Share

2. Hati Yang Retak

Author: Ajeng padmi
last update Last Updated: 2024-11-19 06:56:05

"Gosong, Mbak!" teriak Nia saat melihat teflon yang digunakan untuk membuat kulit dadar gulung mengeluarkan asap.

"Eh... eh iya." Nirmala cepat mematikan kompor dan mengangkat kulit yang gosong. Satu sisinya sudah menghitam, Nirmala mendesah berat, dilihatnya jam sudah menunjukkan setengah tujuh pagi, dadar gulung sudah hampir setengah dari pesanan mereka buat. Dan belum bertambah lagi sejak tadi hampir sepuluh buah gosong tak bisa digunakan.

Membuat kue bukan hanya perkara, menakar bahan sesuai resep dan mengerjakannya sesuai langkah-langkah yang tertulis, membuat kue disamping bakat dan kebiasaan juga memerlukan hati yang tenang dan fikiran yang fokus.

"Mbak, apa sebaiknya aku saja yang menggoreng kulit dadar gulungnya, mbak yang bungkus."Nia menawarkan solusi, hanya menuangkan adonan yang telah dibuat Nirmala dalam teflon, meratakannya agar mereka memiliki ketebalan yang sama, sepertinya tidak sulit.

"Nggak usah Nin kamu bantu bungkus saja sebentar lagi kamu juga harus ke pasar."

"Mbak dari tadi ngelamun terus." Nia memandang kakaknya iba. "Aku mau libur dulu, Mbak capek."

"Apa? kenapa tiba-tiba bagaimana dengan pelangganmu mereka bisa pindah ke orang lain kalau kamu libur."

"Yaelah, Mbak kita bukan pegawai kantoran yang bekerja untuk orang, jadi kalau mau libur ya libur saja terserah kita."

"Nia!" Nirmala memandang adiknya penuh peringatan. "Mbak baik-baik saja dan tidak akan melakukan hal yang merugikan diri sendiri kalau itu yang kamu cemaskan."

"Iya baiklah... Nia berangkat jam delapan saja bantuin mbak buat kue," Nia mengangkat tangannya mencegah Nirmala protes lagi lalu melanjutkan "Jam segitu biasanya orderan datang mbak, jangan protes lagi. Nia juga sudah Wa Salwa kalau ada yang pesan kue kabari Nia." 

Salwa teman Nia di pasar usia yang sebaya dan lapak mereka yang berdekatan, membuat mereka cepat akrab, mereka sudah terbiasa menitipkan lapaknya jika ada urusan mendesak.

"Baiklah, terserah setelah ini kamu sarapan dan siapkan dagangan."

"Ok siap bos!"

Nirmala bersiap kembali menuangkan adonan ke dalam teflon, bagaimanapun suasana hatinya pesanan harus dia selesaikan tepat waktu, dia tak mau membuat pelanggannya kapok memesan kue padanya hanya gara-gara kesalahan kecil, tidak mudah bagi mereka untuk membangun toko kue.

Meski hanya lapak kecil di pasar, tapi bukan hal mudah untuk didapat. Beberapa tahun lalu setelah mendapat ijin sang ibu, mereka mulai usaha dengan berjualan di kantin sekolah Nia kala itu, hanya tiga puluh buah kue basah yang terdiri dari donat, dadar gulung dan kroket masing-masing 10 buah.

"Kuenya laris anak-anak banyak yang suka," kata ibu kantin di hari pertama mereka berjualan.

Dari situlah akhirnya kepercayaan diri Nirmala mulai tumbuh, tiap hari rutin dia membuat tiga puluh buah kue, belum berani banyak karena Nirmala juga harus bekerja di toko kue juga.

Perjalanan mereka berdagang kue tidak selalu mulus banyak kendala yang harus mereka hadapi pernah suatu ketika datang pesanan 100 buah kue nagasari, sialnya pada hari kue itu akan diambil Nirmala jatuh sakit badannya panas, kepalanya seperti mau pecah saja, tapi pesanan tak mungkin dibatalkan. Akhirnya Nia nekat membuat kue tersebut dibawah arahan Nirmala.

