Setelah dinyatakan positif hamil melalui test pack dan tes darah seminggu yang lalu, hari ini Kanaya akan melakukan pemeriksaan USG di klinik Life’s Blessing. Dan saat ini, Kanaya berada di dalam sebuah mobil dalam perjalanan menuju klinik tersebut. Jari tangan kanan Kanaya bermain dengan fertility bracelet yang ada di pergelangan tangan kirinya. Menyentuh batu-batu bulat berbagai macam warna itu, seakan ia merasa lebih tenang dengan menyentuhnya. Ini adalah kali pertama ia akan menjalani USG kandungannya. Kali pertama ia akan melihat makhluk kecil yang akan berkembang di dalam tubuhnya untuk sembilan bulan ke depan. Kanaya belum pernah mengalaminya dan ini sedikit banyak membuatnya antusias sekaligus gelisah dan was-was. Seperti apa penampakannya dan apa yang akan ia rasakan. Tidak sadar tangannya menyentuh perutnya, mengelusnya perlahan. Sesampainya di klinik, Jesy mengantar Kanaya ke sebuah ruangan pemeriksaan USG. Di depan pintu ruangan itu terpampang tulisan VIP. Dan ben
“Bastian, Elsie, kami sudah menunggu kedatangan kalian.” Indra langsung menyambut mereka. Ia berbicara sedikit lebih formal mengingat perannya saat itu sebagai dokter kandungan yang profesional. Ia lalu menyalami mereka berdua. Kanaya mau tidak mau ikut tersenyum dan menyalami mereka. “Pak Bastian,” ucap Kanaya sambil mengangguk. “Kanaya,” balas Bastian sambil menatap gadis itu. “Oh Kanaya, aku senang sekali mendengar berita kehamilanmu!” Tiba-tiba Elsie datang diantara mereka dan menyalami tangan Kanaya. “Kanaya, aku juga mau minta maaf mengenai kejadian waktu itu. Aku sedang emosi dan aku benar-benar lepas kendali. Aku tidak sengaja memukulmu. Mau kan kamu memaafkanku?” Elsie merajuk sambil merangkul Kanaya, seakan mereka berteman dengan baik. Kanaya menatap Elsie dengan heran. Mengapa Elsie bersikap seperti ini? Sikapnya terlalu berlebihan dan dibuat-buat. “Ayolah Kanaya, kita lupakan yang sudah lalu,” ucap Elsie sambil tersenyum. Lalu tatapan matanya berubah tajam dan
“Elsie, biar aku print lagi untukmu—” “Sayang, apa aku tidak boleh minta foto yang ini?” Elsie merajuk pada Bastian yang sedang berjalan ke arah mereka, sebelum Indra sempat menyelesaikan kalimatnya. “Bas, sebaiknya aku print lagi yang lain untuk Elsie, sebab—” “Indra, apa sih bedanya print yang ini dengan yang lain? Lagipula Kanaya sebenarnya kan tidak perlu foto ini, ya kan Kanaya? Apa kamu mau menunjukkan ini ke orang lain? Tidak kan?” Elsie lagi-lagi memotong ucapan Indra, bahkan secara tidak langsung mengingatkan Kanaya jika Kanaya tidak berhak memiliki foto itu apalagi menunjukkannya pada orang lain. Mereka bertiga terdiam mendengar ucapan Elsie. “Ndra, tolong print lagi untuk Kanaya.” Bastian akhirnya angkat bicara. Ia tidak mungkin membela Kanaya di depan Elsie. Bagaimana pun Elsie adalah istri sahnya, sedangkan Kanaya adalah ibu pengganti mereka. Lagipula, seharusnya bukan masalah besar jika Indra hanya tinggal mencetak ulang saja foto itu. “Bukan begitu Bas, seba
Bastian memperhatikan sosok Kanaya, lalu pandangannya turun melihat foto USG di tangannya. Ia pun berjalan mendekat. Kanaya yang sedang menunggu mobil klinik yang akan mengantarnya pulang, tidak melihat kedatangan Bastian. “Naya,” panggil Bastian saat jaraknya sudah dekat. Kanaya menoleh dan ia terkejut melihat Bastian. Tapi di mana Elsie? Pikir Kanaya sembari memperhatikan bagian belakang Bastian, namun tidak menemukan istri pertama Bastian itu di sana. “Ada apa Pak Bastian?” tanya Kanaya dengan nada formal dan dingin. Ia masih sangat kesal dengan sikap Bastian tempo hari dan kejadian di ruang periksa tadi. “Bagaimana kabarmu?” Bastian menatap tak berkedip pada gadis di hadapannya. Kenapa dia nampak lebih kurus dari sebelumnya? “Saya sedang hamil Pak Bastian, dan saya baik-baik saja,” jawab Kanaya dengan sarkas. “Bapak jangan kuatir, saya akan menjaga anak bapak dan Ibu dengan baik.” Bastian tentu paham dengan kata-kaya sarkas yang diucapkan Kanaya. Ia menduga kekesalan Kanay
