Bastian meletakkan amplop surat berkop pengacara itu di atas meja. “Pengacara Papamu mengirimkan ini.” Elsie yang sedang menyantap sarapannya bersama Bastian pagi itu mengambil amplop yang diberikan Bastian dan ia membacanya. “Apa kamu sudah pernah mengecek perusahaan Papamu?” tanya Bastian sambil menoleh ke arah Elsie. “Belum. Tapi Mama sudah sempat pergi ke sana.” Bastian mengangguk mendengar jawaban Elsie. “Kita tidak tahu apa yang diinginkan Papamu dalam wasiatnya. Tetapi jika saham perusahaan itu diwariskan kepadamu, apa yang ingin kamu lakukan?” tanya Bastian lagi. Ia merasa yakin jika Felix akan mewariskan perusahaan itu kepada Elsie, putri satu-satunya. Elsie tampak berpikir. Selama ini ia enggan ikut berkecimpung dalam bisnis Papanya. Selain karena bisnis shipping tidak memarik perhatiannya, ia pun sudah terlanjur menikmati hidup enak dengan menjadi istri Bastian. Tanpa bekerja ia bisa mendapatkan apa yang diinginkannya. Yang perlu ia lakukan selama ini hanyalah menja
Hari ini Bastian begitu sibuk dengan pekerjaannya. Ia banyak melakukan aktivitas di luar kantor. Meeting, bertemu klien, menginspeksi berbagai pengerjaan proyek hingga menghadiri pertemuan asosiasi pengusaha Emerald City.Bastian baru saja selesai menghadiri pertemuan asosiasi pengusaha di sebuah hotel malam itu. Ia memasuki mobil di drive way hotel bersama Ezra.Belum lama mobil berjalan, telepon genggam Bastian berbunyi dan ia pun mengangkatnya.“Ya Jay?”Ezra melirik melalui kaca spion mendengar siapa yang memghubungi Bastian petang itu.Jay tengah berbicara sesuatu dengan Bastian. Ezra sendiri tidak tahu apa yang tengah mereka bicarakan. “Kamu yakin?”“Lalu?”“Hmmm…” Bastian terdiam, tampak berpikir cukup lama. Ezra memperhatikan bosnya yang tengah menatap ke luar jendela, larut dengan pikirannya sementara dia masih terhubung dengan Jay.“Berikan semua bukti yang kamu sudah kumpulkan ke Ezra besok pagi. Sementara, teruskan apa yang kamu lakukan,” ujar Bastian akhirnya.Setelah
Di dalam kantornya, Bastian sedang makan siang bersama Fariz. Temannya itu tiba-tiba saja datang membawa beberapa kotak makan nasi padang.Fariz bilang ia mampir karena sudah lama tidak bicara dan bertemu dengan Bastian. Ia juga mengatakan jika kebetulan sekali melewati restoran minang yang terkenal sangat enak di kota mereka. Jadilah ia membeli beberapa bungkus nasi padang. “Bas, bagaimana hubunganmu dan Elsie?” tanya Fariz tiba-tiba sebelum menyuap dengan tangannya nasi yang sudah bercampur dengan kuah santan dan daging rendang.Ia melirik Bastian yang juga sedang menyantap makanan di hadapannya.“Maksudku setelah permintaan terakhir Papanya, apa kalian baik-baik saja?” tanya Fariz lagi setelah Bastian tidak menjawab pertanyaannya.“Apa itu alasanmu datang ke sini dengan membawa makan siang ini?” tanya Bastian sambil menoleh ke arah temannya itu. Pantas saja ia merasa heran dengan kedatangan Fariz yang tiba-tiba.Fariz memutar bola matanya, merasa niatannya datang ditebaak langsung
