"Mas, sudah tahu kabar terbaru belum?" tanya Novi pada malam hari ketika mereka mau tidur."Kabar apa?""Weni hamil."Ahmad tampak sangat kaget mendengar kata-kata Novi."Hanya gosip kali? Terus siapa yang menghamilinya?""Nah itu dia. Susah menjawabnya.""Memangnya kenapa?" Ahmad sangat penasaran."Para lelaki yang diduga menghamili Weni, tidak ada mau bertanggung jawab. Kecuali kalau sudah jelas itu adalah anak salah satu dari mereka." Novi menatap tajam pada Ahmad. Ahmad menjadi gelagapan."Kenapa menatapku seperti itu? Apa kau pikir aku salah satu dari laki-laki itu?" Ahmad sepertinya kesal dengan Novi. Ia merasa dituduh oleh Novi."Jangan marah seperti itu, Mas. Aku nggak menuduh, cuma khawatir saja. Takutnya nanti Weni berkoar-koar membawa-bawa nama Mas." "Khawatirmu terlalu berlebihan. Kalau seperti itu berarti kamu nggak percaya sama aku.""Maafkan aku, Mas. Bukan maksudku tidak mempercayaimu. Aku hanya takut saja," kata Novi dengan pelan. Ahmad pun memeluk Novi. "Kepercayaa
"Mas, kok baru pulang?" tanya Novi ketika Ahmad pulang sesuai magrib."Iya, tadi mampir ke rumah Bapak. Aku juga sudah makan disana," sahut Ahmad."Kenapa tadi Mas nggak kasih tahu?""Maaf, lupa. Keasyikan ngobrol dengan Ibu.""Bapak Ibu sehat kan?" tanya Novi."Sehat.""Kapan-kapan kita kesana ya? Sudah lama nggak main kesana.""Iya, nanti kalau Dina libur.""Tolong jagain Haikal ya? Aku mau makan dulu," kata Novi sambil menyerahkan Haikal pada Ahmad. Haikal pun pindah ke gendongan Ahmad.Selesai makan, Novi melihat Haikal tertidur dipangkuan Ahmad. Ahmad sibuk dengan ponselnya. Saking asyiknya bermain ponsel, sampai tidak menyadari kehadiran Novi. "Mas, Haikal itu sudah tidur. Kenapa nggak dipindah ke kamar?" tanya Novi."Bentar lagi, Dek. Masih magrib."Sebenarnya Novi tidak mempermasalahkan Haikal tidur di pangkuan Ahmad, hanya saja, Ahmad terlalu fokus ke ponselnya. Tidak peduli dengan Haikal."Sini biar aku gendong saja," kata Novi sambil mengulurkan tangan. Ahmad pun menyerahk
"Aku dan Indah memang pernah pacaran, waktu kami masih di Jawa. Kemudian Indah menikah dan aku pindah kesini." Ahmad mulai bercerita."Sekarang Indah ada dimana?" tanya Novi."Ada di rumah Bapak?" sahut Ahmad."Kok bisa?" Novi mengernyitkan dahi."Indah itu keponakan jauh dari Bapak. Karena Indah bercerai dengan suaminya, makanya Indah pergi dari rumah suaminya. Akhirnya ia kesini mau memulai hubungan hidup baru.""Iya, memulai hidup baru denganmu, dan mengorbankan rumah tangga orang lain. Aku yakin kalau tujuannya kesini memang mau mencarimu. Sudah berapa lama Indah ada di rumah Bapak?" tanya Novi."Sekitar satu bulan.""Apa Bapak dan Ibu tahu kalau Mas pernah menjalin hubungan dengan Indah?" tanya Novi.Ahmad menggelengkan kepalanya."Mas, sepertinya Mas sudah bosan hidup denganku, sudah tidak menyayangi anak-anak. Mas nggak mikir ya ketika melakukan semua ini? Kasihan Dina dan Haikal. Bahkan Haikal belum tahu apa-apa. Mas nggak ingat bagaimana perjuanganku melahirkan Haikal? Antar
