"Abaang…." dengan tertatih Zoya melangkah keluar saat teringat sesuatu."Hehe.. Kok kedengarannya aneh ya, manggil abang. Berasa mau beli bakso," celetuknya terkekeh geli mengingat panggilan yang ia sematnya untuk Danu."Ini juga kenapa masih ngilu sih buat jalan. Mana kolamnya masih jauh lagi." meski mulutnya tidak berhenti berceloteh, namun Zoya tetap berjalan sedikit mengangkang menuju halaman samping."Abaaangg!" teriaknya lagi tidak sabaran.Danu yang sudah bersiap menceburkan diri ke kolam seketika menghentikan aksinya, telinga tajamnya menganggap panggilan yang cukup membuat hatinya berbunga."Abang, tunggu dulu!" seru Zoya saat jaraknya sudah semakin dekat.Meski sebenarnya dalam hati Danu bersorak gilang, tapi pria itu tetap berusaha tenang seolah tidak mendengar apapun "Apa..""Om! Eh abang, baby cantik yang di gendong ayah mertua itu siapa?" merasa lelah Zoya memilih duduk di kursi panjang dekat kolam."Memangnya kenapa?" masih bersikap acuh."Aku seperti pernah melihat gela
Zoya bangkit mendekati Danu yang masih berdiri menatapnya."Aku akan membantu abang mencari Chika. Walaupun ini terdengar sedikit menggelikan sih. Memiliki adik ipar yang usianya lebih tua dua tahun dariku," kelakar Zoya yang coba mencairkan suasana."Dan mungkin dia juga akan terkejut saat tahu memiliki kakak ipar sepertimu,""Benar, karena cuma aku gadis bernyali baja yang berani meminta kakaknya menjadi kekasih di tempat umum," sambung Zoya penuh percaya diri."Aku akui keberaniamu nona..""Tidak ingin memberiku diskon?" goda Zoya seraya mengedipkan sebelah mata."Masih sanggup?" tantang Danu."Ck, bukan diskon yang itu." kini Zoya mulai mengetahui kelebihan lain suaminya, yaitu lebih peka. Apalagi jika berhubungan dengan hal yang berbau kemesuman."Lalu kamu ingin diskon yang seperti apa?""Ajari aku berenang ya," pinta Zoya mengedipkan mata baby eyes."Bukan perkara sulit, tapi dengan satu syarat.." senyum smirk Danu tunjukkan, saat tiba-tiba ide gila melintas di benaknya.Meliha
Zoya terperangah saat tahu ternyata suaminya itu mengajaknya makan di sebuah restoran mewah. Namun ada sesuatu yang membuat gadis itu bingung, tidak ada pengunjung lain selain mereka berdua, dan kenapa banyak sekali lilin di tempat seterang itu. Pikirnya heran.Rupanya bukan hanya Zoya yang terkejut, Danu pun tak kalah terkejutnya mengetahui tempat yang Tony rekomendasikan tidak sesuai keinginan."Silahkan tuan.." keduanya yang masih mematung di pintu tersentak saat seorang pelayan menghampiri."Yakin mau makan di tempat ini?" Zoya mendongak meminta persetujuan Danu yang masih menatap lurus kedepan."Terserah kamu saja..""Tempat yang aneh. Tapi aku sudah sangat lapar bang, kalau mau cari tempat lain." keluh Zoya seraya memegang perutnya yang sudah keroncongan."Ya sudah," jawab Danu acuh seraya masuk lebih dulu.Jika pada umumnya setiap pasangan yang baru memulai hubungan akan mencari tempat romantis sebagai privasi mereka untuk merayakan ataupun mengutarakan isi hati. Namun berbeda d
Suara hentakan kaki berbalut pantofel mengiringi langkah tegap seorang pria memasuki lobby perusahaan Atmadja group, sebuah perusahaan di bidang industri yang sudah berkembang dan memiliki beberapa anak cadang di berbagai daerah. Namun walaupun demikian tidak banyak yang tahu pasti siapa pemimpin sebenarnya perusahaan besar itu setelah lengserkan sang presdir terdahulu, Bimo Atmadja atas kejadian naas dua puluh dua tahun silam.Berita kecelakaan petinggi perusahaan yang sedang berada di puncak kejayaan kala itu berhasil menggegerkan publik, juga jagat maya. Sehingga spekulasi persaingan bisnis disebut-sebut menjadi penyebab kecelakaan yang dipenuhi kejanggalan. Akan tetapi sampai waktu bergulir tidak ada kejelasan akan kasus itu, dan bagaimana pengusutan atas kejadiaan naas yang menewaskan pengusaha muda Bimo Atmadja tidak pernah diketahui pasti hingga saat ini. Karena dari pihak keluarga melalui juru bicara hanya menegaskan keluarga masih syok, tidak bisa memberi keterangan apapun. Sa
