“Apa ibu baik-baik saja?” Melihat wajah Kanaya yang sedikit pucat, Rafles merasa khawatir. “Pak Rafles, boleh saya minta tolong?” tanya Kanaya sambil mencari akal. “Gimana Bu? Apa yang bisa saya bantu?” “Bisa tolong panggilkan Pak Bastian ke sini?” pinta Kanaya dengan gugup. “Maksud ibu?” Rafles tertegun. Bagaimana mungkin ia menyuruh bosnya untuk datang? “Pak Rafles, saya merasa mual. Sebaiknya saya temui Pak Bastian di sini saja,” ujar Kanaya beralasan. “Tapi Bu—” “Uwek…” Kanaya berpura-pura ingin muntah sebelum Rafles sempat mengungkapkan keberatannya. “Pak Rafles, saya benar-benar tidak ingin turun. Saya tidak tahu kenapa, mungkin ini kemauan anak ini…” Kanaya memasang wajah memelas dan memegang perutnya dengan perlahan. Rafles bimbang. Apa yang harus ia lakukan? Bagaimana mungkin ia menyuruh Bastian keluar menemui Kanaya? Apa mungkin Bastian mau melakukannya? Seumur-umur tidak ada yang pernah menyuruh seorang Bastian.Tetapi mungkinkah, jika demi anaknya, bosnya itu mau
Di dalam mobil, Bastian menemukan tas Kanaya. Tetapi, di mana dia? Kanaya tidak mungkin pergi jauh, sebab wangi tubuh Kanaya yang selalu terekam di dalam benaknya masih dapat dirasakannya. Halaman Sunnyside terbilang luas dan dalam penjagaan ketat. Kanaya tidak mungkin pergi sendiri berjalan kaki, apalagi dalam cuaca panas seperti itu. Bastian dan Rafles mengedarkan pandangannya ke sekitar mereka. “Itu Pak!” Rafles yang pertama menemukan Kanaya. Gadis itu sedang duduk di atas batu besar di dekat air mancur buatan tidak jauh dari mereka. Tidak menghiraukan ucapan Rafles berikutnya, Bastian lamgsung berjalan ke arah Kanaya. Kanaya menoleh saat ia mendengar suara langkah kaki mendekat. Dan ia segera berdiri begitu melihat orang itu adalah Bastian. Kanaya bersiap-siap menerima teguran atau apa pun yang akan Bastian lontarkan pada dirinya karena telah lancang datang ke rumah itu. Akan tetapi Bastian tidak memarahinya. Ia justru bertanya dengan tatapan penuh, “Naya, apa kamu baik-b
“Aku sudah menepati janji, Kanaya. Ini waktunya kamu menepati janji.” Bastian berjalan mendekat, menghapus jarak di antara mereka. Kanaya menelan ludahnya menatap wajah Bastian yang begitu dekat. “Apa yang Bapak inginkan?” tanya Kanaya dengan pelan. Kanaya meremas ujung blus yang ia kenakan karena gugup. Hukuman apa yang akan dia berikan? “Aku ingin…” Bastian menatap wajah Kanaya dengan lekat. Jari tangannya mengangkat wajah Kanaya perlahan hingga mereka saling bertatap mata. Kanaya menatap Bastian. Wajah Bastian yang begitu dekat mengingatkan kembali semua kedekatan dan keintiman yang pernah mereka lakukan. Bagaimana suara Bastian yang serak dan berat itu berbisik di telinganya, kecupan-kecupan hangat yang didaratkan pria itu ditubuhnya, serta pagutan penuh gairah yang dilakukan pria itu di bibirnya. Kanaya menelan ludah. Ia merindukan masa-masa itu… saat Bastian menjadi miliknya karena ‘tugas’ yang harus mereka lakukan. Bastian menatap kedua bibir merah di hadapannya. Bibir
