Share

4. Apa Salah Berbagi?

Penulis: Ajeng padmi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-19 06:57:16

Nirmala melajukan motornya menembus keramaian jalan, jalan yang sudah dia lewati ribuan kali. Toko Ekonomi toko yang menjual bahan untuk membuat kue menjadi tujuannya.

Harganya yang agak miring membuat toko ini tak pernah sepi pengunjung. Nirmala bahkan sudah kenal baik dengan pemiliknya, seorang wanita paruh baya keturunan tionghoa, Cik Mei biasa dia dipanggil, hanya hidup berdua dengan anaknya yang memiliki keterbelakangan mental. Tapi itu tak menyurutkan semangat wanita itu untuk mengais rejeki.

“Orderan banyak ini, La?”

“Lumayan Cik banyak yang pesan, musim hajatan.”

“Syukur deh kalau begitu, mau cari apa sekarang?”

“Terigu tiga kilo sama fermipan 3 bungkus, susu bubuk satu renceng sama margarin seperempat.”

“Mau bikin donat? donat buatamu enak, tapi kok gak dijual di lapak adikmu. Jualanlah pasti banyak yang beli aku saja suka.”

“Belum Cik, buat donat kalau lagi senggang saja.”

“Nanti bagi aku sepuluh biji buat camilan sendiri.”

“Beres, Cik.”

Jalanan cukup lengang saat Nirmala melajukan motornya kembali pulang ke rumah, bahan membuat donat sudah didapat semua. Dia sangat ingin membuat donat. Oh jangan salah dia bukan penggemar donat, meski kata orang donat buatannya sangat enak lebih enak dari donat yang dipajang di toko donat ternama, tapi Nirmala tak pernah mau makan, tetangga dan orang terdekatnya yang akan bertugas menghabiskan kue itu sampai bosan tentu saja. Nirmala tak pernah membuat donat sedikit.

Motor ia hentikan di dekat taman, tak banyak orang yang ada di sana, jam sudah menunjukkan pukul sepuluh lebih tentu bukan waktu yang tepat untuk bermain di taman. Matahari sudah mulai panas, hanya pohon-pohon yang menaungi orang-orang yang nekat berasa di sana, sejenak dia ingin sendiri perasaannya sungguh tak karuan.

Sudah sejak lama dia menyiapkan diri untuk ditinggalkan hubungannya dengan Bisma, memang tak mendapat restu keluarga pria itu, apalagi ibunya, ibu Bisma memang bukan jenis ibu-ibu yang marah dan langsung mengusir Nirmala, tapi wanita itu lebih memilih cara yang lebih halus tidak menolak frontal tapi setiap mereka bertemu selalu saja ada kata-kata halus tapi menyengat, dan Nirmala bukan orang bodoh untuk tidak memahami maksudnya.

Dan Bisma yang juga memahami hal itu selalu berusaha meyakinkan Nirmala bahwa mereka akan baik-baik saja, sikap keluarganya akan berubah seiring waktu. Tapi sekarang bukan keluarga Bisma yang berubah justru laki-laki itu sendiri yang berubah. Nirmala masih ingat pertengkaran mereka yang terakhir hanya masalah sepele. Hanya karena Bisma merasa Nirmala lebih mementingan membeli terigu dari pada menemaninya.

Jika ingat hal itu Nirmala tak tau ingin menangis atau tertawa, Bismanya yang baik, pengertian dan sabar kenapa hanya karena sekilo terigu begitu marah sampai tak mau mendengar penjelasannya.

“Sebaiknya kita sampai di sini La, akhir-akhir ini kamu terlalu sibuk membuat kue sampai tak ada waktu untukku.” Suatu pagi Bisma menemui Nirmala setelah seminggu pertengkaran mereka.

Nirmala terkejut tentu saja dan berusaha memberi penjelasan, meski Nirmala berjanji akan memberi waktu lebih pada Bisma tapi laki-laki itu tak mau mendengar.

