Share

4. Apa Salah Berbagi?

Author: Ajeng padmi
last update Last Updated: 2024-11-19 06:57:16

Nirmala melajukan motornya menembus keramaian jalan, jalan yang sudah dia lewati ribuan kali. Toko Ekonomi toko yang menjual bahan untuk membuat kue menjadi tujuannya.

Harganya yang agak miring membuat toko ini tak pernah sepi pengunjung. Nirmala bahkan sudah kenal baik dengan pemiliknya, seorang wanita paruh baya keturunan tionghoa, Cik Mei biasa dia dipanggil, hanya hidup berdua dengan anaknya yang memiliki keterbelakangan mental. Tapi itu tak menyurutkan semangat wanita itu untuk mengais rejeki.

“Orderan banyak ini, La?”

“Lumayan Cik banyak yang pesan, musim hajatan.”

“Syukur deh kalau begitu, mau cari apa sekarang?”

“Terigu tiga kilo sama fermipan 3 bungkus, susu bubuk satu renceng sama margarin seperempat.”

“Mau bikin donat? donat buatamu enak, tapi kok gak dijual di lapak adikmu. Jualanlah pasti banyak yang beli aku saja suka.”

“Belum Cik, buat donat kalau lagi senggang saja.”

“Nanti bagi aku sepuluh biji buat camilan sendiri.”

“Beres, Cik.”

Jalanan cukup lengang saat Nirmala melajukan motornya kembali pulang ke rumah, bahan membuat donat sudah didapat semua. Dia sangat ingin membuat donat. Oh jangan salah dia bukan penggemar donat, meski kata orang donat buatannya sangat enak lebih enak dari donat yang dipajang di toko donat ternama, tapi Nirmala tak pernah mau makan, tetangga dan orang terdekatnya yang akan bertugas menghabiskan kue itu sampai bosan tentu saja. Nirmala tak pernah membuat donat sedikit.

Motor ia hentikan di dekat taman, tak banyak orang yang ada di sana, jam sudah menunjukkan pukul sepuluh lebih tentu bukan waktu yang tepat untuk bermain di taman. Matahari sudah mulai panas, hanya pohon-pohon yang menaungi orang-orang yang nekat berasa di sana, sejenak dia ingin sendiri perasaannya sungguh tak karuan.

Sudah sejak lama dia menyiapkan diri untuk ditinggalkan hubungannya dengan Bisma, memang tak mendapat restu keluarga pria itu, apalagi ibunya, ibu Bisma memang bukan jenis ibu-ibu yang marah dan langsung mengusir Nirmala, tapi wanita itu lebih memilih cara yang lebih halus tidak menolak frontal tapi setiap mereka bertemu selalu saja ada kata-kata halus tapi menyengat, dan Nirmala bukan orang bodoh untuk tidak memahami maksudnya.

Dan Bisma yang juga memahami hal itu selalu berusaha meyakinkan Nirmala bahwa mereka akan baik-baik saja, sikap keluarganya akan berubah seiring waktu. Tapi sekarang bukan keluarga Bisma yang berubah justru laki-laki itu sendiri yang berubah. Nirmala masih ingat pertengkaran mereka yang terakhir hanya masalah sepele. Hanya karena Bisma merasa Nirmala lebih mementingan membeli terigu dari pada menemaninya.

Jika ingat hal itu Nirmala tak tau ingin menangis atau tertawa, Bismanya yang baik, pengertian dan sabar kenapa hanya karena sekilo terigu begitu marah sampai tak mau mendengar penjelasannya.

“Sebaiknya kita sampai di sini La, akhir-akhir ini kamu terlalu sibuk membuat kue sampai tak ada waktu untukku.” Suatu pagi Bisma menemui Nirmala setelah seminggu pertengkaran mereka.

Nirmala terkejut tentu saja dan berusaha memberi penjelasan, meski Nirmala berjanji akan memberi waktu lebih pada Bisma tapi laki-laki itu tak mau mendengar.

