Nirmala sampai di rumah tepat pukul satu siang, sebenarnya perjalanan dari kompleks pertokoan sudirman dengan rumahnya hanya berjarak sekitar dua puluh menit kalau ditempuh dengan sepeda motor. Tapi Radit yang baru saja melamar Nirmala untuk yang ketiga kalinya dan tentu saja tidak ditanggapi serius olehnya, memaksa Nirmala untuk ikut ke rumah laki-laki itu dengan alasan ibunya yang mengundang. Sebenarnya Nirmala enggan ikut tapi mau menolak kok rasanya sangat tidak pantas apalagi dia baru saja meminta bantuan, akhirnya dia hanya mengangguk setuju.
Dan masalah kembali datang saat Radit meminta Nirmala ikut saja di mobilnya dari pada mengendarai motor. “Kitakan satu arah kenapa tidak ikut mobilku saja,”“Aku bawa motor?”“Kan, bisa dititipin di Agha, tenang saja kawasan di sini sangat aman, belum pernah ada kasus kecurian.”“Lalu aku pulangnya?”“Ya aku anterin ke sini lagilah.”“Nggak praktis bangetMemutuskan menjadi pengusaha memang bukan pilihan yang mudah, kebanyakan orang lebih suka untuk membawa map kesana kemari untuk menyodorkan lamaran kerja. Tidak ada yang salah memang itu hanya tentang perbedaan pilihan hidup. Tapi saat seseorang memilih untuk jadi pengusaha, dia harus rela mendapat penghasilan yang tak menentu, apalagi kalau usaha mereka baru dirintis seperti ini. Banyak sekali hal-hal yang harus mereka persiapkan, jangan tanyakan soal jam kerja mereka bisa bekerja sehari semalam tanpa kenal lelah. Target-target yang mereka tetapkan harus bisa terpenuhi kalau tidak mau keteteran, meski usaha yang mereka miliki belum bisa dikategorikan usaha yang besar, tapi mereka tidak mau lagi menerapkan menageman yang ala kadarnya. Nirmala yaang merupakan penanggung jawab utama dibidang produksi, sudah menembuat list apa saja yang akan mereka jual di toko, mencari tahu kue-kue apa yang sedang trend di masyarakat, belajar membuatnya dan membuat penge
Selama satu minggu mereka menyelesaikan pesanan kue yang datang, untuk satu bulan ke depan Nirmala maupun Nia sudah menghentikan sementara pesanan kue dalam jumlah besar. Mereka bukannya mau menolak rejeki yang datang tapi rencana pembukaan toko juga memerlukan waktu dan tenaga yang tak sedikit dan jangan lupa juga uang yang harus mereka keluarkan. Hanya tersisa pesanan ibu Bisma yang harus mereka kerjakan. Rina dan mbak Ratna mulai dipekerjakan untuk membantu membuat pesanan kue kering yang akan mereka jual. Mereka berdua sibuk luar biasa, membagi tugas yang telah mereka sepakati bersama. “Apa nggak sebaiknya kita nggak jualan kue basah di pasar dulu, Mbak? Mbak konsen saja buat kue kering untuk mengisi toko aku. Lagian aku masih bisa jual camilan yang kita kemas ulang dan kue titipan.” Sore yang sangat cerah, langit memapakkan semburat jingga yang indah, tapi bagi Nirmala dan Nia bukan waktu yang tepat untuk menikmati keindah
“Nanti enaknya aku kerja apa, ya?” laki-laki itu memegangi dagunya dengan sebelah tangan, keningnya berkerut tanda berpikir keras.“Kerja bantuin saya saja, Mas. Teman saya nggak masuk.” pak Kardi salah satu tukang yang dipekerjakan Nirmala untuk membuat desain menyahut. Nirmala menghela nafas kenapa juga jadi pak Kardi ikut-ikutan.“Boleh juga itu, Pak. Bagaimana, La kebetulan ada lowongan di tempat kamu, apa aku diterima? Tenang saja aku akan bekerja dengan rajin apalagi ditemani bos yang cantik … eh salah calon istri rasa bos.” “Terserah kamulah.” Nirmala mengoloyor pergi, buru-buru dia menaiki tangga menuju lantai dua.Ya ampun wajahnya pasti sekarang sudah seperti kepiting rebus, laki-laki itu memang menyebalkan dan oh mulut sialan juga kenapa juga tadi salah omong segala. Dia perempuan dewasa yang sudah pernah berpacaran bagaimana mungkin salah tingkah hanya karena rayuan receh bocoh itu. Tapi yang kamu bi
