Share

79. Kerinduan Tantri

Author: Glory Bella
last update Last Updated: 2025-03-24 19:21:49

"Tapi, Ran … jangan bilang ini anakmu?"

Suasana pasar yang riuh tak mampu meredam degup jantung Ranaya yang tiba-tiba berpacu kencang. Napasnya seperti tersekat di tenggorokan saat mendengar suara lembut, namun sarat ketegangan dari Tantri.

Radeva, bocah kecil berusia lima tahun itu, menoleh dengan polos ke arah Tantri. Matanya yang jernih seperti memindai sosok wanita yang baru saja memanggil ibunya. Ia tentu saja tahu kalau dirinya sedang dibicarakan oleh wanita asing itu.

"Iya, Ma. Ini anakku," aku Ranaya dengan suara sedikit bergetar.

Ranaya mengeratkan genggaman tangannya pada Radeva, menarik anak itu sedikit lebih dekat ke tubuhnya. Sejujurnya dari tadi pikirannya berpacu untuk mencari kata-kata yang tepat. Namun, akhirnya ia memilih untuk menghadapi kenyataan saja.

Tantri tampak mengernyit selama memandangi bocah kecil di gandengan Ranaya. Raut wajahnya jelas menyiratkan ketidaksukaan. Tatapannya lalu beralih kepada Ranaya dan menggeleng pelan.

"Nggak mungkin," ucapnya setengah
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   80. Sagara dalam Sosok yang Tersembunyi

    Sagara mengepalkan tangan. Rahangnya mengeras, urat-urat di lehernya menegang. Wajahnya merah padam menahan amarah yang sudah di ambang batas."Brengsek! Jangan berani-beraninya kamu ngancem aku!"Teriakannya menggema di kafe yang ramai pengunjung. Matanya menyalang, menatap Rio seakan ingin meremukkan pria itu hidup-hidup. Ia tak terima jika ada seseorang yang ikut campur tentang kehidupannya, apalagi tentang hal yang menjadi ketakutannya selama ini.Bagaimanapun Rio, si pria kurang ajar itu tak berhak membahasnya!Namun, detik berikutnya, kepalanya mendadak berdenyut kencang. Pusing. Pandangannya bergetar. Keringat dingin mulai membasahi telapak tangannya.Masa lalu itu .…Bayangan mengerikan yang selama ini terkubur jauh di dalam pikirannya kini muncul kembali ke permukaan. Tubuhnya menegang, rasa mual naik ke tenggorokan.Di hadapannya, Rio mengulum senyum simpul. Wajahnya penuh kemenangan."Kenapa? Bukannya impas?" Suaranya merendah. Tapi nada mengejek itu begitu kentara."Karena

    Last Updated : 2025-03-25
  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   81. Memadamkan Api yang Dinyalakan Sendiri

    "Kok kamu yang ngangkat HP suamiku? Di mana Mas Harto?"Cengkeraman Tantri pada ponselnya mengerat. Matanya menyipit curiga. Sementara kepalanya sudah dipenuhi banyak pertanyaan dan berbagai dugaan.Dari seberang, terdengar suara Mayang yang terdengar sedikit tergagap. "Oh, ini … ceritanya panjang, Tantri.""Cepetan kalau ngomong, aku nggak punya waktu! Aku lagi butuh suamiku sekarang. Kondisinya mendesak ini!" dengus Tantri langsung. Kesabarannya menipis oleh karena Mayang tak segera memberi jawaban yang jelas.Mayang terdengar menarik napas sebelum menjelaskan, "Iya, iya, baik. Aku minta maaf. Jadi, tadi aku nggak sengaja lewat jalan dan tahu mobilmu macet. Aku menawarkan bantuan, tapi suamimu bersikeras membenahi mobilnya sendiri. Terus ada telepon dari kamu, jadi aku angkat dulu karena tangan Pak Harto masih kotor.”Kini tangan Tantri yang tengah memegang ponsel sedikit bergetar. Ia berpikir tetap ada yang terasa janggal. Ia punya prasangka di tengah rasa cemburu yang mendadak ban

