru saja ibuku dateng, dengan maksud mau pinjem uang sama kamu. Tapi kamu malah nolak ibu mentah-mentah. Apa kamu pikir itu kelakuan yang pantes untuk kamu lakukan sama mertuamu yang telah bersusah payah melahirkan suamimu ini? Haa? Apakah seperti itu bentuk baktimu pada orang tuaku? Ingat Lia! Aku bisa seperti ini karena ibu. Aku bisa sukses juga karena perjuangan ibu. Setelah menikah sama kamu, kamu bisa memetik hasilnya dengan  begitu saja. Setiap bulan tahumu hanya menerima  dan menikmati gajiku. Tanpa kau pikirkan siapa sosok yang telah berjuang keras di belakang semua kesuksesanku ini. Dari kecil aku dipelihara dengan kasih sayang ibu, eh punya istri malah tidak bisa membantuku berbakti pada ibuku. Sialan!" Mas Yoga bertutur panjang.

   

Selalu saja seperti itu. Tak bosan-bosannya mereka membahas perjuangan seorang ibu. 

   

"Mas, kalau bicara soal perjuangan dan jasa orang tua, aku  sebagai istri juga tidak kalah disayang sama Ibu dan ayahku. Aku juga dibesarin dengan kasih sayang, dibiayai pendidikan, dan nggak pernah dibuat susah. Tapi mereka nggak pernah tuh minta timbal balik dan mengharap balasan."

  

"Lihat saja selama ini, apakah kita pernah memberi sesuatu baik itu berupa uang atau barang kepada kedua orang tuaku? Apakah kamu pernah mendapati mereka menuntut dengan dalih membalas jasa? Tidak pernah kan, Mas?" emosiku benar-benar dibuat naik ke ubun-ubun.

   

Mendengar tuturanku, Mas Yoga semakin nampak menggeram.

  

"Lah, wajar saja kamu tidak memberi apa-apa kepada orang tuamu. Toh kamu tidak bekerja. Mau dapat uang dari mana kamu ingin memberi kedua orang tuamu? Mau mengharap sebagian dari gajiku? Jangan terlalu banyak tuntutan, Lia! Makanya jadi wanita itu harus kudu Mandiri. Kerja, kerja, dan kerja! Supaya tidak membebankan semuanya pada suami." Mas Yoga menunjuk nuju mukaku. 

Ya Tuhaan... Aku mengelus dada. Artinya selama ini dia hanya menganggapku pengangguran.

 

"Aku di rumah ini bukan hanya menganggur belaka, Mas. Aku juga banting tulang." 

   

"Halah banting tulang dari mananya? Banting tulang usaha onlinemu itu? Tiap hari otak-atik HP dengan alasan jualan online, padahal kerjanya cuma scroll scroll media sosial." cibir Mas Yoga.

 

"Astaga, Mas! Rupanya semua usahaku selama ini tidak pernah kau hargai."

  

"Bukannya aku tidak menghargai, akan tetapi begitulah kenyataannya. Jika penghasilanmu cukup, tentu saja kau tidak akan bergantung sepenuhnya padaku."

Gila, laki-laki ini benar-benar gila. 

   

"Mas, kamu adalah seorang suami, sudah sepatutnya kamu memenuhi kebutuhan kami. Tapi apa? Untuk kebutuhanmu sendiri pun kekurangan. Lagipula selama ini aku tidaklah bergantung pada gajimu, Mas! Bahkan yang Mas berikan padaku selama ini, untuk kehidupan Mas sendiri saja tidak cukup! Justru Mas memberikan sebagian besar gaji pada ibu dan adikmu, tanpa memikirkan kebutuhanku dan Chika." tidak tanggung-tanggung aku jawab mentah-mentah ucapan Mas Yoga.

"Oh kau berkata seperti ini  karena uang yang aku berikan pada ibu? Ingat Lia! Kau tidak bisa mengungkit-ungkit uang yang aku jatahkan sama ibu dan Melisa. Itu sudah hak mereka. Jangan turuti egomu. Aku tahu maksudmu kamu ingin menjauhkan aku dengan ibuku, kan? Jangan harap aku akan menuruti kemauanmu, Lia! Sampai aku mati dan tinggal tulang-belulang sekalipun, Ibu tetaplah ibu, tidak akan pernah ada seseorang pun yang bisa menggantikannya. Sedangkan kau, kau hanya seorang istri. Hari ini  juga kita bisa bercerai, dan setelah bercerai tidak akan ada hubungan apa-apa lagi di antara kita."