Nirmala sedang menikmati secangkir teh dan sepiring singkong goreng saat Nia sampai di rumah sore itu. Siang tadi setelah membantu pak kardi Nia memang pulang terlebih dahulu bersama Salwa, dan dia pamit main dulu ke rumah sahabatnya itu. Bibirnya sesekali tersenyum sesekali cemberut, didekapnya erat-erat cangkir teh yang masih mengepulkan uap hangat itu erat-erat. Pengalamannya punya pacar sangat minim, setelah beranjak remaja ayahnya sangat protektif padanya. Karena itu masa-masa sekolahnya banyak diisi dengan berbagai kegiatan belajar, hanya sesekali dia berkumpul dengan teman-temannya untuk nongkrong itupun ramai-ramai bukan dalam konteks berdua yang melibatkan emosi lebih. Hubungan yang terjalin dengan Bismapun hanya mengalir mengikuti arus kehidupan, bukan cinta yang menggebu-gebu seperti layaknya anak muda. Mereka sama-sama dua orang dewasa yang memiliki kesibukan masing-masing dan hanya menyempatkan bertukar kabar sekali waktu. Bahkan bisa dihitung dengan jari kunjunga
Radit memarkirkan mobilnya di halaman rumah orang tuanya yang luas, sejak kembali ke kota ini dan mendapat pekerjaan, dia memang memilih tinggal terpisah dari orang tuanya. Meski pada awalnya sang ibu keberatan karena dengan tiga orang anak yang sudah dewasa memilih untuk tinggal terpisah. Kakak Radit yang bekerja sebagai seorang akuntan memilih ikut suaminya tinggal di Jakarta. Demikian juga dengan adiknya yang tahun ini memasuki tahun ketiga di bangku kuliah di salah satu perguruan tinggi di kota Bogor. Untuk laki-laki seperti Radit yang memiliki berbagai kesibukan, bukan hal mudah kalau dia harus kembali tinggal bersama orang tua. Profesinya menuntut jam kerja yang tidak normal, dia bisa saja mendapat panggilan pekerjaan pada jam satu malam, setelah sebelumnya baru pulang setelah lewat waktu makan malam. Dan sebagai kompensasi laki-laki itu setuju untuk menginap di rumah orang tuanya saat libur kerja.
Nia memandang kakaknya dengan khawatir, dia tahu benar mobil siapa yang memasuki halaman rumah mereka, toyota camry warna hitam mengkilat yang dulu sering kali berkunjung ke rumah ini. Bisma.Nia segera menegakkan tubuhnya, bersiap menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi. Meski dia sendiri bingung apa yang akan terjadi, jika mengandalkan kekutan fisik mereka berdua jelas kalah tenaga dengan Bisma yang seorang laki-laki dengan tinggi 170 cm. Tidak. Nia takkan membiarkan hal itu terjadi apa dia bersiap-siap lari saja panggil tetangga. Tapi Bisma belum tentu mengandalkan fisik sih kalau para tetangga tahu permasalahan ini bisa jadi gosip se-RT.Berbeda dengan Nia yang panik dengan kedatangan Bisma, Nirmala nampak tenang, meski dalam hati dia sudah was-was. Sejak kedatangan ibu Bisma waktu itu Nirmala memang mengabaikan semua pesan dan telpon Bisma. Bahkan dia juga sudah menghapus nomer laki-laki itu dari d
