แชร์

81. Memadamkan Api yang Dinyalakan Sendiri

ผู้เขียน: Glory Bella
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-03-26 19:07:19

"Kok kamu yang ngangkat HP suamiku? Di mana Mas Harto?"

Cengkeraman Tantri pada ponselnya mengerat. Matanya menyipit curiga. Sementara kepalanya sudah dipenuhi banyak pertanyaan dan berbagai dugaan.

Dari seberang, terdengar suara Mayang yang terdengar sedikit tergagap. "Oh, ini … ceritanya panjang, Tantri."

"Cepetan kalau ngomong, aku nggak punya waktu! Aku lagi butuh suamiku sekarang. Kondisinya mendesak ini!" dengus Tantri langsung. Kesabarannya menipis oleh karena Mayang tak segera memberi jawaban yang jelas.

Mayang terdengar menarik napas sebelum menjelaskan, "Iya, iya, baik. Aku minta maaf. Jadi, tadi aku nggak sengaja lewat jalan dan tahu mobilmu macet. Aku menawarkan bantuan, tapi suamimu bersikeras membenahi mobilnya sendiri. Terus ada telepon dari kamu, jadi aku angkat dulu karena tangan Pak Harto masih kotor.”

Kini tangan Tantri yang tengah memegang ponsel sedikit bergetar. Ia berpikir tetap ada yang terasa janggal. Ia punya prasangka di tengah rasa cemburu yang mendadak ban
อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
บทที่ถูกล็อก

บทที่เกี่ยวข้อง

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   82. Demi Radeva

    Ruangan itu seketika hening. Hanya suara gesekan kain yang terdengar saat Radeva sibuk kembali melipat baju kecilnya. Tapi, kepala Ranaya masih dipenuhi kalimat barusan.Setelah mengatakannya, Radeva memang sibuk sendiri lagi dalam merapikan baju-baju di depannya. Namun, ungkapan anak itu rupanya berdampak cukup dalam pada Ranaya. Tanpa sadar, bibirnya jadi tertekuk murung."Jadi Deva nggak bahagia kalau sama Mama?" tanyanya berusaha tetap tenang.Radeva menoleh cepat. Wajah imutnya terlihat bingung. "Bukan gitu, Ma. Depa bahagia kok hidup dan punya mama sepelti Mama.""Tapi setelah beltemu Om Papa, Depa jadi ingin selalu dekat dengan Om Papa."Jantung Ranaya mencelos. Selama ini, ia berusaha membangun dunia yang cukup untuk anaknya. Namun, hanya dalam sekali pertemuan dengan Sagara, dunia yang ia bangun itu terasa goyah.Ranaya lantas tersenyum tipis, tapi perih di hatinya tidak bisa diabaikan."Om Papa itu baik banget, Ma. Aku melasa nyaman dan cocok. Mungkin sepelti itu ya yang dil

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-27
  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   83. Tanda Merah di Leher

    Tantri mengangguk-angguk, membenarkan keputusan Sagara. Sebagai seorang ibu, ia juga bisa merasakan firasat yang kuat bahwa anak kecil itu—Radeva—mungkin adalah cucunya. Wajahnya terlalu mirip dengan Sagara saat kecil, bahkan sorot matanya mengingatkannya pada putranya dulu."Aku harap kamu bisa membujuk Ranaya untuk melakukan tes DNA, Sagara," ujar Tantri pelan, seolah berbicara demi meyakinkan dirinya sendiri. Ia berharap rencana itu akan berhasil.Sagara menatap ibunya dengan sorot mata penuh tekad. "Iya, aku pasti akan melakukannya, Ma. Masalahnya aku memang merasa seperti sudah terikat dengan Radeva bahkan tanpa harus membuktikan apa pun."Tantri mengulas senyum tipis, seakan senyum itu mengambang di udara. Matanya menerawang jauh."Hmm … naluri seorang ayah, ya, mungkin …." gumamnya.Sagara diam. Pikirannya tengah menebak-nebak. Ia membayangkan bagaimana kalau anak itu memang anak kandungnya. Ada sesuatu yang terasa aneh menyelinap diam-diam di hatinya setiap kali mengingat boca