“Kakak kenapa?” seorang anak berusia sepuluh tahun mendekatinya, pakaian olah raga yang dipakainya basah oleh keringat, mungkin murid sekolah dasar di dekat taman. “kakak mau permen, Riko punya? Kata mama tidak baik nangis sendiri di bawah pohon nanti diculik setan.”

“Terima kasih, kakak tidak nangis hanya kelilipan tadi capek istirahat sebentar.” Nirmala memberi alasan “kamu kenapa di sini nanti dicari gurumu, lho.”

“Ah, Riko disuruh pak guru lari mengelilingi taman, tuh teman-teman juga.” Benar saja ternyata banyak murid dengan seragam seperti Riko berkeliaran di taman.

“Ya sudah Riko lanjut lari lagi, kakak cantik jangan nangis kan sudah dikasih permen.”

Nirmala tersenyum dipandangnya permen dari anak itu, dulu Bisma juga sering memberinya permen saat dia sedih, “supaya kamu bisa tersenyum lagi semanis permen ini,” katanya waktu itu begitu manis sikapnya membuat Nirmala yang sedang sedih, mau tak mau tersenyum.

Tapi sekarang mengingatnya membuat hati Nirmala sakit luar biasa andai bisa dia ingin menampar muka sok manis Bisma, supaya ingat janjinya. Bagaimana mungkin laki-laki itu sudah mau bertunangan sedangkan mereka baru putus satu bulan lalu.

Nirmala tau, sekarang dia seperti orang bodoh yang menyedihkan masih mengharapkan laki-laki yang jelas-jelas telah membuangnya. Aku hanya butuh waktu untuk melampiaskan sakit hati bela hatinya yang lain. Tapi menangis di sini hanya akan membuatnya semakin terlihat bodoh dan menyedihkan, bahkan anak SD yang tak tau apa-apa memberikan permen untuk menghiburnya. Ya tuhan dia tidak suka dikasihani.

Tak ingin berlama-lama merenungi nasib dia beranjak meninggalkan taman, sebentar pandangannya mencari anak kecil yang memberinya permen, lalu dilanjutkan langkah ke arah motornya.

“Lama banget, La mbak kira kamu nyasar!”

“Ngadem dulu, Caca mana Mbak?”

“Tidur capek nungguin kamu balik.” Gita membuntuti Nirmala ke dapur “Harus ya, La kamu buat donat sebanyak itu.”

“Mau dibagi-bagi ke tetangga Mbak selamatan buang sial.”

“Kamu masih punya mbak, La. Kalau mau berbagi cerita, mungkin memang tidak banyak membantu, tapi biasanya cerita ke orang lain bisa membuat perasaan lega.” Gita memandang Nirmala penuh makna.

“Aku tau mbak.” Gita hanya mendesah pasrah saat Nirmala melangkah ke dapur mulai menyiapkan bahan membuat donat.

Entah bagaimana awal mulanya Nirmala selalu membuat donat saat sedang kesal saja, seolah dengan membuat donat dia bisa menyalurkan kekesalan yang dia rasakan, dia memang bukan orang yang ekspresif dengan mengungkapkan isi hatinya pada orang terdekat.

Dalam wadah besar Nirmala mencampur terigu, gula pasir, ragi instan, tak lupa dibukanya juga beberapa bungkus susu bubuk.

“Mbak bantu apa, La?”

“Tolong pisahkan kuning telur dan putihnya saja Mbak.” Tanpa banyak kata Gita melakukan yang diintruksikan Nirmala sebenarnya dia enggan membantu Nirmala membuat donat tapi, kalau dipikir-pikir lagi mungkin itulah cara Nirmala mengatasi perasaan hatinya yang buruk.

Kuning telur yang telah dipisahkan dicampur dengan semua bahan, tak lupa butter dan garam juga sudah bergerombol di sana. “pakai buah naga?”

“Iya mbak tolong masukkan sedikit-sedikit biar aku yang aduk.”

