Di depan ruangan operasi, Kanaya duduk menunggu jalannya operasi transplantasi jantung yang dilakukan oleh Dokter Nathan dan timnya. Operasi dilakukan begitu ERC menerima organ jantung itu setelah menunggu pengiriman organ dari Jepang, di mana letak donor organ itu berasal. Proses pengiriman organ itu berlangsung relatif cepat dengan menggunakan transportasi udara. Penerbangan yang seharusnya memakan waktu tujuh jam, di percepat dengan menggunakan pesawat jet pribadi dan helikopter sehingga bisa sampai hanya dalam waktu 5 jam saja. Kanaya menunggu dengan gelisah. Ia melirik jam tangannya dan beranjak dari duduknya. Ia berjalan mondar-mandir sambil sesekali melirik ke arah pintu ruangan operasi. Saat itu hampir jam 11 malam, dan Kanaya sudah menunggu selama lebih dari 3 jam lamanya. Namun operasi belum juga selesai. Dokter Nathan mengatakan jika operasi besar seperti itu bisa berlangsung cukup lama antara 3 sampai 5 jam, tergantung dari kondisi setiap pasien. Bastian data
“Apa yang kamu dapat?” tanya Bastian sambil ia melipat tangan di depan dada, menghalau dinginnya malam. “Di kantor polisi orang itu telah mengakui kesalahannya dan ia rela dihukum atas perbuatannya.” Bastian menatik nafas mendengar penjelasan Ezra. Orang itu terlalu mudah mengaku salah. Ia merasa ada sesuatu yang tidak beres. “Kamu sudah cek semua yang kuperintahkan?” Ezra mengangguk. “Sudah Bos. Namanya Wanto. Di sudah menikah, punya seorang anak dan istrinya sedang mengandung.” Bastian mendengarkan dengan seksama. “Saya juga sudah mengecek latar belakangnya. Dia tidak pernah ikut dalam organisasi terlarang atau perkumpulan yang berbahaya. Kelihatannya hidupnya biasa dan lurus-lurus saja.” “Dia sudah bekerja sebagai supir truk selama 5 tahun. Tidak ada yang mencurigakan. Keluarganya hidup pas-pasan dan ia tidak pernah menyebabkan masalah di lingkungan tempatnya tinggal,” tutur Ezra. Sampai di sini Bastian mengerutkan keningnya dengan ragu. Apa ia telah salah menilai keadaan?
Ravioli, mafia dan penyeludup yang terkenal di Emerald City itu berseru dengan sombongnya “Ambil ini! Jangan bilang kalau minuman ini berpengaruh pada busa di perutmu itu.” Ia kembali menyodorkan minuman keras itu ke hadapan Elsie. Elsie menghela nafas dan menatap Ravioli dengan kesal. Ia lalu meraih gelas vodka yang disodorkan padanya. Sial! Bagaimana dia tahu aku tidak sedang hamil? Batin Elsie. Ia lalu meneguk Vodka itu hingga habis kemudian menaruh gelas kosong di atas meja dengan keras. Rasa keras vodka Rasputin dengan 70 persen alcohol itu terasa di tenggorokan dan tubuhnya seketika menghangat. Persetan! Umpat Elsie merasakan sengatan alkohol itu. Mungkin ia kemang membutuhkan ya saat ini. Saat di mana ia harus bertemu dengan setan mafia di hadapannya. “Ckckckc… kamu sama sekali tidak berubah Elsie.” Ravioli berdecak melihat hal itu. Jika wanita lain pasti tidak mampu menegak habis begitu saja minuman sekeras itu. “Statusmu sebagai istri baik-baik seorang Bastian Aryo Dw
