Aku menuruni tangga dari kamar atasku, aku menyiapkan masakan sup daging untuk anak-anakku, dibantu sama Bibi selang beberapa menit anak-anak sampai di rumah, ku tunggu Jingga yang sedang berganti pakaian dan menuju meja makan."Mama, telat terus sih pulangnya, Jingga jadi kesepian ga ada teman ngobrol?" tanya Jingga padaku sambil mengambil nasi dipiringnya."Iya, maaf sayang, Di butik lagi ada masalah, tapi Alhamdulillah sudah teratasi sayang, maaf ya Nak, Mama pulangnya telat terus beberapa hari ini!" jawabku pada Jingga sambil memberi nasi di piring Dimas."Ya Allah, Ma ko bisa butik dalam masalah." Jingga terlihat sedih."Ya begitulah hidup sayang, pasti kalau lihat, Mama rezekinya lancar ada saja ujiannya, sudah jangan dipikirkan semua sudah beres, berkat, Pak Haris yang membantu, Mama.""Cieee, Mama. Pantesan, Pak Haris tidak ke sekolah, jadi membantu, Mama." Jingga menggodaku."Di musholla juga tak terlihat Pak ustad, Mama kenapa tidak menikah saja sama Pak Ustad Haris kan ena
Setelah mereka pergi, aku menemani Jingga juga Dimas belajar, selesai menemaninya aku ke kamar Dimas, menunggunya tertidur, Dimas meskipun sudah besar, namun ia masih saja manja minta ditemani saat tidur, Dimas sudah beranjak menjadi dewasa lihat saja wajahnya persis dengan Almarhum Papanya, matanya juga sama.Mas Emiel kau lelaki yang sangat baik kau begitu sempurna untukku, bersamamu yang hanya beberapa bulan membuatku lupa bagaimana caranya menangis setelah kepergianmu hampir tiap hari aku menangis. Aku sadar, Mas Emiel inilah jalan takdirku, kau datang dikehidupanku hanya untuk menjaga Jingga juga Dimas.Tetaplah tenang dialam sana Mas, Semoga engkau selalu berada disisiNYA, Aku akan menjaga Jingga dan juga Dimas untukmu, percayalah meskipun aku bukan Ibu kandung Jingga aku pun sama menyayanginya terus hingga Jingga tumbuh menjadi gadis yang Soleha.Malam semakin larut aku melihat ke kamar Jingga, dan ia sudah terlelap dalam tidurnya, Aku mendekati lalu mencium keningnya, gadis ya
"Mas ini waktunya ngajar sudah sana berangkat?" tanyaku membuatnya tersenyum."Tadi perasaan, Mas. Ga enak, benar saja sampai sini aku melihat mak lampir sudah ada disini!" "Makasih, Mas, sudah sana nanti telat lo. Eh iya Mas. Di rumah ada kakakku Mas Bian. Dan aku sudah menemukan keluargaku.""Apa?"Aku mengangguk. "Ya, jadi aku itu dulu diculik oleh Bapakku. Dari orang tua kandungku, Mas. "Serius ... kok aku baru tahu sih.""Ayah, dan Mamaku masih hidup. Mas.""Alhamdulillah, selamat ya Lintang."Aku tersenyum. "Ya, Mas. Sana nanti aku ceritakan. Telat lo.""Baiklah aku pergi dulu ya. Asslamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam, Mas."Mas Haris berlalu menendarai sepeda motor, aku melihatnya hingga punggung Mas Haris tak lagi terlihat. Aku memasuki butik, benar setelah sehari kemarin aku tidak masuk baju tinggal sedikit. Mas Haris kau membantuku, entah apa jadinya jika kau tak menolongku, mungkin butik ini akan kehilangan pelanggan."Mbak, gimana nih pengunjung mulai rame lagi namun stokny
"Asmara, ini benar kamu, kan, Nak?" tanya wanita paruh baya yang sangat cantik itu meski usianya tak lagi muda. Sesaat aku beku. Aku menangis, beban yang sejak tadi aku pendam sendiri, kini lebih terasa ringan, menguar begitu saja. Apakah ini wanita yang telah mengandung dan melahirkanku benerapa tahin yang lalu. "Iya, ini Asmara. Ma---mama," jawabku terbata. "Iya ini Mama kamu, Nak."Perasaanku membuncah. Tetesan hujan dipipiku mulai mereda, tak lagi membuatku kesepian. Hidupku kini telah kembali. Aku memeluknya erat. Seperti baru saja melepas ikatan kencang yang membuatku sesak selama ini. Ya aku berada dalam dekapan sang Ibu. "Jangan tinggalkan, Mama sendirian lagi, Nak," lirih beliau. Sebenarnya, bukan saat ini, tapi sudah lama aku merindukan Ibu kandungku. Hanya saja saat ini adalah pertemuan yang begitu indah, ini adalah titik terendah dalam hidupku. Aku tidak tahu, langkah apa yang aku ambil jika tadi tidak berpikir panjang. Bayangkan saja aku saat ini sedang bersandar pada