“Kakak kenapa?” seorang anak berusia sepuluh tahun mendekatinya, pakaian olah raga yang dipakainya basah oleh keringat, mungkin murid sekolah dasar di dekat taman. “kakak mau permen, Riko punya? Kata mama tidak baik nangis sendiri di bawah pohon nanti diculik setan.”

“Terima kasih, kakak tidak nangis hanya kelilipan tadi capek istirahat sebentar.” Nirmala memberi alasan “kamu kenapa di sini nanti dicari gurumu, lho.”

“Ah, Riko disuruh pak guru lari mengelilingi taman, tuh teman-teman juga.” Benar saja ternyata banyak murid dengan seragam seperti Riko berkeliaran di taman.

“Ya sudah Riko lanjut lari lagi, kakak cantik jangan nangis kan sudah dikasih permen.”

Nirmala tersenyum dipandangnya permen dari anak itu, dulu Bisma juga sering memberinya permen saat dia sedih, “supaya kamu bisa tersenyum lagi semanis permen ini,” katanya waktu itu begitu manis sikapnya membuat Nirmala yang sedang sedih, mau tak mau tersenyum.

Tapi sekarang mengingatnya membuat hati Nirmala sakit luar biasa andai bisa dia ingin menampar muka sok manis Bisma, supaya ingat janjinya. Bagaimana mungkin laki-laki itu sudah mau bertunangan sedangkan mereka baru putus satu bulan lalu.

Nirmala tau, sekarang dia seperti orang bodoh yang menyedihkan masih mengharapkan laki-laki yang jelas-jelas telah membuangnya. Aku hanya butuh waktu untuk melampiaskan sakit hati bela hatinya yang lain. Tapi menangis di sini hanya akan membuatnya semakin terlihat bodoh dan menyedihkan, bahkan anak SD yang tak tau apa-apa memberikan permen untuk menghiburnya. Ya tuhan dia tidak suka dikasihani.

Tak ingin berlama-lama merenungi nasib dia beranjak meninggalkan taman, sebentar pandangannya mencari anak kecil yang memberinya permen, lalu dilanjutkan langkah ke arah motornya.

“Lama banget, La mbak kira kamu nyasar!”

“Ngadem dulu, Caca mana Mbak?”

“Tidur capek nungguin kamu balik.” Gita membuntuti Nirmala ke dapur “Harus ya, La kamu buat donat sebanyak itu.”

“Mau dibagi-bagi ke tetangga Mbak selamatan buang sial.”

“Kamu masih punya mbak, La. Kalau mau berbagi cerita, mungkin memang tidak banyak membantu, tapi biasanya cerita ke orang lain bisa membuat perasaan lega.” Gita memandang Nirmala penuh makna.

“Aku tau mbak.” Gita hanya mendesah pasrah saat Nirmala melangkah ke dapur mulai menyiapkan bahan membuat donat.

Entah bagaimana awal mulanya Nirmala selalu membuat donat saat sedang kesal saja, seolah dengan membuat donat dia bisa menyalurkan kekesalan yang dia rasakan, dia memang bukan orang yang ekspresif dengan mengungkapkan isi hatinya pada orang terdekat.

Dalam wadah besar Nirmala mencampur terigu, gula pasir, ragi instan, tak lupa dibukanya juga beberapa bungkus susu bubuk.

“Mbak bantu apa, La?”

“Tolong pisahkan kuning telur dan putihnya saja Mbak.” Tanpa banyak kata Gita melakukan yang diintruksikan Nirmala sebenarnya dia enggan membantu Nirmala membuat donat tapi, kalau dipikir-pikir lagi mungkin itulah cara Nirmala mengatasi perasaan hatinya yang buruk.

Kuning telur yang telah dipisahkan dicampur dengan semua bahan, tak lupa butter dan garam juga sudah bergerombol di sana. “pakai buah naga?”

“Iya mbak tolong masukkan sedikit-sedikit biar aku yang aduk.”