 

Laki-laki yang tidak berpikir panjang. Semudah itu ia berkata tanpa berpikir bagaimana perasaan seorang wanita yang berada dihadapannya saat ini. Wanita yang telah Rela mengabdikan diri untuknya melahirkan dan menyusui anaknya. Dan juga membantunya dalam mencukupi kebutuhan ekonomi. Tapi sepertinya pria ini tak berterima kasih.

"Mas, bukannya Mas sendiri yang melarangku bekerja di luaran selama ini?" imbuhku.

   

"Meski aku melarangmu bekerja di luar sana, tapi kalau saja kau mau banyak pekerjaan yang bisa kau lakukan dari rumah. Membuka usaha produksi makanan. Itu lebih baik daripada usaha online  yang tidak tahu menahu tersebut." tutur Mas Yoga kembali.

"Untuk membuka usaha seperti itu butuh modal, Mas? Lagipula apa kamu mau membantuku untuk mengasuh Chika? Aku sudah nyaman dengan usaha online yang aku kelola, dan hasilnya juga lumayan. Mengapa aku harus membuka usaha lain yang belum tentu aku kuasai? Seharusnya kamu mendukungku, Mas!  Bukannya malah  mengolok-olok." tuturku. Bukan karena apa, aku terkadang sedih dengan tingkah Mas Yoga  yang selalu mengolok-olok profesiku saat ini.

   

"Selalu saja membantah! Begini ya sikap seorang wanita yang tidak mau bekerja keras. Tapi tahunya hanya bisa menguras uang suami saja." kembali  Mas Yoga mengulangi ucapan menyakitkan tersebut.

   

"Mas! Bukankah dulu aku juga kerja?  Demi kamu aku rela resign. Apa Mas ingat apa yang pernah Mas katakan dulu? Janji Mas adalah mencukupi kebutuhan kami, meskipun aku nggak lagi kerja. Kalau saja aku tidak menghormatimu sebagai seorang suami, tentu saja sudah kucari pekerjaan yang layak untukku. Mas tahu, banyak perusahaan di luar sana yang mau menerimaku sebagai karyawan." tuturku.

Sungguh aku masih ingat, dulu karena aku yang begitu mencintai Mas Yoga, maka aku rela resign dari pekerjaan. Ya, sebelumnya aku dan Mas Yoga bekerja pada sebuah bank swasta yang sama. Dan sesuai dengan peraturan bank yang berlaku, Jika kami menikah, maka salah satu dari kami harus resign. Dan Bodohnya, aku rela kehilangan pekerjaan demi bisa hidup bersama Mas Yoga. Sebagai gantinya, Mas Yoga memintaku untuk benar-benar fokus ke rumah tangga kami .  

Mengingat gaji Mas Yoga yang masih pas-pasan untuk ukuran kehidupan di perkotaan,  akhirnya, sebagai sampingan aku memilih untuk memulai usaha online, untuk membantu bantu mencukupi kebutuhan. Dan sekarang beginilah kenyataannya. Justru penghasilanku tidak lagi bisa disebut dengan sekedar membantu ekonomi rumah tangga, akan tetapi menjadi tulang punggung. Mending kalau dihargai, dianggap pun bahkan tidak. Mengenaskan.

"Memangnya perusahaan mana yang mau menerima karyawan yang gak berpengalaman kayak kamu? Besar omong aja! Baiklah, tidak perlu diperpanjang lagi, hari ini aku gajian. Tapi aku nggak akan memberikan gajiku sama kamu. Aku ingin lihat, apakah kamu mampu memenuhi kebutuhanmu sendiri atau tidak." Mas Yoga mencibir.

***

Pagi ini aku sengaja santai. Aku lebih fokus pada packingan-packingan yang harus kusiapkan untuk para pelanggan. 