    Last Updated : 2025-03-26
  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   82. Demi Radeva

    Ruangan itu seketika hening. Hanya suara gesekan kain yang terdengar saat Radeva sibuk kembali melipat baju kecilnya. Tapi, kepala Ranaya masih dipenuhi kalimat barusan.Setelah mengatakannya, Radeva memang sibuk sendiri lagi dalam merapikan baju-baju di depannya. Namun, ungkapan anak itu rupanya berdampak cukup dalam pada Ranaya. Tanpa sadar, bibirnya jadi tertekuk murung."Jadi Deva nggak bahagia kalau sama Mama?" tanyanya berusaha tetap tenang.Radeva menoleh cepat. Wajah imutnya terlihat bingung. "Bukan gitu, Ma. Depa bahagia kok hidup dan punya mama sepelti Mama.""Tapi setelah beltemu Om Papa, Depa jadi ingin selalu dekat dengan Om Papa."Jantung Ranaya mencelos. Selama ini, ia berusaha membangun dunia yang cukup untuk anaknya. Namun, hanya dalam sekali pertemuan dengan Sagara, dunia yang ia bangun itu terasa goyah.Ranaya lantas tersenyum tipis, tapi perih di hatinya tidak bisa diabaikan."Om Papa itu baik banget, Ma. Aku melasa nyaman dan cocok. Mungkin sepelti itu ya yang dil

    Last Updated : 2025-03-27
  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   83. Tanda Merah di Leher

    Tantri mengangguk-angguk, membenarkan keputusan Sagara. Sebagai seorang ibu, ia juga bisa merasakan firasat yang kuat bahwa anak kecil itu—Radeva—mungkin adalah cucunya. Wajahnya terlalu mirip dengan Sagara saat kecil, bahkan sorot matanya mengingatkannya pada putranya dulu."Aku harap kamu bisa membujuk Ranaya untuk melakukan tes DNA, Sagara," ujar Tantri pelan, seolah berbicara demi meyakinkan dirinya sendiri. Ia berharap rencana itu akan berhasil.Sagara menatap ibunya dengan sorot mata penuh tekad. "Iya, aku pasti akan melakukannya, Ma. Masalahnya aku memang merasa seperti sudah terikat dengan Radeva bahkan tanpa harus membuktikan apa pun."Tantri mengulas senyum tipis, seakan senyum itu mengambang di udara. Matanya menerawang jauh."Hmm … naluri seorang ayah, ya, mungkin …." gumamnya.Sagara diam. Pikirannya tengah menebak-nebak. Ia membayangkan bagaimana kalau anak itu memang anak kandungnya. Ada sesuatu yang terasa aneh menyelinap diam-diam di hatinya setiap kali mengingat boca

    Last Updated : 2025-03-28
  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   84. Hal Menarik di Flare & Co

    "Untuk kerja sama yang kamu minta kapan hari, aku acc hari ini." Ranaya berucap dengan tegas.Ruangan itu hening sejenak setelah Ranaya mengucapkan kata-kata itu.Hati Sagara terasa bersemi mendengar angin segar tersebut. Ia menghela napas panjang, lega karena Ranaya sudah sudi membantunya. Menyelamatkan nasib Wiratama Group, perusahaan keluarganya dari ancaman bangkrut. Tanpa sadar ia mengangguk dan mengulum senyum."Tapi jangan senang dulu."Nada suara Ranaya tegas dan dingin. Ia mengeluarkan sebuah dokumen dari dalam tasnya, lalu menggesernya ke arah Sagara di atas meja kaca."Aku punya aturan dan batasan soal kerja sama kita. Silakan kamu baca dulu."Sagara mengernyitkan dahi, menatap dokumen itu dengan penuh selidik. Ia jadi merasa jika Ranaya yang sekarang tidak akan pernah membuat sesuatu menjadi mudah. Ada harga yang harus ia bayar, meski kali ini bukan dengan uang.Perlahan, Sagara mengambil dokumen itu dengan enggan dan mulai membacanya.Sementara itu, Ranaya melipat tangan