Nirmala bersiap mengaduk adonan dalam ember besar, jika saja ember besar itu bisa bicara dia pasti sudah menjerit dan mengaduh.Nirmala benar-benar melampiaskan rasa sakit hatinya. Oh adonan donat yang tak berdosa itu dianggapnya sebagai laki-laki yang menjadi sumber sakit hatinya.

Gita diam-diam bergerak menyingkir, ngeri melihat adik sepupunya. Nirmala adalah wanita dengan perawakan mungil dengan wajah bulat telur yang manis, tapi kekuatan orang yang sedang marah ternyata sangat mengerikan.

Entah kekuatan dari mana adonan itu tercampur dengan cepat. Saat telah kalis dan adonan berwarna merah itu itu ditinju, ditampar dan dibanting.

Tak puas dengan ember Nirmala memindahkan adonan di atas meja yang telah diberi alas plastik bening dan taburan sedikit tepung di atasnya. Dengan dua tangan mungilnya adonan itu berubah bentuk tak karuan. Andai saja orang yang membuatnya sakit hati bisa ia hajar seperti adonan itu tentu Nirmala akan dengan senang hati melakukannya.

Dua jam lamanya Nirmala menganiyaya adonannya, tubuhnya sudah basah oleh keringat, tapi ada kelegaan di matanya. Kelelahan. Gadis itu duduk tepekur pada bangku panjang setelah memotong-motong adonan dengan scraper. Tak diperdulikan lagi adonan itu. Bahkan untuk menutup adonan supaya mengembangpun tak ia lakukan.

Nia yang baru pulang, memandang kakaknya dari jauh dengan sendu, kakaknya sudah banyak menderita dia hanya berharap kakaknya bahagia tapi kenapa sulit sekali.

‘Baru pulang, Nia?”

“Iya, Mbak.” Dengan cekatan tangan Nia menutup adonan yang baru saja dibuat kakaknya.

“Mbak mandi dulu bentar. Biarin saja adonannya tar sore mbak goreng sendiri,” kata Nirmala.

“Iya, tadi Nia beli soto ayam sekalian Nia bangunin mbak Gita dan Caca buat makan bareng.” Nia tau patah hati kakaknya selalu berbanding lurus dengan malas makan. Karena itu dia sengaja membeli soto ayam kesukaan kakaknya.

“OK.”

“Mbak …” Ragu Nia memandang adonan donat di depannya. “banyak banget bikin donatnya? Apa ada yang pesan langsung ke Mbak?”

“Nggak Mbak pingin aja bikin, kamu bagi-bagi ke tetangga. Nanti mbak sisain yang mentah di frezeer buat kamu, kamu bilang donat buatan mbak enak, lumayan seminggu makan donat.”

Nia menelan ludahnya pahit, ya tuhan seminggu makan donat, jangan-jangan minggu depan dia berubah bentuk jadi donat. Nyesel dia dulu bilang donat buatan Nirmala enak.

Bab terkait

  • Kesandung Cinta Dokter Brondong   5. Pasar

    “Biar mbak ikut kamu ke pasar, Ni.”“Mbak yakin aku masih bisa bawa kok, Mbak istirahat saja hari ini tidak ada pesanan.” Pagi ini Nirmala sudah rapi dengan kaos warna kuning dan celana jins, karena ulahnya kemarin yang membuat donat dengan jumlah yang banyak pagi ini Nia berniat menjual beberapa buah donat tentu saja setelah mereka membagi-bagikan pada para tetangga dan orang terdekat. Oh jangan lupakan juga anak-anak panti yang berada tak jauh dengan rumah mereka juga mendapat jatah. Entah mengapa donat yang dibuat Nirmala seolah tak ada habisnya. Akhirnya gadis itu memutuskan menjual sisanya dia memang mengakui donat buatan Nirmala enak tapi dia tak segila itu untuk memakan donat seminggu penuh seperti saran Nirmala.“Mbak baik-baik saja, kamu akan kerepotan bawa ini semua.”“Baiklah, terserah mbak Mala saja.”Ini memang bukan pertama kalinya Nirmala membantu Nia berjualan di pasar biasanya dia akan sekalian membeli bahan kue atau berbelanja kebutuhan, meski cenderung kaku dan t