"Ibu? Ada apa?" tanya Alif dengan penuh kebingungan."Ibu nggak nyangka kalau kamu seperti ini lagi, Ahmad. Kamu pernah berjanji tidak akan mengulangi kembali kelakuan bejatmu! Nyatanya sekarang kamu malah berulah lagi." Bu Wulan berkata dengan penuh emosi, ia benar-benar marah. "Ada apa, Bu?" tanya Pak Harno yg tampak kebingungan."Ahmad berselingkuh dengan keponakan Bapak, Indah!" teriak Bu Wulan. Bu Wulan pun memberikan ponsel Ahmad pada Pak Harno. Pak Harno melihat ponsel itu, wajahnya tampak marah, ia langsung naik pitam.Plak! Plak! Pak Harno menampar Ahmad."Jadi selama ini kamu sering kesini, bukan karena ingin menemui Ibu? Tapi menemui Indah?" tanya Bu Wulan."Ada apa ini? Kok ribut-ribut seperti ini?" tanya seorang perempuan muda yang baru muncul dari kamar."Indah! Kenapa kamu tega menghancurkan rumah tangga Ahmad? Jadi tujuanmu kemari karena mencari Ahmad?" tanya Bu Wulan.Indah hanya terdiam."Jawab!" teriak Bu Wulan."Iya, Bude. Dulu sebelum aku menikah dengan Mas Dika
Sampai di rumah ada Lastri dan Evi anaknya."Terima kasih ya, Mbak, sudah menunggu cucu-cucu saya," kata Bu Wulan pada Lastri."Sama-sama, Bu. Saya juga senang dengan bisa membantu.""Tadi Haikal bangun nggak?" tanya Novi."Alhamdulillah, enggak. Dia pulas sekali tidurnya. Dina pun tadi mengantuk, terus ditunggui Evi di kamar, malah langsung tidur," kata Lastri."Sekali lagi terima kasih, ya Mbak?" kata Novi."Kalau begitu saya pamit pulang," kata Lastri.Tak berapa lama, Ahmad dan Alif datang. Ahmad hanya diam dan menunduk ketika masuk ke dalam rumah. Pak Harno, Bu Wulan dan Novi sedang duduk di ruang keluarga."Ahmad, lihatlah kehancuran rumah tanggamu. Karena ulahmu sendiri. Kamu berkali-kali diberi maaf dan kesempatan oleh Novi, tapi kamu malah semakin menjadi-jadi. Apa sih yang ada dipikiranmu? Apa kamu nggak ingat, bagaimana Novi bertaruh nyawa melahirkan Haikal, kamu malah sibuk main. Bapak benar-benar malu dengan kelakuanmu. Rasanya Bapak nggak punya muka lagi di depan orang t
Keponakan Pak Harno, ia mengaku kalau sudah bercerai padahal waktu Bapak tadi malam menelpon orang tua Indah, ternyata mereka belum resmi bercerai. Kupikir akhir-akhir ini ia sering ke rumah Bapak karena memang ingin bertemu dengan Bapak dan Ibu, ternyata malah bertemu dengan Indah." Mata Novi tampak berkaca-kaca."Jadi Indah tinggal di rumah pak Harno?" "Iya. Pak Harno dan Ibu malah nggak tahu kalau Mas Ahmad sering ketemuan dengan Indah."Lastri menggeleng-gelengkan kepala mendengar jawaban dari Novi. Semua sangat mengherankan. "Bagaimana ketahuannya kalau Ahmad berselingkuh lagi?” Lastri semakin penasaran."Beberapa hari ini memang ia sering sibuk dengan ponselnya. Pas tadi malam ia menerima telepon di teras, aku penasaran, makanya aku mendengarkan dari belakang pintu. Saking asyiknya menelpon, sampai Mas Ahmad tidak sadar kalau aku sudah lama berdiri di belakangnya. Akhirnya aku rebut ponsel Mas Ahmad. Ternyata banyak bukti perselingkuhannya." "Apa mertuamu setuju dengan keputu
Mereka pulang kembali ke rumah Ahmad. Pak Harno sudah menelpon Wawan untuk membawa mobil ke rumah Ahmad."Kamu bawa semua bajumu, mulai hari ini kamu tinggal di rumah Bapak." Pak Harno berkata dengan sangat tegas."Kenapa aku nggak disini saja?" protes Ahmad."Kalau kamu disini, kamu akan sangat bebas, sebebas-bebasnya. Kamu akan mengajak perempuan manapun untuk menginap disini. Bapak nggak mau mendengar tentang kelakuan burukmu," kata Pak Harno dengan menahan emosi.Tak lama kemudian datang Wawan bersama satu orang lagi, dengan menggunakan mobil. Pak Harno meminta mereka untuk mengangkat barang-barang yang ada di warung Novi."Wan, antar barang ini ke rumah Pak Budi, orang tua Novi. Nanti sampai sana, kamu turunkan semuanya," perintah Pak Harno."Iya, Pak." Wawan langsung mengerjakan tugas dari Pak Harno."Kunci rumah ini nanti tolong kasihkan sama Novi. Siapa tahu ia akan mengambil barang disini," kata Pak Harno lagi.Wawan pun mengangguk. Sementara di tempat lain, Novi menangis sam