“Sabar ya Non, memang begini kalau hamil muda. Mual, muntah terus…” Sifa menyemangati Kanaya sembari ia memijat bahu gadis itu di kamar mandi. Sejak bangun tidur Kanaya sudah bolak balik ke kamar mandi beberapa kali, tidak hanya memuntahkan isi perutnya, namun juga cairan yang terasa pahit di lidahnya.Tidak terasa hampir satu bulan sudah ia menjalani morning sicknessnya. Dan meskipun ia mencoba membiasakan diri, namun setiap kali rasa mual itu datang, tetap saja ia kepayahan.Kanaya duduk di lantai kamar mandi dengan ekspresi kelelahan, mencoba mengatasi rasa mualnya yang datang silih berganti.“Non ganti baju dulu dan bersih-bersih. Bibi siapin jahe hangat ya?”Kanaya mengangguk. Ia memang membutuhkan minuman hangat itu setelah perjuangan menguras isi perutnya.Setelah membersihkan diri dan berganti pakaian, Kanaya pergi ke ruang keluarga dan duduk di sana. Ia menyalakan televisi sambil bersandar dan melipat kakinya di atas sofa, memencet remote mencari program televisi dengan tid
“Naya, Bude sedang di rumah sakit. Ibumu baru saja mendapat serangan.” Bude Laila menghubungi Kanaya siang itu.Kanaya yang sedang membaca buku di halaman belakang rumah langsung terduduk tegak.“Ibu gimana Bude? Sudah bertemu Dokter Ridwan?” tanya Kanaya dengan panik. “Ibumu sesak nafas, jadi langsung Bude bawa ke sini. Dan sekarang Dokter Ridwan masih mengecek keadaan ibumu. Do’a kan saja semoga ibumu baik-baik saja Naya.”Kanaya beranjak dari duduknya dan berjalan bolak-balik tidak tenang.“Kejadiannya gimana Bude?”Laila terdengar menghela nafas dengan berat. “Sebenarnya ibumu tidak ingin Bude memberitahukanmu hal ini. Tapi sudah beberapa hari ini ibumu tidak bisa tidur.”“Tidak bisa tidur kenapa? Apa sesak nafasnya ibu tambah parah?” Kanaya semakin bertambah khawatir. Apa sakit ibunya semakin parah?“Sepertinya ibumu sedang rindu sama kamu Naya. Dia sering sekali bertanya tentangmu walaupun siang hari kamu sudah telpon. Kalau malam ibumu sering bertanya, ‘Naya sedang apa? Gimana
Di rumah bertingkat tempat tinggal Bastian yang di namai Sunnyside Estate, Bastian sedang mandi setelah ia kembali dari perjalanan bisnisnya. Telepon genggamnya ia letakkan di atas meja nakas di kamarnya.Elsie yang sedang duduk di ranjang melihat telepon genggam suaminya itu tiba-tiba bergetar dan menyala. Ia pun mendekatinya.“Kanaya? Mau apa dia telpon Bastian?” Elsie terkejut melihat Kanaya menghubungi Bastian di nomor telepon pribadi suaminya itu. Ia pun membuka pesan singkat yang Kanaya kirimkan pada Bastian sambil melirik arah pintu kamar mandi tempat Bastian berada.“Pak Bastian, saya ingin bertanya mengenai jaminan kesehatan untuk ibu saya yang Bapak dan Ibu Elsie janjikan.” Elsie membaca dengan suara pelan isi pesan singkat itu.“Dasar perempuan gatal! Alasan saja bertanya jaminan kesehatan!” Belum selesai Elsie menggerutu, panggilan lain dari Kanaya kembali masuk. Elsie menunggu dengan tidak sabar sampai panggilan itu berhenti dengan sendirinya sebelum ia menghapus pesan