"Zo.." seru Danu seraya masuk kedalam rumah."Iya om," Zoya yang tengah duduk di ruang santai bersama Lisa langsung menoleh ke asal suara."Sayang.. Tumben pulang cepat," sahut Lisa mendapati putranya berjalan sedikit tergesa."Loh! ibu kapan pulang?" Danu pura-pura terkejut padahal dia sudah mengetahui rencana Lisa beserta rombongan akan kembali hari itu, dan keadaan rumah akan kembali normal seperti sedia kala. "Iya sayang.. Ibu baru saja sampai," jawab Lisa seraya menahan senyum. Batinnya terkekeh geli ternyata putranya kini pandai bersandiwara, "Apa kalian mau pergi?" lanjut Lisa setelah menyadari ternyata sang menantu juga sudah rapi."Iya bu, Zo sama om Danu mau berkunjung ke panti.." "Sayang kalian ini sudah menikah loh, gunakan panggilan yang baik ya nak, kamu juga sayang. Jangan panggil nama ke istrimu, kesannya tidak enak didengar." Zoya tersenyum seraya mengangguk menanggapi ucapan ibu mertuanya, sementara Danu hanya diam tanpa ekspresi apapun."Ya sudah kalau mau pergi, h
Bu Siti tersenyum mendapati siapa tamu yang sudah menunggunya, "Sudah lama menunggu?" ujarnya disertai senyum ramah."Belum bu," jawab Zoya yang langsung bangun dan memeluk ibu Siti."Kamu terlihat lebih berisi sekarang Zo," ucap ibu Siti setelah melepas pelukan mereka."Itu karena sekarang Zo tidak punya kesibukan lain, selain makan dan tidur bu." sontak saja keduanya terkekeh menanggapi ucapan Zoya."Ayo uduk Zo," ucap ibu Siti membawa Zoya untuk duduk kembali."Bagaimana kabarnya nak Danu?" bu Siti beralih pada Danu yang juga tersenyum ke arahnya."Alhamdulillah sehat bu, bagaimna ibu sendiri..""Seperti yang nak Danu lihat, ibu masih terlihat sehat," jawab ibu Siti masih menampilkan tersenyum terbaiknya, sehingga kerutan-kerutan di wajah yang mulai menua itu terlihat jelas.Danu juga ikut tersenyum hangat, walaupun dia bisa melihat lewat mata lelah ibu Siti ada banyak beban yang coba wanita paruh baya itu tutupi."Maaf pak, ini barang-barangnya di letakkan dimana?" ketiganya sonta
"Terima kasih.." Danu tiba-tiba memeluk Zoya yang baru saja keluar dari mobil. "Heh! Abang kenapa?" Zoya yang terkejut hanya bisa pasrah saat tubuhnya tenggelam dalam rengkuhan Danu."Terima kasih.." Danu masih mengucap kalimat yang sama hingga berulang kali dengan suara yang tidak begitu jelas di telinga Zoya."Abang ini kenapa sih, sakit?""Jangan bergerak, biarkan seperti ini dulu sebentar saja.." Danu semakin mengeratkan dekapannya saat merasa Zoya ingin melepaskan diri, semakin mendekap erat dan meletakkan dagu di atas kepala Zoya."Baiklah.." Akhirnya Zoya ikut melingkarkan tangan dipinggang Danu memberi waktu suaminya menikmati aroma sampo yang masih menguar dari rambutnya.'Padahal kita pakai sampo yang sama.' batin Zoya."Kalau saja abang bisa menemukannya lebih cepat, mungkin dia tidak akan mengalami semua penderitaan itu seorang diri," lirih Danu yang nyaris seperti bisikan.'Oo jadi itu alasannya, bukan karena dia suka dengan rambutku.' Batin Zoya tertawa malu dalam hati.
