“Di mana mereka di temukan?” tanya Bastian penasaran. Sebab sudah berhari-hari Jay mencari mereka, tetapi baru hari ini Jay bisa menemukan mereka.“Di sebuah rumah kontrakan di daerah Kreta,” jawab Ezra menyebut nama suatu daerah di pinggiran kota, sekitar satu jam perjalanan dari pusat kota Emerald.“Jay dan anak buahnya masih ada di sana saat ini, Bos,” tambah Ezra.“Apa mereka sudah mengatakan sesuatu? Siapa yang menyuruh mereka?” Bastian lanjut bertanya. Ia ingin tahu siapa yang berani mengusik dan melawan perintahnya, bahkan sengaja menghalangi perawatan Ayunda yang bisa berakibat sangat fatal pada kondisi kesehatannya.“Jay masih menginterogasi mereka. Ia tadi mengatakan jika ia belum mendapatkan pengakuan keduanya. Mereka masih bersikukuh mengatakan tidak mengerti apa-apa.”“Jay juga mengatakan jika mereka menemukan uang tunai sejumlah 900 juta di rumah itu, jadi sangat besar kemungkinannya jika seseorang baru saja membayar mereka.m, memberi mereka uang itu.” Ezra terdengar ger
Di daerah Kreta, di pinggiran Emerald City, Jay dan beberapa orang anak buahnya sedang berdiri mengelilingi Alex. Alex duduk dengan kedua tangan terikat ke belakang. Ia hanya sendirian dihadapan pria-pria berbadan tegap itu. Tyo berada di dalam kamar lain, dipisahkan darinya.“Aku tidak tahu apa yang kalian maksudkan. Kalian harus melepaskan kami, atau aku bersumpah akan menuntut kalian!” Alex menggertak Jay dan anak buahnya. Ia bersikeras tidak mengakui perbuatan yang mereka tuduhkkan padanya. Jay tertawa. “Menuntut kami? Apa kamu tahu sedang berurusan dengan siapa?” Jay balik bertanya dengan ekspresi wajah geli terhadap pernyataan Alex itu.Ia lalu membentangkan beberapa kertas persis di depan wajah Alex.“Anda lihat ini! Ini semua tanda tangan anda, Direktur Alex. Anda menganulir semua perawatan yang harusnya diberikan kepada Ibu Ayunda setelah kepindahan Dokter Ridwan. Di mana hati nurani anda saat anda mempersulit seorang pasien untuk mendapatkan haknya?”“Tidak hanya itu. Sete
“Bapak Jaiz sudah sadarkan diri. Meskipun masih lemah, tetapi kondisinya sudah mulai stabil. Untuk 1x24 jam kedepan, kami masih harus melakukan observasi untuk memastikan kondisinya tetap stabil.”Dokter jaga IGD rumah sakit ERC itu memberikan penjelasan kepada Bastian terkait kondisi Jay. Bastian sedang dalam perjalanan ketika mendengar berita kecelakaan yang menimpa mobil yang ditumpangi Jay bersama kedua anak buahnya serta Alex dan Tyo.Ia langsung pergi ke rumah sakit untuk melihat keadaan mereka. Ia bahkan menunggu di rumah sakit untuk mengetahui perkembangan kondisi mereka, sementara Ezra mengurus kejadian kecelakaan itu.“Tolong lakukan yang terbaik untuknya,” ucap Bastian yang merasa sedih dan geram dengan apa yang terjadi.Jay sudah sering kali bekerja untuknya. Bastian telah menggunakan jasa sekuritas milik Jay itu sejak ia mengambil alih kepemimpinan perusahaan keluarga empat tahun yang lalu. Dan ia mengenal Jay cukup baik.“Pasti Pak Bastian. Kami akan lakukan yang terbai