“Apa aku datang di saat yang tidak tepat?” Elsie kembali bertanya saat kedua pria di dalam ruangan kantor besar itu tidak langsung merespon pertanyaannya.Ia masih berdiri di depan pintu kantor, ragu untuk melangkah. “Ooh… nggak, sama sekali nggak. Aku baru saja akan pergi,” Fariz segera merespon. Meski ia merasa canggung namun ia tetap tersenyum dan bersikap ramah pada Elsie.Ia dan Bastian bertukar pandang sesaat sebelum berjalan ke arah pintu.“Apa kabar Els?” sapa Fariz sambil menyalami Elsie saat berpapasan dengannya. Fariz berusaha untuk tidak menatap ke arah perut Elsie yang terlihat tengah mengandung.Entah mengapa setelah mengetahui kehamilan palsu istri temannya itu, setiap kali melihat Elsie, matanya seperti tertuju ke arah gundukan palsu itu.Elsie tidak tahu jika Fariz mengetahui mengenai sosok Kanaya dan kehamilan palsunya, dan demi menjaga harga diri Elsie, Fariz berpura-pura tidak mengetahui hal itu.Hal ini karena Fariz selalu melihat Elsie sebagai seorang istri ya
“Bas aku tahu aku telah berbuat sesuatu yang salah. Tapi kamu juga pernah berjanji padaku untuk selalu setia padaku.”“Els!” protes Bastian, tidak setuju dengan apa yabg Elsie katakan.Jika Elsie menggunakan janji setia mereka dulu sebagai dalih, ia tidak bisa menerimanya. Karena kenyataannya, Elsie mengetahui hubungan dan pernikahannya dengan Kanaya. Jadi bukan ia tidak setia pada Elsie! Elsie lah yang awalnya menyuruh dan memaksanya menikahi Kanaya.“Aku tahu Bas! Aku tahu! Aku salah, dan aku tidak akan mengungkitnya. Hanya saja, aku harap kamu bisa mempertimbangkan perasaanku ini,” ucap Elsie cepat-cepat sebelum Bastian menolak syarat yang akan ia ajukan.“Katakan apa yang kamu inginkan!”Elsie menarik nafas panjang sebelun berkata. “Meskipun aku ikhlaskan kamu berhubungan dengan Kanaya, tapi aku minta agar hubungan ini tidak diketahui publik. Dan yang kedua… aku ingin tetap menjadi satu-satunya istri sahmu.”Elsie bisa melihat keraguan di wajah Bastian meskipun suaminya itu berusa
“Ini kondisi Ocean Express dan Bareta Holding saat ini. Aku sudah menyuruh Ezra untuk mengecek keadaannya beberapa hari yang lalu.” Bastian meletakkan sebuah dokumen di atas meja di ruang kerjanya di Sunnyside Estate.Tadi pagi mereka bertiga-Bastian, Elsie dan juga Agni bertemu dengan pengacara Felix untuk membacakan surat wasiat almarhum mertuanya itu. Dan sekarang, mereka bertiga sedang mendiskusikan apa yang sebaiknya dilakukan pada kedua perusahaan itu.Seperti dugaan Bastian, kedua perusahaan itu diwariskan Felix kepada Elsie. Istrinya itu mendapat 40% saham dari masing- masing perusahaan, sementara Agni mendapat 11 persen saham.Dengan begitu, Elsie adalah pemegang saham terbesar di kedua perusahaan peninggalan Felix.Baik Elsie maupun Agnie tidak paham mengenai bisnis pelayaran, oleh sebab itu Bastian membantu mereka dan memberikan masukan langkah apa yang sebaiknya dilakukan.Elsie mengambil dokumen itu. Wajahnya terlihat sangat senang. Bukan hanya karena Bastian bersedia pul
Bastian mengerti ia harus sabar menerangkan. “Maksudku, mungkin kamu perlu mempertimbangkan ide untuk mengadaptasi muatan kapal dari kontainer ke muatan lain, contohnya mengangkut minyak atau mungkin kapal yang punya fungsi spesific, seperti tongkang, pengeboran laut atau yang lainnya,” ujar Bastian memberi beberapa ide.“Tujuannya adalah membuat wajah baru Bareta Holding, memperkenalkan perusahaan yang lebih baik, sehat dan bisa menjalankan bisnis dengan aman.”Tentu Bastian sengaja mengarahkan Elsie untuk merubah komoditas muatan, agar tidak lagi memberi celah bagi Ravioli untuk menggunakan Bareta Holding untuk mengirimkan barang-barang ilegal miliknya.Bagaimana pun Elsie adalah istrinya, jika terbukti perusaahaan milik istrinya melakukan tindakan ilegal, tidak hanya nama baik Bastian dan keluarganya, tetapi juga nama baik perusahaan yang telah ia pimpin dan kembangkan dengan susah payah akan terkena imbasnya. Hal itulah yang dihindari oleh Bastian.“Oke. Tapi bukankah prosesnya