   

Kulihat Mas Yoga bangun lebih cepat, dengan muka yang memandangku jijik, seperti biasanya. Aku tak peduli. Kubiarkan saja apa yang dia lakukan. Ketidakpeduliannya terhadap Chika juga membuatku semakin kesal. Tidak lagi seperti dulu di mana setiap pagi hari, ia selalu mencium dan memeluk Chika. Tapi sekarang hal itu tak pernah lagi kulihat.

    

"Lia! Mana kemejaku?" teriaknya dari kamar.

   

"Mana kutahu." Jawabku singkat.

   

"Lho, istri macam apa kamu ini? Suami mau berangkat kerja pakaian tidak juga disiapkan." umpatnya.

   

"Mas! Aku tidak banyak menuntut padamu. Jadi kau tidak usah banyak menuntut padaku. Soal pakaian kerjamu, tentu saja kamu bisa menyiapkannya sendiri." jawabku sambil meneruskan pekerjaanku.

   

"Keterlaluan!" imbuhnya. Ah peduli amat.

   

Tidak berapa lama kemudian, kulihat ia telah mengenakan kemeja putih dengan tidak begitu rapi. Masa bodoh! Cukup selama ini saja aku selalu merepotkan diri dengan kebutuhan suami, sedangkan dia sendiri tidak pernah mau tahu akan diriku.

    

Aku tengah mengambilkan minum untuk Chika ketika kulihat Mas Yoga melangkah ke dapur. 

 

"Kok kosong? Kamu belum masak pagi ini?" Mas Yoga berseru dengan mata menatap tajam ke arah tudung nasi yang kosong melompong dengan tidak ada satu hidanganpun yang tersaji di sana.

  

"Ya. Aku memang gak masak." jawabku singkat.

  

"Apa? Apa kamu gak tahu kalau aku akan berangkat kerja? Kau tidak menyiapkan sarapan? Istri macam apa kamu ini? Astaga. Pakaian dan sarapan suami semua tidak kamu utamakan."

   

Aku mendekati Mas Yoga.

  

"Mas! Bukankah kau tidak memberikanku jatah uang bulan ini? Jadi, aku tidak ada uang untuk membeli bahan makanan buat memasak sarapanmu. Kamu pikir aku akan merogoh kantongku untuk memasakkanmu? Tidak. Kan kamu memberi uang dan nafkah hanya sama Ibu dan adikmu, jadi pergi aja sana! Sarapan di rumah ibumu!"

Kulihat muka Mas Yoga merah padam.

To be continued

     

   

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
yg bikin cerita g waras kayak tokohnya. cuman berantem adu mulut kayak preman terminal. ceritanya cuman berisi sumpah serapah dan caci maki.
goodnovel comment avatar
Ardy 1
masak isinya percakapan beranten semua yg diulang2?
goodnovel comment avatar
Sulastri
rasakan!!!,gak diks uang gak usa masak diemin aja,suruh suami urus semua,masak nyuci beres2, cukup kita urus anak,bila perlu tinggalkan suami anak mami itu,dia punya ortu,kita juga punya ortu,d suami bilang" bekas istri ada bekas ortu gak ada",balas "bekas suami anak mami ada,bekas ortu gak ada",
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Ketika Istriku Mulai Membangkang   Bab 4

    Bab 4"Apa? Kamu nyuruh aku makan di rumah Ibu? sedangkan aku punya istri? Apakah pantas seorang istri berucap kayak begitu?" Mas Yoga mencerca. "Sebaliknya aku yang tanya sama Mas, apakah pantes seorang suami yang nggak menafkahi istrinya, tapi banyak menuntut?" Mendengarkan sanggahan demi sanggahan yang meluncur dari mulutku, sepertinya emosi Mas Yoga semakin menjadi. Kulihat Mas Yoga mengangkat tangan kanannya. Tangan itu mengepal. Aku sedikit bergidik.Dugaanku benar, sejenak kemudian tangan itu melayang ke arah wajahku. Eitt! Secepat kilat aku mengelak. Tentu saja aku tak ingin menjadi sasaran pukulan tangan kekarnya.Akibat pengelakanku, kepalan tangan Mas Yoga hanya mengenai dinding. Kulihat Mas Yoga mengaduh. Dalam hati ingin rasanya aku berteriak, "Rasain!" "Keterlaluan kamu m