Nagasari memang berhasil dibuat sudah terbungkus rapi daun pisang, tapi saat baru diangkat dari kukusan tadi Nia mencicipinya satu, dan ternyata saat dibuka adonan tepungnya tidak mau pisah dengan daun pembungkus, entah dia sedang bertengkar dengan pisang di dalamnya atau apa, Nia tak tau.

"Ah... mungkin saja itu masih panas," pikir Nia kala itu, dia tak mau membangunkan kakaknya yang baru saja minum obat dan tertidur pulas.

"Bu, Nia Antar kue dulu ya," pamit Nia saat akan mengantar kue ke rumah pemesan, dengan sepeda mini merahnya Nia bersemangat untuk sampai ke rumah pemesan apalagi kue yang dia bawa kali ini hasil buatannya sendiri.

Tapi keesokan harinya bu Dara yang memesan nagasari datang marah-marah sambil membawa lima bungkus nagasari yang tersisa, dia bilang kuenya terlalu lembek dan sudah basi. Dan meminta semua uangnya kembali meski tak mengerti kenapa kue sudah hampir tak bersisa.

"Maaf, mbak gara-gara Nia nggak bisa buat kue kita jadi rugi."

"Sudah, Nia nggak papa mungkin kita disuruh istirahat dulu tidak jualan."

"Tapi, Mbak uang kita untuk modal sudah tidak ada," Nia berkata lirih dipandangnya sang kakak dengan penuh rasa bersalah Nirmala memang memberikan semua uang bu Dara, uang yang akan mereka gunakan untuk modal berjualan besok.

"Kita jualan lagi setelah Mbak gajian, tiga hari kita libur kamu kasih tahu ibu kantin ya biar nggak nunggu." Nia hanya mengangguk pasrah. "Sudah sana berangkat nanti telat sudah pamit ibu belum?"

Sejak saat itu Nia tak mau membuat kue dia selalu takut kue buatannya akan merusak citra usaha mereka, meski Nirmala berkali-kali meyakinkan bahwa tidak semua orang berhasil membuat kue untuk pertama kali, bahkan banyak yang gagal sampai berkali-kali tapi pada akhirnya bisa juga membuat kue yang enak.

Jam sudah separuh jalan menuju angka tujuh tak ada waktu lagi untuk bergalau ria, kulit dadar gulung harus sudah siap Nia yang bertugas menggulung sudah menunggunya dari tadi. Ayo semangat!!

"Mbak bihunnya sudah aku tiriskan, tinggal dibuat adonan."

"Iya ini dadar gulungnya tinggal dikit."

Nirmala menggoreng kulit dadar gulung terakhir lalu memberikannya pada Nia.

"Bentar mbak aku selesaikan gulung ini dulu setelah ini aku bantu masukin bahannya."

Ember besar sudah disiapkan Nirmala, bihun telah direndam air panas, "nanasnya udah diblender belum, Nin?"

"Oh iya belum mbak, blendernya kemarin bau hangus kayaknya ada yang konslet, nggak papa buat blender nanas?"

"Jangan deh, bawa ke tukang service dulu, ya sudah kamu lanjutin bungkus sama kemas yang sudah jadi nanasnya biar aku parut saja."

"Hah emang bisa, Mbak buat jus nanas dengan diparut?"

"Ya bisalah jaman dulu belum ada blender ya diparut atau ditumbuk, lalu disaring ambil airnya jadi jus."

Nirmala segera memotong nanas menjadi empat bagian ada empat buah yang harus dia parut karena dia akan membuat empat resep, memang sedikit memakan waktu tapi mau bagaimana lagi.

"Sudah selesai Nin bungkusnya bantu potong-potong bihunnya mbak saring ini dulu."

Sigap setelah jus nanas siap Nirmala memasukkan dalam ember besar mencampur bihun yang sudah direndam dan dipotong Nia tadi lalu jus nanas yang telah ia buat.

