Mereka pulang kembali ke rumah Ahmad. Pak Harno sudah menelpon Wawan untuk membawa mobil ke rumah Ahmad."Kamu bawa semua bajumu, mulai hari ini kamu tinggal di rumah Bapak." Pak Harno berkata dengan sangat tegas."Kenapa aku nggak disini saja?" protes Ahmad."Kalau kamu disini, kamu akan sangat bebas, sebebas-bebasnya. Kamu akan mengajak perempuan manapun untuk menginap disini. Bapak nggak mau mendengar tentang kelakuan burukmu," kata Pak Harno dengan menahan emosi.Tak lama kemudian datang Wawan bersama satu orang lagi, dengan menggunakan mobil. Pak Harno meminta mereka untuk mengangkat barang-barang yang ada di warung Novi."Wan, antar barang ini ke rumah Pak Budi, orang tua Novi. Nanti sampai sana, kamu turunkan semuanya," perintah Pak Harno."Iya, Pak." Wawan langsung mengerjakan tugas dari Pak Harno."Kunci rumah ini nanti tolong kasihkan sama Novi. Siapa tahu ia akan mengambil barang disini," kata Pak Harno lagi.Wawan pun mengangguk. Sementara di tempat lain, Novi menangis sam
Pak Harno dan anak-anaknya sudah sampai lagi di rumah. Mulai hari ini Ahmad akan tinggal di rumah bapaknya. Ketika masuk, Ahmad sudah celingukan kesana kemari. Pak Harno paham siapa yang dicari oleh Ahmad. Tapi pura-pura tidak tahu."Alif, besok kamu urus perceraian Ahmad. Usahakan cepat, nggak bertele-tele. Kasihan Novi, ia pun ingin bebas. Siapa tahu nanti ada laki-laki baik yang tertarik dengannya dan bersedia menikahinya." Pak Harno berkata sambil melirik ke arah Ahmad."Anak Bapak itu sebenarnya siapa sih? Aku atau Novi? Dari kemarin keputusan yang diambil selalu menguntungkan Novi. Aku juga tidak mau bercerai." Ahmad berkata dengan kesal."Kamu itu nggak ngaca, Novi menderita karena kamu? Lagipula Novi membawa anak-anakmu, tentu saja keputusan harus berpihak padanya. Kamu tidak bisa menghalangi perceraian ini. Kamu itu yang serakah, tidak mau bercerai tetapi selalu membuat ulah. Sudah berapa kali Novi memberimu kesempatan untuk berubah. Tapi nyatanya kamu itu berubah hanya sekej
"Nov, kamu sudah mantap untuk berpisah dengan Ahmad?" tanya Pak Budi pagi ini, ketika Novi sedang menunggu Dina sarapan. Dina sudah tampak rapi, siap untuk berangkat sekolah. Ia masih sarapan, nanti akan diantar oleh Mbah Kung."Sudah mantap, Pak." Novi menjawab dengan tegas."Kamu sudah siap dengan segala konsekuensinya?" tanya Pak Budi lagi."Siap, Pak. Aku ingin memulai semuanya dari awal bersama anak-anakku. Tidak mau terpuruk terus.""Kamu siap dengan status janda?" kata Bu Murni yang ikut menimpali."Siap tidak siap, ya harus siap, Bu.""Bapak dan Ibu hanya ingin memastikan saja. Kamu tahu kan, kalau status janda itu, apalagi janda karena bercerai, masih suka dipandang sebelah mata oleh masyarakat kita. Kamu harus menyiapkan mental. Kami akan tetap mendukung semua keputusanmu. Karena nanti yang menjalaninya ya kamu sendiri." Pak Budi menjelaskan."Iya, Pak.""Siapa yang akan mengurus perceraianmu?" tanya Pak Budi lagi."Kemarin kakeknya Dina sudah meminta Mas Alif untuk mengurus