Saat Bastian terbangun pagi itu, Kanaya sudah tidak ada di sampingnya. Matahari sudah tinggi, dan saat ia melihat jam di dinding, ia langsung beranjak dengan bergegas. Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan dan ia baru saja bangun. Padahal, ia masih harus bekerja pagi itu.Setelah selesai mandi, Bastian menemukan Kanaya tengah sibuk di dapur. Ia sebenarnya ingin langsung pergi bekerja. Namun saat mencium wangi lezat dari dapur, langkah kakinya terhenti.“Duduk Pak Bas, ini baru saja matang,” ucap Kanaya sambil meletakkan sepiring pancake dengan toping buah dan simple syrup ke atas meja makan.Saat bangun tadi ia melihat Bastian begitu pulas tertidur. Bahkan saat ia melepaskan diri dari pelukan Bastian, suami sirinya itu tidak terbangun. Dan melihat Bastian yang kelelahan seperti itu, ia memutuskan untuk membuatkan sarapan pagi yang mudah untuknya. “Kelihatannya lezat,” ucap Bastian sambil menarik kursi dan duduk di hadapan piring itu.“Coba dulu,” ucap Kanaya sambil meletakkan seca
Bastian sedang menghadiri rapat di gedung kantornya saat layar telepon genggam pribadi miliknya menyala. Bastian jarang sekali menerima panggilan telepon saat ia tengah berada di dalam ruangan rapat. Ia bahkan membalikkan layar telepon genggamnya ke bawah, agar motifikasi yang muncul tidak mengganggu fokus dan jalannya rapat.Namun kali ini telepon genggamnya itu terus menyala sehingga membuatnya penasaran. Siapa yang menghubunginya?Bastian membalikkan layar telepon genggamnya itu dan menemukan nama Ardyan terpampang di sana.“Sebentar, saya harus terima ini,” ucap Bastian tidak seperti biasanya ia menghentikan sementara jalannya rapat. Ia pun beranjak berdiri sembari membawa telepon genggamnya menuju pintu keluar ruangan itu. “Halo?” “Bas, kita berhasil mendapatkannya!” terdengar seruan kegembiraan dari sahabatnya itu.“Mendapatkan?” Bastian belum mengerti apa yang dimaksudkan oleh Ardyan. Apa yang mereka dapatkan?“Jantung, Bas! Donor jantung!” seru Ardyan dengan bersuka cita.“
Di depan ruangan operasi, Kanaya duduk menunggu jalannya operasi transplantasi jantung yang dilakukan oleh Dokter Nathan dan timnya. Operasi dilakukan begitu ERC menerima organ jantung itu setelah menunggu pengiriman organ dari Jepang, di mana letak donor organ itu berasal. Proses pengiriman organ itu berlangsung relatif cepat dengan menggunakan transportasi udara. Penerbangan yang seharusnya memakan waktu tujuh jam, di percepat dengan menggunakan pesawat jet pribadi dan helikopter sehingga bisa sampai hanya dalam waktu 5 jam saja. Kanaya menunggu dengan gelisah. Ia melirik jam tangannya dan beranjak dari duduknya. Ia berjalan mondar-mandir sambil sesekali melirik ke arah pintu ruangan operasi. Saat itu hampir jam 11 malam, dan Kanaya sudah menunggu selama lebih dari 3 jam lamanya. Namun operasi belum juga selesai. Dokter Nathan mengatakan jika operasi besar seperti itu bisa berlangsung cukup lama antara 3 sampai 5 jam, tergantung dari kondisi setiap pasien. Bastian data
“Apa yang kamu dapat?” tanya Bastian sambil ia melipat tangan di depan dada, menghalau dinginnya malam. “Di kantor polisi orang itu telah mengakui kesalahannya dan ia rela dihukum atas perbuatannya.” Bastian menatik nafas mendengar penjelasan Ezra. Orang itu terlalu mudah mengaku salah. Ia merasa ada sesuatu yang tidak beres. “Kamu sudah cek semua yang kuperintahkan?” Ezra mengangguk. “Sudah Bos. Namanya Wanto. Di sudah menikah, punya seorang anak dan istrinya sedang mengandung.” Bastian mendengarkan dengan seksama. “Saya juga sudah mengecek latar belakangnya. Dia tidak pernah ikut dalam organisasi terlarang atau perkumpulan yang berbahaya. Kelihatannya hidupnya biasa dan lurus-lurus saja.” “Dia sudah bekerja sebagai supir truk selama 5 tahun. Tidak ada yang mencurigakan. Keluarganya hidup pas-pasan dan ia tidak pernah menyebabkan masalah di lingkungan tempatnya tinggal,” tutur Ezra. Sampai di sini Bastian mengerutkan keningnya dengan ragu. Apa ia telah salah menilai keadaan?