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-19
  • Kesandung Cinta Dokter Brondong   6. Buaya Pasar

    Nirmala tersenyum senang donat yang ia buat kemarin hampir habis hanya masih tersisa tiga buah, meski niatnya membuat donat hanya ingin sedikit mengalihkan rasa kesalnya tapi ternyata dia membuat kebanyakan, hah memang tidak ada baik-baiknya menyimpan rasa marah. Dia sadar bagaimanapun semua hal telah ada yang mengatur, jodoh, maut dan rejeki, sekeras apapun dia berusaha tak akan mampu mengubah apapun jika memang Bisma bukan jodohnya. Yah saat pikirannya sedikit tenang dia akan menelaah perasaannya sendiri, membolak balik pikirannya sendiri. Dia memang bukan pribadi yang terbuka dengan seseorang, menjadi anak pertama sekaligus menjadi yatim piatu di usia yang sangat muda membuatnya harus mengemban tugas yang berat sebagai kepala keluarga. Meski Nia bukan anak manja yang hanya bisa bergantung padanya, tapi sekali lagi dia anak sulung dan hanya Nia yang dia punya sekarang jadi dia harus bisa mengcover semua masalah yang mereka hadapi, termasuk masalah hatinya. Nirmala tahu Nia sanga

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-02
  • Kesandung Cinta Dokter Brondong   7. Bantuan Bisma

    Saat ayahnya Nirmala memang masih di tahun akhir kuliahnya, tapi karena tak adanya biaya juga karena kebutuhan sehari-hari yang mendesak, cuti kuliah adalah pilihannya saat itu. Tapi bukan berarti keinginannya untuk melanjutkan pendidikan berhenti sampai di sana, lima tahun setelahnya Nirmala berhasil meraih gelar sarjana, tentu saja semua itu tak lepas dari dukungan Nia sebagai keluarga satu-satunya yang ia punya, ibunya telah berpulang dua tahun sebelumnya. Saat memutuskan melanjutkan pendidikannya lagi itu Nirmala bertemu Bisma, teman masa SMAnya. Lucunya meski mereka dulu teman seangkatan waktu SMA, tapi karena Nirmala telat melanjutkan kuliahnya jadilah dia harus memanggil Bisma dengan sebutan bapak. Yah tentu saja Bisma yang telah menyelesaikan strata duanya mengabdi di kampus tempat Nirmala belajar sebagai dosen. Sempat kagok juga Nirmala, di kampus harus memanggilnya dengan sebutan bapak sedangkan di luar kampus mereka adalah teman dan Bisma tak sudi dipanggil

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-02
  • Kesandung Cinta Dokter Brondong   8. Geprek Pedas

    Nirmala mengamati ponsel yang memang khusus untuk usahanya dengan heran, banyak pesanan kue yang masuk, dari event di kampus, acara hajatan sampai pengajian ibu-ibu. Nirmala tidak akan merasa heran kalau saja mereka tidak menyebutkan suatu nama yang tidak ingin lagi dia dengar. Bisma. Mereka memesan atas rekomendasi laki-laki itu, untuk apa dia masih mau membantunya. Bahkan kue untuk pertunangannyapun Nirmala yang harus buat, seolah Nirmala hanya kenalan yang kebetulan bisa membuat kue. “Kenapa, Mbak?” Nia yang sudah segar sehabis mandi sore menghampiri kakaknya yang duduk termenung sambil memegang ponsel. “Kita banyak pesanan,” gadis itu lalu beranjak ke dapur meninggalkan Nia yang kebingungan. Memang banyak pesan masuk, beberapa hanya bertanya kue apa yang bisa di pesan, berapa harganya dan lain-lain, tapi banyak juga yang langsung memesan dengan jumlah yang cukup banyak dan harinyapun berdekatan. “Apa mbak Jani kuwalahan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • Kesandung Cinta Dokter Brondong   9. Saat Kita Bersama