Nirmala bersiap mengaduk adonan dalam ember besar, jika saja ember besar itu bisa bicara dia pasti sudah menjerit dan mengaduh.Nirmala benar-benar melampiaskan rasa sakit hatinya. Oh adonan donat yang tak berdosa itu dianggapnya sebagai laki-laki yang menjadi sumber sakit hatinya.

Gita diam-diam bergerak menyingkir, ngeri melihat adik sepupunya. Nirmala adalah wanita dengan perawakan mungil dengan wajah bulat telur yang manis, tapi kekuatan orang yang sedang marah ternyata sangat mengerikan.

Entah kekuatan dari mana adonan itu tercampur dengan cepat. Saat telah kalis dan adonan berwarna merah itu itu ditinju, ditampar dan dibanting.

Tak puas dengan ember Nirmala memindahkan adonan di atas meja yang telah diberi alas plastik bening dan taburan sedikit tepung di atasnya. Dengan dua tangan mungilnya adonan itu berubah bentuk tak karuan. Andai saja orang yang membuatnya sakit hati bisa ia hajar seperti adonan itu tentu Nirmala akan dengan senang hati melakukannya.

Dua jam lamanya Nirmala menganiyaya adonannya, tubuhnya sudah basah oleh keringat, tapi ada kelegaan di matanya. Kelelahan. Gadis itu duduk tepekur pada bangku panjang setelah memotong-motong adonan dengan scraper. Tak diperdulikan lagi adonan itu. Bahkan untuk menutup adonan supaya mengembangpun tak ia lakukan.

Nia yang baru pulang, memandang kakaknya dari jauh dengan sendu, kakaknya sudah banyak menderita dia hanya berharap kakaknya bahagia tapi kenapa sulit sekali.

‘Baru pulang, Nia?”

“Iya, Mbak.” Dengan cekatan tangan Nia menutup adonan yang baru saja dibuat kakaknya.

“Mbak mandi dulu bentar. Biarin saja adonannya tar sore mbak goreng sendiri,” kata Nirmala.

“Iya, tadi Nia beli soto ayam sekalian Nia bangunin mbak Gita dan Caca buat makan bareng.” Nia tau patah hati kakaknya selalu berbanding lurus dengan malas makan. Karena itu dia sengaja membeli soto ayam kesukaan kakaknya.

“OK.”

“Mbak …” Ragu Nia memandang adonan donat di depannya. “banyak banget bikin donatnya? Apa ada yang pesan langsung ke Mbak?”

“Nggak Mbak pingin aja bikin, kamu bagi-bagi ke tetangga. Nanti mbak sisain yang mentah di frezeer buat kamu, kamu bilang donat buatan mbak enak, lumayan seminggu makan donat.”

Nia menelan ludahnya pahit, ya tuhan seminggu makan donat, jangan-jangan minggu depan dia berubah bentuk jadi donat. Nyesel dia dulu bilang donat buatan Nirmala enak.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Kesandung Cinta Dokter Brondong   5. Pasar

    “Biar mbak ikut kamu ke pasar, Ni.”“Mbak yakin aku masih bisa bawa kok, Mbak istirahat saja hari ini tidak ada pesanan.” Pagi ini Nirmala sudah rapi dengan kaos warna kuning dan celana jins, karena ulahnya kemarin yang membuat donat dengan jumlah yang banyak pagi ini Nia berniat menjual beberapa buah donat tentu saja setelah mereka membagi-bagikan pada para tetangga dan orang terdekat. Oh jangan lupakan juga anak-anak panti yang berada tak jauh dengan rumah mereka juga mendapat jatah. Entah mengapa donat yang dibuat Nirmala seolah tak ada habisnya. Akhirnya gadis itu memutuskan menjual sisanya dia memang mengakui donat buatan Nirmala enak tapi dia tak segila itu untuk memakan donat seminggu penuh seperti saran Nirmala.“Mbak baik-baik saja, kamu akan kerepotan bawa ini semua.”“Baiklah, terserah mbak Mala saja.”Ini memang bukan pertama kalinya Nirmala membantu Nia berjualan di pasar biasanya dia akan sekalian membeli bahan kue atau berbelanja kebutuhan, meski cenderung kaku dan t