    Last Updated : 2025-03-29
  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   85. Adegan Pijat-Memijat

    “Om Papa!” Tiba-tiba Radeva muncul dari pintu dan berhambur menuju Sagara. Pria itu sontak tertawa menyaksikan bocah mungil yang menggemaskan tersebut berlari kepadanya. Ia kemudian sedikit membungkukkan badan dan menyambut Radeva ke dalam gendongannya. Rupanya hal tersebut sedikit mengganggu pemandangan Ranaya. Ia menyaksikan adegan itu dengan tatapan kecewa. Bukannya berlari ke arahnya, tetapi Radeva malah memilih memeluk Sagara langsung. “Deva, kok kamu ke sini, Sayang? Kan Mama belum jemput?” tanya Ranaya sembari mengerutkan kening. Radeva yang masih berada di gendongan Sagara menyahut, “Sekolah Depa bebas, Ma. Tadi aku minta jemput Mbak Yanti bial bisa sulplise-in Mama!” Bocah itu mengatakannya sambil berpegangan erat pada bahu Sagara, serta menempelkan pipinya yang chubby sehingga terlihat seperti mochi yang penuh dan menyembul keluar. Setelahnya Ranaya dan Sagara sama-sama menatap pintu di mana ada seorang perempuan yang bergerak mengintip-intip dengan ragu. Ranay

    Last Updated : 2025-03-30
  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   86. Pergolakan Tantri

    "Apa ini, Ma?”Sagara bertanya dengan nada keheranan. Matanya mulai melucuti setiap bagian amplop tersebut hingga membolak-balikkannya secara teliti.Tantri dengan wajah kaku karena efek masker wajah yang tengah dipakainya perlahan melangkah mendekati Sagara. Matanya mulai berbinar tatkala mendapati tulisan yang merupakan tempat tujuannya tadi."Oh, itu. Ini promo treatment di klinik depan," sahutnya santai, sebelum akhirnya dengan cepat menyambar amplop itu dari tangan Sagara.Sagara menatap ibunya dengan alis bertaut. Pandangannya tak lepas dari Tantri yang tengah sibuk melepas segel amplop tersebut."Treatment? Mama mau treatment?"Tantri tersenyum tipis, membuka amplop itu dan mengeluarkan selebaran berwarna pastel yang berisi daftar perawatan kecantikan. Matanya menelusuri tulisan di dalamnya dengan tenang, seolah mengabaikan ekspresi bingung anaknya."Kan sekarang Mama sudah tua, Sagara," ujarnya pelan. Dua ujung bibirnya tertarik ke bawah sehingga membentuk lengkungan yang dala

    Last Updated : 2025-03-31
  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   87. Pretty Lilies for a Pretty Someone

    Malam itu, restoran fine dining dihiasi cahaya temaram, memantulkan kilau lembut di atas meja marmer. Sebuah buket bunga lili putih tergeletak di tengah meja.Acel menatap bunga itu dengan alis sedikit mengernyit, tetapi kini bibirnya mengembang dalam senyum kecil."Lili?" Acel mengangkat bunga tersebut. "Ini serius untukku?”Rio yang kala itu sudah berpakaian rapi dari ujung rambut hingga kaki mengangguk. Matanya masih terpana pada sosok perempuan cantik berambut pendek di hadapannya.“Of course, pretty lilies for a pretty someone,” ucapnya dengan merekahkan senyum.Acel sontak tergelak. Dahinya muncul garis-garis halus lagi. “Kupikir kamu lebih suka memberi mawar merah untuk wanita yang kamu kencani."Rio menyandarkan tubuhnya ke kursi dengan santai. Senyum tipis itu masih menghiasi wajahnya."Mawar merah terlalu klise. Aku memilih lili karena melambangkan kecerdasan dan ambisi. Sama sepertimu."Acel terkekeh kecil, lantas menyibak rambut pendeknya yang berkilau."Hmm … gombalanmu b