    “Baru pulang. Mbak?” jam sembilam malam Nirmala melangkahkan kaki memasuki ruang tamu rumahnya, Bisma hanya mengantarnya sampai pintu, tak ikut masuk hari sudah malam memang.“Iya,  ini martabak manis buatmu, kamu nggak jadi keluar tadi?” Nirmala meletakkan bungkusan martabak yang berbau harum di atas meja makan, memperhatikan Nia sejanak yang menonton tivi, piyama berwarna hijau bergambar keropi sudah dia kenakan. Adiknya tadi mengatakan akan pergi ke acara reuni bersama teman-teman SMAnya yang diadalan di sebuah café.“Sudah,  tadi pulang jam delapan.” Nirmala hanya menggangguk lalu melangkah ke dalam kamarnya.Satu bulan sudah dia menyandang status sebagai kekasih Bisma. Senyum manis selalu menghiasi wajahnya. Bahagianya jatuh cinta, apalagi Bisma adalah pacar pertama setelah dua puluh enam tahun. Sepulang mengajar Bisma biasanya mampir ke rumah Nirmala, tidak ada jadwal khusus memang sesempatnya saja, warna merah jamb

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • Kesandung Cinta Dokter Brondong   10. Lepaskan

    Nirmala sudah menyelesaikan makannya, dua piring nasi hangat amblas ke perut Nirmala, Gita sampai geleng-geleng kepala. Ini yang kata Nia tak mau makan. Herannya meski Nirmala banyak makan tubuhnya tak berubah gemuk, bahkan seingat Gita dari mulai sma tubuhnya hanya segitu tak bertambah tinggi ataupun lebar. Entah karena keturunan atau memang tiap hari dia harus kerja keras membuat kue.“Kamu ingat saat ayahmu meninggal, La?” tanya Gita tiba-tiba, membuat Nirmala yang masih mencari serpihan ayam dalam sambal mengangkat wajahnya.“Tentu saja, mbak itu salah satu hari paling buruk untukku. Kenapa mbak tiba-tiba menanyakan itu?”“Mbak tidak bermaksud mengingatkanmu pada kenangan sedih itu,” Gita memandang Nirmala sejenak lalu melanjutkan, “bagaimana perasaanmu sekarang apakah kehilangan Bisma sama sedihnya dengan kehilangan ayahmu?” tanya Gita hati-hati dia tau tak pantas rasanya menanyakan pertanyaan ini, Bisma bahkan bukan siapa-siapa Nirmala

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • Kesandung Cinta Dokter Brondong   11. Umpan Buaya

    Nirmala tersenyum  sambil melambai pada Caca yang masih memberengut dalam gendongan ibunya. “Kalau mama libur saja, Ca ikut ke rumah tante.” Nirmala berkata mencoba memberi pengertian pada Caca buka apa-apa kalau dia nekat membawa Caca menginap di rumahnya tanpa sang ibu, bisa-bisa tengah malam anak itu nangis mencari ibunya.“Mbak gimana Caca nangis tuh?” Nirmala memandang kasihan pada Caca yang mulai menangis.“Udah nggak papa tinggal saja habis ini juga lupa.”Nirmala melambai sekali lagi pada Caca tak tega sebenarnya, Caca yang memang suka makan kue buatan Nirmala sangat mengidolakan sang tante dan akan menangis jika ditinggal. Begitupun Nirmala yang memang pada dasarnya sangat suka anak kecil, langsung dekat dengan Caca begitu lahir. Mengobrol bersama Caca meski kadang tak dimengerti oleh anak itu adalah hiburan tersendiri untuknya, apalagi  tingkah polahnya yang lucu dan menggemaskan selalu bisa membuatnya tertawa.“Lain

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • Kesandung Cinta Dokter Brondong   12. Yang Benar Saja