    Last Updated : 2024-11-19
  • Kesandung Cinta Dokter Brondong   6. Buaya Pasar

    Nirmala tersenyum senang donat yang ia buat kemarin hampir habis hanya masih tersisa tiga buah, meski niatnya membuat donat hanya ingin sedikit mengalihkan rasa kesalnya tapi ternyata dia membuat kebanyakan, hah memang tidak ada baik-baiknya menyimpan rasa marah. Dia sadar bagaimanapun semua hal telah ada yang mengatur, jodoh, maut dan rejeki, sekeras apapun dia berusaha tak akan mampu mengubah apapun jika memang Bisma bukan jodohnya. Yah saat pikirannya sedikit tenang dia akan menelaah perasaannya sendiri, membolak balik pikirannya sendiri. Dia memang bukan pribadi yang terbuka dengan seseorang, menjadi anak pertama sekaligus menjadi yatim piatu di usia yang sangat muda membuatnya harus mengemban tugas yang berat sebagai kepala keluarga. Meski Nia bukan anak manja yang hanya bisa bergantung padanya, tapi sekali lagi dia anak sulung dan hanya Nia yang dia punya sekarang jadi dia harus bisa mengcover semua masalah yang mereka hadapi, termasuk masalah hatinya. Nirmala tahu Nia sanga

    Last Updated : 2024-12-02
  • Kesandung Cinta Dokter Brondong   7. Bantuan Bisma

    Saat ayahnya Nirmala memang masih di tahun akhir kuliahnya, tapi karena tak adanya biaya juga karena kebutuhan sehari-hari yang mendesak, cuti kuliah adalah pilihannya saat itu. Tapi bukan berarti keinginannya untuk melanjutkan pendidikan berhenti sampai di sana, lima tahun setelahnya Nirmala berhasil meraih gelar sarjana, tentu saja semua itu tak lepas dari dukungan Nia sebagai keluarga satu-satunya yang ia punya, ibunya telah berpulang dua tahun sebelumnya. Saat memutuskan melanjutkan pendidikannya lagi itu Nirmala bertemu Bisma, teman masa SMAnya. Lucunya meski mereka dulu teman seangkatan waktu SMA, tapi karena Nirmala telat melanjutkan kuliahnya jadilah dia harus memanggil Bisma dengan sebutan bapak. Yah tentu saja Bisma yang telah menyelesaikan strata duanya mengabdi di kampus tempat Nirmala belajar sebagai dosen. Sempat kagok juga Nirmala, di kampus harus memanggilnya dengan sebutan bapak sedangkan di luar kampus mereka adalah teman dan Bisma tak sudi dipanggil

    Last Updated : 2024-12-02
  • Kesandung Cinta Dokter Brondong   8. Geprek Pedas

    Nirmala mengamati ponsel yang memang khusus untuk usahanya dengan heran, banyak pesanan kue yang masuk, dari event di kampus, acara hajatan sampai pengajian ibu-ibu. Nirmala tidak akan merasa heran kalau saja mereka tidak menyebutkan suatu nama yang tidak ingin lagi dia dengar. Bisma. Mereka memesan atas rekomendasi laki-laki itu, untuk apa dia masih mau membantunya. Bahkan kue untuk pertunangannyapun Nirmala yang harus buat, seolah Nirmala hanya kenalan yang kebetulan bisa membuat kue. “Kenapa, Mbak?” Nia yang sudah segar sehabis mandi sore menghampiri kakaknya yang duduk termenung sambil memegang ponsel. “Kita banyak pesanan,” gadis itu lalu beranjak ke dapur meninggalkan Nia yang kebingungan. Memang banyak pesan masuk, beberapa hanya bertanya kue apa yang bisa di pesan, berapa harganya dan lain-lain, tapi banyak juga yang langsung memesan dengan jumlah yang cukup banyak dan harinyapun berdekatan. “Apa mbak Jani kuwalahan