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-28
  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   84. Hal Menarik di Flare & Co

    "Untuk kerja sama yang kamu minta kapan hari, aku acc hari ini." Ranaya berucap dengan tegas.Ruangan itu hening sejenak setelah Ranaya mengucapkan kata-kata itu.Hati Sagara terasa bersemi mendengar angin segar tersebut. Ia menghela napas panjang, lega karena Ranaya sudah sudi membantunya. Menyelamatkan nasib Wiratama Group, perusahaan keluarganya dari ancaman bangkrut. Tanpa sadar ia mengangguk dan mengulum senyum."Tapi jangan senang dulu."Nada suara Ranaya tegas dan dingin. Ia mengeluarkan sebuah dokumen dari dalam tasnya, lalu menggesernya ke arah Sagara di atas meja kaca."Aku punya aturan dan batasan soal kerja sama kita. Silakan kamu baca dulu."Sagara mengernyitkan dahi, menatap dokumen itu dengan penuh selidik. Ia jadi merasa jika Ranaya yang sekarang tidak akan pernah membuat sesuatu menjadi mudah. Ada harga yang harus ia bayar, meski kali ini bukan dengan uang.Perlahan, Sagara mengambil dokumen itu dengan enggan dan mulai membacanya.Sementara itu, Ranaya melipat tangan

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-29
  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   85. Adegan Pijat-Memijat

    “Om Papa!” Tiba-tiba Radeva muncul dari pintu dan berhambur menuju Sagara. Pria itu sontak tertawa menyaksikan bocah mungil yang menggemaskan tersebut berlari kepadanya. Ia kemudian sedikit membungkukkan badan dan menyambut Radeva ke dalam gendongannya. Rupanya hal tersebut sedikit mengganggu pemandangan Ranaya. Ia menyaksikan adegan itu dengan tatapan kecewa. Bukannya berlari ke arahnya, tetapi Radeva malah memilih memeluk Sagara langsung. “Deva, kok kamu ke sini, Sayang? Kan Mama belum jemput?” tanya Ranaya sembari mengerutkan kening. Radeva yang masih berada di gendongan Sagara menyahut, “Sekolah Depa bebas, Ma. Tadi aku minta jemput Mbak Yanti bial bisa sulplise-in Mama!” Bocah itu mengatakannya sambil berpegangan erat pada bahu Sagara, serta menempelkan pipinya yang chubby sehingga terlihat seperti mochi yang penuh dan menyembul keluar. Setelahnya Ranaya dan Sagara sama-sama menatap pintu di mana ada seorang perempuan yang bergerak mengintip-intip dengan ragu. Ranay

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-30
  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   86. Pergolakan Tantri

    "Apa ini, Ma?”Sagara bertanya dengan nada keheranan. Matanya mulai melucuti setiap bagian amplop tersebut hingga membolak-balikkannya secara teliti.Tantri dengan wajah kaku karena efek masker wajah yang tengah dipakainya perlahan melangkah mendekati Sagara. Matanya mulai berbinar tatkala mendapati tulisan yang merupakan tempat tujuannya tadi."Oh, itu. Ini promo treatment di klinik depan," sahutnya santai, sebelum akhirnya dengan cepat menyambar amplop itu dari tangan Sagara.Sagara menatap ibunya dengan alis bertaut. Pandangannya tak lepas dari Tantri yang tengah sibuk melepas segel amplop tersebut."Treatment? Mama mau treatment?"Tantri tersenyum tipis, membuka amplop itu dan mengeluarkan selebaran berwarna pastel yang berisi daftar perawatan kecantikan. Matanya menelusuri tulisan di dalamnya dengan tenang, seolah mengabaikan ekspresi bingung anaknya."Kan sekarang Mama sudah tua, Sagara," ujarnya pelan. Dua ujung bibirnya tertarik ke bawah sehingga membentuk lengkungan yang dala