    Last Updated : 2022-03-21
  • Ketika Istriku Mulai Membangkang   Bab 5

    Bab 5Keesokan harinya, ketika hari masih begitu pagi, kulihat sebuah status dari kontak Melisa.[Emang enak ya, punya kakak seorang pejabat gede. Jadi kalo pengen apa-apa ya tinggal bilang. Thanks kakak tersayang.] status itu di iringi oleh Melisa yang pamer tas dan high hills baru. Kutaksir harganya tak terlalu mahal, tapi memang cukup menguras kantong untuk ukuran masyarakat kelas menengah.Aku cuma melengos. Baru segitu ajah noraknya minta ampun. Terlihat benar mereka seperti lagak orang kaya baru. Apa-apa di upload. Oh ya, aku baru ingat, kemarin kan Mas Yoga habis gajian. Pantasan.Baru saja aku meletakkan ponsel, sebuah pesan dari Melisa muncul di layar ponselku.[Mbak, tolong masakin kami kari ayam dong! Katanya ibu lagi selera sama tuh lauk. Sebentar lagi kami otewe ke rumah Kak Yoga. Jangan lupa ya, Mbak. Nih perut udah laper. Mau masak sendiri udah nggak sempet.]Huuh... Enak saja menyuruhku memasak buat mereka. K

    Last Updated : 2022-03-22
  • Ketika Istriku Mulai Membangkang   Bab 6

    Bab 6Mas Yoga sama sekali tak bisa menyembunyikan kegugupannya padaku. Aku menyodorkan air putih ke hadapannya."Cuma air putih?" matanya menatap tak suka."Ya, cuma ini yang ada. Oh ya, gimana dengan pertanyaanku tadi, Mas?"Mas Yoga mendelik tak suka melihatku. Ih dia pikir aku takut sana sorot matanya yang sengaja ia pelototi? "Suami baru pulang bukannya disuguhkan dengan makanan atau minuman yang layak. Malah ditodong dengan pertanyaan-pertanyaan bodoh. Pertanyaan nggak penting. Dari pada banyak tanya, mending kamu hidangkan makan atau minum seger gitu kan. Bukan cuma air putih tok." timpal Mas Yoga. Terlihat sekali jika ia sedang menghindari pertanyaanku tadi. "Habis mau menyuguhi Mas dengan makanan atau minuman enak, di rumah ini nggak punya keduanya. Jadi tidak ada yang bisa kusuguhkan untuk menyambut kepulangan Mas." jawabku."Ucapanmu cuma buat kepalaku semakin pusing. Punya istri seperti gak punya istri

    Last Updated : 2022-03-22
  • Ketika Istriku Mulai Membangkang   Bab 7

    "Eh maaf, Mas. Aku nggak sengaja. Hmm ... Sakit ya?" tanyaku sedikit tertawa. Tak urung pertanyaanku semakin membuat Mas Yoga kesal minta ampun. "Andai saja aku nggak ngehargain kamu sebagai perempuan, pasti sudah kupatahkan tanganmu!" ucapnya geram. Aku nyengir kuda. Jujur sedikit kenapa? Ini bukan masalah dia bisa menghargaiku sebagai wanita, tapi bilang saja kalau tadi serangannya memang gagal. "Silahkan patahkan tanganku kalo kamu ngerasa mampu! Berani kamu nyakitin aku, maka kayaknya kenyataan akan berbalik, Mas. Tangan kamu yang akan kubuat tak berfungsi lagi." aku menjawab ketus "Kamu berani nantangin aku, Lia? Luar biasa! Rupanya udah nggak ada lagi rasa hormatmu terhadap suamimu ini. Istri gak punya perasaan. Kalo tahu akan kayak gini, rugi dulu aku nikahin kamu!""Hey, kalo kamu ngerasa rugi nikahin aku, terus ngapain kamu masih pertahanin pernikahan kita? Haa?" aku menatap kedua mata Mas Yoga.Mas Y