Di ruangan kerja Bastian, Elsie dan Agni kembali berdiskusi.“Mah, menurut Mama apa yang harus Elsie lakukan? Sepertinya mengadaptasi muatan kapal adalah ide yang bagus. Dengan begitu kita tidak perlu lagi berurusan dengan Ravioli.” Elsie bertanya pendapat Agni mengenai opsi yang Bastian usulkan padanya.Agni beranjak dari duduknya. Benaknya kembali pada kejadian hari itu saat Ravioli datang ke rumah keluarga mereka dan mengancam suaminya, sehingga membuat Felix mengalami serangan stroke dan akhirnya meninggal dunia.Ia begitu geram pada Ravioli. Dia bahkan memanfaatkan putrinya untuk memenuhi nafsu bejatnya!Namun Agni juga sadar, jika mereka tidak bisa gegabah dalam bertindak.Jika saat itu Ravioli bisa mengancam suaminya, bukan tidak mungkin Ravioli juga melakukannya pada mereka berdua, terutama pada Elsie. Sebab, Ravioli masih memegang kartu truf mereka.“Tidak segampang itu, Elsie.” Agni akhirnya menjawab setelah menarik nafas panjang.“Mama tidak yakin Ravioli akan menerima begi
Perlahan Bastian memindahkan Baby K ke tangan Kanaya, memastikan Kanaya memegangnya dengan benar. Kanaya sudah pernah menggendong Alea, sehingga ia tahu bagaimana memggendong seorang bayi yang masih sangat kecil. Akan tetapi, menggendong buah hatinya untuk pertama kali tidak akan pernah bisa disamakan dengan apa pun juga. Awalnya tangan Kanaya bergetar saat ia menggendong Baby K. Untungnya, Bastian menggenggam tangannnya itu dan memberinya anggukan penuh keyakinan. Berangsur-angsur gemetar di tangannya menghilang, dan ia bisa menimang buah hatinya itu. Kanaya menatap tidak putus pada Baby K, sementara airmata bahagia terus mengalir di pipinya. “Ini Mama, Nak…” ucapnya dengan lirih sebelum mendaratkan kecupan yang lama, penuh rasa sayang di kening bayi mungil itu. Kecupan demi kecupan ia daratkan di wajah Baby K, sementara ia menggendongnya, memeluknya dalam dekapannya. “Mama sayang kamu Nak… mama rindu kamu…” Akhirnya ia bisa bisa memeluk, menggendong dan mencium buah hatin
Kanaya ingat hari itu kala dokter memvonis ibunya tidak dapat lagi tertolong kecuali dengan transplantasi jantung. Ia begitu putus asa hari itu, tidak tahu darimana ia bisa mendapatkan uang 20 miliar, jumlah yang sangat fantastis untuk seseorang biasa seperti dirinya. Sebuah kebetulan ia mendengar tawaran menjadi ibu pengganti siang itu di taman rumah sakit. Yang ternyata, tidak hanya menjadi jalan keluar kesembuhan ibunya, namun juga pertemuannya dengan Bastian, laki-laki cinta pertamanya. Jika saat itu ia tidak sedang membutuhkan uang, ia mungkin tidak akan pernah berpikir untuk menjadi seorang ibu pengganti. Apalagi dengan pembuahan alami yang dijalaninya saat ini. Apakah itu takdir? Kanaya tidak tahu. Akan tetapi hatinya berdebar dengan penuh kehangatan mendengar kalimat itu keluar dari bibir Bastian. Seakan Bastian ingin menegaskan jika jalan apa pun yang akan mereka tempuh, pada akhirnya pertemuan mereka tidak akan bisa dihindari. Dan saat ini, Kanaya ingin takdir itu
