Sebelum tubuhnya mendekat, Karina dapat merasakan hawa dingin yang menusuk tulang dari tubuh Rafael.Hanya seperti itu Karina sudah sangat kedinginan. Bagaimana dengan Rafael yang merupakan sumber hawa dingin itu? Rasa sakit seperti apa yang dia tanggung?Karina tidak ingin terlalu banyak pikir. Dia membuka bibir Rafael dengan paksa, memasukkan obat dan air ke dalam mulutnya.Karena dia menutup bibir Rafael, Rafael tidak bisa memuntahkan obat dan air tersebut. Setelah melihat Rafael menelan obatnya, Karina baru merasa lega. Ketika dia hendak bangun, sebuah tangan besar tiba-tiba menekan lehernya, mendekapnya sekuat tenaga.Suhu tubuh Karina yang sangat panas merupakan godaan besar bagi Rafael yang saat ini merasa sangat kedinginan.Sentuhan hangat di bibirnya membuat tubuh Karina menegang. 'Terulang lagi?'Dia tidak tahu bagaimana harus mengeluh. Penyakit Rafael sangat aneh. Penyakitnya datang tiba-tiba, lalu tubuhnya akan sedingin es dan akan kehilangan kesadaran. Namun, ketika mendap
Karina terkejut, dia mengira Rafael sudah bangun.Dia menoleh ke belakang, menemukan bahwa itu sepertinya hanya tindakan bawah sadar Rafael. Dia menghela napas, berjongkok dan mencoba melepaskan tangan Rafael.Namun, genggaman Rafael sangat kuat, seakan-akan tidak ingin melepaskan sesuatu yang sangat berharga. Setelah berusaha untuk beberapa saat, Karina tetap bisa melepaskan genggaman Rafael dari pergelangan tangannya.Karina mulai sedikit marah. 'Kenapa dia bisa begitu kuat meski sedang nggak sadarkan diri?'"Jangan tinggalkan aku ...."Bibir tipis Rafael yang sedikit pucat terbuka sedikit, dia bergumam di tengah tidurnya.Karina terkejut, Wajah tampah Rafael terlihat pucat dan begitu rapuh.Pria tampan yang sakit-sakitan adalah salah satu spesies yang dapat membangkitkan simpati para gadis. Bahkan Karina merasa kasihan ketika dia melihat Rafael seperti ini.Namun, dia tahu bahwa sisi ini hanya akan muncul saat Rafael sakit. Dalam keadaan normal, Rafael tetaplah pemuda sombong yang s
Karina menekan rasa kantuknya, menutupi Rafael dengan selimut dan menepuk-nepuk Rafael seperti sedang menghibur anak kecil untuk tidur. Setelah berpikir, dia merasa malam ini dia pasti tidak akan bisa tidur tenang, jadi dia memutuskan untuk tidak tidur, menjaga Rafael agar penyakitnya tidak kambuh lagi.Dia hanya berharap, Rafael akan berterima kasih padanya setelah dirawat semalam dengan tidak akan mengganggunya lagi.Sepanjang malam ini, seperti yang diperkirakan Karina, suhu tubuh Rafael sebentar-bentar dingin, sebentar-bentar panas. Rafael baru tertidur lelap ketika sudah subuh.Sementara Karina, dia terlihat sangat kelelahan. Matanya sangat merah dan dia sudah tidak dapat menahan rasa kantuknya.Setelah memastikan bahwa Rafael tidak akan menimbulkan masalah lagi, Karina sangat tersentuh hingga ingin menangis. 'Tuan Muda ini akhirnya tenang!'Karena kembali rileks, dia tidak bisa menahan rasa kantuk yang menyerangnya lagi. Setelah menguap beberapa kali, Karina pun tertidur dengan k
Karina baru terbangun dari tidurnya saat hari sudah siang.Bisa bangun secara alami adalah hal yang sangat membahagiakan. Setelah melakukan peregangan, dia merasa setiap tubuhnya terasa sangat nyaman.Seperti saat berada di asrama, dia memeluk selimut, berlama-lama di kasur dan tidak ingin membuka matanya.Ketika terdengar tawa kecil di sampingnya, Karina baru menyadari bahwa dia sekarang tidak berada di asrama.Dia seketika bangkit duduk, lalu melihat Rafael duduk di sudut sofa sedang menatapnya sambil tertawa kecil.Rasa malu langsung menyerang Karina.'Kenapa aku ada di sofa? Sudah berapa lama dia memandangku?'Ketika menyadari seorang pria memperhatikan dirinya sedang tidur, Karina merasa malu sampai tidak berani menatap Rafael. Dia refleks menjambak rambut panjangnya yang lembut dan bertanya, "Kapan kamu bangun?"Karina sebenarnya ingin bertanya sudah berapa dia menatap dirinya tidur?Rafael meletakkan koran yang dia baca dan berkata dengan santai, "Belum lama, hanya lima atau ena