    Last Updated : 2022-03-23
  • Ketika Istriku Mulai Membangkang   Bab 8

    "Lia! Kamu kenapa sih? Belakangan ini sikapmu berubah drastis amat? Sama aku maupun ibu, kamu nggak ada hormat-hormatnya lagi. Perasaan aku nggak pernah buat salah apa-apa deh sama kamu. Sampe masakin aku sedikitpun ajah kamu nggak mau." Mas Yoga bertanya jutek. Bertanya, tapi tetap merasa tak bersalah. Apa gunanya? Apa dia tidak merasa salah tidak memberi uang tapi tetap ingin minta makan? Apa dia pikir makanan dan minuman akan jatuh sendiri dari langit, terus tinggal di pungut gitu. Mimpi kali ya."Lihat itu! Kemeja yang kupake tadi pun masih terletak di sofa. Kayaknya emang nggak ada niatmu untuk masukin kemeja kotorku ke mesin cuci ataupun buat sekedar menaruhnya ke keranjang baju kotor. Berbakti dikit sama suami apa salahnya, Lia? Apa kamu nggak mau cari ridho suami? Apa kamu nggak mau masuk surga sebab taat sama suami dan mertua?" Ya ampuuun... Aku rasanya dibuat ingin tertawa sama kata-kata Mas Yoga. Cari ridho suami katanya?

    Last Updated : 2022-03-23
  • Ketika Istriku Mulai Membangkang   Bab 9

    "Kamu kok lemes banget, Nak? Aduh, kok ibu jadi khawatir ya sama kamu. Atau jangan-nangan kamu belum di kasih makan ya sama istrimu? Pucat amat muka kamu, Nak. Apa kamu nggak di urusin sama Lia? Kok masih pake kaos oblong yang tadi? " Bu Lasmi yang baru saja tiba terlihat peduli. Padahal wanita itu baru saja datang beberapa menit yang lalu. Datang-datang bicaranya nyerocos begitu. Matanya menatapku yang baru saja selesai memandikan Chika."Iya, Bu. Lia nggak masak apa-apa. Perutku udah laper begini. Segelas kopi ajah nggak ada sama sekali. Udah nasib saya kali, Bu. Dapet istri yang gak mau urusin aku." jawab Mas Yoga lemah. Nadanya memelas bak minta di kasihani. Seperti orang yang sabar, namun bertujuan untuk merendahkan aku. Manjanya pria itu. "Kalau begini biar ibu ajah yang urus kamu, Nak. Dia pikir nggak ada yang mau urusin kamu. Dia pikir kamu hanya hidup sebatang kara. Huuh... Lia!" kali ini tatapan Bu Lasmi beralih padaku.

    Last Updated : 2022-03-24
  • Ketika Istriku Mulai Membangkang   Bab 10

    Mas Yoga terlihat salah tingkah melihat kedatangan wanita yang datang bersama ibunya. Jelas sekali kalau tingkah mereka mengundang curigaku. "Kenapa kamu nampak bengong, Lia? Apa kamu merasa heran sama wanita cantik yang kubawa kemari ini? Kamu kagum sama kecantikannya? Iya?" celetuk Bu Lasmi."Astaga, Bu! Baru datang udah teriak-teriak. Siapa juga yang kagum. Cukup ibu sendiri aja yang kagum aku mah nggak." Cepat-cepat Mas Yoga perlahan-lahan bangkit dari pembaringan, dan berjalan tertatih-tatih. So itu adalah salah satu bentuk dramanya. Barusan aku lihat dia tak terlalu kesusahan dalam berjalan. Eh ketika ibunya datang malah nampak terseok-seok. Terlalu berlebihan. "Hati-hati, Nak! Kalo belum bisa jangan terlalu dipaksakan." Bu Lasmi memapah Yoga kembali ke atas ranjang. "Ibu udah ajak Riana kemari. Dia yang akan urusin kamu." Bu Lasmi berkata bangga seraya menatapku. Seolah ucapannnya adalah sebuah cibiran

    Last Updated : 2022-03-24
  • Ketika Istriku Mulai Membangkang   Bab 11

    "Apa yang kamu lakuin, Lia? kamu suruh Riana buat cuci baju kamu? Apa aku nggak salah denger?" Bu Lasmi melotot. "Nggak, ibu nggak salah dengar. Ibu belum tuli kan? Aku memang nyuruh Riana buat cuciin bajuku. Kenapa emangnya? Apa ada yang salah sama ucapanku?" aku menatapnya.. "Ck... Ck... Ck! Berani sekali kamu main suruh-suruh ajah sama Riana. Kamu pikir kamu bos apa?" mertuaku ikut nyeletuk pembicaraan kami. "Jelas dong. Aku kan tuan rumah." jawabku. Karena sikap buruk yang selalu Bu Lasmi tunjukan padaku, membuat rasa seganku seakan menghilang seluruhnya untuk beliau *** "Kak Yoga, Kakak udah baikan?" Melisa yang baru saja datang menghampiri Yoga di pembaringan. "Ya, sudah lumayan." jawab Yoga. "Hmm... Kakak cepet banget baikannya. Pasti karena di sini ada Mbak Riana. Iya kan? Hehe ...." Melisa tertawa ringan. "Ih, tahu ajah kamu." timpal Yoga.