"Kamu benar pacaran dengan Nirmala, Dit?"Agha yang sore itu berkunjung ke rumah orang tua Radit, mencecar laki-laki yang sibuk dengan sebuah buku tebal."Tahu dari mama?""Yup tante cerita begitu aku sampai tadi.""Kamu serius sama dia?"Radit yang sedang serius membaca bukunya memandang sepupunya tajam. "Ya tentu saja, kamu meragukanku.""Yah bukannya begitu, kulihat dia wanita baik-baik dan pekerja keras.""Lalu, aku nggak boleh gitu macari wanita baik-baik.""Ya bukan begitu, Dit aku hanya takut seperti yang sudah-sudah kamu hanya main-main.”Radit menghela nafas rekornya sebagai playboi memang tak diragukan lagi, dalam satu bulan saja dia bisa berganti pacar sebanyak dua kali. Dan sepupunya ini tau benar akan hal itu, Agha sosok yang dingin dan terkesan serius, dia hanya pernah pacaran sekali dengan seorang gadis yang dipacarinya dari kelas sat
Nirmala berbaring dengan nyaman di atas ranjang kamarnya, matanya masih terlihat sembab sisa- sisa tangis yang dia tumpahkan sejak sore tadi, jam sudah menunjukkan pukul delapan malam.Badannya capek semua, setelah seharian membantu di toko dan bertambah capek hatinya dengan kedatangan sang mantan yang masih mampu menguras emosinya.Nirmala tak menyangga pengaruh Bisma masih begitu besar untuknya, hatinya masih begitu sakit saat ditinggalkan begitu saja.Cinta sama aku tapi lebih pilih dia yang membuatnya nyaman. Omong kosong, apa dia berani bilang begitu di depan wanita pilihannya itu. Selama ini dia begitu bodoh mau saja menerima alasan Bisma yang sibuk tak bisa berkunjung, nyatanya Bisma sibuk dengan orang lain. Sebagian hatinya merasa bersyukur karena mereka belum memiliki ikatan resmi yang melibatkan dua keluarga besar, setidaknya dia sudah terhindar dari rasa malu. Hibur hatinya. Dan sekarang dia sudah mem
“Jadi ini karena penyakit ramahmu yang di atas normal itu?”Radit langsung manyun saat sikapnya yang ramah pada semua orang dibilang penyakit. Dia hanya ingin mempraktekkan apa yang diajarkan guru agamanya waktu SD bahwa senyum itu sama dengan shodaqoh, jadi kita harus banyak senyum biar pahala shodaqoh kita tambah banyak. Waktu itu uang sakunya tiap hari tak banyak, orang tuanya memang kaya raya tapi bukan berarti memberikan uang saku yang berlimpah padanya. Jadi dia yang pingin banget bershodaqoh berusaha mencari jalan lain, salah satunya dengan banyak senyum. “Itu bukan penyakit kali, Honey. Orang senyum itu dapat pahala.” “Iya tapi kalau terlalu banyak senyum dikira orang gila.” “Mana ada orang gila seganteng aku.” Nirmala memutar bola matanya mendengar kenarsisan Radit. “Memang penyakit gila itu tahu orang tampan atau enggak.” Ini mereka lagi ngomongin apa sih,
Dirapatkannya jaket tebal yang dia kenakan, kenapa harus sedingin ini sekarang. Dia berdo’a dalam hati semoga saja Nirmala tidak langsung mengusirnya. Paling tidak, ada secangkir minuman hangat untuknya. Tok… tokRadit mengetuk pintu itu dengan sedikit ragu, beberapa kali dia ulangi, tapi tetap saja pintu itu tak mau terbuka. Dia menoleh ke arah samping tempat yang dia ketahui sebagai dapur yang digunakan untuk memproduksi kue yang mereka jual. Nirmala pasti ada di sana sedang sibuk dengan berbagai kue. Radit tersenyum mengingat Nirmala yang selalu bersemangat membuat kue.“Apa sebaiknya aku ketuk pintu dapur saja,” gumamnya.Jalanan masih sangat lengang, jam dinding masih menunjukkan pukul lima pagi, sholat subuh telah dia tunaikan tadi di rumah. Udara yang dingin masih setia menyelimuti, bahkan untuknya yang terbiasa dengan AC yang sangat dingin masih merasakan tubuhnya menggigil. Ini bukan pertama kalinya dia berkendara dini hari, dia bahkan sering mendapat panggilan tugas yang