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-31
  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   87. Pretty Lilies for a Pretty Someone

    Malam itu, restoran fine dining dihiasi cahaya temaram, memantulkan kilau lembut di atas meja marmer. Sebuah buket bunga lili putih tergeletak di tengah meja.Acel menatap bunga itu dengan alis sedikit mengernyit, tetapi kini bibirnya mengembang dalam senyum kecil."Lili?" Acel mengangkat bunga tersebut. "Ini serius untukku?”Rio yang kala itu sudah berpakaian rapi dari ujung rambut hingga kaki mengangguk. Matanya masih terpana pada sosok perempuan cantik berambut pendek di hadapannya.“Of course, pretty lilies for a pretty someone,” ucapnya dengan merekahkan senyum.Acel sontak tergelak. Dahinya muncul garis-garis halus lagi. “Kupikir kamu lebih suka memberi mawar merah untuk wanita yang kamu kencani."Rio menyandarkan tubuhnya ke kursi dengan santai. Senyum tipis itu masih menghiasi wajahnya."Mawar merah terlalu klise. Aku memilih lili karena melambangkan kecerdasan dan ambisi. Sama sepertimu."Acel terkekeh kecil, lantas menyibak rambut pendeknya yang berkilau."Hmm … gombalanmu b

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-01
  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   88. Resor Tepi Danau

    "Kamu serius?"Ranaya meliriknya sekilas, lantas kembali sibuk pada dokumen-dokumennya. Alisnya masih saling tertaut saking tak percayanya.Sagara menghela napas, lalu menyandarkan satu tangan ke meja. Kini tubuhnya sedikit condong ke arah Ranaya hingga kepala perempuan itu mendongak dan mundur secara refleks dalam sisi waspada."Apa aku terlihat bercanda sekarang?" tanya Sagara seraya menunjuk wajahnya sendiri.Ranaya susah payah menelan saliva. Dari jarak sedekat ini, apalagi kini hanya mereka berdua yang tinggal di ruang rapat, Ranaya takut jika degup jantungnya yang mulai menggila terdengar sampai telinga Sagara.Ranaya berdeham pelan. Ia menggeser tubuhnya untuk memberi jarak aman. Perempuan itu berusaha menjaga ekspresinya agar tetap netral."Kalau begitu, aku yang tentukan tempatnya,” tukasnya, ingin mempercepat perbincangan di antara mereka.Lagian, apa kata orang-orang kalau sampai mereka tahu Ranaya dan Sagara berduaan di sini?!Sagara mengangkat bahu. Seutas senyum simpul t

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-02
  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   89. Siapa Pengirim Pesan Misterius?

    Angin yang berembus lembut di dermaga kecil tepi danau kala sore itu tak mampu menenangkan gejolak yang membara di dada Sagara. Rahangnya mengeras begitu telinganya menangkap dengan jelas nama yang keluar dari bibir Ranaya saat menjawab telepon.Pria itu lagi, pria itu lagi! Kenapa Rio selalu merusak momen yang tengah ia bangun bersama Ranaya?!Padahal sempat ada kelegaan dalam diri Sagara saat ia tahu bahwa Ranaya bukanlah istri pria tersebut. Namun, kedekatan mereka, cara Rio selalu ada di sekitar Ranaya, membuat bara cemburu di hatinya kian membesar.Ranaya menutup teleponnya dengan cepat. Ia memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas dan mengangkat wajah ke arah Sagara. Tatapan pria itu sudah berubah. Dingin, tajam, penuh emosi yang tak bisa ia definisikan."Aku minta maaf, Mas. Aku harus pergi dulu," ujarnya sedikit merasa bersalah.Sagara menatapnya tanpa berkedip. "Ke mana? Menemui Rio?" tembaknya langsung.Untuk sejenak Ranaya mengerutkan kening samar. Nada suara Sagara berubah

