Tubuh Arletta membeku mendengar apa yang Keevan katakan. Seluruh tubuhku seakan tak berkutik sama sekali. Mata Arletta nyaris berembun memerah hendak mengeluarkan air mata.Mati-matian Arletta menahan air matanya agar tak tumpah. Dalam hati, Arletta nyaris luluh mendengar kata indah yang diucapkan oleh Keevan. Akan tetapi logika Arletta muncul di mana tentang kejadian lima tahun lalu. Itu adalah hal yang tak akan pernah mungkin bisa Arletta lupakan begitu saja.Luka lima tahun yang Arletta rasakan tidak mungkin bisa hilang begitu saja. Berjuang di tengah badai, bukanlah hal yang mudah. Banyak air mata yang Arletta rasakan. Hancurnya hati Arletta layaknya piring yang pecah tidak lagi utuh.Sekarang, jika Arletta mendengar kata-kata manis—rasanya tak akan bisa mengobati luka yang Arletta rasakan beberapa tahun terakhir ini. Ya, Arletta tak ingin selemah itu. Hanya karena ucapan manis Keevan—tetap tidak akan mengubah segalanya.Hal yang Arletta tak mungkin lupa adalah Keevan Danuarga—sos
Keevan menenggak wine hingga tandas. Beberapa kali Keevan memejamkan mata singkat. Saat ini pria itu berada di ruang kerja yang ada di apartemen pribadinya. Pria itu sengaja menjauh dari Arletta. Alasannya jelas karena Keevan kian merasa bersalah.Hingga detik ini Keevan masih belum bisa menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Keevan merasa dirinya seperti pengecut dan pecundang yang tak berani berbicara dengan Arletta tentang semuanya.Akan tetapi, Keevan melakukan semua itu karena ada alasan yaitu dia terlalu takut kalau Arletta salah paham. Dia menyadari mengobati luka yang diderita Arletta tidaklah mudah.Butuh perjuangan yang cukup panjang untuknya agar mampu membuat hati Arletta bisa luluh. Yang pasti semua itu harus ada harga mahal dari apa yang telah dilakukannya dulu pada Arletta.Suara ketukan pintu terdengar. Detik itu juga, Keevan membuka matanya, dan mengalihkan pandangannya ke arah pintu. Napas Keevan berembus panjang—dia menginterupsi orang yang mengetuk pintu untuk s
Keesokan hari, Arletta lebih dulu terbangun. Jika biasanya Arletta menyiapkan sarapan, kali ini wanita itu lebih memilih untuk mengurus Keanu. Wanita itu menyerahkan semuanya pada pelayan dalam hal menyiapkan sarapan. Bukan tak mau memasak, tapi hati dan pikiran Arletta begiu berkecamuk. Banyak hal-hal yang tak bisa dijabarkan yang membebani pikirannya.“Ma, nanti setelah sarapan Keanu boleh nggak main games di ponsel?” ucap Keanu meminta izin. Namun, sayangnya izin dari Keanu tak direspon oleh Arletta. Sejak tadi Arletta hanya melamun kala wanita itu sudah selesai memandikan sekaligus menggantikan baju untuk Keanu.“Ma?” panggil Keanu yang sukses membuyarkan lamunan Arletta.“Hm? Iya, Nak?” jawab Arletta cepat seraya mnatap hangat Keanu.“Mama lagi pikirin apa, Ma?” tanya Keanu polos.“Mama hanya mikirin pekerjaan aja, kok. Tadi Keanu bilang apa?” Arletta segera mengalihkan pembicaraan. Dia tak ingin Keanu kembali menanyakan tentang apa yang dia pikirkan.“Keanu minta izin boleh ngga
Mata Arletta memerah menahan air mata yang hendak tumpah. Dadanya seakan sesak. Tak lagi bisa menahan rasa sakit yang menelusup ke dalam diri. Tampak tatapan Arletta menatap nanar Keevan.Tatapan yang tersirat memiliki luka sangat teramat dalam. Hingga ketika bulir air mata Arletta terjatuh, wanita itu segera menyeka air matanya. Menahan segala juta rasa perih yang selama ingin ada di hatinya. Sungguh, Arletta ingin tahu apa yang sebenarnya Keevan tutupi padanya.Napas Keevan memberat. Manik mata cokelat Keevan tak lepas menatap manik mata cokelat Arletta. Pancaran mata Arletta jelas menunjukan luka. Dalam hati, Keevan merutuki dirinya sendiri. Tak pernah Keevan sangka, Arletta telah membuntutinya.“Kenapa kamu di sini, Arletta?” tanya Keevan dengan nada yang merasa bersalah.Keevan memutar otak untuk menjelaskan semua yang terjadi. Akan tetapi semua terlalu berat untuk dijelaskan. Pun berbohong membuat dirinya kian merasa bersalah. Arletta sudah melihat semuanya.Arletta nyaris terta