    Berbicara santai sambil menikmati camilan berdua memang sudah jarang mereka lakukan, kesibukan yang menggunung membuat mereka lebih memilih menghabiskan waktu santai dengan beristirahat. Kalaupun mereka berbincang itu selalu dilakakn sambil bekerja entah itu Nirmala sambil mengaduk adonan atau Nia sambil menimbang camilan yang akan mereka jual keesokan harinya.Hari-hari yang mereka lalui disibukkan dengan bekerja dan bekerja, tidak adanya orang tua membuat mereka bertekad untuk bisa hidup dengan kemampuan sendiri, masa muda yang kebanyakan gadis lain dihabiskan dengan belajar dan nongkrong bareng teman tidak bisa mereka lakukan. Waktu dengan membicarakan hal konyol berdua, sangat mahal harganya. Malam telah semakin tua, tapi kantuk belum juga menyapa, Nia bahkan sudah menghabiskan setengah toples keripik kentang, acara kesukaannyapun telah usai sejak tadi. Nirmala yang biasanya setelah tidak ada pekerjaan mengeram di kamar, kini malah menemani Nia begad

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03

Bab terbaru

  • Kesandung Cinta Dokter Brondong   87. Setitik Rasa

    Pukul sembilan malam Radit sampai di rumah orang tuanya, seharian ini dia disIbukkan dengan banyaknya pasien yang datang, saat ini memang sedang musim hujan banyak anak-anak yang terkenal flu dan batuk. Dan mereka datang berduyun-duyun ke rumah sakit tempat Radit bekerja. Melihat anak-anak yang terbaring lemah membuatnya selalu tak tega, jadi dia berusaha membantu mereka sebaik mungkin, dan inilah yang menyebabkannya sangat sIbuk dan sedikit melupakan persoalan tadi siang. “Kenapa malam sekali baru pulang, Dit. Kami sudah menunggumu dari tadi?” Bu Lastri langsung menyambut putranya saat mobil laki-laki itu berhenti di halaman rumah, sejak pukul lima sore tadi memang Bu Lastri sdah mengirimkan pesan pada Radit untuk segera pulang dan membahas masalah tadi siang. Radit hanya membacanya tak berkeinginan membalas, Ibunya bukan tipe Ibu-Ibu obsesif yang kalau anaknya tak membalas pesan akan langsung menelepon, Bu Lastri tipe Ibu yang simple, asalkan pesannya sudah tersampaikan dia tak a

  • Kesandung Cinta Dokter Brondong   86. Jangan Tinggalkan Aku

    Radit melajukan mobilnya dengan kencang, wajahnya sudah merah dan tangannya memegang kemudi dengan sangat kencang, kalau saja kemudi itu tak dibuat dengan bahan yang baik pasti sudah bengkok. “Pelankan mobilnya, Mas aku takut!” teriak suara dari penumpang belakang tapi mana mau Radit mendengarkan, dia malah menambah kecepatan mobilnya meliuk ke kanan dan ke kiri menyalip kendaraan lain di depannya. “Hentikan,Dit, kamu bisa membunuh kita semua!” teriak wanita paruh baya yang tadi datang bersama Radit. Tangannya terasa kebas mencengkeram erat besi pegangan di atap mobil. Tapi telinga dan hati Radit seolah tertutup dengan teriakan dua orang wanita yang semobil dengannya. Bahkan dia juga tak memperdulikan pengendara sepeda motor yang juga melaju kencang dari arah yang berlawanan, menyerempet bagian samping mobilnya. Mobil keluaran eropa yang biasanya dia sayang, seolah tak berharga lagi. yang dia tahu saat ini hanyalah ingin le