    Last Updated : 2024-12-03
  • Kesandung Cinta Dokter Brondong   9. Saat Kita Bersama

    “Baru pulang. Mbak?” jam sembilam malam Nirmala melangkahkan kaki memasuki ruang tamu rumahnya, Bisma hanya mengantarnya sampai pintu, tak ikut masuk hari sudah malam memang.“Iya,  ini martabak manis buatmu, kamu nggak jadi keluar tadi?” Nirmala meletakkan bungkusan martabak yang berbau harum di atas meja makan, memperhatikan Nia sejanak yang menonton tivi, piyama berwarna hijau bergambar keropi sudah dia kenakan. Adiknya tadi mengatakan akan pergi ke acara reuni bersama teman-teman SMAnya yang diadalan di sebuah café.“Sudah,  tadi pulang jam delapan.” Nirmala hanya menggangguk lalu melangkah ke dalam kamarnya.Satu bulan sudah dia menyandang status sebagai kekasih Bisma. Senyum manis selalu menghiasi wajahnya. Bahagianya jatuh cinta, apalagi Bisma adalah pacar pertama setelah dua puluh enam tahun. Sepulang mengajar Bisma biasanya mampir ke rumah Nirmala, tidak ada jadwal khusus memang sesempatnya saja, warna merah jamb

    Last Updated : 2024-12-03
  • Kesandung Cinta Dokter Brondong   10. Lepaskan

    Nirmala sudah menyelesaikan makannya, dua piring nasi hangat amblas ke perut Nirmala, Gita sampai geleng-geleng kepala. Ini yang kata Nia tak mau makan. Herannya meski Nirmala banyak makan tubuhnya tak berubah gemuk, bahkan seingat Gita dari mulai sma tubuhnya hanya segitu tak bertambah tinggi ataupun lebar. Entah karena keturunan atau memang tiap hari dia harus kerja keras membuat kue.“Kamu ingat saat ayahmu meninggal, La?” tanya Gita tiba-tiba, membuat Nirmala yang masih mencari serpihan ayam dalam sambal mengangkat wajahnya.“Tentu saja, mbak itu salah satu hari paling buruk untukku. Kenapa mbak tiba-tiba menanyakan itu?”“Mbak tidak bermaksud mengingatkanmu pada kenangan sedih itu,” Gita memandang Nirmala sejenak lalu melanjutkan, “bagaimana perasaanmu sekarang apakah kehilangan Bisma sama sedihnya dengan kehilangan ayahmu?” tanya Gita hati-hati dia tau tak pantas rasanya menanyakan pertanyaan ini, Bisma bahkan bukan siapa-siapa Nirmala

    Last Updated : 2024-12-03
  • Kesandung Cinta Dokter Brondong   11. Umpan Buaya

    Nirmala tersenyum  sambil melambai pada Caca yang masih memberengut dalam gendongan ibunya. “Kalau mama libur saja, Ca ikut ke rumah tante.” Nirmala berkata mencoba memberi pengertian pada Caca buka apa-apa kalau dia nekat membawa Caca menginap di rumahnya tanpa sang ibu, bisa-bisa tengah malam anak itu nangis mencari ibunya.“Mbak gimana Caca nangis tuh?” Nirmala memandang kasihan pada Caca yang mulai menangis.“Udah nggak papa tinggal saja habis ini juga lupa.”Nirmala melambai sekali lagi pada Caca tak tega sebenarnya, Caca yang memang suka makan kue buatan Nirmala sangat mengidolakan sang tante dan akan menangis jika ditinggal. Begitupun Nirmala yang memang pada dasarnya sangat suka anak kecil, langsung dekat dengan Caca begitu lahir. Mengobrol bersama Caca meski kadang tak dimengerti oleh anak itu adalah hiburan tersendiri untuknya, apalagi  tingkah polahnya yang lucu dan menggemaskan selalu bisa membuatnya tertawa.“Lain

    Last Updated : 2024-12-03
  • Kesandung Cinta Dokter Brondong   12. Yang Benar Saja