"Kamu nggak salah, kok, Nov. Semua masalah ini berasal dari Ahmad. Ia tidak bisa bersyukur atas apa yang sudah dimilikinya. Istri yang cantik dan baik, juga bisa menghasilkan uang sendiri, sepasang anak yang sehat, apalagi yang kurang?" sahut Alif."Terus keadaan Mas Ahmad bagaimana?" tanya Novi."Untuk sementara masih jadi anak baik, nurut dengan Bapak. Ya mungkin karena ia takut diusir dari rumah.""Indah?" lanjut Novi."Kemarin sudah dipulangkan ke rumah orang tuanya. Semoga saja ia tidak kesini lagi dan membuat masalah yang lebih besar. Apalagi Indah dan suaminya belum resmi bercerai.""Ooo.""Dari dulu Indah memang sudah genit dan ganjen. Aku juga nggak nyangka kalau mereka pernah berpacaran. Ah sudahlah nggak usah dibahas tentang mereka. Sekarang kamu fokus ke masa depan kamu dan anak-anak. Kalau ada yang kamu butuhkan, bisa telpon Bapak dan Ibu, atau kalau kamu merasa nggak enak dengan Bapak dan Ibu, kamu bisa menelponku. Sampai kapanpun kamu tetap adik perempuanku dan bagian d
"Bu, ada Novi?" tanya Neneng, tetangga Novi pada Bu Murni yang sedang melayani pembeli di warung."Oh ada, masih mandi. Ada apa ya?" tanya Bu Murni."Ya sudah deh, saya ngomong sama Ibu saja. Bu, saya minta, Ibu menjaga anak Ibu yang bernama Novi itu. Jangan suka menggoda suami orang," kata Neneng."Maksudnya apa ya?" tanya Bu Murni."Sejak ada Novi disini, kami semua resah. Takut kalau Novi mengganggu suami kami. Eh, ternyata benar ya? Sudah beberapa malam ini, Mas Iwan sering kesini, kan? Pulang sampai larut malam. Ngapain coba kalau bukan ngecengin Novi. Nanti saya laporkan pada pak Kades, biar Novi diusir dari sini. Bikin resah para istri," kata Neneng dengan bersemangat."Betul itu, Bu. Terus terang saya juga takut kalau suami saya digoda oleh Novi." Ada seorang Ibu yang menimpali."Maaf, Mbak Neneng. Mas Iwan tidak pernah kesini. Memangnya kapan ia kesini?" tanya Bu Murni."Beberapa malam ini ia pergi terus. Ada yang melihat kalau dia kesini," lanjut Neneng."Ada apa ini?" tanya
"Bu, kok ada disini?" tanya Iwan pada Neneng."Mengingatkan Novi biar tidak menggodamu lagi, Mas," sahut Neneng masih dengan emosi."Maksudnya apa?" tanya Iwan."Nggak usah pura-pura deh, Mas. Kamu selingkuh dengan Novi kan? Beberapa malam selalu pergi bersama Novi," teriak Neneng."Jangan sembarangan berbicara kamu." Iwan tampak marah."Jangan emosi. Kita bicarakan baik-baik. Ini ada apa sebenarnya?" tanya Pak RT.Bu Murni menceritakan kejadiannya, Neneng tetap dengan pendiriannya, kalau Novi itu menggoda Iwan. Pak Budi hanya bisa terdiam melihat Novi yang dahinya ada darah dan rambut yang berantakan. "Mbak Neneng, tahu dari mana kalau Mas Iwan sering kesini dan pergi bersama Novi? Sedangkan Novi tidak pernah keluar dari rumah." Pak RT bertanya pada Neneng yang masih saja emosi."Mana mungkin Novi ngaku kalau pergi dengan Mas Iwan, Pak?" sahut Neneng."Kalau menuduh orang itu harus ada bukti dan saksi. Mana buktinya dan mana saksinya?" tanya Pak RT.Neneng hanya terdiam."Jangan han
Sudah satu bulan lebih Novi tinggal di rumah orang tuanya. Kegiatan Novi menunggu warung, dan warung yang dikelola Novi sudah memperlihatkan kemajuan yang cukup berarti. Warungnya sekarang sudah cukup lengkap dan tentu saja harganya miring. "Alhamdulillah ya Mbak, usaha Mbak Novi cukup maju," kata Pak Tomo pada Novi.Tadi Novi menelpon Pak Tomo untuk datang ke rumah, mengambil uang angsuran kavlingan. Novi sekarang semakin giat menabung, demi masa depan anak-anaknya."Alhamdulillah, Pak," kata Novi sambil menyerahkan uang untuk membayar angsuran tanah kaplingan."Assalamualaikum," sapa seseorang."Waalaikumsalam, eh Bapak. Silahkan masuk, Pak," jawab Novi ketika melihat mertuanya datang.Pak Harno pun masuk ke dalam rumah."Lho ada Pak Tomo disini ya?" sahut Pak Harno."Iya, Pak." Pak Tomo menjawab sambil menulis di buku catatannya.Novi pun masuk ke dalam untuk membuatkan minuman. Tak lama kemudian ia membawa dua minuman."Mari Pak diminum," kata Novi."Lho saya juga dibikinin minum