Ravioli, mafia dan penyeludup yang terkenal di Emerald City itu berseru dengan sombongnya “Ambil ini! Jangan bilang kalau minuman ini berpengaruh pada busa di perutmu itu.” Ia kembali menyodorkan minuman keras itu ke hadapan Elsie. Elsie menghela nafas dan menatap Ravioli dengan kesal. Ia lalu meraih gelas vodka yang disodorkan padanya. Sial! Bagaimana dia tahu aku tidak sedang hamil? Batin Elsie. Ia lalu meneguk Vodka itu hingga habis kemudian menaruh gelas kosong di atas meja dengan keras. Rasa keras vodka Rasputin dengan 70 persen alcohol itu terasa di tenggorokan dan tubuhnya seketika menghangat. Persetan! Umpat Elsie merasakan sengatan alkohol itu. Mungkin ia kemang membutuhkan ya saat ini. Saat di mana ia harus bertemu dengan setan mafia di hadapannya. “Ckckckc… kamu sama sekali tidak berubah Elsie.” Ravioli berdecak melihat hal itu. Jika wanita lain pasti tidak mampu menegak habis begitu saja minuman sekeras itu. “Statusmu sebagai istri baik-baik seorang Bastian Aryo Dw
“Saya menyatakan keberatan, Yang Mulia. Saudara kuasa hukum penggugat belum mendaftarkan saksi tersebut dalam berita acara, sehingga sebaiknya tidak dihadirkan dalam sidang hari ini.” Chandra berusaha menghalangi siapa pun saksi yang dimiliki tim kuasa hukum penggugat untuk bersaksi. Ia mempunyai fisrasat jika saksi ini akan bisa mementahkan sangkalan Elsie baru saja.Dan jika hal itu terjadi, pihaknya akan dipastikan kalah dalam persidangan itu, dan Elsie bisa dikenakan pasal yang menjeratnya dalam kesaksian palsu.Belum lagi kredibilitas firma hukum miliknya yang akan dipertaruhkan jika ia kalah lagi dalam kasus ini. Ditambah lagi, kasus ini telah menarik begitu banyak atensi publik.Akan tetapi Adnan tidak mau menyerah begitu saja. “Yang Mulia, kedua saksi ini memang belum kami daftarkan dalam berita acara. Namun saya yakin bahwa saksi-saksi ini bisa memberikan titik terang terhadap kasus ini. Kami harap Yang Mulia bisa memberikan ijin.”Dua saksi? Kanaya dan Bastian saling berad
Elsi sadar betapa gugupnya Chandra dan bahkan Agni, mamanya. Namun ia sudah kepalang tanggung. Jika ia mundur dan mengatakan hal sebenarnya, ia akan terlibat perkara yang lebih berat. “Bastian, dia mengatakan—akan mencelakai Mamaku— kalau aku tidak membuat pengakuan itu…” Bukan hanya berkata bohong, namun Elsie juga membumbuinya dengan isak dan tangis.Hadirin kembali bersuara heboh.“Tidak mungkin Bastian melakukan hal seperti itu!”“Itu mungkin saja! Kamu tidak paham, bahwa sebagai orang kaya yang memiliki segalanya, dia bisa saja melakukan hal itu! Apalagi jika uang berbicara!”“Benar! Kamu tahu kan kalau Bastian sangat melindungi istrinya, Kanaya. Dia pasti akan melakukan apa saja demi membalaskan sakit hati istrinya itu!”“Walaupun dengan mengkambinghitamkan mantan istri?”Suara-suara sumbang terdengar memihak dan bahkan berempati pada kubu Elsie.Agni bahkan menangis tersedu-sedu sambil memegangi dadanya, membuat sandiwara Elsie itu semakin meyakinkan.Di sisi lain, Kanaya meng