    Last Updated : 2025-04-01

Latest chapter

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   98. Konstelasi Bintang

    Ranaya langsung menegakkan badan begitu melihat Sagara tiba-tiba sudah berdiri di hadapannya. Sejak kapan pria itu ada di sini? Otaknya mulai bangun dan mencerna semuanya.“Kenapa kamu ada di sini?” tanya Ranaya cepat. Saat menegakkan punggung, ia pun terkesiap sebab jas pria tersebut sudah membungkus tubuhnya.Dengan gerakan buru-buru, ia menanggalkan jas itu, melipatnya, kemudian menyerahkan kepada sosok pria yang masih berdiri dengan bibir tipis terkatup rapat di depannya. “Oh iya, ini, aku nggak membutuhkannya,” tambahnya.Sagara mau tak mau menerima jas tersebut kembali. Setelahnya, Ranaya berusaha membangkitkan konsentrasi dan berkutat lagi pada desainnya.Sagara memandang wanita itu sembari menghela napas. Namun, seperti seseorang yang kesabarannya telah terkuras habis, ia lekas menarik kursi di depannya dan langsung duduk menghadap Ranaya.“Dengar, aku tahu soal desain kamu yang bocor, Ranaya. Karena itu aku ke sini, ingin meluruskan proyek kita.” Ia mengatakannya dengan nada

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   97. Desain Kembar Pesaing

    Acel menahan geram. Lidahnya terasa pahit. Kata pria itu sudah tak menyukai Ranaya dan memilih dirinya. Namun, sekarang buktinya apa?Rio malah tak mengangkat teleponnya demi bisa berduaan dengan Ranaya. Semalam adalah malam yang seharusnya mereka habiskan untuk dinner romantis, namun Rio tak pernah muncul. Sekarang ia justru duduk dengan nyaman di sisi Ranaya, seolah tak terjadi apa-apa.Dengan gemetar, Acel mengangkat ponselnya. Ia membidik momen yang membuat amarahnya membuncah itu. Lalu, jari-jarinya dengan cepat mengirimkan hasil fotonya pada Rio.[Wah, selamat menikmati tehnya. Kabari kalau sudah selesai bermain-main.]Begitu pesannya terkirim, Acel langsung menyimpan ponsel, berderap kembali ke mobilnya dan mulai menyalakan mesin. Ia melajukan kendaraan dengan kasar meninggalkan tempat itu tanpa berminat menoleh ke belakang sekali pun.Di sisi lain, Rio sedang meraih cangkir tehnya ketika tatapannya tak sengaja singgah ke arah ponselnya yang menyala dan berbunyi singkat, tanda

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   96. Penyesalan Selalu Datang di Akhir

    "Mama?""Mama kok bisa ada di sini?!"Kini raut muka Harto penuh ketegangan dan keterkejutan. Ia mengabaikan lainnya dan hanya fokus kepada istrinya yang sudah berwajah merah padam. Tampak ujung bibir Tantri berkedut."Harusnya aku yang tanya! Kenapa Papa ada di sini padahal pamitnya kumpul komunitas?!" geram Tantri. Suaranya meninggi. Ia sudah tak bisa lagi menahan ledakan emosi yang tak terbendung.Harto kelabakan. Ia berusaha menyusun kata, tapi lidahnya kelu. Sekilas, matanya melirik Mayang yang berdiri di ambang pintu kamar, masih dalam keadaan rambut basah dan mengenakan daster tipis. Tatapan kosong wanita itu justru membuat semuanya terasa lebih nyata."Ma, aku bisa jelasin. Tadi itu … tadi itu aku nggak—""Tadi kenapa?! Kamu sudah bohong! Kamu pergi ke sini janjian sama Mayang, kan? Sudah berapa ronde sampai dia basah kuyup kayak gitu?! Bungkusan nasi itu kamu belikan buat dia juga, kan?!" potong Tantri langsung.Mendengar itu, Sherly menoleh kaget. Matanya membelalak mendenga