“Ibu, Naya pulang dulu ya. Ibu istirahat yang cukup, ikuti apa kata dokter dan perawat,” ucap Kanaya berpamitan. Ia mengecup pipi kanan dan kiri ibunya itu sambil tersenyum. Beberapa hari sudah sejak operasi transplantasi jantung berhasil dilakukan. Ayunda masih mendapatkan perawatan di ruangan High Care Unit. Ia belum diperbolehkan untuk pulang dan harus menjalani program rehabilitasi jantung selama dua minggu di rumah sakit. Selama menjalani program itu, tim dokter mengamati reaksi tubuh Ayunda terhadap jantung baru yang dicangkokkan di tubuhnya. Untuk itu, kondisi tubuh Ayunda harus di cek setiap hariselama dua minggu lamanya. Dari mulai tekanan darah, suhu tubuh, detak dan denyut jantung, serta berat badan. Ayunda pun harus mengkonsumsi beberapa jenis obat-obatan setiap harinya. Selain itu ia juga harus menjalani biopsi jantung setiap minggu untuk mengecek jika ada infeksi atau penolakan tubuh terhadap jantung baru itu. “Jangan kuatir, Naya. Ibu juga ingin sehat kembali, bi
Jantung Kanaya berdebar melihat mobil itu datang. Namun ternyata Bastian tidak datang ke rumah. Hanya Rafles yang ada di dalam mobil itu.Supir pribadi Bastian itu datang membawakan Kanaya beberapa buah bantal dengan ukuran dan bentuk.“Apa ini?” Kanaya merasa heran saat melihatnya. Bukan hanya karena bentuknya yang aneh, bamun juga karena Bastian tidak mengatakan apa pun mengenai hal ini.“Ini Bu, maternity pillow. Bapak pesan sama temannya di Singapura, dan saya baru mengambilnya di bandara,” ujar Rafles menerangkan panjang lebar.Pesan di Singapura? Batin Kanaya cukup terkejut.“Ini ada brosur petunjuk di dalamnya, nanti ibu bisa lihat-lihat untuk fungsi dan kegunaannya.” tambah Rafles sambil mengangguk dan menunjuk brosur yang terlihat dari luar plastik pembungkus bantal itu.Kanaya mengangguk. Ia pasti akan membaca brosur itu. Sebab ia ingin tahu apa saja fungsi setiap bantal itu. “Saya balik dulu ya Bu, saya mau ke kantor Bapak, sebentar lagi Bapak selesai meeting,” ujar Rafle
“Saya tidak dengar apa-apa, Bos!” seru Ezra sambil membuat tanda garis melitang di depan mulut dengan tangannya.Padahal jelas Ezra mendengar percakapan Bosnya itu dengan Kanaya. Gestur Ezra hanya menyatakan jika ia akan tutup mulut dan tidak akan memberitahukan apa yang didengarnya pada orang lain.Bastian sadar itu bukan kesalahan Ezra. Asistennya itu memang sudah berada di sana sebelum ia menghubungi Kanaya. Hanya saja sebagai seorang Bos, ia harus menjaga harga dirinya. “Berikan berkas itu!” seru Bastian masih dengan tatapan melotot sembari menunjuk berkas di tangan Ezra. Ezra tidak membantah. Ia segera meletakkan dokumen yang ia bawa ke atas meja kerja Bastian. Sebentar saja Bastian sudah kembali sibuk bekerja. Sambil mengecek dan menandatangani berkas-berkas itu, ia menanyakan banyak hal yang berhubungan dengan pekerjaan kanyor pada Ezra.“Untuk tender besok lusa, semua sudah siap Zra?” tanya Bastian sambil matanya membaca dokumen di hadapannya. “Sudah Bos. Tetapi ada hal y
Di halaman gedung City Hall, mobil-mobil mewah bernilai miliaran berhenti di depan lobi. Disinilah para pengusaha di Eastasia mencoba peruntungan untuk mendapatkan tender mega proyek urban planning untuk menciptakan integrated transport and land.Proyek ini berskala besar dan nilainya fantastik, karena akan melingkupi penyediaan transportasi publik dan penyediaan area hijau di seluruh bagian Eastasia. Itu sebabnya, banyak perushaan besar yang mendaftar untuk mengikuti tender tersebut.Dwipangga Corporation pun tidak ketinggalan. Mereka mendapat undangan untuk menghadirinya.Bastian, Ezra dan beberapa orang tim tender perusahaan datang ke tempat acara.Mobil Maybach hitam yang dikendarai Rafles berhenti tepat di depan lobi gedung itu. Dan saat Bastian melangkahkan kakinya keluar, beberapa orang panitia tender langsung menyambutnya.“Selamat datang, Pak Bastian. Apa kabar? Senang sekali Bapak bisa hadir di sini. Silahkan Pak Bastian m, sebelah sini,” ketua panitia tender itu sendiri