Pukul sembilan malam Radit sampai di rumah orang tuanya, seharian ini dia disIbukkan dengan banyaknya pasien yang datang, saat ini memang sedang musim hujan banyak anak-anak yang terkenal flu dan batuk. Dan mereka datang berduyun-duyun ke rumah sakit tempat Radit bekerja. Melihat anak-anak yang terbaring lemah membuatnya selalu tak tega, jadi dia berusaha membantu mereka sebaik mungkin, dan inilah yang menyebabkannya sangat sIbuk dan sedikit melupakan persoalan tadi siang. “Kenapa malam sekali baru pulang, Dit. Kami sudah menunggumu dari tadi?” Bu Lastri langsung menyambut putranya saat mobil laki-laki itu berhenti di halaman rumah, sejak pukul lima sore tadi memang Bu Lastri sdah mengirimkan pesan pada Radit untuk segera pulang dan membahas masalah tadi siang. Radit hanya membacanya tak berkeinginan membalas, Ibunya bukan tipe Ibu-Ibu obsesif yang kalau anaknya tak membalas pesan akan langsung menelepon, Bu Lastri tipe Ibu yang simple, asalkan pesannya sudah tersampaikan dia tak a
Radit melajukan mobilnya dengan kencang, wajahnya sudah merah dan tangannya memegang kemudi dengan sangat kencang, kalau saja kemudi itu tak dibuat dengan bahan yang baik pasti sudah bengkok. “Pelankan mobilnya, Mas aku takut!” teriak suara dari penumpang belakang tapi mana mau Radit mendengarkan, dia malah menambah kecepatan mobilnya meliuk ke kanan dan ke kiri menyalip kendaraan lain di depannya. “Hentikan,Dit, kamu bisa membunuh kita semua!” teriak wanita paruh baya yang tadi datang bersama Radit. Tangannya terasa kebas mencengkeram erat besi pegangan di atap mobil. Tapi telinga dan hati Radit seolah tertutup dengan teriakan dua orang wanita yang semobil dengannya. Bahkan dia juga tak memperdulikan pengendara sepeda motor yang juga melaju kencang dari arah yang berlawanan, menyerempet bagian samping mobilnya. Mobil keluaran eropa yang biasanya dia sayang, seolah tak berharga lagi. yang dia tahu saat ini hanyalah ingin le
"Aku mau tiga mangkuk es krim, tambahkan potongan strawberry yang besar dan kue coklat untuk kami, tolong cepat, ya Mbak siang ini panas banget," keluh Nia dengan senyuman manis di akhir kalimatnya."Segera, Mbak tunggu sebentar."Pelayan itu berlalu setelah mencatat pesanan Nia.Benar saja tak sampai sepuluh menit mereka menunggu pesanan sudah tersedia.Tiga mangkuk es krim, dengan saus strawberry dan ditambah potongan strawberry yang besar, terlihat sangat lezat.Nirmala memandangnya dengan berbinar, es krim strawberry tak pernah membuatnya bosan bahkan di saat suasana hatinya sedang tergores pisau tajam.Suasana cafe yang cozy membuat banyak pengunjung yang datang kemari."Lupakan diet dan mari habiskan es krim!""Yeiii lupakan jerawat juga, mari have fun!""Kalian serius mau menghabiskan es krim itu," Nirmala bertanya dengan wajah tak yakin, pasalnya dua wanita yang saat ini duduk bersamanya sangat anti makan es krim.Mbak Gita yang sejak melahirkan Caca menjadi gampang sekali gem