    Berbicara santai sambil menikmati camilan berdua memang sudah jarang mereka lakukan, kesibukan yang menggunung membuat mereka lebih memilih menghabiskan waktu santai dengan beristirahat. Kalaupun mereka berbincang itu selalu dilakakn sambil bekerja entah itu Nirmala sambil mengaduk adonan atau Nia sambil menimbang camilan yang akan mereka jual keesokan harinya.Hari-hari yang mereka lalui disibukkan dengan bekerja dan bekerja, tidak adanya orang tua membuat mereka bertekad untuk bisa hidup dengan kemampuan sendiri, masa muda yang kebanyakan gadis lain dihabiskan dengan belajar dan nongkrong bareng teman tidak bisa mereka lakukan. Waktu dengan membicarakan hal konyol berdua, sangat mahal harganya. Malam telah semakin tua, tapi kantuk belum juga menyapa, Nia bahkan sudah menghabiskan setengah toples keripik kentang, acara kesukaannyapun telah usai sejak tadi. Nirmala yang biasanya setelah tidak ada pekerjaan mengeram di kamar, kini malah menemani Nia begad

    Last Updated : 2024-12-03

Latest chapter

  • Kesandung Cinta Dokter Brondong   111. Yang Dinanti

    “Mama minta kita program bayi tabung.” Radit yang baru saja melipat sarungnya menoleh pada Nirmala yang masih berbalut mukena. “Untuk apa?” tanya Radit. Nirmala menghela napas, waktu setelah sholat subuh dia pilih karena hanya waktu itu yang selalu memungkinkan mereka untuk bersama, Radit yang kadang pulang sangat malam atau bahkan dini hari dan Nirmala yang sudah terlelap membuat tak ada waktu untuk sekedar bercakap-cakap. “Kok untuk apa? sudah lama kita belum punya anak? Memangnya mas tidak mau punya anak,” kata Nirmala kesal. Untuk bicara masalah ini dia sudah berlatih sepanjang malam tadi. Sejujurnya Nirmala juga tidak suka dengan ide itu, tapi dia sadar beberapa tahun menikah belum juga punya anak dan usianya juga bertambah tua. “Aku sudah akan punya anak.” “Hah!” kepala yang semula tertunduk penuh rasa bersalah langsung terangkat, matanya melebar. R

  • Kesandung Cinta Dokter Brondong   110. Ibu Mertua

    Nirmala memasuki rumah mertuanya sore ini, pagi tadi Bu Lastri meneleponnya dan memintanya untuk ke mari.Mempunyai anak-anak yang telah beranjak dewasa membuat Bu Lastri kesepian itulah alasan beliau selalu meminta Nirmala datang ke rumahnya, meski wanita itu tak jarang juga memiliki kesibukan sendiri sehingga tak bisa memenuhi permintaan mertuanya.Berbeda untuk kali ini Bu Lastri tak mau mendengar apapun alasan Nirmala, bahkan menelepon berkali-kali untuk memastikan Nirmala bisa datang, saat ditanya ada apa beliau hanya mengatakan ada hal penting yang ingin dia katakan, membuat Nirmala sedikit was-was, apalagi hubungannya dengan Radit akhir-akhir ini agak merenggang.Radit yang lebih mementingkan pekerjaannya membuat Nirmala selalu snewen setiap hari, mereka paling hanya bertemu saat pagi hari, itu pun Radit akan buru-buru balik lagi ke rumah sakit. Tak ada lagi acara berbincang santai, atau pun membicarakan hal-hal konyol yang membuat me