  • Kesandung Cinta Dokter Brondong   85. Bukan Cinderella

    "Aku mau tiga mangkuk es krim, tambahkan potongan strawberry yang besar dan kue coklat untuk kami, tolong cepat, ya Mbak siang ini panas banget," keluh Nia dengan senyuman manis di akhir kalimatnya."Segera, Mbak tunggu sebentar."Pelayan itu berlalu setelah mencatat pesanan Nia.Benar saja tak sampai sepuluh menit mereka menunggu pesanan sudah tersedia.Tiga mangkuk es krim, dengan saus strawberry dan ditambah potongan strawberry yang besar, terlihat sangat lezat.Nirmala memandangnya dengan berbinar, es krim strawberry tak pernah membuatnya bosan bahkan di saat suasana hatinya sedang tergores pisau tajam.Suasana cafe yang cozy membuat banyak pengunjung yang datang kemari."Lupakan diet dan mari habiskan es krim!""Yeiii lupakan jerawat juga, mari have fun!""Kalian serius mau menghabiskan es krim itu," Nirmala bertanya dengan wajah tak yakin, pasalnya dua wanita yang saat ini duduk bersamanya sangat anti makan es krim.Mbak Gita yang sejak melahirkan Caca menjadi gampang sekali gem

  • Kesandung Cinta Dokter Brondong   84. Tak Sama Lagi

    Nirmala menatap ke sekelilingnya dengan pandangan pias, orang-orang mulai berdatangan dan berbisik-bisik. Tentu saja kamu mereka biasanya tenang dan damai jarang sekali ada kejadian yang menghebohkan. Dan itu pun hanya seputar maling yang tertangkap warga saat mencuri atau tikus sebesar anak kambing yang nekat masuk rumah warga. Dan kali ini kedatangan wanita itu pasti sangat menggelitik rasa ingin tahu mereka apalagi posisi wanita itu yang berlutut di hadapan Nirmala dengan tangis yang berderai, pasti semua orang mengira bahwa Nirmala merebut suami orang dan istrinya sekarang datang memohon padanya. Ditambah lagi semua tetangganya sudah tahu tentang kabar pertunangannya dengan Radit, laki-laki tampan yang kaya raya, dan pastinya usianya jauh di bawah Nirmala, lengkap sudah penderitaannya.“Mbak, Mbaknya bangun dulu kita bicara di dalam saja.” Gita yang sejak tadi berdiri di samping Nirmala juga ikut membujuk, tak enak rasanya menjadi bahan tontonan warga sekitar. Dia memandang adi

  • Kesandung Cinta Dokter Brondong   83. Wanita Lain

    Seperti hari-hari sebelumnya pagi ini Nirmala sudah disibukkan dengan berbagai tepung dan bahan pembuatan kue. Dengan adanya tiga orang tambahan, membuat Nirmala bisa bernafas dengan lega. dia tak perlu lagi menolak pesanan karena dirasa masih mampu mengerjakannya. Tapi semangat Nirmala untuk terus bereksperimen dengan berbagai jenis kue tak pernah pudar. Dan sekarang dia malah mempunyai banyak waktu untuk melanjutkan hobinya itu. Apalagi menjelang hari pertunangannya, dia semakin sibuk saja di dapur baik Mbak Gita maupun budhe sudah melarang Nirmala ke dapur tapi yang namanya Nirmala tetap saja keras kepala.“Aku bertanggung jawab dalam produksi kue tokoku bagaimana mungkin aku tak ke dapur,” kata Nirmala suatu hari saat Gita datang berkunjung dan melihatnya yang sudah bermain dengan bahan-bahan kesayangannya itu di dapur.“Ya paling tidak kamu kurangi, buat apa kamu bayar tiga orang karyawan kalu ujung-ujungnya kamu sendiri yang harus turun tangan.”“Aku cuma bantu, Mbak biar cepa

  • Kesandung Cinta Dokter Brondong   82. Tak Datang

    Siang ini matahari memang tidak bersinar terlalu terik, meski tak hujan, tapi awan kelabu sudah mulai berjalan-jalan, menemani burung-burung yang terbang mencari makan. Siang ini memang tak terlalu panas tapi tidak demikian dengan suasana hati Nirmala, wanita itu sudah setengah jam mondar mandir di depan sebuah butik ternama, tangan kanannya memegang ponsel lalu menempelkannya ke telinga begitu dari tadi tapi tak ada jawaban dari seseorang yang dia hubungi di seberang sana. “Kemana orang ini, katanya bisa datang kenapa sekarang tak menjawab telepon?” keluhnya kesal. “Sudah jawab, La?” “Belum, Ma.”“Coba hubungi terus, kemana anak itu katanya bisa datang kok nggak ada kabar.”Nirmala tak bisa menjawab pertanyaan yang sama juga sudah dia tanyakan berkali-kali tapi hanya semilir angin yang menjawab. Dia kembali sibuk menelepon lagi. “Kamu ada nomer perawat yang membantunya? Mungkin sa