Nirmala menatap ke sekelilingnya dengan pandangan pias, orang-orang mulai berdatangan dan berbisik-bisik. Tentu saja kamu mereka biasanya tenang dan damai jarang sekali ada kejadian yang menghebohkan. Dan itu pun hanya seputar maling yang tertangkap warga saat mencuri atau tikus sebesar anak kambing yang nekat masuk rumah warga. Dan kali ini kedatangan wanita itu pasti sangat menggelitik rasa ingin tahu mereka apalagi posisi wanita itu yang berlutut di hadapan Nirmala dengan tangis yang berderai, pasti semua orang mengira bahwa Nirmala merebut suami orang dan istrinya sekarang datang memohon padanya. Ditambah lagi semua tetangganya sudah tahu tentang kabar pertunangannya dengan Radit, laki-laki tampan yang kaya raya, dan pastinya usianya jauh di bawah Nirmala, lengkap sudah penderitaannya.“Mbak, Mbaknya bangun dulu kita bicara di dalam saja.” Gita yang sejak tadi berdiri di samping Nirmala juga ikut membujuk, tak enak rasanya menjadi bahan tontonan warga sekitar. Dia memandang adi
Seperti hari-hari sebelumnya pagi ini Nirmala sudah disibukkan dengan berbagai tepung dan bahan pembuatan kue. Dengan adanya tiga orang tambahan, membuat Nirmala bisa bernafas dengan lega. dia tak perlu lagi menolak pesanan karena dirasa masih mampu mengerjakannya. Tapi semangat Nirmala untuk terus bereksperimen dengan berbagai jenis kue tak pernah pudar. Dan sekarang dia malah mempunyai banyak waktu untuk melanjutkan hobinya itu. Apalagi menjelang hari pertunangannya, dia semakin sibuk saja di dapur baik Mbak Gita maupun budhe sudah melarang Nirmala ke dapur tapi yang namanya Nirmala tetap saja keras kepala.“Aku bertanggung jawab dalam produksi kue tokoku bagaimana mungkin aku tak ke dapur,” kata Nirmala suatu hari saat Gita datang berkunjung dan melihatnya yang sudah bermain dengan bahan-bahan kesayangannya itu di dapur.“Ya paling tidak kamu kurangi, buat apa kamu bayar tiga orang karyawan kalu ujung-ujungnya kamu sendiri yang harus turun tangan.”“Aku cuma bantu, Mbak biar cepa
Siang ini matahari memang tidak bersinar terlalu terik, meski tak hujan, tapi awan kelabu sudah mulai berjalan-jalan, menemani burung-burung yang terbang mencari makan. Siang ini memang tak terlalu panas tapi tidak demikian dengan suasana hati Nirmala, wanita itu sudah setengah jam mondar mandir di depan sebuah butik ternama, tangan kanannya memegang ponsel lalu menempelkannya ke telinga begitu dari tadi tapi tak ada jawaban dari seseorang yang dia hubungi di seberang sana. “Kemana orang ini, katanya bisa datang kenapa sekarang tak menjawab telepon?” keluhnya kesal. “Sudah jawab, La?” “Belum, Ma.”“Coba hubungi terus, kemana anak itu katanya bisa datang kok nggak ada kabar.”Nirmala tak bisa menjawab pertanyaan yang sama juga sudah dia tanyakan berkali-kali tapi hanya semilir angin yang menjawab. Dia kembali sibuk menelepon lagi. “Kamu ada nomer perawat yang membantunya? Mungkin sa
“Ayo turun, La.” tanpa diminta dua kali Nirmala langsung turun dari dalam mobil, dia berniat membantu sopir Bu Lastri untuk mengangkat barang belanjaan mereka tapi, laki-laki itu melarangnya jadi Nirmala hanya mengikuti Bu Lastri dari belakang.Rumah ini masih tetap sama seperti beberapa waktu lalu saat dia pertama kali datang kesini, asri dan elegan. Dan satu hal yang selalu dirasakan Nirmala saat memasuki rumah ini adalah misterius, entah mengapa dia merasa kalau rumah ini banyak menyimpan misteri di dalamnya.Mungkin karena ini rumah kuno, yang banyak menyimpan rahasia para pendahulunya.“Ayo masuk.” suara Bu Lastri menyadarkan Nirmala tujuannya datang ke rumah ini. Setelah membeli semua perlengkapan seserahan tadi Nirmala memang diminta ikut ke rumah Bu Lastri, beliau bilang ada sesuatu yang ingin dia berikan pada Nirmala dan sekalian membicarakan rencana pernikahannya. Bagaimanapun mereka tak bisa mengandal