    Last Updated : 2022-03-25

Latest chapter

  • Ketika Istriku Mulai Membangkang   Bab 153 Akhir

    Beberapa tahun kemudian, setelah sekian lama hidup dalam jeruji besi, Bu Lasmi dan Yoga keluar dalam keadaan menanggung kemiskinan.keadaan jauh lebih sulit. Tak ada rumah untuk Bernaung dan tak ada tempat untuk pekerjaan.Sedangkan Melissa, sekarang anak itu harus meringkuk di sudut ruangan sempit di pojok ruang kontrakan. Tak ada lagi yang bisa di harapkan dari gadis itu. Penyakit HIV yang menyerangnya membuatnya tak bisa melakukan apa-apa. Penyakit yang menggerogoti Melissa juga membuat orang-orang menjauh dari mereka. Mereka di kucilkan.Sementara Bu Lasmi yang juga sudah menua dan tulang punggung yang membungkuk juga tak bisa melakukan apa-apa. Keadaan yang benar-benar menyedihkan. Seiring usia tua yang menyongsong hidupnya, telinga Bu Lasmi tak bisa lagi berfungsi dengan baik, begitupun dengan indera penglihatan yang ia miliki. Wanita yang dulu selalu mau menang sendiri tersebut harus menerima takdirnya sebagai wanita tua yang tuli dan hampir buta.Akhirnya dengan segala perti

  • Ketika Istriku Mulai Membangkang   Bab 152

    Sementara itu, di sebuah gedung yang cukup mewah, sebuah pesta pernikahan di adakan. Dengan dekorasi yang menawan dan elegan, pesta perayaan itu terlihat begitu megah.Di deretan parkir, deretan mobil mewah berjejer, menunjukkan bahwa sebagian besar tamu yang hadir di sana bukanlah orang biasa.Benar-benar luar biasa.Yoga yang kebetulan baru saja datang ke kota Jakarta dengan harapan akan mendapatkan pekerjaan lebih baik, untuk pertama kalinya harus puas dengan menyandang tugas sebagai satpam di acara pernikahan tersebut."Mewah banget acara pernikahannya ya." celetuk teman Yoga."Iya bener, baru sekali ini sih aku melihat pesta pernikahan semewah ini. Wajar kalau bayaran kita gede. Ternyata sesuai sih sama kemewahan pestanya." Yoga menimpali."Ya iyalah, mereka bayarin kita gede. Toh kedua mempelainya memang berasal dari keluarga kaya semua, kok. Masa keluarga konglomerat bayarin kita kecil. Tuh liat tamu-tamu mereka! Rata-rata pakai mobil bagus kan. Tamu-tamu Mereka emang orang pen

  • Ketika Istriku Mulai Membangkang   Bab 151

    Lia memegang kepalanya. Lia merasakan kepalanya sedikit pusing. Terasa kurang nyaman. Akhirnya, dengan menggunakan sepeda motornya, Lia memutuskan untuk pulang. Di tengah perjalanan, Lia merasakan pusing di kepalanya semakin menjadi-jadi. “Aduuh! sepertinya aku harus berhenti dulu.” Lia meminggirkan sepeda motornya.Lia memegang kepalanya. Lia bisa merasakan keningnya panas.“Ada apa denganku? Mengapa tubuhku seperti ini?”“Seharusnya aku harus sampai di rumah lebih cepat.” batin Lia.Lia mencoba menstarter kembali sepeda motornya. Namun kepalanya terasa tak bisa diajakdi ajak bekerja sama. Pusingnya malah bertambah-tambah.Dengan kepala yang terasa berputar-putar, Lia meraih ponsel, dan mencoba menghubungi seseorang yang bisa ia hubungi.Dengan pemandangan kabur, Lia menghubungi seseorang di ponselnya.“Halo, Ma. Tolong jemput aku sekarang didepan Keiza Butik, Ma. kepalaku pusing. Aku … aku…” suara Lia terputus. “Bruukh!Wanita itu ambruk.***Samar-samar Lia membuka matanya. ha