Mulut Elsie terasa tercekat. “Elsie, apa kamu tidak bisa percaya padaku sampai kamu harus memblokir nomor Kanaya?” Bastian kembali bertanya. Bastian tidak pernah menyembunyikan apa pun yang ada di telepon genggamnya dari Elsie. Dan selama ini, Elsie bisa leluasa membukanya. Namun, ia tidak menyukai jika Elsie melakukan perubahan pada telepon genggamnya itu tanpa sepengetahuannya. Meskipun Bastian telah setuju menjaga jarak dari Kanaya, namun ia tidak bisa memutuskan begitu saja komunikasi diantara mereka. Hal ini karena Kanaya sedang mengandung anaknya. Bagaimana kalau terjadi sesuatu pada Kanaya, dan Kanaya tidak bisa menghubunginya? “Bukan begitu Bas. Aku hanya tidak suka dia mengganggumu terus menerus. Bagaimana kita tahu apa yang ada dalam pikirannya? Mungkin saja ia sengaja meneleponmu hanya untuk menarik perhatianmu.” “Elsie, kamu tahu apa yang Kanaya ingin bicarakan? Dia hanya menanyakan mengenai biaya perawatan ibunya, sesuatu yang kita janjikan padanya. Sesuatu yang
Keesokan harinya, sesuai perintah Bastian, Ezra pergi ke rumah sakit tempat Ayunda di rawat. Ia pergi pagi itu untuk menemui direktur rumah sakit, guna membereskan kesalahpahaman yang terjadi dan menyampaikan apa yang Bastian perintahkan. Semua berkas-berkas yang diperlukan untuk perawatan Ayunda ia lampirkan beserta surat pernyataan dari Bastian untuk membiayai semua perawatan Ayunda di rumah sakit itu. “Direktur Alex, saya serahkan semua berkas ini. Tolong dibantu agar segera bisa ditindaklanjuti. Pak Bastian akan meng-cover semua biaya yang dikeluarkan sampai Ibu Ayunda benar-benar sembuh.” Ezra menyerahkan semua berkas yang ia dapatkan dari Kanaya mengenai kondsi Ayunda. “Tentu, tentu. Kalau boleh tahu apa hubungan Bapak Bastian dengan Ibu Ayunda? Apakah masih kerabat, maksud saya keluarga dekat dengan Bapak Bastian?” Alex ingin mengetahui seberapa penting pasien itu bagi CEO Bastian Aryo Dwipangga agar kedepannya ia tidak salah dalam melangkah. “Ibu Ayunda adalah keluarga de
Di balik dindingpembatas rumah sakit itu, Elsie dan Rosa berdiri mendengarkan dan memperhatikan Kanaya dan Ezra yang sedang berbicara. Sedianya, Elsie dan Rosa datang ke rumah sakit itu untuk melabrak Kanaya. Setelah mengetahui kedatangan Kanaya ke Sunnyside untuk menemui Bastian, Elsie merasa sangat geram dan gusar. Untuk itulah Elsie datang ke rumah sakit, untuk memberi Kanaya pelajaran agar tidak lagi berani mendatangi suaminya. Namun, bukan hanya menemukan Kanaya, ia juga melihat Ezra. Dan yang membuatnya bertambah kesal, kedatangan Ezra tidak hanya untuk berbicara dengan Kanaya, namun juga melaksanakan perintah Bastian untuk mengatur segala kebutuhan rumah sakit ibu perempuan itu! Elsie mengepalkan tangannya dengan erat mendengar ucapan Ezra. Berani-beraninya asisten suaminya itu menyarankan Kanaya untuk berbicara langsung pada suaminya! Lancang sekali dia! Elsie murka. Akan tetapi ia tidak bisa gegabah. Elsie sadar, ia tidak bisa langsung memarahi Ezra begitu saja. K
“Dok, apa sudah ada kabar mengenai donor jantung ibu?” Kanaya bertanya melalui panggilan telepon kepada dokter spesialis jantung Ayunda. “Maaf Kanaya. Mencari donor jantung sangat sulit. Sampai saat ini kami masih belum mendapatkan yang sesuai,” jawab Dokter Tyo. Dokter Tyo adalah dokter spesialis jantung yang baru menangani Ayunda. Ia menggantikan Dokter Ridwan dua bulan yang lalu, setelah Dokter yang menangani ibunya itu mendadak pindah ke luar kota. Dan selama dua bulan ini, belum ada progres yang menjanjikan mengenai donor jantung ibunya. Meskipun kesehatan Ayunda bisa dikatakan stabil dan tidak mengalami serangan, akan tetapi tidak adanya perkembangan pencarian donor membuat Kanaya belum bisa tenang. Kanaya pun hanya bisa menerima dan memonitor perkembangan medis ibunya dari jauh. Ia tidak lagi bisa bertatap muka langsung dengan Ayunda karena perutnya sudah semakin membesar. “Baiklah, tolong kabari kalau ada berita baik. Terima kasih, Dok.” Kanaya menghela nafas setelah