"Masukin gulanya Nin biar mbak aduk," kata Nirmala setelah dia mencampur tepung agar-agar, tepung tapioka, vanili dan sedikit garam.

"Ok."

Setelah tercampur rata. Dibaginya menjadi tiga bagian ya adonan tersebut akan diwarnai dengan pewarna makanan tentu saja. Merah, kuning dan hijau kayak lampu lalu lintas. Setelah tercampur rata baru dikukus dalam dandang besar.

“Sudah Nin kamu mandi dulu sana ini sudah selesai semua.”

“Ok, Mbak Gita tadi telpon mbak suruh telpon balik katanya?”

“Ada apa, Nin kenapa pakai telpon segala biasanya juga langsung kesini.”

“Nggak tahu, kayaknya Caca deh yang mau ngomong.” Caca, anak kakak sepupu mereka yang baru berumur tiga tahun sangat dekat dengan Nirmala dan caca juga sangat suka makan kue buatan Nirmala.

“Ya deh aku telpon …  sana mandi.” Nirmala sudah menghubungi nomor Gita, dengan panggilan vidio dan diangkat pada dering ketiga, terlihat wajah Gita sedang menyuapi Caca di teras rumah.

“Halo, te…..”

“Ya, Ca kenapa?”

“Te, Caca bental lagi ulang tahun, itu yang ada banyak olang, bikinin tue ya te.”

“Boleh.”

“Nanti Caca kesitu milih tue sama mama te jangan pelgi-pelgi ya tunggu Caca.”

“Ok, sayang.”

 

“Dadah te salammikum.”

“Waalaikum salam.”

Nirmala tertawa Caca dan kelucuannya selalu bisa mengembalikan mood Nirmala. Ada saja tingkah polah anak itu yang membuat gemas.

“Sudah, Mbak telpon mbak Gitanya?”Nia muncul dari pintu samping sudah segar sehabis mandi.

“Sudah barusan.”

“Ada apa mbak?” 

“Apa lagi si Caca minta buatin kue.”

“Dasar monster kue.”

Nirmala tertawa mendengar julukan Nia. Tapi tawa Nirmala harus terhenti saat telpon di tangannya berbunyi lagi. Hanya sederet nomer belum tersimpan, tapi Nirmala tau betul nomer siapa itu. Kenapa lagi dia telpon? 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Kesandung Cinta Dokter Brondong   3. Donat

    Nirmala melongok layar ponsel yang dari tadi terus berbunyi, sederet nomer yang dia hafal betul terpampang di sana. Nomer yang dulu memang paling dinantinya, bahkan hari-harinya terasa tak lengkap jika pemilik nomer belum menghubunginya hari itu, tapi sekarang dia sangat tidak berharap nomer itu kembali menghubunginya. Hanya akan menambah sakit hatinya saja.“Siapa, Mbak dari tadi bunyi terus?”“Bukan siapa-siapa, orang iseng mungkin.” “Kenapa nggak diangkat mungkin aja pelanggan yang mau pesan kue.”“Kalau pelanggan jelas hubungi kamu bukan aku, sudahlah cuekin saja.” Nia hanya mengangkat bahu, suasana hati kakaknya memburuk lagi, padahal tadi sudah bisa tertawa ceria saat Caca menelpon.“Sudah , Nin kamu ke pasar saja cenilnya tinggal potong-potong nanti biar mbak yang bungkus.”“Mbak yakin?” Nirmala melototkan matanya pada sang adik, lama-lama dia jengkel juga pada Nia, dia hanya sedang patah hati karena ditinggal nikah bukan orang invalid. Oh ayolah dia tidak akan bertindak b

    Last Updated : 2024-11-19
  • Kesandung Cinta Dokter Brondong   4. Apa Salah Berbagi?