Pak Harno dan anak-anaknya sudah sampai lagi di rumah. Mulai hari ini Ahmad akan tinggal di rumah bapaknya. Ketika masuk, Ahmad sudah celingukan kesana kemari. Pak Harno paham siapa yang dicari oleh Ahmad. Tapi pura-pura tidak tahu."Alif, besok kamu urus perceraian Ahmad. Usahakan cepat, nggak bertele-tele. Kasihan Novi, ia pun ingin bebas. Siapa tahu nanti ada laki-laki baik yang tertarik dengannya dan bersedia menikahinya." Pak Harno berkata sambil melirik ke arah Ahmad."Anak Bapak itu sebenarnya siapa sih? Aku atau Novi? Dari kemarin keputusan yang diambil selalu menguntungkan Novi. Aku juga tidak mau bercerai." Ahmad berkata dengan kesal."Kamu itu nggak ngaca, Novi menderita karena kamu? Lagipula Novi membawa anak-anakmu, tentu saja keputusan harus berpihak padanya. Kamu tidak bisa menghalangi perceraian ini. Kamu itu yang serakah, tidak mau bercerai tetapi selalu membuat ulah. Sudah berapa kali Novi memberimu kesempatan untuk berubah. Tapi nyatanya kamu itu berubah hanya sekej
"Nggak usah ngegombal Mas. Aku bukan ABG yang mudah termakan rayuan. Perlu Mas ingat kalau aku ini seorang janda.""Bukan merayu, aku serius. Apa salahnya dengan status janda. Aku punya niat baik. Ingin membangun rumah tangga bersamamu dan mendampingi anak-anak sampai mereka sukses.""Mas, ingat, aku ini seorang janda dan punya anak dua. Seperti kata Nada, aku harus sadar diri. Apakah Mas sudah paham bagaimana resikonya menikahi seorang janda?" tanya Novi."Aku sudah sangat paham. Mengenai Nada, nggak usah kamu pikirkan. Sudah aku katakan kalau aku tidak punya hubungan spesial dengan Nada.""Assalamualaikum." Terdengar suara Dina mengucapkan salam. Farel dan Novi pun menoleh ke arah Dina."Waalaikumsalam Dina. Sudah pulang sekolah ya?" tanya Farel."Iya, Om." Dina mendekati Farel yang bersalaman dengan Farel."Dina mau ke kamar ya, Om." Dina berpamitan dengan Farel.Farel mengangguk, Dina pun melangkah keluar dari ruang tamu untuk menuju ke kamar."Tolong pikirkan semua ucapanku tadi.
"Berarti Mas Alif sudah bercerai dengan Mbak Vera ya?" Novi hanya berkata dalam hati. Ia tidak berani bertanya langsung pada Alif, nanti dikira tidak tahu informasi ini. Padahal memang Novi tidak tahu sama sekali. Kakek dan neneknya Haikal juga tidak pernah bercerita dengan Novi. Sejak kejadian Vera yang mengalami kecelakaan itu, Novi memang belum pernah bertemu dengan Vera. Beberapa kali ia bertemu dengan Alif, Alif tidak pernah bercerita dengannya. Mungkin Alif malu mau menceritakan masalah rumah tangga dengan Novi, karena Novi sendiri juga punya masalah."Selamat ya Mas! Semoga selalu bahagia." Farel mengucapkan selamat pada Alif."Terima kasih, semoga kalian berdua juga segera menyusul," sahut Alif."Amin! Semoga disegerakan." Ucapan Farel membuat Novi menjadi semakin bingung."Mimpi apa aku semalam, kok hari ini banyak sekali kejutan yang aku alami," kata Novi dalam hati."Tuh Nov, nggak usah lama-lama. Haikal juga sudah akrab dengan Mas Farel." Alif menimpali. Farel tersenyum.