Sudah lama Indra tidak menjalin hubungan dengan perempuan. Oleh karena itu, sangat wajar jika mereka terkejut mengetahui Indra sedang bersama seorang perempuan. Setelah dikhianati oleh pacarnya dua tahun yang lalu, Indra seakan menghindari membina hubungan lawan jenis. Meskipun masih membujang, tampan dan berstatus sebagai seorang dokter kondang, Indra tidak punya teman dekat wanita, apalagi yang dipacari dengan serius. Indra tersenyum, dan ia menoleh ke arah gadis yang duduk di sampingnya, menatapnya dengan penuh kekaguman. Kanaya yang sedang asik mendengarkan lagu di telepon genggamnya menggunakan earphone, tidak menyadari jika mereka tengah menanyakan dirinya. Ia tidak kenal dengan Fariz yang ada di layar telepon Indra itu, dan Kanaya juga tidak mau ikut campur urusan pribadi Dokter Indra, sehingga ia bersikap acuh tak acuh dan sibuk dengan urusannya sendiri. “Siapa Ndra? Orang mana? Coba kasih liat wajahnya. Pantesan telat, nemui pacar dulu!” celetuk Fariz yang benar-benar p
“Maaf. Kamu tahu aku dan Bastian, kami—saling mencintai satu sama lain,” ucap Kanaya pelan.Ia lalu menyerongkan tubuhnya mendekat. “Reno, aku yakin ada seseorang di luar sana yang lebih pantas mendapatkan cintamu. Seseorang yang bisa membalas dengan sama besar, yang bisa memberikan apa yang kamu inginkan dari sebuah hubungan,” ucap Kanaya pelan, namun bisa terdengar jelas oleh Reno. Kata-katanya lembut dan diucapkan dengan tulus.Reno menarik nafas dalam. “Bagaimana kalau tidak ada orang lain di sana?”Kanaya terdiam sesaat sebelum berkata, “Aku tidak percaya hal itu. Bukankah setiap orang diciptakan berpasang-pasangan? Jadi aku yakin, orang itu ada. Hanya saja kamu belum bertemu dengannya, atau mungkin—sudah bertemu, tetapi kamu tidak menyadarinya.” Kanaya mengangkat telapak tangannya ke atas, menyerahkan semua itu pada takdir.“Aku harap kamu benar Kanaya. Tapi, apa itu tujuanmu datang menemui aku?” Reno masih saja penasaran dengan tujuan Kanaya menemuinya. Ia yakin ada hal lain.K
Kanaya turun dari mobil dan menatap ke atas gedung bertingkat dihadapannya. Gedung itu dulu dimiliki oleh perusahaan lain. Namun beberapa bulan yang lalu dibeli oleh Reno, dan sekarang telah berganti nama menjadi Renowed Tower. Ini kali pertama Kanaya datang ke gedung itu. Dan melihat nama gedung itu, Kanaya teringat jika Reno berniat memindahkan kantor pusat perusahaannya ke gedung itu. Terlihat jika Reno sudah mempersiapkan segala sesuatunya. Namun entah mengapa, Reno berniat kembali ke Fragnant Harbour. Selesai menatap bangunan fisik gedung itu, Kanaya melangkah masuk dan naik lift menuju lantai teratas. Kedatangannya sore itu adalah untuk menemui Reno. Di lantai teratas ia bertemu dengan sekertaris Reno, Fika. “Selamat pagi, saya Kanaya. Bisa saya bertemu dengan Bapak Reno?” Fika yang sedang mengetik sesuatu di mejanya, mengangkat pandangannya mendengar nama “Kanaya” disebut. Saat melihat wajahnya, Fika tidak bisa menutupi keterkejutannya. “I-ibu Kanaya, selamat pagi, Bu!” I