    Nirmala melajukan motornya menembus keramaian jalan, jalan yang sudah dia lewati ribuan kali. Toko Ekonomi toko yang menjual bahan untuk membuat kue menjadi tujuannya. Harganya yang agak miring membuat toko ini tak pernah sepi pengunjung. Nirmala bahkan sudah kenal baik dengan pemiliknya, seorang wanita paruh baya keturunan tionghoa, Cik Mei biasa dia dipanggil, hanya hidup berdua dengan anaknya yang memiliki keterbelakangan mental. Tapi itu tak menyurutkan semangat wanita itu untuk mengais rejeki. “Orderan banyak ini, La?” “Lumayan Cik banyak yang pesan, musim hajatan.” “Syukur deh kalau begitu, mau cari apa sekarang?” “Terigu tiga kilo sama fermipan 3 bungkus, susu bubuk satu renceng sama margarin seperempat.” “Mau bikin donat? donat buatamu enak, tapi kok gak dijual di lapak adikmu. Jualanlah pasti banyak yang beli aku saja suka.” “Belum Cik, buat donat kalau lagi senggang saja.” “Nanti bagi aku sepuluh biji buat camilan sendiri.” “Beres, Cik.” Jalanan cukup lengang saat

    Last Updated : 2024-11-19
  • Kesandung Cinta Dokter Brondong   5. Pasar

    “Biar mbak ikut kamu ke pasar, Ni.”“Mbak yakin aku masih bisa bawa kok, Mbak istirahat saja hari ini tidak ada pesanan.” Pagi ini Nirmala sudah rapi dengan kaos warna kuning dan celana jins, karena ulahnya kemarin yang membuat donat dengan jumlah yang banyak pagi ini Nia berniat menjual beberapa buah donat tentu saja setelah mereka membagi-bagikan pada para tetangga dan orang terdekat. Oh jangan lupakan juga anak-anak panti yang berada tak jauh dengan rumah mereka juga mendapat jatah. Entah mengapa donat yang dibuat Nirmala seolah tak ada habisnya. Akhirnya gadis itu memutuskan menjual sisanya dia memang mengakui donat buatan Nirmala enak tapi dia tak segila itu untuk memakan donat seminggu penuh seperti saran Nirmala.“Mbak baik-baik saja, kamu akan kerepotan bawa ini semua.”“Baiklah, terserah mbak Mala saja.”Ini memang bukan pertama kalinya Nirmala membantu Nia berjualan di pasar biasanya dia akan sekalian membeli bahan kue atau berbelanja kebutuhan, meski cenderung kaku dan t

    Last Updated : 2024-11-19
  • Kesandung Cinta Dokter Brondong   6. Buaya Pasar

    Nirmala tersenyum senang donat yang ia buat kemarin hampir habis hanya masih tersisa tiga buah, meski niatnya membuat donat hanya ingin sedikit mengalihkan rasa kesalnya tapi ternyata dia membuat kebanyakan, hah memang tidak ada baik-baiknya menyimpan rasa marah. Dia sadar bagaimanapun semua hal telah ada yang mengatur, jodoh, maut dan rejeki, sekeras apapun dia berusaha tak akan mampu mengubah apapun jika memang Bisma bukan jodohnya. Yah saat pikirannya sedikit tenang dia akan menelaah perasaannya sendiri, membolak balik pikirannya sendiri. Dia memang bukan pribadi yang terbuka dengan seseorang, menjadi anak pertama sekaligus menjadi yatim piatu di usia yang sangat muda membuatnya harus mengemban tugas yang berat sebagai kepala keluarga. Meski Nia bukan anak manja yang hanya bisa bergantung padanya, tapi sekali lagi dia anak sulung dan hanya Nia yang dia punya sekarang jadi dia harus bisa mengcover semua masalah yang mereka hadapi, termasuk masalah hatinya. Nirmala tahu Nia sanga