"Mas Alif sudah kenal dengan Mas Farel ya?" tanya Novi ketika melihat Alif dan Farel saling bertegur sapa."Mas Farel ini pelanggan tetap di toko Bapak. Tentu saja aku kenal dengannya. Seorang kontraktor muda, mapan dan sukses. Hanya saja kok aku belum dapat kabar bahagia dari Mas Farel ya?" Alif berusaha menggoda Farel. Farel malah bingung sendiri."Maksudnya Mas?" tanya Farel."Nggak tahu atau pura-pura nggak tahu nih.""Beneran nggak tahu, Mas," sahut Farel."Maksudnya, ditunggu undangannya, Mas. Kira-kira kapan mau menikah, jangan terlalu pilih-pilih, yang penting akhlaknya bagus. Cantik itu relatif. Buat apa cantik kalau malah nggak bisa ngurus keluarga, sibuk dengan segala arisan.""Wah ada yang curhat nih," ledek Farel."Pernah mengalami, hehe." Alif berkata sambil tertawa. Farel pun ikut tertawa. Novi hanya mendengarkan saja obrolan dua lelaki itu. "Masalah jodoh, sedang diusahakan, Mas. Doakan saja biar disegerakan." Farel menjawab pertanyaan dari Alif tadi."Tapi harus dike
"Bingung mau menjawabnya, Mas. Kalau aku bilang tidak, eh tahu-tahu besok jodohku datang. Mau bilang iya tapi kok seperti sudah kebelet nikah, hihi. Yang jelas, aku mengikuti air yang mengalir saja. Kalau memang masih ada jodoh, ya akan aku jalani." Novi menjawab dengan diplomatis. Alif tersenyum mendengar jawaban Novi yang terkesan malu-malu."Kamu masih muda, hidupmu masih panjang. Kamu butuh pendamping untuk menemanimu membesarkan anak-anak, walaupun ada ayahnya. Setidaknya ada teman untuk berkeluh kesah." Alif berkata sambil memperhatikan Haikal yang asyik memainkan mainannya. Jantung Novi dari tadi terus bergemuruh, ia menjadi malu dan tersipu mendengar kata-kata Alif. "Kalau kamu mau mencari pendamping hidup, carilah yang mau menerima anak-anak. Terserah mau duda atau single. Jangan marah atau tersinggung kalau aku berkata seperti ini, aku sudah menganggapmu sebagai adik sendiri. Walaupun hubungan pernikahanmu dengan Ahmad sudah berakhir, tapi hubungan persaudaraan kita tidak
"Tapi dia itu seorang janda, kok kayak Farel sudah nggak laku aja. Dia kan bisa mencari perempuan lain, yang masih gadis dan sepadan dengan kita. Jangan-jangan waktu Alvaro menabrak perempuan itu sebenarnya disengaja oleh janda itu ya? Biar ia bisa dekat dengan Farel. Benar-benar cara murahan!" Irma berkata dengan nyerocos sambil mengomel."Satu lagi, Pa! Apa kata orang kalau sampai Farel menikah dengan janda itu? Mau ditaruh dimana muka Mama ini?" lanjut Irma dengan suara yang cukup tegas dengan emosi."Memangnya Mama mau menaruh muka Mama dimana? Oh kalau enggak, taruh saja di rumah. Jadi kalau Mama pergi ngemall, nggak usah bawa muka, kan nggak bakal malu." Pak Dewa berkata sambil tersenyum."Pa, Mama ini ngomong serius. Kok jawabnya kayak gitu." Irma tampak kesal mendengar jawaban suaminya yang menurutnya main-main dan tidak serius."Papa juga ngomong serius! Mama jangan suka menuduh orang sembarangan. Nggak mungkin Novi sengaja menabrakkan diri ke mobil Alvaro. Lagipula kenapa me
