Share

Titik Temu

"Apa ...?" tanyaku tak percaya.

Kepalaku mendadak pusing. Apa aku tak lagi berminpi.

Daffa mencairkan suasana yang tadi tampak tegang. Aku terdiam. Merasakan detak jantung yang meningkat cepat. Dan Daffa menceritakan semuanya.

"Oh, jadi ini benar," ucapku penuh penekanan.

"Em ... semoga saja, Ma." Jawaban yang lirih, tapi terasa menamparku keras.

Hening beberapa saat. Aku masih setia menatap riuh pengunjung resto ini ke arah samping. Kami saling diam, menatap lekat kedua mataku. Bola matanya bergerak-gerak seperti mencari sesuatu. Apa aku bahagia hari ini? Entahlah semua masih semu sebelum kami menemukannya.

"Semoga benar, Daffa. Apa langkah kita?" tanya Mas Satria.

"Apa aku selidiki dulu, Ayah. Takutnya Mama kecewa lagi. Lagian kotanya dekat dengan rumah, Daffa."

"Mama ikut, Nak."

"Ma plis. Daffa tak mau, Mama sakit lagi."

Aku mendengus kesal.

Bagaimanapun pedihnya luka yang pernah aku rasakan, kehilangan anak kandung, tetap saja kenangan indah dulu saat menggendong Asmara sema
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status