    Last Updated : 2024-12-02
  • Kesandung Cinta Dokter Brondong   7. Bantuan Bisma

    Saat ayahnya Nirmala memang masih di tahun akhir kuliahnya, tapi karena tak adanya biaya juga karena kebutuhan sehari-hari yang mendesak, cuti kuliah adalah pilihannya saat itu. Tapi bukan berarti keinginannya untuk melanjutkan pendidikan berhenti sampai di sana, lima tahun setelahnya Nirmala berhasil meraih gelar sarjana, tentu saja semua itu tak lepas dari dukungan Nia sebagai keluarga satu-satunya yang ia punya, ibunya telah berpulang dua tahun sebelumnya. Saat memutuskan melanjutkan pendidikannya lagi itu Nirmala bertemu Bisma, teman masa SMAnya. Lucunya meski mereka dulu teman seangkatan waktu SMA, tapi karena Nirmala telat melanjutkan kuliahnya jadilah dia harus memanggil Bisma dengan sebutan bapak. Yah tentu saja Bisma yang telah menyelesaikan strata duanya mengabdi di kampus tempat Nirmala belajar sebagai dosen. Sempat kagok juga Nirmala, di kampus harus memanggilnya dengan sebutan bapak sedangkan di luar kampus mereka adalah teman dan Bisma tak sudi dipanggil

    Last Updated : 2024-12-02
  • Kesandung Cinta Dokter Brondong   8. Geprek Pedas

    Nirmala mengamati ponsel yang memang khusus untuk usahanya dengan heran, banyak pesanan kue yang masuk, dari event di kampus, acara hajatan sampai pengajian ibu-ibu. Nirmala tidak akan merasa heran kalau saja mereka tidak menyebutkan suatu nama yang tidak ingin lagi dia dengar. Bisma. Mereka memesan atas rekomendasi laki-laki itu, untuk apa dia masih mau membantunya. Bahkan kue untuk pertunangannyapun Nirmala yang harus buat, seolah Nirmala hanya kenalan yang kebetulan bisa membuat kue. “Kenapa, Mbak?” Nia yang sudah segar sehabis mandi sore menghampiri kakaknya yang duduk termenung sambil memegang ponsel. “Kita banyak pesanan,” gadis itu lalu beranjak ke dapur meninggalkan Nia yang kebingungan. Memang banyak pesan masuk, beberapa hanya bertanya kue apa yang bisa di pesan, berapa harganya dan lain-lain, tapi banyak juga yang langsung memesan dengan jumlah yang cukup banyak dan harinyapun berdekatan. “Apa mbak Jani kuwalahan

    Last Updated : 2024-12-03
  • Kesandung Cinta Dokter Brondong   9. Saat Kita Bersama

    “Baru pulang. Mbak?” jam sembilam malam Nirmala melangkahkan kaki memasuki ruang tamu rumahnya, Bisma hanya mengantarnya sampai pintu, tak ikut masuk hari sudah malam memang.“Iya,  ini martabak manis buatmu, kamu nggak jadi keluar tadi?” Nirmala meletakkan bungkusan martabak yang berbau harum di atas meja makan, memperhatikan Nia sejanak yang menonton tivi, piyama berwarna hijau bergambar keropi sudah dia kenakan. Adiknya tadi mengatakan akan pergi ke acara reuni bersama teman-teman SMAnya yang diadalan di sebuah café.“Sudah,  tadi pulang jam delapan.” Nirmala hanya menggangguk lalu melangkah ke dalam kamarnya.Satu bulan sudah dia menyandang status sebagai kekasih Bisma. Senyum manis selalu menghiasi wajahnya. Bahagianya jatuh cinta, apalagi Bisma adalah pacar pertama setelah dua puluh enam tahun. Sepulang mengajar Bisma biasanya mampir ke rumah Nirmala, tidak ada jadwal khusus memang sesempatnya saja, warna merah jamb