  • Kesandung Cinta Dokter Brondong   109. Berjarak

    Seminggu sudah Radit dibuat sibuk dengan pekerjaan di rumah sakit, suaminya itu bahkan setiap hari pulang diatas jam dua belas malam dan akan berangkat lagi jam lima pagi. Mereka bahkan sudah jarang berkomunikasi bahkan lewat pesan singkat sekalipun. Kalau ditanya apa Nirmala tidak protes, jawabanya adalah sesering dia membuat kue. Tapi jawaban Radit tetap saja memintanya menunggu dengan alasan banyak pasienlah , atau akan ada seminar disuatu tempat, yang membuat Nirmala pusing sendiri dan akhirnya hanya membiarkan saja Radit dengan segala kesibukannya. Di rumah pun komunikasi mereka hanya seputaran Radit yang menanyakan baju ganti untuknya dan bekal sarapan di tiap pagi karena laki-laki itu tak akan sempat makan di rumah. Nirmala yang mengantar suaminya pergi kerja hanya menatap malas saat Radit berkata akan mengusahakan pulang secepatnya. Bukannya dia tak percaya lagi pada sang suami tapi sudah banyak k

  • Kesandung Cinta Dokter Brondong   108. Php

    Nirmala meregangkan tubuhnya yang meringkuk di atas ranjang. Dia menoleh ke samping, tak ada sosok yang selama dua tahun ini menemani tidurnya. "Apa tadi malam aku mimpi? tapi kok terasa nyata?" Nirmala segera memeriksa bagian samping ranjang, tidak terlalu dingin dan agak kusut, berarti tadi malam dia tidak mimpi lalu di mana sekarang suaminya? Apa sudah berangkat kerja, sepagi ini?Wanita itu bergerak malas, matanya masih sangat mengantuk, tadi malam dia menangis lama sekali, entah kenapa akhir-akhir ini dia berubah menjadi cengeng, matanya sudah pasti akan terlihat bengkak. Dengan malas Nirmala memaksakan diri untuk bangun, dia harus mengompres mukanya, akan banyak pertanyaan kalau dia muncul dengan wajah seperti itu.Benar saja matanya sebesar bola pimpong, dengan sebal dia menekan-nekan matanya dengan handuk hangat berharap matanya akan kembali seperti sedia kala. Nirmala keluar dari kamar d

  • Kesandung Cinta Dokter Brondong   107. Maaf

    Berpuluh-puluh pesan telah dia kirim tapi tak satupun yang diabalas oleh sang suami bahkan dibaca pun tidak. Nirmala sudah menyerah dengan langkah lemas dia memberekan semua, tak diperdulikannya perutnya yang sejak tadi belum terisi. Sekarang dia hanya ingin tidur dan melupakan semuanya. Jam dinding bahkan sudah menunjukkan pukul sebelas malam, mungkin sang suami sebentar lagi akan pulang tapi Nirmala sudah tak perduli. Dia terlanjur kecewa. Selama satu jam dia hanya berguling ke kanan dan ke kiri di atas ranjang. Di kejauhan terdengar sirine yang berbunyi menandakan hari telah berganti. Nirmala semakin gelisah. Tidak biasanya Radit pulang selarut ini apa dia baik-baik saja? Apa perlu dia menyusul ke rumah sakit tempatnya bekerja? cuma jalan kaki sepuluh menit juga.Tapi Nirmala juga takut ini sudah tengah malam, kalau Radit sedang sibuk dengan pasiennya bagaimana? Dia akan sangat menganggu nanti. Hatinya berdebar tak nyaman akhi

  • Kesandung Cinta Dokter Brondong   106. Tak Sampai

    Sejak pagi hari Nirmala sudah berkutat dengan berbagai macam bahan yang akan dia gunakan untuk membuat sebuah kue tart spesial.  Dia sengaja membuat kue di rumahnya sendiri tidak di rumah yang dia tempati bersama Radit. Lagi pula dengan dia membuat kue di rumahnya ada Rina dan pegawai yang lain yang bisa membantu. Hari ini memang bertepatan dengan hari ulang tahun pernikahannya dengan Radit yang berusia dua tahun, tak ada perayaan khusus memang dia hanya ingin makan malam bersama sang suami, berdua saja, untuk itu dia sudah memastikan berkali-kali pada Radit harus pulang kerja sebelum makan malam dan suaminya itu menyanggupi. Semoga saja memang terlaksana, sejak pembicaraan mereka beberapa hari memang belum ada perubahan sama sekali Radit tetap saja pulang sampai larut malam lalu pagi-pagi buta pergi lagi. Nirmala hanya perlu menunggu waktu satu bulan yang dijanjikan Radit.“Seneng banget yang mau makan malam