"Mas yang mengambil uang di laci ya?" tanya Novi dengan pelan. Novi mendekati Ahmad yang sudah selesai makan malam. Ia tampak asyik merokok sambil mata menatap di layar ponselnya."Iya, besok aku ganti," jawab Ahmad dengan ketus, tapi mata masih tetap fokus pada ponsel. "Besok kapan?" tanya Novi lagi."Kalau sudah dapat uang, pelit amat sih! Sama suami sendiri kok perhitungan sekali." Ahmad menjawab dengan kesal, kemudian menatap tajam pada Novi."Bukannya pelit, Mas? Uang itu mau dipakai untuk bayar sales rokok besok! Terus besok aku harus membayar pakai apa?" kata Novi dengan nada kesal juga."Kebiasaan sekali Mas Ahmad ini, mengambil uang hasil penjualan di warung untuk kepentingannya sendiri. Mending kalau mengambil uang terus ngomong. Ini, nggak pakai ngomong! Jadi kesannya seperti mencuri uang di warung." Tentu saja Novi hanya berani berkata dalam hati.Selesai salat dan makan malam tadi Novi masuk ke warung untuk mengecek uang yang ada di laci. Novi kaget, ternyata uangnya ti
Sudah satu bulan lebih Novi tinggal di rumah orang tuanya. Kegiatan Novi menunggu warung, dan warung yang dikelola Novi sudah memperlihatkan kemajuan yang cukup berarti. Warungnya sekarang sudah cukup lengkap dan tentu saja harganya miring. "Alhamdulillah ya Mbak, usaha Mbak Novi cukup maju," kata Pak Tomo pada Novi.Tadi Novi menelpon Pak Tomo untuk datang ke rumah, mengambil uang angsuran kavlingan. Novi sekarang semakin giat menabung, demi masa depan anak-anaknya."Alhamdulillah, Pak," kata Novi sambil menyerahkan uang untuk membayar angsuran tanah kaplingan."Assalamualaikum," sapa seseorang."Waalaikumsalam, eh Bapak. Silahkan masuk, Pak," jawab Novi ketika melihat mertuanya datang.Pak Harno pun masuk ke dalam rumah."Lho ada Pak Tomo disini ya?" sahut Pak Harno."Iya, Pak." Pak Tomo menjawab sambil menulis di buku catatannya.Novi pun masuk ke dalam untuk membuatkan minuman. Tak lama kemudian ia membawa dua minuman."Mari Pak diminum," kata Novi."Lho saya juga dibikinin minum
"Bu, kok ada disini?" tanya Iwan pada Neneng."Mengingatkan Novi biar tidak menggodamu lagi, Mas," sahut Neneng masih dengan emosi."Maksudnya apa?" tanya Iwan."Nggak usah pura-pura deh, Mas. Kamu selingkuh dengan Novi kan? Beberapa malam selalu pergi bersama Novi," teriak Neneng."Jangan sembarangan berbicara kamu." Iwan tampak marah."Jangan emosi. Kita bicarakan baik-baik. Ini ada apa sebenarnya?" tanya Pak RT.Bu Murni menceritakan kejadiannya, Neneng tetap dengan pendiriannya, kalau Novi itu menggoda Iwan. Pak Budi hanya bisa terdiam melihat Novi yang dahinya ada darah dan rambut yang berantakan. "Mbak Neneng, tahu dari mana kalau Mas Iwan sering kesini dan pergi bersama Novi? Sedangkan Novi tidak pernah keluar dari rumah." Pak RT bertanya pada Neneng yang masih saja emosi."Mana mungkin Novi ngaku kalau pergi dengan Mas Iwan, Pak?" sahut Neneng."Kalau menuduh orang itu harus ada bukti dan saksi. Mana buktinya dan mana saksinya?" tanya Pak RT.Neneng hanya terdiam."Jangan han