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   95. Kos Melati

    “Setahuku di sini sih, Te. Masa ada Kos Melati lain?” gumam Sherly seraya memandangi papan nama di atas gerbang.Taksi yang mereka tumpangi berhenti di depan kompleks rumah kos yang tampak asri, dengan dominasi cat hijau muda yang sudah mulai pudar di beberapa bagian. Area kos ini tepat berada di belakang sebuah kampus seperti yang Sherly maksud.Tadi setelah menyelesaikan masakan mereka, dan makan bersama, keduanya memutuskan untuk kemari sambil membawa makanan hasil kegiatan masak tersebut.Sopir taksi yang mengantar mereka menoleh ke belakang. “Benar, Bu. Kos Melati adanya cuma di sini saja, kok,” terangnya ikut melebur ke dalam percakapan Tantri dan Sherly.Tantri manggut-manggut mengerti sembari memindai lanskap di luar kaca jendela taksi.“Oh, gitu ya … baik, baik, terima kasih banyak infonya, Pak,” ungkapnya kepada sang sopir.Dari pantulan spion di depan, pria itu mengunggah senyum ramah. “Iya, sama-sama, Bu.”Usai membayar ongkos taksi, Tantri melangkah turun lebih dulu, lalu

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   94. Keganjilan Harto

    Tantri baru saja selesai menaburkan garam ke ikan yang sedang ia goreng di atas wajan besar ketika ponselnya berbunyi pelan. Satu pesan masuk dari Sagara.[Ma, pagi ini aku dan Radeva sudah melakukan tes DNA. Bantu doa ya semoga hasilnya akurat dan memuaskan. Kita tinggal tunggu hasilnya bersama.]Tantri menatap layar ponsel itu cukup lama. Senyum kecil kemudian mengembang di bibirnya yang semula sempat menegang karena panasnya dapur.“Alhamdulillah ….” gumamnya pelan.Ia mengembuskan napas lega. Setidaknya satu langkah penting sudah dilakukan. Hati kecilnya selalu merasa bahwa Radeva adalah anak Sagara. Matanya tak pernah bisa bohong, dari cara anak itu berbicara sampai tertawa hingga dua lesung pipinya menyembul, semuanya sama persis seperti Sagara dulu.Kini segalanya akan segera terjawab, batinnya.Namun sebelum ia sempat membalas pesan itu, bel rumah tiba-tiba berbunyi.Tantri buru-buru menyeka tangannya dengan handuk kecil di dekatnya, lantas berjalan cepat ke pintu depan. Ketik

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   93. Tes DNA Paternitas

    Diam-diam, Acel mengirimkan sejumlah desain terbaru Flare & Co ke Rio. Dengan jari lincah, ia menekan tombol "kirim" pada ponselnya. Matanya kemudian berbinar penuh kemenangan.Ini adalah langkah besar! Sebuah tiket emas yang akan semakin mendekatkannya dengan Rio.Di tempat lain, di tengah jalannya rapat yang dipenuhi suara diskusi serius, ponsel Rio bergetar pelan di atas meja. Ia melirik layar sebentar sebelum meraihnya. Begitu melihat isi pesan, bibirnya terangkat membentuk senyum miring.Rio menggeser satu per satu gambar desain perhiasan yang dikirim Acel. Setiap detail yang rumit dan elegan itu memancarkan keahlian tangan Ranaya yang tak tertandingi. Pria sipit itu mengangguk pelan, mengagumi keindahan rancangan-rancangan Ranaya."Sayang sekali, Ran. Kamu sudah mengecewakanku," gumamnya sambil mengetuk pelipisnya menggunakan jemari."Andaikan kamu mendengar nasihatku untuk nggak melakukan kerja sama dan dekat dengan Sagara lagi, semuanya nggak bakal seperti ini. Aku terpaksa m

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   92. Jangan Bodoh Ya, Sher!