    Last Updated : 2024-12-03
  • Kesandung Cinta Dokter Brondong   10. Lepaskan

    Nirmala sudah menyelesaikan makannya, dua piring nasi hangat amblas ke perut Nirmala, Gita sampai geleng-geleng kepala. Ini yang kata Nia tak mau makan. Herannya meski Nirmala banyak makan tubuhnya tak berubah gemuk, bahkan seingat Gita dari mulai sma tubuhnya hanya segitu tak bertambah tinggi ataupun lebar. Entah karena keturunan atau memang tiap hari dia harus kerja keras membuat kue.“Kamu ingat saat ayahmu meninggal, La?” tanya Gita tiba-tiba, membuat Nirmala yang masih mencari serpihan ayam dalam sambal mengangkat wajahnya.“Tentu saja, mbak itu salah satu hari paling buruk untukku. Kenapa mbak tiba-tiba menanyakan itu?”“Mbak tidak bermaksud mengingatkanmu pada kenangan sedih itu,” Gita memandang Nirmala sejenak lalu melanjutkan, “bagaimana perasaanmu sekarang apakah kehilangan Bisma sama sedihnya dengan kehilangan ayahmu?” tanya Gita hati-hati dia tau tak pantas rasanya menanyakan pertanyaan ini, Bisma bahkan bukan siapa-siapa Nirmala

    Last Updated : 2024-12-03

Latest chapter

  • Kesandung Cinta Dokter Brondong   111. Yang Dinanti

    “Mama minta kita program bayi tabung.” Radit yang baru saja melipat sarungnya menoleh pada Nirmala yang masih berbalut mukena. “Untuk apa?” tanya Radit. Nirmala menghela napas, waktu setelah sholat subuh dia pilih karena hanya waktu itu yang selalu memungkinkan mereka untuk bersama, Radit yang kadang pulang sangat malam atau bahkan dini hari dan Nirmala yang sudah terlelap membuat tak ada waktu untuk sekedar bercakap-cakap. “Kok untuk apa? sudah lama kita belum punya anak? Memangnya mas tidak mau punya anak,” kata Nirmala kesal. Untuk bicara masalah ini dia sudah berlatih sepanjang malam tadi. Sejujurnya Nirmala juga tidak suka dengan ide itu, tapi dia sadar beberapa tahun menikah belum juga punya anak dan usianya juga bertambah tua. “Aku sudah akan punya anak.” “Hah!” kepala yang semula tertunduk penuh rasa bersalah langsung terangkat, matanya melebar. R

  • Kesandung Cinta Dokter Brondong   110. Ibu Mertua

    Nirmala memasuki rumah mertuanya sore ini, pagi tadi Bu Lastri meneleponnya dan memintanya untuk ke mari.Mempunyai anak-anak yang telah beranjak dewasa membuat Bu Lastri kesepian itulah alasan beliau selalu meminta Nirmala datang ke rumahnya, meski wanita itu tak jarang juga memiliki kesibukan sendiri sehingga tak bisa memenuhi permintaan mertuanya.Berbeda untuk kali ini Bu Lastri tak mau mendengar apapun alasan Nirmala, bahkan menelepon berkali-kali untuk memastikan Nirmala bisa datang, saat ditanya ada apa beliau hanya mengatakan ada hal penting yang ingin dia katakan, membuat Nirmala sedikit was-was, apalagi hubungannya dengan Radit akhir-akhir ini agak merenggang.Radit yang lebih mementingkan pekerjaannya membuat Nirmala selalu snewen setiap hari, mereka paling hanya bertemu saat pagi hari, itu pun Radit akan buru-buru balik lagi ke rumah sakit. Tak ada lagi acara berbincang santai, atau pun membicarakan hal-hal konyol yang membuat me

