Setelah semuanya selesai, Karina duduk di sofa untuk beristirahat. Dia mengecek waktu di ponselnya, sudah hampir jam setengah sembilan.Dia meletakkan ponselnya ke samping, menundukkan kepalanya, melirik ke tangan yang terluka dan menemukan bahwa kain kasa itu sudah sangat merah. Hanya menggerakkan tangannya sedikit saja, rasa sakit yang terasakan seakan-akan sampai ke tulang-tulangnya.Karina seharusnya mengganti kain kasanya setelah melihat kondisi itu, tetapi dia terlalu malas melakukannya. Dia berpikir bahwa dia tidak akan mati hanya karena mengeluarkan darah sedikit itu ...."Kenapa kamu belum kembali?"Karina bersandar di sofa, mengeluarkan ponselnya lagi, melihat waktu yang tertera di sana dan bergumam pada dirinya sendiri.Mungkin kegiatan seharian ini membuatnya lelah, jadi merasa mengantuk begitu bersandar di sofa. Kelopak matanya perlahan-lahan terasa makin berat. Karina mencoba melawan rasa kantuk itu, tetapi pada akhirnya dia tertidur.Karina kemudian baru terbangun karena
Rafael melihat Karina yang sedang menatap dirinya tanpa berbicara, terlihat sedikit lucu. Rafael pun menjentikkan jari ke dahi Karina, lalu berkata sambil tersenyum, "Kenapa ekspresimu terlihat bodoh seperti itu? Bukankah kamu tadi meneleponku dan bilang membuatkan aku sup?""Sup?" Karina mengerjap-ngerjap, lalu teringat akan sesuatu. Dia menoleh ke arah dapur sambil berteriak, "Supku!"Pada saat tidak ada yang mengawasi sup itu, kuah di dalam panci itu tinggal setengah, daging kambing di dalamnya pun sudah hancur dan berbagai sayuran lain sama sekali tidak bisa dilihat bentuknya.Pekerjaan memuaskan yang menyita sebagian besar waktu kini hancur total.Karina menatap isi panci yang sudah menjadi aneh, merasa sedikit sedih di dalam hatinya. Dia berpikir bahwa setidaknya supnya sudah matang meskipun tangannya tergores pisau, tetapi siapa sangka kini sup lezatnya sudah lenyap.Karina menyimpulkan hari ini adalah hari yang buruk. Sungguh kurang kerjaan.Namun, tidak ada makanan lain selain
Zayn mengamati interaksi antara dua orang yang duduk di depannya dan senyuman di wajahnya sedikit memudar.Sambil menopang dagunya, dia menatap mangkuk sup yang penuh dengan sayuran-sayuran berwarna hitam. Dia mengaduknya dengan santai beberapa kali, tersenyum pada Rafael dan berkata, "Rafael, kamu benar-benar bekerja keras untuk menyenangkan Karina ya."Rafael menyeka sudut mulutnya dengan tisu dengan sangat elegan, tersenyum ringan dan berkata, "Bukankah banyak yang hilang cinta itu perlu perjuangan? Aku masih jauh dari level itu."Zayn mengangkat alisnya saat mendengar ini. "Menurutku, kalau kamu terus seperti ini, kamu nggak akan jauh dari level itu," ujarnya."Nggak ada yang salah dengan itu."Rafael tidak menganggapnya serius. Dia mengulurkan tangan dan memeluk Karina. Dia tersenyum padanya dan bertanya, "Ini pertama kalinya aku mencicipi sup yang begitu buruk. Bagaimana kamu akan menebusnya?"Mata amber Karina dipenuhi dengan sosok Rafael. Dia menatap Rafael dengan penuh kasih s
Begitu Zayn pergi, Rafael berjalan sambil memeluk Karina ke samping sofa dengan suasana hati yang baik. Dia kemudian dengan hati-hati mengamati luka di tangan Karina."Ke depannya jangan melakukan hal-hal yang merepotkan seperti ini lagi. Bukankah ada pembantu? Kamu tinggal beri tahu Bibi Ida apa yang ingin kamu makan. Dia adalah seorang koki kelas atas, berbeda denganmu."Karina mengerucutkan bibirnya. 'Aku 'kan hanya ingin memberimu kejutan.'Sayangnya, kejutan tersebut berbeda dengan yang dibayangkannya.Meskipun kejutan Karina berantakan, ekspresi bahagia di wajah Rafael sangat menarik perhatian.Karina menatap Rafael dengan curiga selama beberapa saat, lalu bertanya karena tidak bisa menahan rasa penasaran di hatinya "Rafael, kamu yang panggil Zayn ke sini?""Ya." Rafael mengakuinya, sama sekali tidak ada niat menyembunyikannya.Rafael menengadah, menatap mata amber Karina, lalu tersenyum dan berkata, "Bukankah kamu bilang membuatkan sup? Dia kebetulan ada di tempat, jadi aku seka