Kanaya menunggu dengan gelisah di dalam apartemen 1011 Thrillville. Ia menunggu kepulangan Bastian. Pria itu sudah pergi sejak satu jam yang lalu dan sampai saat ini belum kembali. Di mana dia? Kenapa lama sekali? Saat sesang menatap keluar jendela, pintu apartemen itu terbuka, dan Bastian melangkah masuk. Melihat kedatangan Bastian, wajah Kanaya langsung berseri-seri. Ia pun bergegas menghampirinya. “Bas, kamu kembali!” Kanaya begitu senang sehingga senyum merekah di bibirnya. Ia memegang kedua lengan Bastian dengan antusian, lalu melihat ke belakang Bastian. Namun tidak ada seorang pun yang berada bersamanya. “Bas… di mana—?” Kanaya bingung, heran dan kecewa karena tidak melihat Baby K. Bukankah Bastian sudah berjanji akan membawa Baby K padanya pagi ini? Lalu, di mana dia? Kenapa dia kembali hanya seorang diri? “Ayo sayang, dia sudah menunggumu.” Bastian menarik tangan Kanaya bersamanya ke arah pintu. “Bas, dia— dia di bawah? Kenapa tidak dibawa naik?” Kanaya bertambah h
“Hana, siapkan perlengkapan Baby K, dia akan pergi pagi ini!” perintah Bastian tanpa menghiraukan keinginan Elsie sembari fokus memperhatikan Baby K. Saat itu, raut wajah Baby K sudah tidak semerah tadi, dan tatapan matanya sudah tidak lagi bersedih. Dan ia sudah hampir menghabiskan susunya, bahkan menggapaikan tangannya memegangi jari telunjuk Bastian. Ia begitu senang bermain dengan jati itu. Ujung bibir Bastian melengkung ke atas melihat respon putranya itu. “B-bas… Bastian, apa maksudmu dia akan pergi? Apa— apa kita akan pergi ke suatu tempat?” Elsie begitu terkejut dengan ucapan Bastian. Bastian tidak pernah memberitahu jika mereka akan pergi. Pergi kemana, dan mengapa tiba-tiba? “Aku akan membawa Baby K bersamaku,” jawab Bastian sambil menatap putranya itu. “Lagipula bukankah kamu sedang lelah? Aku memberimu waktu untuk beristirahat agar dia tidak lagi mengganggu istirahatmu,” tambah Bastian sambil diam-diam tersenyum sinis. Apa? Elsie seperti tidak percaya dengan pendeng
“Ah, merepotkan saja!” geramnya. Akan tetapi ia tidak bergerak dari tempatnya berdiri dan sibuk menscroll berita kejadian tadi malam. Ia membaca lagi dengan lebih detil mengenai kasus Ravioli, berharap bisa menemukan celah yang bisa menyelamatkannya jika Ravioli menyeretnya. Sementara itu, tangis Baby K semakin keras terdengar, sehingga membuatnya bertambah geram. “Hana!!” teriak Elsie dengan kesal memanggil baby sitter anak itu. Kemana baby sitter sialan itu? Batinnya dengan kesal. Karena tangisan Baby K tak kunjung reda, dengan menghentakkan kakinya ia berjalan menuju kamar Baby K. Sampai di sana, Hana tampak sedang mengganti popok bayi mungil yang sedang menangis itu. “Kenapa lagi dia? Berisik sekali!” bentak Elsie dengan kesal. “Baby K poop Bu, dan sepertinya dia juga haus,” jawab Hana yang masih merapikan baju Baby K. Ia baru sempat mengganti popoknya dan belum sempat membuatkan susu untuk bayi mungil itu. Elsie kembali berdecak dan berjalan menghampiri mereka. Ketika ma
Di kamar mandi, Elsie mencoba menghubungi Bastian, namun dua kali menghubungi, Bastian tidak mengangkat panggilan teleponnya. Semalam setelah selesai acara di Hotel Royal, Bastian pergi bersama ketiga sahabatnya. Mereka mengatakan jika sudah lama mereka tidak berkumpul dan ingin mengadakan Boy’s night, menghabiskan malam bersama sekaligus merayakan sehatnya kembali Bastian. Dan sebagai istri yang baik, ia tidak bisa melarang Bastian. Apa kata orang jika ia terlihat mengekang dan tidak percaya pada suaminya sendiri? “Kemana Bastian? Apa dia belum bangun?” gumam Elsie sambil melirik penunjuk waktu di telepon genggamnya. Jika mereka bangun sampai larut malam dan bahkan begadang sampai pagi, mungkin saja Bastian belum bangun pagi itu. Tapi tidak apa. Selama Bastian tidak ingat perempuan itu, tidak masalah jika ia pergi hangout semalaman bersama teman-temannya, batin Elsie sambil menatap wajahnya di cermin di depan wastafel. Ia tersenyum mengingat kejadian tadi malam saat Bastian b