  • Ketika Istriku Mulai Membangkang   Bab 150

    Riana tak tahu lagi apa yang telah terjadi. Tubuhnya lemas, batinnya menangis. Semua terasa bagaikan mimpi."Kamu menipuku, Doni!" hardik Riana tiba-tiba merasa jijik dengan pria paruh baya berkepala botak di hadapannya."Maafkan aku Riana. Tapi aku sudah berusaha benar untuk bikin kamu bahagia.""Kalau kamu memang berniat untuk membuat aku bahagia, masalah kayak gini nggak akan pernah terjadi, Doni!" hardik Riana kembali."Kamu benar-benar udah bikin aku kecewa, Doni! Kurang ajar banget!" sembari terisak, Riana melangkah pergi tanpa bisa Doni mencegahnya."Setelah anak ini lahir, kamu harus bertanggung jawab dengan anak dalam perutku Ini Doni!" ucap Riana sebelum benar-benar pergi."Iya Riana. Aku janji aku akan bertanggung jawab! Tapi please tetaplah bersamaku!" "Tidak! Aku akan datang padamu ketika anak ini nanti sudah lahir dan menyerahkannya sama mu!"***Beberapa bulan berlalu, Riana membawa bayinya menuju ke sebuah rumah di mana Doni tinggal. Riana mengetahuinya setelah diberi

  • Ketika Istriku Mulai Membangkang   Bab 149

    "Apa ini Nayla? Apa maksudmu?" Doni bangkit dari duduknya."Kurasa aku tak perlu menjelaskan untuk kedua kalinya sama kamu, Doni! Aku yakin barusan kamu sudah mendengar apa yang aku katakan Doni!" Nayla menyeringai."Tidak! Tidak, Nayla! Kau tidak sungguh-sungguh memecatku sekarang, kan? Kamu tidak bisa melakukan ini Nayla?""Kenapa tidak bisa?" Nayla bertanya balik.Terlihat muka Doni merah padam, tangannya mengepal dan giginya gemerutuk.Sedangkan Riana, masih kebingungan dan tidak mengerti apa maksud Nayla. Ia tidak percaya."Nayla, kau tidak berhak untuk memecat suamiku dari pekerjaannya! Jelas-jelas suamiku adalah seorang manajer disini. Dia punya kekuasaan yang tinggi. Dan dia punya kekuatan yang besar di sini. Lalu apa hakmu melemparkan surat pemecatan begitu saja? Siapa yang menyuruhmu? Sedangkan kamu hanya seorang ibu rumah tangga! Tahu apa kamu soal perusahaan? Ha ... haa..! Kau pikir kau akan mudah untuk memecat suamiku dari sini? Hanya karena kau mendendam sebab suamimu te

  • Ketika Istriku Mulai Membangkang   Bab 148

    Dengan nafas ngos-ngosan, Riana melempar tasnya ke atas ranjang. Pertemuannya dengan Nayla sama sekali tak memuaskan hati."Wanita aneh, didatangi sama selingkuhan suaminya malah anteng aja! Lihat aja kamu Nayla, beneran akan ku bujuk Mas Doni untuk cepat-cepat cerein kamu! Biar tahu rasa kamu nggak bisa apa-apa setelah kehilangan Mas Doni yang selama ini memanjakan ekonomi kamu!" janji Riana dalam hati.***"Mas, mapan Mas akan menceraikan Nayla? Aku udah nggak betah lagi sama dia Mas!" Riana berbicara dengan nada.Mendengar pertanyaan itu, tidak seperti biasa, Doni yang biasanya selalu murung jika ditanya soal perceraiannya dengan Nayla, tapi kali ini Doni terlihat sumringah seperti ada kabar baik yang ia bawa. "Kenapa Mas justru terlihat senang? Nggak kayak biasanya?" Riana heran."Sini dulu, Sayang! kebetulan banget Mas pengen bicara soal ini sama kamu."Keduanya berjalan menuju balkon."Mas bawa kabar apa? Kayaknya beneran emang ada yang istimewa nih." "Sangat istimewa, Sayang