“Apa ibu baik-baik saja?” Melihat wajah Kanaya yang sedikit pucat, Rafles merasa khawatir. “Pak Rafles, boleh saya minta tolong?” tanya Kanaya sambil mencari akal. “Gimana Bu? Apa yang bisa saya bantu?” “Bisa tolong panggilkan Pak Bastian ke sini?” pinta Kanaya dengan gugup. “Maksud ibu?” Rafles tertegun. Bagaimana mungkin ia menyuruh bosnya untuk datang? “Pak Rafles, saya merasa mual. Sebaiknya saya temui Pak Bastian di sini saja,” ujar Kanaya beralasan. “Tapi Bu—” “Uwek…” Kanaya berpura-pura ingin muntah sebelum Rafles sempat mengungkapkan keberatannya. “Pak Rafles, saya benar-benar tidak ingin turun. Saya tidak tahu kenapa, mungkin ini kemauan anak ini…” Kanaya memasang wajah memelas dan memegang perutnya dengan perlahan. Rafles bimbang. Apa yang harus ia lakukan? Bagaimana mungkin ia menyuruh Bastian keluar menemui Kanaya? Apa mungkin Bastian mau melakukannya? Seumur-umur tidak ada yang pernah menyuruh seorang Bastian.Tetapi mungkinkah, jika demi anaknya, bosnya itu mau
Cahaya matahari menembus dari sela-sela tirai kamar, dan suara kicauan burung dari atas pepohonan yang ada di sekitar rumah besar keluarga Dwipangga itu terdengar samar sampai ke dalam kamar. Pagi itu suasana sangat tenang ketika Kanaya membuka matanya. Kanaya menggeliat pelan, merasakan enaknya tidur di ranjang empuk dengan bahan seprei yang sejuk terasa di kulit. Awalnya Kanaya begitu santai menikmati, dan ia enggan untuk bangun. Namun saat melihat jam di dinding, ia teringat Kenzo. Dengan serta merta Kanaya bangun dari tidurnya seperti tersentak kaget. “Kenzo!” “Heeemm..” Bastian ikut terbangun karena gerakan Kanaya yang tiba-tiba. Ia mengeratkan pelukannya di pinggang Kanaya dan berkata pelan, “Tenang Sayang. Mereka sudah membawa Kenzo.” “Mereka? Siapa yang membawa Kenzo?” Kanaya baru tersadar dengan kehadiran Bastian. Ia menoleh masih dengan rasa terkejut bangun tidur. Bastian membuka matanya dan mendongak melihat ke arah Kanaya. “Mama dan Ibu.” Mama dan Ibu? Kenzo bersa
Kanaya menyadari jika Elsie pandai berkelit dan mereka memang tidak memiliki bukti langsung bahwa Elsie yang memerintahkan penculikan itu.Bahkan dirinya pun tidak bisa menunjukkan bukti jika Elsie adalah orang yang menyuruh perawat dan dokter klinik Kelapa Indah untuk menculik dan menghabisi nyawanya.***flashback persidangan***“Apa saudari mengenali pelaku malam itu?” tanya majelis hakim saat Kanaya bersaksi dalam persidangan.“Ya, Yang Mulia. Mereka adalah orang yang membawa saya secara paksa saat itu,” jawab Kanaya.“Apa saudari bertanya mengenai identitas mereka atau mereka mengatakan siapa mereka?” tanya Hakim kembali.“Ya Yang Mulia.”“Dan apa yang mereka katakan?”“Awalnya mereka mengatakan kalau mereka adalah dokter dan perawat yang akan membantu persalinan saya. Namun setelah itu mereka mengakui jika ada orang yang menyuruh mereka menculik saya dengan imbalan uang yang besar” jawab Kanaya dengan jujur apa adanya.“Apa mereka mengatakan siapa yang menyuruh mereka?” tanya ha
“Naya, kamu tidak perlu melakukannya sayang. Jika dia masih menganggap dirinya keluarga Dwipangga, dia akan datang dengan sendirinya,” ucap Bastian. Walaupun ia berusaha berbicara lembut pada Kanaya, namun siapa pun tahu jika Bastian menentang ide itu. Lagipula siapa yang tidak tahu jika Reno menyimpan hati pada Kanaya dan Bastian sangat cemburu padanya?“Bas, aku hanya ingin bicara padanya. Mungkin jika aku bicara dengannya baik-baik—”“Tidak Sayang, aku tidak ijinkan.” Bastian langsung merespon. Ia tidak suka membayangkan Kanaya berbicara berduaan dengan pria yang jelas menaruh hati padanya.Bagaimana jika Reno salah paham dan menyangka Kanaya menaruh perhatian padanya kemudian dia berbuat nekat?Panas hati Bastian memikirkan hal itu.Kanaya menatap Bastian dan ingin mengatakan sesuatu, namun melihat tatapan Bastian yang bersikukuh menentangnya, lidahnya tiba-tiba terasa kelu. Padahal apa salahnya ia bicara pada Reno? Kanaya merasa iba dan tidak sampai hati melihat Azhar kecewa.