Pagi yang begitu cerah secerah hatiku, aku merasakan kebahagiaan yang tidak terkira. Mama memasak untuk kami sarapan bersama, ramai keluarga baruku berkumpul menikmati sarapan bersama. Dimas dan Jingga pun bahagia. "Wah enak ya masakan, Mama.""Makanya, Papa. kamu ini selalu jatuh cinta, Lintang."Kami semua tertawa melihat wajah Mama yang memerah. "Ma, tinggallah disini bersama, Papq. Ya."Mama menoleh kearah, Papa. Juga kakak-kakakku. "Mama mau sekali, Lintang. Tapi boleh gak sama, Papa juga anak-anak." Terlihat Mama begitu cemas. "Boleh, sayang." Jelas Papa. "Boleh, Daffa. Bian, Cika?" tanya Mama. Mereka mengangguk. "Boleh, Ma.""Alhamdulillah."Kami diantar Papa mengantarkan Jingga dan Dimas kesekolah. Papa kembali mengantarkanku ke toko, tempat aku bekerja dibutik seperti biasa."Papa, Lintang kerja dulu ya. Jaga Mama. Papa."Papa tersenyum. "Siap, sayang. Papa pulang ya.""Iya, Papa."Kulangkahkan kaki masuk kedalam butik, hari ini aku bahagia. Alhamdulillah hari ini pengun
Aku pamit sama Ayah dan Mama sebentar dan menyuruh Bibi buat beli oleh-oleh di toko buah dan kue didepan gang, kami bersiap-siap untuk kerumah Mas Haris, akupun belum pernah melihat seperti apa rumahnya, kami diantar Mang Jaja kerumah Mas Haris, selang beberapa menit kami telah sampai depan rumah Nisa. MasyaAllah rumah yang begitu indah, kami semua terpesona melihat rumah yang elegan begitu indah.Kami masuk dan disambut oleh wanita paruh baya yang begitu cantik, Ia mempersilahkan kami duduk, dan Nisa duduk disamping eyangnya. Selama aku menjadi sahabatnya baru kali ini aku melihat Ibunya Mas Haris yang begitu baik, dulu setiap aku kerumahnya hanya ada Ayahnya yang ada di rumah."Maaf Bu, kami mengantar, Nisa pulang dan ini rombongan nganterinnya." Sapaku pada wanita paruh baya itu."Ibu yang minta maaf, Nak, jadi ngrepotin antar, Nisa segala." ucapnya padaku.Jingga dan Dimas diajak main dengan Nisa. Sementara aku mengobrol dengan Ibunya Mas Haris. Wanita yang lembut dan sangat baik,
Sayub-sayub terdengar suara azan aku bergegas mengambil air wudhu, Aku menjalankan kewajibanku untuk melaksanakan salat berama Ayah dan Maam dan anak-anak. Selesai aku, Mama menyiapkan sarapan buat anak-anak, mereka pesan jika mau dibikin in mie bihun goreng dan telur ceplok, dibantu Bibi.Selesai kami semua menikmati sarapan bersama."Ma, Jingga pulang agak telat ada tugas di sekolah." Jingga seraya merapikan jilbabnya."Baiklah sayang, bilang sama, Mang Jaja ya biar nanti dijemput!""Iya, Ma.""Kalau, Dimas gimana sayang?""Seperti biasa, Ma,""Ok."Kami bersiap dan berjalan mendekati Mama dan Ayah. "Ma, Ayah. Lintang berangkat ya.""Hati-hati, Nak.""Iya, Ma. Ayah."Kami berangkat bersama, tak berselang lama aku sudah berada di butik tempat kerjaku, Dan Alhamdulillah hari ini sungguh pembeli begitu banyak dan suka dengan modelnya baju yang simple dan pas didompet ucap para pelangganku, Alhamdulillah semua berjalan lancar, terima kasih Mas Haris kamu adalah malaikat pelindungku.se
Kasian sekali Nisa, bayangkan jika dirumah hanya ada Eyangnya mana berani Dia bicara soal dirinya yang baru pertama kali haid. Nisa memang butuh sosok Ibu kasihan sekali dia, aku Jingga juga Nisa ke mini market buat beli keperluan Nisa, karena ia belum tahu dan masih sangat malu. Akhirnya aku belikan stok yang banyak. Ia memeluk Jingga karena Jingga menasehatinya.Rukun sekali mereka coba saja kami bisa bersatu pasti akan lebih indah lagi, kebersamaan saling membantu satu sama lain, Nisa memelukku Ia bilang terima kasihnya karena aku telah mengajarinya. Kami pulang kerumah dan Mas Haris sudah menunggu di ruang tamu."Dari mana sih kok rame-rame, Nisa ga ajak-ajak, Ayah?" tanya Mas Haris pada putrinya."Hehe maaf, Ayah urusan perempuan!" jawab Nisa sambil mencium pipi Ayahnya."Jingga ajak masuk dulu Nisa Nak.""Baik, Ma."Aku memberitahu Mas Haris apa yang terjadi pada Nisa, ia tersenyum sambil mengucapkan terima kasih padaku, lelaki ini membaut dadaku berdebar, Rasa sayangnya pada p