Suara Keevan berseru dengan lantang dan sukses membuat langkah kaki Arletta terhenti. Tampak wajah Arletta memucat. Tenggorokan wanita itu tercekat. Lidahnya kelu. Otaknya seketika menjadi blank.Arletta merasakan darahnya seperti berhenti mengalir dan terhenti tepat di kepalanya. Seperti bumi yang berhenti pada porosnya tubuh Arletta nyaris terhuyung ke belakang mendengar ucapan Keevan. Namun, mati-matian Arletta memperkokoh kakinya agar tetap berdiri tegak. Dada Arletta bergemuruh tak menentu. Segala hal yang dia rasakan begitu amat campur aduk. Emosi, marah, benci, dendam, kecewa—semua telah bercampur menjadi satu—membuatnya seakan kehabisan energy.Akan tetapi, Arletta berusaha untuk setenang mungkin sekalipun kondisi hatinya sedang sangat amat kacau. Detik selanjutnya, Arletta membalikkan tubuhnya—menatap Keevan dengan mata yang memiliki jutaan arti. Napas Arletta memburu. Emosi seakan ingin meledak kala mengingat apa yang dikatakan oleh pria itu.“Apa maksudmu, Keevan?” seru A
#Flashback On “Ah, lelahnya. Kenapa mereka suka sekali menjemur anak baru? Kulitku pasti sudah hitam gosong. Menyebalkan sekali. Huh!” Arletta melangkah masuk ke dalam kampus. Gadis itu baru saja selesai upacara. Entah kenapa senior kampusnya itu suka sekali menjemur anak baru.Masa OSPEK memang sangat melelakan. Lihat saja dirinya harus memakai kaus kaki tinggi warna merah yang tampak memalukan. Ditambah sepatu yang warnanya tak sama. Tak hanya itu saja, rambut pun diikat kuda menggunakan tali rapia. Astaga! Arletta sudah tak lagi bisa membayangkan betapa buruk penampilannya itu. Sungguh, melihat ke cermin pun Arletta tak berani. Dia yakin penampilannya benar-benar sangatlah kacau.Arletta menarik napasnya dalam-dalam, dan mengembuskan perlahan. Gadis itu menyeka keringat yang muncul di pelipisnya. Tenggorokan Arletta mengering. Sudah lebih dari dua jam dirinya berada di tengah lapangan, jelas saja kalau dia sekarang haus. Detik selanjutnya, Arletta melangkah menuju kantin yang ada
#Flashback On “Oh, astaga. Jam berapa aku harus menunggunya? Kenapa Keevan belum juga muncul?” Arletta berdiri tak jauh dari ruang kelas Keevan. Gadis itu masih lengkap memakai atributnya. Kaus kaki berwarna merah. Sepatu warna yang tak sama. Serta tali rapia yang mengikat rambut panjangnya.Sungguh, penampilannya ini memang sangat memalukan. Tapi Arletta bisa apa? Daripada dia harus kembali berdebat dengan para senior, lebih baik Arletta masih memakai atributnya yang sangat memalukan itu.Saat ini yang Arletta fokuskan bukanlah masa-masa OSPEK. Dalam hati dan benak Arletta yang dia pikirkan hanya Keevan dan Keevan. Sejak pertemuan pertamanya dengan Keevan—laki-laki itu berhasil memorak-porandakan hatinya.Bahkan Arletta sampai tidur terlambat hanya karena membayangkan sosok Keevan. Ya, ini adalah bentuk kegilaan Arletta. Gadis itu telah jatuh cinta sedalam-dalamnya pada Keevan. Bahkan kali ini saja Arletta sampai rela menunggu hampir tiga puluh menit di depan ruang kelas Keevan.Sua
Lidah Arletta kelu. Tenggorokannya tercekat. Wanita itu seolah kehilangan cara bagaimana cara merangkai sebuah kata. Seperti bumi yang berhenti pada porosnya, tubuh Arletta nyaris terhuyung ke belakang kala mendengar semua kisah masa kuliahnya dulu dengan Keevan. Dalam benak Arletta berpikir kalau semua yang Keevan katakan adalah tak mungkin. Jelas Arletta tahu kalau Keevan selalu menolaknya bahkan mengabaikannya.Tidak! Arletta yakin ini semua hanya permainan Keevan saja! Arletta tak mau jatuh di lubang yang sama untuk kedua kalinya! Sudah cukup dirinya menjadi gadis naif dan bodoh. Dia tidak ingin lagi mengulangi kesalahan yang sama.Arletta menatap serius Keevan. Sorot matanya nampak memendung kebencian mendalam dan tersirat penuh luka. Mata Arletta sudah berembun nyaris mengeluarkan air mata.“Hentikan sandiwaramu! Aku nggak bodoh, Keevan. Aku tau semua ucapanmu itu omong kosong. Sejak awal kamu nggak pernah tertarik ataupun suka sama aku.” Keevan terdiam mendengar respon Arlett