"Bu, ada Novi?" tanya Neneng, tetangga Novi pada Bu Murni yang sedang melayani pembeli di warung."Oh ada, masih mandi. Ada apa ya?" tanya Bu Murni."Ya sudah deh, saya ngomong sama Ibu saja. Bu, saya minta, Ibu menjaga anak Ibu yang bernama Novi itu. Jangan suka menggoda suami orang," kata Neneng."Maksudnya apa ya?" tanya Bu Murni."Sejak ada Novi disini, kami semua resah. Takut kalau Novi mengganggu suami kami. Eh, ternyata benar ya? Sudah beberapa malam ini, Mas Iwan sering kesini, kan? Pulang sampai larut malam. Ngapain coba kalau bukan ngecengin Novi. Nanti saya laporkan pada pak Kades, biar Novi diusir dari sini. Bikin resah para istri," kata Neneng dengan bersemangat."Betul itu, Bu. Terus terang saya juga takut kalau suami saya digoda oleh Novi." Ada seorang Ibu yang menimpali."Maaf, Mbak Neneng. Mas Iwan tidak pernah kesini. Memangnya kapan ia kesini?" tanya Bu Murni."Beberapa malam ini ia pergi terus. Ada yang melihat kalau dia kesini," lanjut Neneng."Ada apa ini?" tanya
"Kamu nggak salah, kok, Nov. Semua masalah ini berasal dari Ahmad. Ia tidak bisa bersyukur atas apa yang sudah dimilikinya. Istri yang cantik dan baik, juga bisa menghasilkan uang sendiri, sepasang anak yang sehat, apalagi yang kurang?" sahut Alif."Terus keadaan Mas Ahmad bagaimana?" tanya Novi."Untuk sementara masih jadi anak baik, nurut dengan Bapak. Ya mungkin karena ia takut diusir dari rumah.""Indah?" lanjut Novi."Kemarin sudah dipulangkan ke rumah orang tuanya. Semoga saja ia tidak kesini lagi dan membuat masalah yang lebih besar. Apalagi Indah dan suaminya belum resmi bercerai.""Ooo.""Dari dulu Indah memang sudah genit dan ganjen. Aku juga nggak nyangka kalau mereka pernah berpacaran. Ah sudahlah nggak usah dibahas tentang mereka. Sekarang kamu fokus ke masa depan kamu dan anak-anak. Kalau ada yang kamu butuhkan, bisa telpon Bapak dan Ibu, atau kalau kamu merasa nggak enak dengan Bapak dan Ibu, kamu bisa menelponku. Sampai kapanpun kamu tetap adik perempuanku dan bagian d
"Nov, kamu sudah mantap untuk berpisah dengan Ahmad?" tanya Pak Budi pagi ini, ketika Novi sedang menunggu Dina sarapan. Dina sudah tampak rapi, siap untuk berangkat sekolah. Ia masih sarapan, nanti akan diantar oleh Mbah Kung."Sudah mantap, Pak." Novi menjawab dengan tegas."Kamu sudah siap dengan segala konsekuensinya?" tanya Pak Budi lagi."Siap, Pak. Aku ingin memulai semuanya dari awal bersama anak-anakku. Tidak mau terpuruk terus.""Kamu siap dengan status janda?" kata Bu Murni yang ikut menimpali."Siap tidak siap, ya harus siap, Bu.""Bapak dan Ibu hanya ingin memastikan saja. Kamu tahu kan, kalau status janda itu, apalagi janda karena bercerai, masih suka dipandang sebelah mata oleh masyarakat kita. Kamu harus menyiapkan mental. Kami akan tetap mendukung semua keputusanmu. Karena nanti yang menjalaninya ya kamu sendiri." Pak Budi menjelaskan."Iya, Pak.""Siapa yang akan mengurus perceraianmu?" tanya Pak Budi lagi."Kemarin kakeknya Dina sudah meminta Mas Alif untuk mengurus
Pak Harno dan anak-anaknya sudah sampai lagi di rumah. Mulai hari ini Ahmad akan tinggal di rumah bapaknya. Ketika masuk, Ahmad sudah celingukan kesana kemari. Pak Harno paham siapa yang dicari oleh Ahmad. Tapi pura-pura tidak tahu."Alif, besok kamu urus perceraian Ahmad. Usahakan cepat, nggak bertele-tele. Kasihan Novi, ia pun ingin bebas. Siapa tahu nanti ada laki-laki baik yang tertarik dengannya dan bersedia menikahinya." Pak Harno berkata sambil melirik ke arah Ahmad."Anak Bapak itu sebenarnya siapa sih? Aku atau Novi? Dari kemarin keputusan yang diambil selalu menguntungkan Novi. Aku juga tidak mau bercerai." Ahmad berkata dengan kesal."Kamu itu nggak ngaca, Novi menderita karena kamu? Lagipula Novi membawa anak-anakmu, tentu saja keputusan harus berpihak padanya. Kamu tidak bisa menghalangi perceraian ini. Kamu itu yang serakah, tidak mau bercerai tetapi selalu membuat ulah. Sudah berapa kali Novi memberimu kesempatan untuk berubah. Tapi nyatanya kamu itu berubah hanya sekej