“Akhirnya kamu berani menampakkan batang hidungmu. Tampaknya sudah bosan bersembunyi,” sindir Bastian sambil membalas senyum sarkas Reno. Kedua pria yang sekilas tampak memiliki kemiripan itu saling berhadapan. Keduanya memancarkan aura yang kuat, meskipun postur tubuh Bastian lebih tinggi dan ia tampak lebih mengintimidasi. Reno terkekeh mendengar sindiran Bastian itu. “Aku tidak akan mengatakan bersembunyi. Katakanlah, aku sedang mengamati. Dan aku harus mengakui, kehidupanmu sungguh berwarna, Bas.” ucap Reno sambil mengerling, menyimpan suatu misteri dari tatapan matanya. Bastian mendengus dan menatap pria dihadapannya dengan tak acuh. Bukan hal baru bagi Bastian jika Reno berusaha mengulik kehidupan pribadinya. Namun sejauh mana dia mengetahui kehidupan pribadinya? “Ternyata kehidupanku begitu menarik perhatianmu,” ucap Bastian sambil terkekeh?? Ia lalu maju selangkah sehingga kedua pria itu saling beradu tatap dalam jarak yang dekat. “Saranku, berhenti ingin tahu kehidupa
“Saya menyatakan keberatan, Yang Mulia. Saudara kuasa hukum penggugat belum mendaftarkan saksi tersebut dalam berita acara, sehingga sebaiknya tidak dihadirkan dalam sidang hari ini.” Chandra berusaha menghalangi siapa pun saksi yang dimiliki tim kuasa hukum penggugat untuk bersaksi. Ia mempunyai fisrasat jika saksi ini akan bisa mementahkan sangkalan Elsie baru saja.Dan jika hal itu terjadi, pihaknya akan dipastikan kalah dalam persidangan itu, dan Elsie bisa dikenakan pasal yang menjeratnya dalam kesaksian palsu.Belum lagi kredibilitas firma hukum miliknya yang akan dipertaruhkan jika ia kalah lagi dalam kasus ini. Ditambah lagi, kasus ini telah menarik begitu banyak atensi publik.Akan tetapi Adnan tidak mau menyerah begitu saja. “Yang Mulia, kedua saksi ini memang belum kami daftarkan dalam berita acara. Namun saya yakin bahwa saksi-saksi ini bisa memberikan titik terang terhadap kasus ini. Kami harap Yang Mulia bisa memberikan ijin.”Dua saksi? Kanaya dan Bastian saling berad
Elsi sadar betapa gugupnya Chandra dan bahkan Agni, mamanya. Namun ia sudah kepalang tanggung. Jika ia mundur dan mengatakan hal sebenarnya, ia akan terlibat perkara yang lebih berat. “Bastian, dia mengatakan—akan mencelakai Mamaku— kalau aku tidak membuat pengakuan itu…” Bukan hanya berkata bohong, namun Elsie juga membumbuinya dengan isak dan tangis.Hadirin kembali bersuara heboh.“Tidak mungkin Bastian melakukan hal seperti itu!”“Itu mungkin saja! Kamu tidak paham, bahwa sebagai orang kaya yang memiliki segalanya, dia bisa saja melakukan hal itu! Apalagi jika uang berbicara!”“Benar! Kamu tahu kan kalau Bastian sangat melindungi istrinya, Kanaya. Dia pasti akan melakukan apa saja demi membalaskan sakit hati istrinya itu!”“Walaupun dengan mengkambinghitamkan mantan istri?”Suara-suara sumbang terdengar memihak dan bahkan berempati pada kubu Elsie.Agni bahkan menangis tersedu-sedu sambil memegangi dadanya, membuat sandiwara Elsie itu semakin meyakinkan.Di sisi lain, Kanaya meng