"Jadi selama ini aku mengidolakan ayam gepreknya Novi? Pantas saja waktu itu aku bertemu dengannya disana. Kok bisa-bisanya mereka menyembunyikan semuanya dariku. Awas saja kalau mereka masih menyebut-nyebut nama Novi di depanku. Aku akan membuat perhitungan." Indah hanya bisa berkata dalam hati, ia tidak berani lagi membantah kata-kata suami dan mertuanya.Setelah pertengkaran hebat waktu itu, Ahmad memang sudah berniat untuk berpisah dengan Indah. Tentu saja Indah tidak mau, karena kalau mereka berpisah, Indah pasti terusir dari rumah yang sudah beberapa bulan ini mereka tempati.Waktu itu Indah bersujud di kaki Ahmad untuk meminta maaf. Sebenarnya Ahmad sudah tidak mau lagi hidup bersama dengan Indah. Tapi Pak Harno dan Bu Wulan membujuk Ahmad, supaya memberinya kesempatan lagi. Akhirnya Ahmad pun mau memberinya kesempatan karena ia memikirkan nasib Salsa."Kenapa mesti nama Novi muncul lagi di dalam rumah tanggaku? Aku sudah sangat muak mendengar nama Novi. Tapi apa dayaku?" Indah
"Papa! Kok nggak bilang kalau mau kesini," kata Farel ketika melihat pintu ruangannya dibuka oleh sosok yang sudah beberapa hari tidak bertemu dengannya."Mau kasih kejutan," sahut Pak Dewa sambil berjalan mendekati Farel yang juga menghampiri papanya. Mereka pun berpelukan hangat."Maaf, Pa, Farel belum sempat menjenguk Papa," kata Farel sambil melonggarkan pelukannya. Pak Dewa mengangguk dan tersenyum. Farel pun mempersilahkan papanya untuk duduk di sofa yang ada."Bagaimana usahamu?" tanya Pak Dewa sambil melihat sekeliling ruangan Farel."Alhamdulillah, Pa. Ada proyek yang dikerjakan.""Syukurlah, Papa bahagia mendengarnya.""Bagaimana kabar Mama? Sehat kan?" Gantian Farel yang menanyakan kabar mamanya. Bagaimanapun juga, Farel sangat menyayangi mamanya. Hanya saja ia tidak menyukai rencana yang menjodohkannya dengan Nada."Alhamdulillah, Mama sehat. Tapi ya gitu deh, suka uring-uringan. Kalau bertemu dengan Alvaro selalu berdebat. Papa jadi pusing sendiri mendengar mereka selalu
"Tunggu saja, Minggu depan aku akan bertunangan dengan Farel. Jadi kubur impianmu untuk mendapatkan Farel," lanjut Nada."Semua itu nggak ada urusannya denganku. Kamu mau bertunangan dengan Farel atau menikah dengan Farel, tidak berpengaruh apa-apa denganku. Sekarang, silahkan kamu keluar dari sini, aku tidak mau berurusan denganmu." Novi berkata dengan tegas, ia sengaja mengusir Nada karena sudah muak dengan semua ucapan Nada."Nggak perlu kamu usir, aku juga akan pergi dari sini. Lama-lama disini membuatku terkontaminasi virus miskin kamu.""Haha, nggak ada yang menyuruhmu datang kesini." Novi tertawa walaupun hatinya menangis. Ia merasa sangat terhina dengan semua ucapan Nada."Ternyata jadi orang miskin itu tidak enak, selalu menjadi bahan ejekan orang lain," kata Novi dalam hati.Nada yang mendengar tawa mengejek dari Novi menjadi sangat kesal. Ia pun mendekati Novi dengan tangan diangkat keatas seperti mau menampar. Novi yang dari tadi bersikap waspada, segera mengelak. Nada ya
"Maaf Mbak, warungnya belum buka," kata Yanti pada seorang perempuan yang masuk ke warung geprek. Yanti sedang membersihkan warung ketika perempuan itu datang."Aku kesini bukan untuk membeli ayam geprek murahan. Aku mau ketemu dengan perempuan murahan itu," bentak perempuan yang terlihat dalam kondisi marah. Perempuan itu menatap tajam pada Yanti, Yanti berusaha bersikap tenang."Siapa yang Mbak maksud?" "Sudahlah, nggak usah basa-basi. Panggilkan pemilik warung ini," teriak perempuan itu.Novi yang sedang membuat sambal geprek kaget mendengar suara ribut di warungnya."Siapa sih yang datang sambil marah-marah? Pagi-pagi sudah bikin masalah di tempat orang," kata Novi dalam hati. Ia pun segera mencuci tangannya, dan kemudian berjalan menuju ke depan.Novi kaget ketika melihat siapa yang datang, apalagi perempuan itu langsung berteriak padanya."Hei kamu, aku dari tadi mencarimu. Tapi pembantumu ini menghalangiku," teriak seorang perempuan, yang ternyata adalah Nada.Novi menjadi san