Mereka pulang kembali ke rumah Ahmad. Pak Harno sudah menelpon Wawan untuk membawa mobil ke rumah Ahmad."Kamu bawa semua bajumu, mulai hari ini kamu tinggal di rumah Bapak." Pak Harno berkata dengan sangat tegas."Kenapa aku nggak disini saja?" protes Ahmad."Kalau kamu disini, kamu akan sangat bebas, sebebas-bebasnya. Kamu akan mengajak perempuan manapun untuk menginap disini. Bapak nggak mau mendengar tentang kelakuan burukmu," kata Pak Harno dengan menahan emosi.Tak lama kemudian datang Wawan bersama satu orang lagi, dengan menggunakan mobil. Pak Harno meminta mereka untuk mengangkat barang-barang yang ada di warung Novi."Wan, antar barang ini ke rumah Pak Budi, orang tua Novi. Nanti sampai sana, kamu turunkan semuanya," perintah Pak Harno."Iya, Pak." Wawan langsung mengerjakan tugas dari Pak Harno."Kunci rumah ini nanti tolong kasihkan sama Novi. Siapa tahu ia akan mengambil barang disini," kata Pak Harno lagi.Wawan pun mengangguk. Sementara di tempat lain, Novi menangis sam
Keponakan Pak Harno, ia mengaku kalau sudah bercerai padahal waktu Bapak tadi malam menelpon orang tua Indah, ternyata mereka belum resmi bercerai. Kupikir akhir-akhir ini ia sering ke rumah Bapak karena memang ingin bertemu dengan Bapak dan Ibu, ternyata malah bertemu dengan Indah." Mata Novi tampak berkaca-kaca."Jadi Indah tinggal di rumah pak Harno?" "Iya. Pak Harno dan Ibu malah nggak tahu kalau Mas Ahmad sering ketemuan dengan Indah."Lastri menggeleng-gelengkan kepala mendengar jawaban dari Novi. Semua sangat mengherankan. "Bagaimana ketahuannya kalau Ahmad berselingkuh lagi?” Lastri semakin penasaran."Beberapa hari ini memang ia sering sibuk dengan ponselnya. Pas tadi malam ia menerima telepon di teras, aku penasaran, makanya aku mendengarkan dari belakang pintu. Saking asyiknya menelpon, sampai Mas Ahmad tidak sadar kalau aku sudah lama berdiri di belakangnya. Akhirnya aku rebut ponsel Mas Ahmad. Ternyata banyak bukti perselingkuhannya." "Apa mertuamu setuju dengan keputu
Sampai di rumah ada Lastri dan Evi anaknya."Terima kasih ya, Mbak, sudah menunggu cucu-cucu saya," kata Bu Wulan pada Lastri."Sama-sama, Bu. Saya juga senang dengan bisa membantu.""Tadi Haikal bangun nggak?" tanya Novi."Alhamdulillah, enggak. Dia pulas sekali tidurnya. Dina pun tadi mengantuk, terus ditunggui Evi di kamar, malah langsung tidur," kata Lastri."Sekali lagi terima kasih, ya Mbak?" kata Novi."Kalau begitu saya pamit pulang," kata Lastri.Tak berapa lama, Ahmad dan Alif datang. Ahmad hanya diam dan menunduk ketika masuk ke dalam rumah. Pak Harno, Bu Wulan dan Novi sedang duduk di ruang keluarga."Ahmad, lihatlah kehancuran rumah tanggamu. Karena ulahmu sendiri. Kamu berkali-kali diberi maaf dan kesempatan oleh Novi, tapi kamu malah semakin menjadi-jadi. Apa sih yang ada dipikiranmu? Apa kamu nggak ingat, bagaimana Novi bertaruh nyawa melahirkan Haikal, kamu malah sibuk main. Bapak benar-benar malu dengan kelakuanmu. Rasanya Bapak nggak punya muka lagi di depan orang t