Kanaya dan Bastian dengan bergandengan tangan mendatangi gedung Pengadilan Negeri bersama-sama dengan tim kuasa hukum mereka. Bersama mereka, Ezra, Jay dan beberapa anak buahnya menjaga kedua pasangan itu dari gangguan yang membahayakan ataupun membuat mereka tidak nyaman.Hanya tinggal beberapa menit saja sebelum jadwal sidang mereka di mulai saat mereka memasuki ruangan sidang. Sidang kasus penculikan itu dibuka untuk umum, sehingga ruangan sidang itu cukup banyak dihadiri oleh masyarakat yang menaruh perhatian besar pada kasus itu maupun dari media masa yang meliput jalannya sidang secara langsung.Keingintahuan publik pada apa yang terjadi dalam rumah tangga orang-orang kelas atas seperti Bastian begitu besar. Segala sesuatu yang menyangkut hubungan Bastian-Kanaya serta berita yang menyangkut Elsie, mantan istri Bastian yang terlibat masalah hukum, sangat menarik perhatian publik sehingga media pun berlomba-lomba untuk mendapatkan informasi yang paling faktual dan terpercaya.B
“Elsie, katakan saja ada apa…” ucap Agni dengan pasrah. Putrinya itu telah divonis bersalah dalam sidang sebelumnya. Apalagi yang ia harapkan? Sejak kecil putrinya itu memang sulit diberitahu. Selalu saja melakukan segala sesuatu semaunya. Kalau saja putrinya itu selalu mendengarkan perkataannya, mungkin semua kesialan ini tidak akan terjadi! “Sepertinya aku membuat kesalahan…” ucap Elsie pelan sambil menatap bergantian mama dan pengacaranya. “Apa yang kamu lakukan?” tanya Agni. Sementara Chandra hanya bisa menghela nafas menyadari berita buruk yang akan Elsie sampaikan. “Aku—membuat pengakuan beberapa hari yang lalu,” jawabnya dengan gugup. “Apa maksudmu membuat pengakuan—beberapa hari yang lalu?” Agni tidak mengerti. Bagaimana mungkin Elsie membuat pengakuan tanpa ia atau pengacara mengetahuinya? “Bu Elsie, apa yang sudah Anda akui?” Chandra angkat bicara. Mendengar kata “pengakuan”, ia semakin ketar-ketir. Kliennya yang satu ini memang penuh kejutan dan membuat spot jantung
Rumah tahanan wanita. Elsie sedang bersiap-siap di selnya untuk menghadiri sidang dalam kasus penculikan Kanaya. Beberapa jam lagi persidangan itu akan di mulai. Ia tampak tidak bersemangat. Hal ini karena pengakuan yang terpaksa ia lakukan saat Bastian mendatanginya beberapa waktu yang lalu. Mantan suaminya itu mendesaknya untuk mengakui keterlibatannya dalam kasus penculikan itu. Kalau ia tidak melakukannya, Bastian akan memberikan bukti-bukti keterlibatannya dalam kasus yang lebih berat, yaitu keterlibatannya dalam tabrakan yang menewaskan Direktur Alex dan Dokter Tyo serta dua orang lainnya. Dan jika Bastian benar-benar menyerahkan bukti-bukti yang dia miliki, tuntutannya bukan lagi penjara, tetapi nyawanya juga akan menjadi taruhannya. Sebab, 4 nyawa melayang karena kejadian itu. Sedang membenahi penampilannya, tiba-tiba saja ia mendengar seseorang memanggil namanya dengan berbisik. “Elsie! Elsie!” Elsie mengerutkan keningnya. Ia penasaran siapa yang memanggilnya,
Hampir satu jam sudah Indra berada di dalam ruangan operasi. Ia terpaksa harus melakukan tindakan operasi cesar demi keselamatan pasien dan bayi yang dikandungnya. Indra melepas baju terusan operasi serta atribut lainnya sebelum ia berjalan dari ruangan scrub klinik kesuburan miliknya itu. Indra melihat ke kanan dan ke kiri lorong di depan ruangan bersalin tempat ia terakhir bertemu Gita. Namun saat itu, ia tidak melihat gadis itu. Lorong itu tampak sunyi dan sepi, dan hanya ada seorang perawat yang sedang berjalan ke arahnya. “Kamu tahu di mana Gita—perempuan yang datang bersama saya?” tanya Indra pada perawat itu saat mereka berpapasan. “Dia di sana Dok, di ruang bermain anak,” tunjuk perawat itu ke satu arah. Indra hendak mengucapkan terima kasih dan pergi, saat perawat itu lanjut berkata, “Dok, teman Dokter itu tampaknya sangat menyukai anak-anak. Hanya perlu beberapa menit saja untuk dia menenangkan putranya Bu Lia. Padahal kita semua sudah mencoba menenangkannya sebelum