“Bastian? A-apa yang kamu lakukan di sini?” Elsie begitu terkejut melihat Bastian datang mengunjunginya.Bastian yang sedang berdiri membelakangi Elsie, berbalik badan perlahan. Ia memberi isyarat petugas untuk menutup pintu.Petugas yang mengantar Elsie itu bergegas keluar dan segera menutup pintu sesuai permintaan Bastian.Elsie memperhatikan bagaimana petugas penjara itu begitu tunduk pada Bastian.Pantas saja petugas itu menyuruhnya bergegas. Sebegitu takut dan segannya dia terhadap mantan suaminya itu. Batin Elsie sambil melirik ke arah pintu. Setelah petugas pergi menjnggalkannya berdua dengan Bastian, ia kembali menoleh ke arah Bastian dan dalam hati bertanya-tanya, apa yang Bastian inginkan?Apa dia telah sadar dan menyesal telah memenjarakannya dan justru menikahi Kanaya? Apa dia datang untuk memintanya kembali? Atau mungkin… dia rindu dengan malam-malam panas mereka? Ya, pasti itu! Batin Elsie sambil tersenyum. Ia lalu berjalan mendekati Bastian dengan tatapan menggoda.“
Kanaya baru saja pulang dari berbelanja bersama Miranda, Ayunda dan Laila. Ia hanya bisa geleng-geleng kepala melihat Aida, asisten Miranda serta supir keluarga Dwipangga menurunkan barang-barang belanjaan mereka dari mobil. Benar apa yang dikatakan Bastian. Miranda memang senang berbelanja. Mungkin karena hidup serba berkecukupan, sehingga ibu mertuanya itu sangat mudah mengeluarkan uang untuk setiap barang yang ia inginkan. Namun hari ini tidak hanya Miranda yang berbelanja. Kanaya, Ayunda dan Laila pun ikut terbujuk rayuan Miranda untuk membeli beberapa barang di toko-toko branded yang mereka datangi. Miranda akan mengatakan, “Tidak apa Ayunda, Bastian kan anakmu juga, anggaplah dia yang membelikannya untukmu. Coba lihat jni, kamu tidak akan melihatnya lagi setelah koleksi berikutnya keluar!” “Kanaya, ini sangat bagus dikenakan olehmu, Bastian pasti sangat menyukainya!” Atau, “Laila, ini cocok sekali untukmu. Ini terlihat cantik dan elegan. Jangan kuatir mengenai harganya,
Bastian berjalan masuk ke dalam sebuah coffee shop. Ia melihat ke sekeliling tempat itu dan akhirnya pandangan matanya berhenti pada sosok pria yang sedang dicarinya. Reno duduk di kursi di meja bar. Di tangan kanannya ia memegang sebatang rokok, dan di tangan kirinya segelas kopi. Bastian berjalan mendekat dan dia duduk di kursi kosong di samping Reno. Dibelakangnya Ezra memasuki coffee shop itu dan duduk di salah satu kursi tidak jauh dari mereka. “Americano,” ucap Bastian pada pelayan bar. “Apa maumu? Kalau kamu meminta aku datang ke resepsi pernikahanmu, aku sibuk,” ucap Reno tanpa menoleh pada Bastian. Ia mengangkat gelas kopi miliknya dan meneguknya. Raut wajah Bastian tidak berubah mendengar komentar Reno mengenai resepsi pernikahannya. Bukan hal baru yang tidak ia ketahui. “Malam itu, saat Kanaya melahirkan, dari mana kamu tahu dia ada di sana?” tanya Bastian tanpa berbasa-basi. Reno terkekeh mendengar pertanyaan Bastian. “Maksudmu, saat AKU menyelamatkannya?” tanya Ren
Cahaya matahari menembus dari sela-sela tirai kamar, dan suara kicauan burung dari atas pepohonan yang ada di sekitar rumah besar keluarga Dwipangga itu terdengar samar sampai ke dalam kamar. Pagi itu suasana sangat tenang ketika Kanaya membuka matanya. Kanaya menggeliat pelan, merasakan enaknya tidur di ranjang empuk dengan bahan seprei yang sejuk terasa di kulit. Awalnya Kanaya begitu santai menikmati, dan ia enggan untuk bangun. Namun saat melihat jam di dinding, ia teringat Kenzo. Dengan serta merta Kanaya bangun dari tidurnya seperti tersentak kaget. “Kenzo!” “Heeemm..” Bastian ikut terbangun karena gerakan Kanaya yang tiba-tiba. Ia mengeratkan pelukannya di pinggang Kanaya dan berkata pelan, “Tenang Sayang. Mereka sudah membawa Kenzo.” “Mereka? Siapa yang membawa Kenzo?” Kanaya baru tersadar dengan kehadiran Bastian. Ia menoleh masih dengan rasa terkejut bangun tidur. Bastian membuka matanya dan mendongak melihat ke arah Kanaya. “Mama dan Ibu.” Mama dan Ibu? Kenzo bersa