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-03

บทล่าสุด

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   110. Penuh “R” (TAMAT)

    "Papa!”“Papa ....”“Depa bisa manggil Papa benelan, kan?”Ini adalah pertanyaan Radeva kesekian kalinya yang ia ucapkan setelah mengetahui bahwa Sagara adalah ayah kandungnya. Bahkan selama perjalanan dari Indonesia hingga negeri sakura. Sampai-sampai mereka sempat memergoki jika dalam tidur pun Radeva sering menggumamkan kata "Papa" di alam bawah sadarnya.Sagara yang tengah menggendong Radeva mengulum senyum, apalagi anak mungil itu masih menatapnya dengan mata bulat nan berbinar.Sagara mengangguk sambil mempererat pelukannya. “Bisa dong, Sayang. Kamu adalah anak Papa. Benar-benar anak Papa,” ucapnya lembut, diselingi cubitan gemas di pipi anaknya.Di sebelah mereka, Ranaya menghela napas. Suara itu—panggilan “Papa”—seolah mengguncang hatinya juga, mengaduk-aduk emosi yang selama ini ia kunci rapat. Sebagian dirinya masih tak percaya kalau momen ini nyata. Kalau mereka, akhirnya, berdiri di sini sebagai sebuah keluarga.Berikutnya pupil Ranaya membesar sewaktu matanya tertuju kepa

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   109. Ayah Om Papa!

    Ranaya menggenggam ponsel Rio lebih erat. Matanya berair. Dalam diamnya, ia sadar Sagara tidak benar-benar tinggal diam. Pria itu diam-diam bekerja di balik layar untuk membantunya.Sagara bahkan tak pernah bilang bahwa ia akan melakukan ini, pikirnya.Untuk pertama kalinya, ia merasa ada sesuatu yang hangat mengalir dalam dadanya. Perasaan campur aduk antara sakit hati, penyesalan, dan harapan. Ia memandangi layar televisi itu lama sekali, seolah tak ingin kehilangan sosok Sagara yang selama ini ia anggap sebagai pria dingin tanpa empati.Kini Ranaya tahu. Kadang cinta tidak selalu hadir dalam bentuk pelukan atau kata-kata manis. Bisa jadi wujud cinta itu adalah perjuangan dalam diam.Dan mungkin ... Sagara mencintainya lebih dari yang ia sangka."Saya tidak bisa tinggal diam melihat perusahaan kami diinjak-injak.” Suara tegas Sagara kembali membelai telinga Ranaya dan membuyarkan lamunannya. Pria itu masih berjuang dalam wawancara live yang disiarkan oleh banyak stasiun berita."Ber

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   108. Tersingkap

    Rio menutup laptopnya dan memandang Ranaya dengan sorot mata penuh percaya diri. "Bagaimana planningku tadi? Bisa kamu terima, kan?" tanyanya. Suaranya tenang tapi mengandung tekanan di dalamnya. Ranaya tidak langsung menjawab. Ia menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi, lalu mengusap pelan dagunya yang tegang. Ia mencoba merangkum semua pemetaan strategi yang barusan dipaparkan Rio. Langkah demi langkah untuk memulihkan kepercayaan customer Flare & Co terdengar logis, bahkan cukup menjanjikan. Harus ia akui, temannya ini sangat jenius. Trik-trik yang dijabarkan secara detail bisa membuatnya terpukau. "Tapi ... cara itu tadi nggak bakal memengaruhi customer tempatmu bekerja, kan? Gold Mulia? Mana mungkin kamu bunuh diri dengan memihak perusahaanku?" Ranaya mengerutkan kening, menatap Rio penuh keraguan. Rio hanya mengangkat bahu sambil tersenyum santai. "Enggak kok, tenang. Kan Gold Mulia punya teknik sendiri nanti. Lagipula, aku juga nggak akan sepenuhnya nyebrang ke Flare & Co