    Ranaya masih berdiri di ruang tamu dengan perasaan was-was. Pikirannya berkelindan dengan berbagai pertanyaan yang belum menemukan jawaban. Apa yang sebenarnya diinginkan Tantri dan Harto darinya? Bagaimana mereka bisa tahu keberadaannya di sini?Dan yang paling membuatnya cemas: apakah Sagara juga sudah tahu tempat tinggalnya sekarang?"Ranaya, kamu duduk saja dulu. Radeva biar ikut Ibu," ucap Ida dengan suara lembut tapi penuh penekanan.Ranaya memandang putranya dengan enggan. Radeva yang sedari tadi memegangi tangannya erat, tampak ragu untuk melepaskan genggaman ibunya. Matanya menatap Ranaya seakan meminta kepastian."Ayo, Deva, sama Oma dulu." Ida kembali membujuk. Tangannya terulur kepada Radeva.Dengan berat hati, Radeva akhirnya melepaskan genggaman tangan Ranaya dan berjalan perlahan ke arah neneknya. Ranaya menatap punggung kecil itu sebelum akhirnya mengalihkan pandangan ke depan. Ia bergegas duduk di sofa yang ditempati Ida tadi, dan menghadapi kedua tamunya.Ranaya tent

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   91. Phising

    Ranaya melangkah dengan anggun. Sesekali ia mengamati sekeliling dengan tatapan tenang namun penuh pengawasan. Begitu berbelok ke salah satu ruangan, seorang pegawainya segera berdiri menyambutnya dengan sikap hormat."Ada yang bisa kami bantu, Bu Ranaya?" tanya pegawai itu dengan nada sopan.Ranaya tersenyum tipis. "Aku hanya ingin memastikan apakah desain yang kemarin sudah dikirim ke tim produksi? Karena produksi harus dilakukan hari ini juga."Pegawai itu langsung mengangguk cepat merespons ucapan pimpinannya. "Benar, Bu. Semua sudah kami proses sesuai instruksi Anda.""Bagus," ujar Ranaya mengangguk puas. "Terima kasih."“Baik, Bu, sama-sama.”Ranaya lalu melanjutkan langkahnya keluar dan berjalan dengan tenang di sepanjang koridor. Namun, tanpa sengaja, ia justru berpapasan dengan Acel. Perempuan berambut pendek itu juga tengah melangkah penuh percaya diri sembari sibuk berbicara di telepon.Pandangan mereka sempat bertemu sekilas, tapi hanya sebatas itu. Keduanya melangkah mele

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   90. Membeli Kepercayaan

    “Ranaya?”“Kamu sedang apa?”Ranaya buru-buru melirik ponselnya yang masih memanggil nomor misterius itu dan langsung mematikannya."Oh, nggak, ini aku lagi barusan nonton video." Ia mencoba mencari alasan. Dengan gerakan canggung ia meletakkan kembali ponselnya ke atas meja. "Kenapa, Rio?""Nggak apa-apa. Kamu masih lama di sini, kan? Seumpama aku pulang dulu nggak apa-apa? Soalnya aku harus menemui rekan kerja dulu di dekat sini.""Nggak papa banget, kok. Kamu duluan aja. Ini Deva juga masih makan,” sanggah Ranaya menggeleng seraya melambaikan kedua tangannya dan mengusung senyum.Ia sama sekali tidak merasa keberatan. Lagian, sepertinya Radeva juga masih betah berada di sini. Sesekali anaknya itu melenguh keenakan karena ayam goreng yang ia santap terasa sangat gurih di lidahnya."Oke, Ran. Sekali lagi aku minta maaf, ya."Rio memasukkan barang-barangnya dengan tergesa―termasuk dua ponselnya, meraih jaket, kemudian keluar dari tempat makan dengan langkah cepat.Usai Ranaya mengangk

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status