“Selamat kepada kalian berdua!” Miranda memeluk cium Bastian dan Kanaya bergantian. Wajahnya tampak berseri-seri dan senyum tidak putus tersungging di wajahnya.Haidar dan Azhar pun ikut mengucapkan selamat dan memeluk kedua pasangan suami istri itu.Hari itu Bastian dan Kanaya baru mendapatkan penetapan sidang isbat yang mereka ajukan beberapa hari yang lalu. Tanpa mendapatkan kendala yang berarti, permohonan untuk mengesahkan pernikahan mereka disetujui oleh majelis hakim dan telah menjadi penetapan.Dan siang itu, keluarga Dwipangga berkumpul dan mengundang teman-teman Bastian untuk santap siang merayakan penetapan putusan itu di rumah keluarga besar mereka.Bukan hanya Miranda, Haidar dan Azhar yang tampak sangat bahagia. Namun Kanaya dan Bastian pun terlihat sangat bahagia. Pada hari itu, keduanya secara resmi, legal dan sah menjadi pasangan suami-istri oleh negara. Bahkan putra mereka, Kenzo pun mendapatkan status sebagai anak sah dari pasangan suami-istri Bastian dan Kanaya.
Sementara Elsie memaki-makinya, Rico berjalan dengan santai keluar dari ruangan kunjungan itu. Wajahnya terlihat puas setelah melihat Elsie. Rico terus berjalan hingga sampai ke parkuran mobil yang ada di depan kantor polisi, dan ia mengeluarkan kunci mobil SUV mewah miliknya.Baru saja ia memencet kunci itu, ia tidak sengaja bertemu dengan Agni yang baru turun dari mobil.“Kamu— kamu— mau apa ke sini?!” Melihat Rico, Agni pun tampak kesal dan marah.Rico menoleh dan menatap Agni sambil tersenyum.“Melihat keadaan putrimu, tentu saja,” jawabnya dengan santai.“Berani-beraninya kamu datang!” sergah Agni sambil menunjuk wajah Rico.“Tante, tenang saja. Saya tidak mengganggunya. Bahkan sebagai teman, saya hanya ingin memperingatkannya,” ujar Rico sambil mengerling pada Agni. Agni dan Felix tidak pernah menyukainya sejak dulu. Sehingga tidak ada gunanya ia berbicara manis pada mereka.“Kamu—”“Elsie ada di dalam. Tante sebaiknya temui dia. Mungkin dia membutuhkan bantuan Tante untuk men
Kedua mata Elsie membelalak dan wajahnya memerah menahan amarah saat melihat pria yang berdiri di dalam ruangan itu! “Aaarrgghh!” Elsie langsung menerjangnya, namun pria itu menangkap pergelangan tangannya. “Tenang Els! Tenang!” Rico berseru sambil menahan pergelangan tangan Elsie dengan kuat. “Pengkhianat!” teriak Elsie dengan geram. Ia masih ingat bagaimana Rico memberi kesaksian dalam sidang perceraiannya. Dan kesaksian pria itu, justru menjadi bumerang bagi Elsie! “Aku tahu kamu marah, tapi aku hanya berusaha jujur, mengatakan apa adanya,” ucap Rico dengan ekspresi prihatin. “Apa adanya? Sejak kapan kamu jadi orang jujur, hah?!” bentak Elsie dengan emosi. Karena kesaksian orang dihadapannya inilah, Hakim mengabulkan gugatan cerai Bastian, dan menolak tuntutan harta gono gini yang ia ajukan! “Oke, tapi apa semua salahku? Coba pikirkan Els, apa yang bisa kamu lakukan setelah videomu dan Ravioli beredar? Bahkan tanpa kesaksianku pun, nasibmu akan sama!” balas Rico. Ia ke