Selain sifat Rafael tidak terlalu bagus, Karina tidak dapat menemukan kekurangan yang lain.'Memang tak ada orang yang sempurna!'Saat makan, mereka berdua sangat diam, sepenuhnya menunjukkan tata krama tidak berbicara saat sedang makan.Namun, suasana seperti itu justru sangat menyedihkan.Teringat Rafael tumbuh dalam lingkungan keluarga seperti itu, Karina mulai bersimpati kepada Rafael. Keluarga bangsawan penuh dengan berbagai aturan, berbeda dengan keluarga biasa yang jauh lebih santai.Jika harus memilih, Karina pasti akan memilih hidup bebas daripada terikat oleh banyak aturan.Sesudah makan, Karina ingin mencuci piring, tetapi Rafael bilang padanya tidak perlu karena nanti akan ada orang yang datang mencucinya.Sekarang, ada hal yang lebih penting yang ingin Rafael beri tahu kepada Karina.Karina seketika merasa sedikit takut, melihat api hasrat yang terpancar dari mata gelap Rafael.'Seharusnya nggak akan terjadi apa-apa, 'kan?'Karina mengikuti Rafael masuk ke ruang kerja. Beg
Karina tiba-tiba merasa tidak dapat menanggung detak jantungnya saat ini, sepasang mata berwarna cokelat terangnya sedikit bergetar saat dia terpaksa menatap Rafael.'Aneh! Rafael memang sangat aneh!'Sebelumnya, dia merasa Rafael memiliki aura hangat meski bersikap mengintimidasi.Selalu membuat dirinya sangat kesal, tetapi tidak membuatnya takut.Namun, aura yang terpancar saat ini membuat orang merasa tertekan dan merinding.Gigi Karina bergemeletuk. "Aku ... nggak takut ....""Nggak takut?" Rafael tertawa kecil, menyentuh wajah kecil Karina yang pucat dengan lembut dan tatapannya semakin mendalam. "Kalau nggak takut, kenapa wajahmu begitu pucat?" tanya Rafael.Kulit yang disentuh oleh Rafael terasa seperti terbakar. Karina langsung menghindari tangan Rafael seperti baru tersengat listrik."Sebenarnya kamu mau apa? Kalau nggak ada hal penting, aku pulang dulu!"Karina tidak tahan dengan situasi aneh seperti ini. Rafael bersikap aneh, dia tidak punya alasan untuk ikut bersikap aneh j
"Aku sudah menyuruh orang untuk mengurus pindahanmu. Sekarang barang-barangmu di asrama sudah hampir selesai dikeluarkan," ujar Rafael sambil melihat jam tangannya."Kamu ....." Wajah Karina memucat, dia sudah tidak bisa menahan amarahnya dan berteriak, "Rafael, apa kamu nggak bisa menanyakan pendapatku sebelum melakukan sesuatu?"Mendengar ini, Rafael pun bertanya, "Kamu bisa pindah dan tinggal bersamaku?""Nggak bisa!""Oke. Aku sekarang sudah tanya pendapatmu, 'kan?"Karina kehilangan kata-kata setelah mendengar itu.Karina ingin sekali mencekik pria di depannya ini. "Sekarang ini adalah masyarakat demokratis, kita harus mematuhi hukum!"Rafael mengangguk, "Benar, kita tentu saja harus mematuhi hukum. Kamu tentu saja pindah dengan sukarela."Karina mendengus marah, "Kapan aku sukarela pindah kemari?"Rafael meliriknya, "Saat aku bilang kamu sukarela."Sekali lagi, Karina tidak bisa berkata-kata.Sebelum Karina dapat berbicara, Rafael sudah berbalik dan berjalan ke meja. Matanya tert
"Nona Karina, coba periksa apa ada yang ketinggalan? Teman sekamarmu bilang hanya ini saja," ujar Jeremy dengan sopan.Karina tampak marah, "Siapa yang suruh kalian memindahkan barang-barangku?"Jeremy terkejut, lalu menatap Rafael dengan ekspresi tidak berdaya."Aku." Rafael datang, dia menatap Karina sambil melanjutkan ucapannya, "Aku sudah minta pendapatmu tadi."Karina merasa mustahil untuk bicara baik-baik dengan Rafael. Dia sekarang bingung, mengapa Rafael tiba-tiba berubah pikiran setelah satu malam.Melihat situasi kedua orang itu, Jeremy tahu bahwa Rafael gagal membujuk Karina."Tuan Muda Rafael, apa Nona Karina sudah tanda tangan kontrak itu?" tanya Jeremy dengan pelan.Mengingat hal tersebut, ekspresi Rafael menjadi masam. Jeremy yang berdiri cukup dekat dengannya seketika merinding.Rafael memelototi Karina dengan ekspresi masam sambil berkata, "Gadis ini sangat keras kepala."Karina menggertakkan giginya setelah mendengar ini, "Kamu sendiri sangat nggak tahu malu.""Bilang