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   107. Lemme Help You

    Ranaya dan Sagara langsung bergerak cepat. Dengan raut wajah panik, keduanya mendekati etalase yang kini menjadi sorotan orang banyak.“Sebentar, tenang dulu,” ucap Sagara kepada semua orang saat di dekat perempuan yang berteriak tadi. “Maaf, bolehkah saya memeriksa cincin itu?”Tangan kanan Sagara terulur sopan kepada aktris yang cukup ternama tersebut. Perempuan yang diajak bicara secara spontan melepas cincin yang tersemat di salah satu jarinya, lantas menyerahkan kepada Sagara dengan ekspresi kecewa.Sagara mengamati cincin itu dengan teliti. Mata tajamnya yang bagai elang memeriksa hingga detail. Dari setiap lekuk, permata, bahkan berlian memang menyerupai desain mereka.Tetapi … tunggu dulu. Perlahan keningnya menimbulkan kerutan. Ada yang aneh di sini.“Ini sepertinya bukan berlian kita, Ran,” gumamnya pelan dengan rahang mengeras. “Coba lihat dulu.”Tangan Sagara menyodorkan benda berkilau tersebut kepada Ranaya yang sudah pucat pasi. Kini cincin yang dimaksud sudah beralih di

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   106. Kalau Hari Itu Ada

    "Belcelai? Kayak yang dilakukan Mama dan Om Papa, dong?"Ucapan Radeva yang polos menggema di udara seperti petir di siang bolong. Sepanjang koridor apartemen itu seketika hening.Ranaya, Sagara, dan Tantri sama-sama tercekat. Tatapan mereka membeku, lantas saling bertaut satu sama lain, seperti mengandung beragam rasa yang tak mampu diutarakan masing-masing.Sagara tampak menahan napas. Ranaya kaku. Sementara itu, Tantri susah payah menelan salivanya."Eh, kita masuk aja yuk!" ajak Tantri tiba-tiba, berusaha memecah suasana yang mendadak tegang. Tangannya langsung menggamit lengan Ranaya dan Radeva sekaligus, kemudian menarik mereka ke dalam apartemen.“Nggak enak dilihatin tetangga kalau ngobrol di lorong kayak gini,” kilahnya sedikit memaksakan tawa yang tersembur samar.Mau tak mau, Ranaya dan Radeva mengikuti langkahnya. Sagara menyusul pelan dari belakang. Jujur, pikirannya masih terpaku pada celetukan anak itu tadi. Ia tak menyangka jika Radeva masih mengingat kata “bercerai” y

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   105. Mengganti Masa Emas

    [Subject: Hasil Pemeriksaan DNA antara Sdr. Sagara Wiratama dan An. Radeva Elvano AtmajaKepada Yth.Bapak Sagara Wiratamadi TempatDengan hormat,Bersama email ini, kami sampaikan hasil resmi pemeriksaan DNA yang telah dilakukan oleh Laboratorium Genetika Klinik GenLab Diagnostics terhadap sampel biologis Bapak Sagara Wiratama dan anak atas nama Radeva Elvano Atmaja.Berdasarkan analisis 24 lokus genetik yang diperiksa, diperoleh hasil kecocokan biologis 99,9999%, yang secara ilmiah menyimpulkan bahwa Sdr. Sagara Wiratama adalah ayah biologis dari An. Radeva Elvano Atmaja.Laporan lengkap dan sertifikat hasil pemeriksaan terlampir dalam bentuk PDF untuk dapat Bapak telaah lebih lanjut.Apabila Bapak membutuhkan informasi tambahan atau klarifikasi lebih lanjut terkait hasil ini, silakan menghubungi kami melalui kontak yang tersedia.Demikian kami sampaikan. Terima kasih atas kepercayaan Bapak terhadap layanan kami.Hormat kami,Dr. Antonius Setiawan, Sp.AndKepala LaboratoriumGenLab