Indra masih tampak ragu.“Sepertinya kakak benar. Gak pa-pa kan Ndra kalau mobilmu diparkir di sini? Toh setelah konser kita kembali lagi ke sini, bagaimana?” Gita juga menyetujui usulan Ardyan. Dan ia berharap Indra mau menyetujuinya.“Baiklah. Kita naik mobilmu saja,” ucap Indra akhirnya menyetujui.Indra pun sebenarnya menyadari jika ide Ardyan itu lebih mudah dan efisien untuk mereka. Hanya saja, ia terbiasa membawa mobilnya sendiri. Terlebih jika ia dibutuhkan segera dalam keadaan emergency.Namun kali ini ia berkompromi demi acara mereka malam ini.“Begitu dong! Nurut sama kakak… kakak ipar maksudnya…” seloroh Ardyan sambil menunjuk dadanya.Ia hanya bercanda saja. Sebab jika ia dan Indra masing-masing menikahi Aliya dan Gita, bukankah ia akan menjadi ipar yang lebih tua untuk Indra?“Wooo… In your dream!” balas Indra dengan canda sambil dengan sengaja menyenggol bahu Ardyan dan berjalan menuju mobil.Mendengar hal itu mereka pun tertawa. Mereka berempat pun berangkat ke Emeral
Sementara itu, di halaman parkir sebuah apartemen di pusat kota, Indra baru saja turun dari mobilnya. Ia baru saja selesai bekerja. Rambutnya masih terlihat basah setelah mandi dan berganti pakaian di klinik miliknya. Indra tampak sudah familiar dengan apartemen itu. Tanpa ragu ia memasuki lift dan naik ke lantai yang ia tuju tanpa ada kendala. Di depan sebuah unit apartemen, Indra merapikan rambut dan pakaiannya sebelum memencet bel di pintu. Tidak lama pintu terbuka, dan ia bertemu Aliya. “Halo Aliya, Gita-nya ada?” Bukan hal aneh bertemu Aliya di sana. Sebab, Gita dan Aliya tinggal di apartemen yang sama. Hanya saja Indra memang jarang bertemu Aliya setiap kali ia bertandang ke apartemen itu. Sebab sebagai seorang reporter, Aliya kerap pergi mencari berita. Aliya tersenyum dan membuka pintu lebih lebar untuknya. “Silahkan masuk, Dr. Indra. Gita ada di dalam.” Indra masuk ke dalam apartemen itu dan duduk dengan sopan, menunggu wanita yang kerap ditemuinya selama beberapa
“Tapi kamu tidak perlu kuatir, Yang. Mereka tidak akan menggunakannya untuk maksud jahat. Percayalah padaku,” ucap Kanaya meyakinkan suaminya itu. “Bagaimana kamu bisa yakin?” tanya Bastian sambil menatap Kanaya dan mengangkat satu alisnya. “Karena aku yang mengatakannya, Sayang…” jawab Kanaya. Ia menjadi gemas oleh sifat pencemburu Bastian, sehingga mencubit hidung mancung suaminya itu dengan gemas. Bastian mengaduh, tetapi ia tidak marah. Ia justru membalasnya dengan menggigit ujung hidung Kanaya dengan sama gemas sebelum menggesekkannya dengan ujung hidungnya sendiri. Mereka berdua tertawa dengan saling menatap. Bastian menghela nafas dan terus menatap lekat kedua mata almond di hadapannya. Menyelami keteduhan yang ia rasakan di sana. Entah bagaimana, ia percaya pada penilaian Kanaya, dan tidak lagi khawatir. “Tunggu apa lagi?” tanya Kanaya tiba-tiba, membuat Bastian mengangkat alisnya tidak mengerti. “Kapan kamu akan menghukumku?” Kanaya bertanya sambil menatap Bastian, s