  • Kesandung Cinta Dokter Brondong   104. Ngambek

    “Aku benar-benar minta maaf untuk siang tadi tapi jangan lagi mengatakan perpisahan, itu membuat aku kesakitan.”“Lalu untuk apa hubungan kita ini jika selama ini kamu seperti menjauhiku?”Radit menatap Nirmala tak mengerti. “Apa kamu masih nggak percaya sama aku dan lebih percaya pada Sazi?”“Apa hubungan permbicaraan kita dengan Sazi?” “Kejadian dua tahun yang lalu,” jawab Nirmala lirih. Mengingat kejadian itu seolah mengorek luka yang masih basah. Kehilangan memang bukan hal yang mudah untuk dilupakan apalagi dia harus kehilangan anak, meski wujudnya belum dapat dia lihat. Tapi rasa bersalah itu terus bercokol dalam hatinya, dan semakin kuat berakar saat sampai sekarang belum ada yang tumbuh di rahimnya. Tak ingin Radit tahu serapuh apa dirinya saat mengingat kejadian itu, Nirmala memutar tubuhnya membelakangi sang suami. Air matanya menetes tak bisa ditahan lagi. Radit menghela nafasnya sedih, kejadian dua tahun yang lalu juga masih membekas dalam ingatannya, bukan dia menyal

  • Kesandung Cinta Dokter Brondong   104. Tak Cukup

    Nirmala memandang Radit tajam. “Kamu sok tahu banget ini, aku dari tadi juga istirahat. Sudahlah aku mau menyelesaikan ini kamu sebaiknya pulang dulu, Mas. Aku bisa tidur di sini besok pagi pasti kamu berangkat pagi sekali.” Nirmala menekankan ucapannya pada kata ‘pasti’ yang dia yakini sebagai kebiasaan Radit. Dia bukan sedang ingin membalas dendam atau membantah suaminya sekali lagi bukan, dia hanya ingin sekali dimengerti sekali saja. Kali ini dia ingin egois, tak mau menjadi orang yang pengertian, dia sudah lelah, sangat lelah dengan semua ini. Andai saja sang suami mau sedikit berbagi dengannya membicarakannya secara baik-baik mungkin Nirmala akan bisa mengerti. Hanya itu. Dia bukan ibu peri yang selalu bisa mengerti dan memaklumi dengan sikapnya. Sesekali dia juga ingin dimengerti dan dipahami. Dia wanita yang sudah bersuami jadi selayaknya kalau dia ingin seperti orang-orang lain yang bisa sesekali pergi dengan suaminya, menghabisk

  • Kesandung Cinta Dokter Brondong   103. Obat Hati

    Nirmala merebahkan tubuhnya yang lelah di sebuah sofa yang memang dia sedikan untuk tempat istirahat saat sibuk di toko. Belanja bersama Gita ternyata sama lelahnya dengan berbelanja dengan Bu Lastri, mertuanya. Nirmala harus rela diseret ke sana ke mari hanya untuk membeli sebuuah gaun yang diinginkan Gita. Meski begitu Nirmala senang pergi bersama gita hari ini sedikit banyak dia bisa melupakan masalahnya. “Mbak  Mala, nggak pulang?” Mbak  Ratna menyapa Nirmala yang masih duduk bersandar dengan nyaman. “Mbak  Ratna duluan saja, masih ada yang harus aku kerjakan.” Mbak  Ratna memandang sejenak pada Nirmala, tapi kemudian menelan kembali apapun kalimat yang sudah ada di ujung lidahnya.“Ya sudah, Mbak  kalau begitu aku pamit, dulu . Mbak  Mala benar nggak apa-apa ditinggal sendiri atau perlu saya hubungi Nia biar kemari.” “Lah buat apa wong saya cuma mau selesaikan cupcake saja, tenang saja, Mba

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status