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   104. Recovery Phase

    Untuk beberapa waktu, Andra bergeming. Bola matanya bergerak sewaktu mengamati Sherly. Namun, gurat wajahnya tampak tenang seperti permukaan air tanpa adanya hantaman gelombang.“Maka … saya akan tetap ada di sini membantu kamu, sampai kamu tahu bahwa kamu bisa, Sherly,” ungkapnya.Sherly memandang Andra dengan tatapan yang sulit percaya. Rahang perempuan itu terlihat keras. Lagian, siapa yang bisa dipercayai lagi olehnya? Bahkan sekarang ia juga meragukan diri sendiri kalau ia pantas dicintai.Satu-satunya tempat nyaman untuk pulang, yaitu Mayang yang merupakan ibu kandungnya sendiri pun sudah mengkhianatinya dengan semudah itu.Apalagi … pria asing yang kini sedang duduk berhadapan dengannya?Sherly kembali menyunggingkan senyum tipis yang penuh keraguan. Ia tentu saja menyepelekan peran seorang pria muda yang belum berpengalaman baginya. Ditambah usia pria tersebut masih seumuran dengan sosok yang turut menyumbang rasa depresinya.“Aku tetep nggak percaya,” papar Sherly to the poin

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   103. Api Cemburu

    Tangan Rio bergerak pelan. Jari-jarinya menyentuh lembut ujung bibir Ranaya, mengusap sisa saus yang tertinggal di sana. Mata elang Sagara membulat sempurna. Tubuhnya menegang. Darahnya terasa mendidih saat itu juga.Tangannya langsung bergerak cepat menampar cangkir espresso yang ada di depannya hingga terguling. Sontak cairan hitam pekat itu tumpah dan sebagian besar mengenai lengan Rio. Sontak Rio segera menarik tangannya dari bibir Ranaya.“Argh! Panas! Panas!” teriak Rio sambil refleks berdiri, tangannya menggeliat dan segera membuka kancing lengan kemejanya. Ia meniup dan mengibas-ngibas tangan itu dengan panik.Ranaya pun langsung berdiri untuk turut membantu. “Rio?! Kamu nggak apa-apa?” Suaranya meninggi. Matanya membesar.Menyaksikan kehebohan itu, Sagara hanya duduk diam. Tapi rahangnya mengeras.“Gila, kamu sengaja, ya?!” Rio membentak, tatapannya tajam menuding ke arah Sagara.Sagara membalas dengan sorot mata dingin. “Kamu jangan asal nuduh kalau nggak tahu apa-apa,” kata

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   102. Banyak Saus di Mulut

    Langkah-langkah kaki berdetak mantap di lantai pabrik yang dingin, menggema lembut di antara deru mesin produksi perhiasan yang tak henti berdengung. Ranaya masih berdiri di depan mesin cetak berlian. Kini pandangannya tertuju kepada satu arah di mana sosok itu melangkah menghampiri. Tubuh Ranaya menegang, tapi bukan bunyi mesin atau hasil produksi yang menyebabkannya.“Gimana proses produksinya? Lancar, kan?”Suara itu. Suara bariton dengan tone menenangkan tapi cukup untuk membangunkan kenangan-kenangan lama yang tak pernah benar-benar padam. Apalagi malam itu, di mana ia dan pria tersebut nyaris berciuman.Ranaya perlahan mengerjapkan mata. Di balik cahaya pagi yang menembus jendela besar pabrik, berdiri Sagara dengan kemeja putih yang lengannya digulung sebatas siku. Kedua tangan pria tersebut tenggelam dalam saku celana hitamnya.Sorot mata elang Sagara tajam, sialnya pria itu masih saja tampan di pandangan Ranaya.Tetapi, kemudian Ranaya menegakkan kepalanya. Ia sudah berprinsi

สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status