“Aaarrgghh!” Elsie memekik kesakitan. Ia terjelembab dan hampir saja membentur tembok. “Kamu bukan tuan putri, jadi minggir! Jangan menghalangi jalan kami!” Beberapa orang tahanan wanita mendorong Elsie ke pinggir. Ia tidak ada pilihan lain selain membiarkan mereka melewatinya untuk mengantri makan. Ia dipaksa mengalah dan berdiri di bagian belakang. Mereka dengan arogannya berjalan melaluinya sambil tertawa mengejek. Beberapa bahkan sengaja menabrakkan bahunya untuk mengganggunya. Elsie mengepalkan tangannya dengan erat. Ia merasa sangat geram, namun tidak bisa melakukan apa-apa. Jumlah mereka lebih banyak, dan mereka tidak lagi memandangnya dengan rasa segan. Sejak video syurnya dengan Ravioli tersebar, para tahanan di sana seringkali mengganggunya. Tidak hanya mengganggu saja, mereka bahkan mengejek dan menjulukinya Rav Doll Queen. Menyebalkan sekali! Terlebih setelah putusan cerainya dengan Bastian, tidak ada lagi yang takut padanya. Bahkan petugas tahanan di sana pun
“Saya mengerti mengapa Bapak ingin melegalkan pernikahan Bapak dan Ibu Kanaya. Hal ini tidak terlepas dari terbebasnya Bapak dari rasa tanggung jawab dan janji kepada Ibu Elsie…” Aliya menyimpulkan. Diluar dugaan, Bastian menggeleng. “Anda salah paham. Itu bukan alasan mengapa saya berniat melegalkan pernikahan saya dengan Kanaya. Tetapi hal itu adalah alasan mengapa saya menceraikan Elsie.” Aliya terdiam mencerna ucapan Bastian. “Saya pernah mengatakan bahwa perceraian saya dan Elsie tidak ada hubungannya dengan Kanaya ataupun perihal keturunan. Sekarang kalian mengetahui bahwa kebohongan Elsie dan tipu muslihatnya adalah alasan sebenarnya perceraian kami.” Sampai di sini Aliya mengangguk mengerti. “Akan tetapi kalau Anda menanyakan mengapa saya ingin melegalkan pernikahan saya bersama Kanaya,” ucap Bastian sambil menoleh dan tersenyum pada Kanaya. Ia lalu mengangkat tangan Kanaya dan mengecup punggung tangan istrinya itu. “Alasan sebenarnya sangat mudah dan masuk akal
“Benar. Penculikan itu hanyalah sebuah sandiwara agar Bastian dan keluarga Dwipangga berhutang budi. Dan saya harus bersedia menanggung hukumannya.” “Berhutang budi pada siapa?” “Pada orang yang merencanakan penculikan itu.” “Maksud anda Ravioli?” “Ravioli adalah sekutu mereka. Ada orang lain yang mendalangi dan merencanakan penculikan itu.” “Bisa anda sebutkan siapa orangnya?” “Felix Gunawan dan putrinya, Elsiana.” “Anda yakin? Anda bisa mempertanggungjawabkan ucapan anda?” “Saya bertemu langsung dengan mereka berdua. Dan merekalah yang menyuruh Ravioli untuk mencari orang untuk mengerjakan pekerjaan itu.” “Elsiena baru berusia 18 tahun saat itu. Anda yakin dia ikut merencanakan dan bukan hanya ikut-ikutan saja?” Terdengar sosok itu terkekeh. “Dia yang merencanakan setiap detil penculikan bahkan sampai kepada bagaimana dia akan menyelamatkan Bastian.” Bastian menatap tak berkedip pada rekaman wawancara itu. Memang itulah yang diakui Andre padanya saat ia menemukan pria itu