  • Kesandung Cinta Dokter Brondong   109. Berjarak

    Seminggu sudah Radit dibuat sibuk dengan pekerjaan di rumah sakit, suaminya itu bahkan setiap hari pulang diatas jam dua belas malam dan akan berangkat lagi jam lima pagi. Mereka bahkan sudah jarang berkomunikasi bahkan lewat pesan singkat sekalipun. Kalau ditanya apa Nirmala tidak protes, jawabanya adalah sesering dia membuat kue. Tapi jawaban Radit tetap saja memintanya menunggu dengan alasan banyak pasienlah , atau akan ada seminar disuatu tempat, yang membuat Nirmala pusing sendiri dan akhirnya hanya membiarkan saja Radit dengan segala kesibukannya. Di rumah pun komunikasi mereka hanya seputaran Radit yang menanyakan baju ganti untuknya dan bekal sarapan di tiap pagi karena laki-laki itu tak akan sempat makan di rumah. Nirmala yang mengantar suaminya pergi kerja hanya menatap malas saat Radit berkata akan mengusahakan pulang secepatnya. Bukannya dia tak percaya lagi pada sang suami tapi sudah banyak k

  • Kesandung Cinta Dokter Brondong   108. Php

    Nirmala meregangkan tubuhnya yang meringkuk di atas ranjang. Dia menoleh ke samping, tak ada sosok yang selama dua tahun ini menemani tidurnya. "Apa tadi malam aku mimpi? tapi kok terasa nyata?" Nirmala segera memeriksa bagian samping ranjang, tidak terlalu dingin dan agak kusut, berarti tadi malam dia tidak mimpi lalu di mana sekarang suaminya? Apa sudah berangkat kerja, sepagi ini?Wanita itu bergerak malas, matanya masih sangat mengantuk, tadi malam dia menangis lama sekali, entah kenapa akhir-akhir ini dia berubah menjadi cengeng, matanya sudah pasti akan terlihat bengkak. Dengan malas Nirmala memaksakan diri untuk bangun, dia harus mengompres mukanya, akan banyak pertanyaan kalau dia muncul dengan wajah seperti itu.Benar saja matanya sebesar bola pimpong, dengan sebal dia menekan-nekan matanya dengan handuk hangat berharap matanya akan kembali seperti sedia kala. Nirmala keluar dari kamar d

  • Kesandung Cinta Dokter Brondong   107. Maaf

    Berpuluh-puluh pesan telah dia kirim tapi tak satupun yang diabalas oleh sang suami bahkan dibaca pun tidak. Nirmala sudah menyerah dengan langkah lemas dia memberekan semua, tak diperdulikannya perutnya yang sejak tadi belum terisi. Sekarang dia hanya ingin tidur dan melupakan semuanya. Jam dinding bahkan sudah menunjukkan pukul sebelas malam, mungkin sang suami sebentar lagi akan pulang tapi Nirmala sudah tak perduli. Dia terlanjur kecewa. Selama satu jam dia hanya berguling ke kanan dan ke kiri di atas ranjang. Di kejauhan terdengar sirine yang berbunyi menandakan hari telah berganti. Nirmala semakin gelisah. Tidak biasanya Radit pulang selarut ini apa dia baik-baik saja? Apa perlu dia menyusul ke rumah sakit tempatnya bekerja? cuma jalan kaki sepuluh menit juga.Tapi Nirmala juga takut ini sudah tengah malam, kalau Radit sedang sibuk dengan pasiennya bagaimana? Dia akan sangat menganggu nanti. Hatinya berdebar tak nyaman akhi

  • Kesandung Cinta Dokter Brondong   106. Tak Sampai

    Sejak pagi hari Nirmala sudah berkutat dengan berbagai macam bahan yang akan dia gunakan untuk membuat sebuah kue tart spesial.  Dia sengaja membuat kue di rumahnya sendiri tidak di rumah yang dia tempati bersama Radit. Lagi pula dengan dia membuat kue di rumahnya ada Rina dan pegawai yang lain yang bisa membantu. Hari ini memang bertepatan dengan hari ulang tahun pernikahannya dengan Radit yang berusia dua tahun, tak ada perayaan khusus memang dia hanya ingin makan malam bersama sang suami, berdua saja, untuk itu dia sudah memastikan berkali-kali pada Radit harus pulang kerja sebelum makan malam dan suaminya itu menyanggupi. Semoga saja memang terlaksana, sejak pembicaraan mereka beberapa hari memang belum ada perubahan sama sekali Radit tetap saja pulang sampai larut malam lalu pagi-pagi buta pergi lagi. Nirmala hanya perlu menunggu waktu satu bulan yang dijanjikan Radit.“Seneng banget yang mau makan malam