  • Ketika Istriku Mulai Membangkang   Bab 147

    "Kamu bilang gitu karena kamu sedang berusaha kuat di hadapanku, kan?" Riana mencibir."Apakah jika kamu berada di losisiku kamu akan melakukan hal seperti itu, Riana? Kalau begitu, mentalmu tidak cukup kuat. Sudahlah, sekarang tidak ada lagi yang perlu kita bahas, ada baiknya kamu pulang!"Riana merasa terusir."Aku nggak nyangka ya, ternyata kamu ini orangnya cukup sombong, Nayla. Wajar kalau suamimu nggak betah hidup sama kamu dan memutuskan buat mencari istri yang kedua." sinis Riana."Riana, kamu boleh aja membuat berkesimpulan apapun yang kamu suka terhadapku sekarang. Taoi, yang pasti Doni bukannya nggak betah sama aku. Tapi memang kalian berdua yang mempunyai sifat yang sama. Oleh karena itu, emang kulihat kalian berdua cocok untuk menyatu. Dan nanti sekalian akan kubantu untuk menyatukan kalian sepenuhnya. Bagaimana? apa kau puas sekarang?" Nayla menyeringai tajam."Nayla, kalau cuma sekedar untuk menyatu dengan Mas Doni, kurasa aku nggak perlu bantuan dari kamu! Aku bisa saj

  • Ketika Istriku Mulai Membangkang   Bab 146

    "Kulihat kamu agak kaget dengan ucapanku, ada apa?" Nayla bertanya.Riana mendekat dan duduk di kursi tepat di hadapan Nayla."Apa kamu udah kenal sama aku sebelumnya?" tanya Riana."Bagaimana menurut kamu? Apakah aku nampak kenal sama kamu atau enggak?""Kudengar tadi kamu menyebut namaku? Tahu namaku dari mana?" Riana melanjutkan pertanyaannya.Terlihat Nayla tersenyum."Kalau aku tahu sama nama kamu lalu apa salahnya?""Hmm..." Riana mulai berfirasat tak baik."Lalu tadi kudengar juga Kamu nyebut aku sebagai Nyonya Doni. Apa maksudmu?""Ohoo, kamu bertanya soal itu rupanya. Apa kamu nggak ngerasa sebagai Nyonya Doni?"Riana kesal. Bukannya menjawab, malah Nayla selalu saja melontarkan pertanyaan balik.Riana mulai serba salah untuk menjawab pertanyaan tersebut."Sudahlah Riana! kamu nggak usah pusing memikirkan pertanyaanku. Kamu tenang saja, tak perlu takut, setelah ini kau akan bergelar Nyonya Doni secara seutuhnya! Bukankah itu yang kamu mau?"Huuufth!Terasa badan Riana panas d

  • Ketika Istriku Mulai Membangkang   Bab 145

    Dengan langkah percaya diri, Riana berjalan ke sebuah rumah yang cukup megah dan mewah.Perutnya yang membesar tidak menyusutkan rasa percaya diri yang ia miliki. Justru ia merasa patut merasa bangga dengan janin yang ada di rahimnya saat ini.Sejenak Riana mematung, mengagumi rumah di hadapannnya, namun keberadaan seorang satpam yang berjaga bergerak membukakan pintu, membuat Riana tersadar ia harus menjaga sikap untuk tidak boleh terlihat senorak itu."Maaf, Mbak, ada yang bisa saya bantu? Mbak ingin bertemu dengan siapa?""Pak Satpam, Saya ingin bertemu dengan mbak Nayla." jawab Riana."Oh, rupanya Mbak adalah tamunya nyonya besar di rumah ini, ya?"Riana menyeringai sinis mendengar satpam tersebut menyebut Nayla sebagai nyonya besar."Iya, Pak. Saya tamu spesialnya Nayla, istrinya Mas Doni. Benar, kan?"Satpam mengangguk."Baiklah Mbak, kebetulan Nyonya Nayla baru saja pulang dari perusahaan. Biar kuberitahu beliau terlebih dahulu!" jawab sang satpam berlalu setelah sebelumnya ter

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status