Kanaya menyadari jika Elsie pandai berkelit dan mereka memang tidak memiliki bukti langsung bahwa Elsie yang memerintahkan penculikan itu.Bahkan dirinya pun tidak bisa menunjukkan bukti jika Elsie adalah orang yang menyuruh perawat dan dokter klinik Kelapa Indah untuk menculik dan menghabisi nyawanya.***flashback persidangan***“Apa saudari mengenali pelaku malam itu?” tanya majelis hakim saat Kanaya bersaksi dalam persidangan.“Ya, Yang Mulia. Mereka adalah orang yang membawa saya secara paksa saat itu,” jawab Kanaya.“Apa saudari bertanya mengenai identitas mereka atau mereka mengatakan siapa mereka?” tanya Hakim kembali.“Ya Yang Mulia.”“Dan apa yang mereka katakan?”“Awalnya mereka mengatakan kalau mereka adalah dokter dan perawat yang akan membantu persalinan saya. Namun setelah itu mereka mengakui jika ada orang yang menyuruh mereka menculik saya dengan imbalan uang yang besar” jawab Kanaya dengan jujur apa adanya.“Apa mereka mengatakan siapa yang menyuruh mereka?” tanya ha
“Naya, kamu tidak perlu melakukannya sayang. Jika dia masih menganggap dirinya keluarga Dwipangga, dia akan datang dengan sendirinya,” ucap Bastian. Walaupun ia berusaha berbicara lembut pada Kanaya, namun siapa pun tahu jika Bastian menentang ide itu. Lagipula siapa yang tidak tahu jika Reno menyimpan hati pada Kanaya dan Bastian sangat cemburu padanya?“Bas, aku hanya ingin bicara padanya. Mungkin jika aku bicara dengannya baik-baik—”“Tidak Sayang, aku tidak ijinkan.” Bastian langsung merespon. Ia tidak suka membayangkan Kanaya berbicara berduaan dengan pria yang jelas menaruh hati padanya.Bagaimana jika Reno salah paham dan menyangka Kanaya menaruh perhatian padanya kemudian dia berbuat nekat?Panas hati Bastian memikirkan hal itu.Kanaya menatap Bastian dan ingin mengatakan sesuatu, namun melihat tatapan Bastian yang bersikukuh menentangnya, lidahnya tiba-tiba terasa kelu. Padahal apa salahnya ia bicara pada Reno? Kanaya merasa iba dan tidak sampai hati melihat Azhar kecewa.
“Selamat kepada kalian berdua!” Miranda memeluk cium Bastian dan Kanaya bergantian. Wajahnya tampak berseri-seri dan senyum tidak putus tersungging di wajahnya.Haidar dan Azhar pun ikut mengucapkan selamat dan memeluk kedua pasangan suami istri itu.Hari itu Bastian dan Kanaya baru mendapatkan penetapan sidang isbat yang mereka ajukan beberapa hari yang lalu. Tanpa mendapatkan kendala yang berarti, permohonan untuk mengesahkan pernikahan mereka disetujui oleh majelis hakim dan telah menjadi penetapan.Dan siang itu, keluarga Dwipangga berkumpul dan mengundang teman-teman Bastian untuk santap siang merayakan penetapan putusan itu di rumah keluarga besar mereka.Bukan hanya Miranda, Haidar dan Azhar yang tampak sangat bahagia. Namun Kanaya dan Bastian pun terlihat sangat bahagia. Pada hari itu, keduanya secara resmi, legal dan sah menjadi pasangan suami-istri oleh negara. Bahkan putra mereka, Kenzo pun mendapatkan status sebagai anak sah dari pasangan suami-istri Bastian dan Kanaya.