  • Kesandung Cinta Dokter Brondong   104. Ngambek

    “Aku benar-benar minta maaf untuk siang tadi tapi jangan lagi mengatakan perpisahan, itu membuat aku kesakitan.”“Lalu untuk apa hubungan kita ini jika selama ini kamu seperti menjauhiku?”Radit menatap Nirmala tak mengerti. “Apa kamu masih nggak percaya sama aku dan lebih percaya pada Sazi?”“Apa hubungan permbicaraan kita dengan Sazi?” “Kejadian dua tahun yang lalu,” jawab Nirmala lirih. Mengingat kejadian itu seolah mengorek luka yang masih basah. Kehilangan memang bukan hal yang mudah untuk dilupakan apalagi dia harus kehilangan anak, meski wujudnya belum dapat dia lihat. Tapi rasa bersalah itu terus bercokol dalam hatinya, dan semakin kuat berakar saat sampai sekarang belum ada yang tumbuh di rahimnya. Tak ingin Radit tahu serapuh apa dirinya saat mengingat kejadian itu, Nirmala memutar tubuhnya membelakangi sang suami. Air matanya menetes tak bisa ditahan lagi. Radit menghela nafasnya sedih, kejadian dua tahun yang lalu juga masih membekas dalam ingatannya, bukan dia menyal

  • Kesandung Cinta Dokter Brondong   104. Tak Cukup

    Nirmala memandang Radit tajam. “Kamu sok tahu banget ini, aku dari tadi juga istirahat. Sudahlah aku mau menyelesaikan ini kamu sebaiknya pulang dulu, Mas. Aku bisa tidur di sini besok pagi pasti kamu berangkat pagi sekali.” Nirmala menekankan ucapannya pada kata ‘pasti’ yang dia yakini sebagai kebiasaan Radit. Dia bukan sedang ingin membalas dendam atau membantah suaminya sekali lagi bukan, dia hanya ingin sekali dimengerti sekali saja. Kali ini dia ingin egois, tak mau menjadi orang yang pengertian, dia sudah lelah, sangat lelah dengan semua ini. Andai saja sang suami mau sedikit berbagi dengannya membicarakannya secara baik-baik mungkin Nirmala akan bisa mengerti. Hanya itu. Dia bukan ibu peri yang selalu bisa mengerti dan memaklumi dengan sikapnya. Sesekali dia juga ingin dimengerti dan dipahami. Dia wanita yang sudah bersuami jadi selayaknya kalau dia ingin seperti orang-orang lain yang bisa sesekali pergi dengan suaminya, menghabisk

  • Kesandung Cinta Dokter Brondong   103. Obat Hati

    Nirmala merebahkan tubuhnya yang lelah di sebuah sofa yang memang dia sedikan untuk tempat istirahat saat sibuk di toko. Belanja bersama Gita ternyata sama lelahnya dengan berbelanja dengan Bu Lastri, mertuanya. Nirmala harus rela diseret ke sana ke mari hanya untuk membeli sebuuah gaun yang diinginkan Gita. Meski begitu Nirmala senang pergi bersama gita hari ini sedikit banyak dia bisa melupakan masalahnya. “Mbak  Mala, nggak pulang?” Mbak  Ratna menyapa Nirmala yang masih duduk bersandar dengan nyaman. “Mbak  Ratna duluan saja, masih ada yang harus aku kerjakan.” Mbak  Ratna memandang sejenak pada Nirmala, tapi kemudian menelan kembali apapun kalimat yang sudah ada di ujung lidahnya.“Ya sudah, Mbak  kalau begitu aku pamit, dulu . Mbak  Mala benar nggak apa-apa ditinggal sendiri atau perlu saya hubungi Nia biar kemari.” “Lah buat apa wong saya cuma mau selesaikan cupcake saja, tenang saja, Mba

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status