Bastian mengusap airmata itu. “Besok pagi, Sayang. Besok pagi aku akan membawanya padamu.” Kanaya masih menatapnya dengan penuh harap, sementara Bastian menatapnya dengan lembut sembari mengelus pipinya perlahan. “Malam ini biarkan dia beristirahat, Naya. Biarkan dia beristirahat agar bisa menemui ibunya besok pagi.” Kanaya akhirnya mengangguk menyetujui. Ia tahu Bastian benar. Bukan ide yang tepat untuk membawa Baby K larut malam seperti ini. Ia hanya perlu bersabar sampai besok pagi. Bastian menghembusakan nafas lega. Ia lalu menarik Kanaya duduk di ranjang bersamanya, kemudian menyodorkan telepon genggamnya. “Kalau kamu ingin melihatnya.” Kanaya tentu ingin melihatnya. Ia menerima telepon genggam itu dan melihat sosok bayi mungil di layar telepon genggam Bastian. Kanaya menoleh, menatap Bastian seperti tengah memastikan kembali jika sosok itu adalah anak mereka. “Ya, itu Baby K. Lihatlah. Ada banyak foto dia di sana.” Bastian membantu Kanaya men-scroll ke samping galeri
Bastian memutar bola matanya. Tentu ia tahu Reno masih saudaranya. Jika yang menyembunyikan Kanaya orang lain, Bastian tidak akan hanya mengecohnya saja! Ia pasti akan membuat perhitungan serius dengannya! Bastian mendesah kasar. Reno, dia itu memang selalu saja mencari masalah dan membuatnya kesal. Namun, kapan ia pernah benar-benar keras menghukumnya? “Berhenti mengkhawatirkannya. Lagipula, aku tidak melakukan apa pun padanya. Aku hanya mengambil kembali apa yang menjadi milikku. Itu saja,” ujar Bastian sambil menarik pinggang Kanaya merapat padanya. Walaupun ia tidak bisa bisa benar-benar keras menindak Reno, tetapi ia tidak ingin menampakkannya. Akan tetapi ia pun tidak ingin Kanaya menjadi khawatir. Senyum Kanaya melebar mengetahui apa yang Bastian maksud dengan “miliknya”. “Aku bukan barang, Pak Bastian. Dan aku bukan milik siapa-siapa…” Kanaya mengerling, meledek istilah yang Bastian gunakan untuknya, meskipun ia tahu apa yang Bastian maksudkan. “Kamu memang bukan ba
Kenapa Bos menghubunginya? Ada apa? Bukankah dia sedang bersama pujaan hatinya, melepas rindu saat ini? Dengan harap-harap cemas Ezra mengangkat panggilan itu, dan setengah berbisik menjawab, “Halo, Bos?” Di apartemen Thrillville, Bastian merasa khawatir karena ASI Kanaya terus merembes keluar pakaian yang dikenakannya. Dan Istrinya itu meringis kesakitan setiap kali buah dadanya tersenggol, walaupun hanya sedikit saja. Bagaimana Bastian bisa tenang membiarkan Kanaya tidur kesakitan malam itu? “Zra, aku mau kamu carikan pompa ASI sekarang juga!” perintah Bastian dari ujung sambungan telepon itu. Wajah Ezra memerah mendengar perintah bosnya itu. Pompa apa? “Pom—pa ASI, Bos?” tanyanya dengan suara setengah berbisik. Masa malam-malam begini harus cari pompa—ASI? Yang benar saja! “Apa aku harus mengulangnya? Dan kenapa kamu bicara berbisik-bisik? “ tanya Bastian yang kesal dengan respon Ezra. Ezra berdehem. “Saya sedang berada di apartemen A, Bos. Saya akan kirim orang un