Kanaya dan Bastian dengan bergandengan tangan mendatangi gedung Pengadilan Negeri bersama-sama dengan tim kuasa hukum mereka. Bersama mereka, Ezra, Jay dan beberapa anak buahnya menjaga kedua pasangan itu dari gangguan yang membahayakan ataupun membuat mereka tidak nyaman.Hanya tinggal beberapa menit saja sebelum jadwal sidang mereka di mulai saat mereka memasuki ruangan sidang. Sidang kasus penculikan itu dibuka untuk umum, sehingga ruangan sidang itu cukup banyak dihadiri oleh masyarakat yang menaruh perhatian besar pada kasus itu maupun dari media masa yang meliput jalannya sidang secara langsung.Keingintahuan publik pada apa yang terjadi dalam rumah tangga orang-orang kelas atas seperti Bastian begitu besar. Segala sesuatu yang menyangkut hubungan Bastian-Kanaya serta berita yang menyangkut Elsie, mantan istri Bastian yang terlibat masalah hukum, sangat menarik perhatian publik sehingga media pun berlomba-lomba untuk mendapatkan informasi yang paling faktual dan terpercaya.B
“Elsie, katakan saja ada apa…” ucap Agni dengan pasrah. Putrinya itu telah divonis bersalah dalam sidang sebelumnya. Apalagi yang ia harapkan? Sejak kecil putrinya itu memang sulit diberitahu. Selalu saja melakukan segala sesuatu semaunya. Kalau saja putrinya itu selalu mendengarkan perkataannya, mungkin semua kesialan ini tidak akan terjadi! “Sepertinya aku membuat kesalahan…” ucap Elsie pelan sambil menatap bergantian mama dan pengacaranya. “Apa yang kamu lakukan?” tanya Agni. Sementara Chandra hanya bisa menghela nafas menyadari berita buruk yang akan Elsie sampaikan. “Aku—membuat pengakuan beberapa hari yang lalu,” jawabnya dengan gugup. “Apa maksudmu membuat pengakuan—beberapa hari yang lalu?” Agni tidak mengerti. Bagaimana mungkin Elsie membuat pengakuan tanpa ia atau pengacara mengetahuinya? “Bu Elsie, apa yang sudah Anda akui?” Chandra angkat bicara. Mendengar kata “pengakuan”, ia semakin ketar-ketir. Kliennya yang satu ini memang penuh kejutan dan membuat spot jantung
Rumah tahanan wanita. Elsie sedang bersiap-siap di selnya untuk menghadiri sidang dalam kasus penculikan Kanaya. Beberapa jam lagi persidangan itu akan di mulai. Ia tampak tidak bersemangat. Hal ini karena pengakuan yang terpaksa ia lakukan saat Bastian mendatanginya beberapa waktu yang lalu. Mantan suaminya itu mendesaknya untuk mengakui keterlibatannya dalam kasus penculikan itu. Kalau ia tidak melakukannya, Bastian akan memberikan bukti-bukti keterlibatannya dalam kasus yang lebih berat, yaitu keterlibatannya dalam tabrakan yang menewaskan Direktur Alex dan Dokter Tyo serta dua orang lainnya. Dan jika Bastian benar-benar menyerahkan bukti-bukti yang dia miliki, tuntutannya bukan lagi penjara, tetapi nyawanya juga akan menjadi taruhannya. Sebab, 4 nyawa melayang karena kejadian itu. Sedang membenahi penampilannya, tiba-tiba saja ia mendengar seseorang memanggil namanya dengan berbisik. “Elsie! Elsie!” Elsie mengerutkan keningnya. Ia penasaran siapa yang memanggilnya,
Hampir satu jam sudah Indra berada di dalam ruangan operasi. Ia terpaksa harus melakukan tindakan operasi cesar demi keselamatan pasien dan bayi yang dikandungnya. Indra melepas baju terusan operasi serta atribut lainnya sebelum ia berjalan dari ruangan scrub klinik kesuburan miliknya itu. Indra melihat ke kanan dan ke kiri lorong di depan ruangan bersalin tempat ia terakhir bertemu Gita. Namun saat itu, ia tidak melihat gadis itu. Lorong itu tampak sunyi dan sepi, dan hanya ada seorang perawat yang sedang berjalan ke arahnya. “Kamu tahu di mana Gita—perempuan yang datang bersama saya?” tanya Indra pada perawat itu saat mereka berpapasan. “Dia di sana Dok, di ruang bermain anak,” tunjuk perawat itu ke satu arah. Indra hendak mengucapkan terima kasih dan pergi, saat perawat itu lanjut berkata, “Dok, teman Dokter itu tampaknya sangat menyukai anak-anak. Hanya perlu beberapa menit saja untuk dia menenangkan putranya Bu Lia. Padahal kita semua sudah mencoba menenangkannya sebelum