Rafael merenung selama beberapa detik, lalu menyentuh kening Karina dan bertanya, "Karina, kamu tahu apa yang sedang kamu bicarakan?"Karina menyingkirkan tangan Rafael dengan kesal, mengangkat alisnya dan bertanya balik, "Apa maksudmu? Kamu nggak senang aku mendukung tindakanmu? Kamu ingin aku membela pria lain?""Siapa yang bilang begitu?"Suasana hati Rafael saat ini sangat baik. Dia meraih tangan Karina yang terluka, mencium luka yang masih ada bekas darah dengan lembut. Saat bersentuhan dengan napasnya, luka itu terasa hangat dan sedikit gatal.Gerakan penuh kasih sayang yang tiba-tiba itu membuat napas Karina menjadi cepat. Dia menatap wajah Rafael. Jantungnya makin berdebar kencang. Setiap lekuk wajah Rafael yang sempurna itu makin terlihat sangat menawan di bawah cahaya lampu, membuat Karina terpesona."Aku senang kamu berpikir seperti ini.""Tentu saja, pemahamanku sangatlah tinggi." Karina tersenyum, memeluk lehernya Rafael dan berkata, "Jadi jangan cemburu lagi, oke? Nggak b
Hati Karina tidak tergerak oleh alasan ini. Dia menatap Rafael dengan curiga, "Hanya karena alasan ini?""Apakah alasan ini nggak cukup? Aku marah kamu bersama dengan Neo karena kamu dulu pernah menyukainya, sedangkan Zayn, perilakumu terhadapnya sangat buruk." Setelah mengatakan ini, Rafael terdiam sejenak, lalu menyeringai dan lanjut berkata, "Apa kamu nggak merasa akan lebih menyakitkan bagi pria seperti Zayn nggak bisa mendapatkan apa yang diinginkannya?""...."'Orang ini sungguh jahat ....'Sekali lagi, Karina menyadari bahwa dirinya akan mati mengenaskan jika menyinggung Rafael.Karina tertawa datar dan berkata, "Aku nggak menyangka kamu begitu jahat hingga akan menyiksa temanmu sendiri."Mendengar ini, Rafael mencubit pipi Karina dengan kesal dan menggerutu, "Kenapa kamu mengatai suamimu ini sejahat itu? Itu bukan jahat, tapi hanya peringatan kecil agar dia mundur.""Hehe, trik kecil, benar, hanya trik kecil," ujar Karina tersenyum sambil melepaskan pipinya dari cengkeraman Raf
Karina seketika kehilangan kata-kata saat mendengar ucapan Rafael itu.'Kenapa mulai menyerangku lagi?'Karina terlihat tidak puas dan berkata, "Aku sangat serius di kelas. Meskipun nggak mungkin nggak pernah melamun sama sekali, nggak ada yang bisa mengalahkan daya konsentrasiku."Mendengar itu malah membuat Rafael makin kesal. Rafael mencubit hidung Karina sebagai pembalasannya dan bertanya dengan kesal, "Jadi maksudmu, kamu sering melamun saat bersamaku? Karina, kamu ini!"Karina merasa dirinya sudah salah bicara.Karina tersenyum canggung dan berkata, "Bukan begitu! Aku hanya sesekali ... melamun, kamu jangan berpikir terlalu jauh ....""Hmph."Ekspresi Rafael masih sangat masam. Melihat ini, Karina pun bersikap manja dan menyanjung, "Aku janji, sebisa mungkin ke depannya nggak akan sering melamun lagi, oke?""Masih ada ke depannya?" Rafael memelototi Karina dengan marah."Nggak, nggak, ... aku nggak akan melamun lagi di depanmu. Aku janji!" Karina dengan cepat mengubah kata-katany
Pada akhirnya, Karina setengah dipaksa oleh Rafael dan masuk ke kamar mandi. Baginya, ini mandi paling memalukan sejak dia lahir.Karina yakin orang yang mendapat ide melakukan hubungan intim saat mandi pasti orang yang sangat tidak senonoh!Setelah mandi, Karina merasa sekujur tubuhnya tidak nyaman.Karena detak jantungnya berdebar kencang sepanjang waktu dan dia seperti dikukus oleh uap panas, seluruh tubuhnya semerah udang yang telah matang. Wajahnya sangat merah bagaikan tomat dan dia tidak berani menatap wajah Rafael.Karina duduk di tepi ranjang, menunjukkan ekspresi menyedihkan.Sementara Rafael membantu menyeka rambut Karina dengan hati-hati. Ketika sudah cukup kering, dia melemparkan handuk itu ke nakas, lalu duduk di sebelah Karina dan memeluk seluruh tubuhnya. Aroma sabun di tubuh dua orang itu sama. Suasana terasa sangat ambigu."Bukan pertama kali aku melihatmu, apa kamu perlu merasa malu seperti ini?" Rafael mencium daun telinga Karina yang lembut dan terus bergerak ke ba