  • Kesandung Cinta Dokter Brondong   81. Cincin Bermata Biru

    “Ayo turun, La.” tanpa diminta dua kali Nirmala langsung turun dari dalam mobil, dia berniat membantu sopir Bu Lastri untuk mengangkat barang belanjaan mereka tapi, laki-laki itu melarangnya jadi Nirmala hanya mengikuti Bu Lastri dari belakang.Rumah ini masih tetap sama seperti beberapa waktu lalu saat dia pertama kali datang kesini, asri dan elegan. Dan satu hal yang selalu dirasakan Nirmala saat memasuki rumah ini adalah misterius, entah mengapa dia merasa kalau rumah ini banyak menyimpan misteri di dalamnya.Mungkin karena ini rumah kuno, yang banyak menyimpan rahasia para pendahulunya.“Ayo masuk.” suara Bu Lastri menyadarkan Nirmala tujuannya datang ke rumah ini. Setelah membeli semua perlengkapan seserahan tadi Nirmala memang diminta ikut ke rumah Bu Lastri, beliau bilang ada sesuatu yang ingin dia berikan pada Nirmala dan sekalian membicarakan rencana pernikahannya. Bagaimanapun mereka tak bisa mengandal

  • Kesandung Cinta Dokter Brondong   80. Rempong

    Berbelanja dengan Radit memang sangat menyebalkan, tapi siapa mengira berbelanja dengan Emak Radit jauh lebih menyebalkan apalagi Nirmala tak bisa seenaknya mengeluh dia harus tetap tersenyum meski hatinya dongkol. Bagaimana tidak Nirmala harus rela berputar-putar tak tentu arah, bukan karena mereka nyasar seperti saat bersama Radit, bu Lastri jelas sering berbelanja di mall ini karena beliau sangat hafal letak toko-toko yang menjual barang yang diinginkan tapi di sinilah permasalahanya.“Kita cari tas dulu, La.” “Memang lamaran perlu tas juga, Bu bukannya cukup pakaian saja?”Bu Lastri berhenti dan memandang Nirmala sejenak lalu berkata, “mulai sekarang jangan panggil Bu tapi panggil Mama sebentar lagi kamu juga akan jadi anak mama jadi biasakan dari sekarang.”Nirmala tertegun memandang Bu Lastri dengan seksama, apakah Bu Lastri memang menerima dia sepenuhnya sebagai pendamping anaknya. Selama ini Ibu Radit me

  • Kesandung Cinta Dokter Brondong   79. Dua Anak Ayam

    “Bukannya kamu mau kerja kenapa ke sini?” tanya Nirmala yang heran melihat Radit mengajaknya turun di sebuah mall.“Masih ada waktu dua jam lagi,” kata Radit. “ Yuk turun.”Nirmala menghela nafas, kenapa Radit suka sekali mengambil keputusan sendiri, kalau memang mereka mampir ke sini untuk makan, lebih baik mereka mampir di warung makan atau café saja, lebih praktis mereka tak perlu berkeliling, apalagi mall yang mereka kunjungi terlihat penuh.Dia yang bukan wanita yang hobi ngemall tentu saja sangat tidak tertarik dengan konsep ini.“Kalau cuma mau makan kenapa nggak di resto saja lebih praktis, atau bisa aku masakin di rumah kamu, biar kamunya nggak telat nanti.” “Kita nggak cuma makan di sini, dan aku nggak mau kita berdua ada di rumahku sebelum sah ya, tar yang ketiganya setan.” Pipi Nirmala memerah mengingat momen saat mereka berdua di rumah Radit dulu. Aish kenapa diingatkan sih Nirmala kan jadi malu.

DMCA.com Protection Status