Indra masih tampak ragu.“Sepertinya kakak benar. Gak pa-pa kan Ndra kalau mobilmu diparkir di sini? Toh setelah konser kita kembali lagi ke sini, bagaimana?” Gita juga menyetujui usulan Ardyan. Dan ia berharap Indra mau menyetujuinya.“Baiklah. Kita naik mobilmu saja,” ucap Indra akhirnya menyetujui.Indra pun sebenarnya menyadari jika ide Ardyan itu lebih mudah dan efisien untuk mereka. Hanya saja, ia terbiasa membawa mobilnya sendiri. Terlebih jika ia dibutuhkan segera dalam keadaan emergency.Namun kali ini ia berkompromi demi acara mereka malam ini.“Begitu dong! Nurut sama kakak… kakak ipar maksudnya…” seloroh Ardyan sambil menunjuk dadanya.Ia hanya bercanda saja. Sebab jika ia dan Indra masing-masing menikahi Aliya dan Gita, bukankah ia akan menjadi ipar yang lebih tua untuk Indra?“Wooo… In your dream!” balas Indra dengan canda sambil dengan sengaja menyenggol bahu Ardyan dan berjalan menuju mobil.Mendengar hal itu mereka pun tertawa. Mereka berempat pun berangkat ke Emeral
Sementara itu, di halaman parkir sebuah apartemen di pusat kota, Indra baru saja turun dari mobilnya. Ia baru saja selesai bekerja. Rambutnya masih terlihat basah setelah mandi dan berganti pakaian di klinik miliknya. Indra tampak sudah familiar dengan apartemen itu. Tanpa ragu ia memasuki lift dan naik ke lantai yang ia tuju tanpa ada kendala. Di depan sebuah unit apartemen, Indra merapikan rambut dan pakaiannya sebelum memencet bel di pintu. Tidak lama pintu terbuka, dan ia bertemu Aliya. “Halo Aliya, Gita-nya ada?” Bukan hal aneh bertemu Aliya di sana. Sebab, Gita dan Aliya tinggal di apartemen yang sama. Hanya saja Indra memang jarang bertemu Aliya setiap kali ia bertandang ke apartemen itu. Sebab sebagai seorang reporter, Aliya kerap pergi mencari berita. Aliya tersenyum dan membuka pintu lebih lebar untuknya. “Silahkan masuk, Dr. Indra. Gita ada di dalam.” Indra masuk ke dalam apartemen itu dan duduk dengan sopan, menunggu wanita yang kerap ditemuinya selama beberapa
“Tapi kamu tidak perlu kuatir, Yang. Mereka tidak akan menggunakannya untuk maksud jahat. Percayalah padaku,” ucap Kanaya meyakinkan suaminya itu. “Bagaimana kamu bisa yakin?” tanya Bastian sambil menatap Kanaya dan mengangkat satu alisnya. “Karena aku yang mengatakannya, Sayang…” jawab Kanaya. Ia menjadi gemas oleh sifat pencemburu Bastian, sehingga mencubit hidung mancung suaminya itu dengan gemas. Bastian mengaduh, tetapi ia tidak marah. Ia justru membalasnya dengan menggigit ujung hidung Kanaya dengan sama gemas sebelum menggesekkannya dengan ujung hidungnya sendiri. Mereka berdua tertawa dengan saling menatap. Bastian menghela nafas dan terus menatap lekat kedua mata almond di hadapannya. Menyelami keteduhan yang ia rasakan di sana. Entah bagaimana, ia percaya pada penilaian Kanaya, dan tidak lagi khawatir. “Tunggu apa lagi?” tanya Kanaya tiba-tiba, membuat Bastian mengangkat alisnya tidak mengerti. “Kapan kamu akan menghukumku?” Kanaya bertanya sambil menatap Bastian, s