Tatapan Danu masih tak berubah sedikitpun dari wajah Melly yang masih tertawa tanpa beban. Alih-alih ingin menyapa lebih dulu, pria itu hanya diam terpaku dengan ekspresi yang sulit diartikan. Menatap dalam keceriaan gadis bergaris rahang sama dengannya. Terlalu banyak kalimat berdesakkan di kepala Danu, namun tak ada satupun kata yang meluncur dari mulutnya. Danu hanya ingin melihat jejak kesedihan di sana, tapi sialnya selama mata itu memandang tidak sedetikpun Danu menemukan apa yang ia cari, dan nyatanya hanya melihat langsung senyum gadis itu saja rasanya Danu sudah bisa melupakan dunianya. "Kalian belum tidur?" Zoya menyapa lebih dulu, sehingga mengejutkan kedua sahabatnya yang masih asyik dengan ponsel di tangan masing-masing."Eh Zo.. Baru pulang?" Melly mendongak, dan betapa terkejutnya dia begitu tahu mendapat tatapan serius dari Danu. "Om," sapanya kikuk."Iya, tadinya kita mau menginap saja mengingat perjalanan ke panti cukup jauh, tapi om Tony kasih kabar kalau besok pag
Ada banyak pertanyaan di benak Lisa setelah mendengar cerita kedua putrinya kemarin, terselip juga harapan jika sosok tak bertanggung jawab yang sempat ia dengar itu, bukanlah orang yang sama dengan yang pernah menghancurkan kebahagiaannya dulu."Ibu disini rupanya?" Mendengar suara bariton Danu, Lisa yang sebelumnya melamun terhenyak dan segera menoleh ke belakang."Iya nak, ada apa?" "Ibu melamun? Apa ada sesuatu yang mengusik pikiran ibu, hm?" Tanya Danu setelah mendekat, dan mengambil alih selang yang masih teraliri air dari tangan ibunya."Tidak, ibu baik-baik saja. Apalagi yang ibu inginkan, jika Allah saja sudah mengebalikan putri ibu, bahkan sekarang ibu punya tiga putri sekaligus," ujar Lisa yang selalu berhasil menutupi kegundahan hatinya di hadapan Danu ataupun yang lain."Tapi kenapa ibu menyiram hanya satu tanaman, sampai airnya menggenang seperti ini," jelas Danu."Oh astaga! Ibu matikan dulu krannya." Melihat sang ibu buru-buru mematikan kran, Danu hanya menggeleng sama
"Kamu kenapa, bosan?" Walaupun tatapannya fokus ke layar laptop, tapi Danu tahu jika istrinya tidak sesemangat tadi ketika berangkat."Kemarin sebelum Abang berpenampilan seperti ini, bagaimana sikap wanita tadi?" "Ayu, maksudmu?""Ish menyebalkan, kenapa kembali menyebutnya Ayu!""Ya.. Karena memang itu namanya, lalu Abang harus memanggilnya apa? Sekretarisku, begitu?" Meski heran dengan sikap aneh Zoya, namun Danu tetap berusaha menyikapi dengan tenang. Zoya hanya diam tidak lagi menanggapi penjelasan suaminya, ia juga tidak paham kenapa hari itu begitu sensitif. Ada apa sebenarnya dengannya, apa mungkin akan kedatangan tamu bulanan yang membuatnya uring-uringan tidak jelas? Zoya simpan sendiri pertanyaan itu dalam hati, sebab apa yang dirasakan hari itu pertama kali ia rasakan.Bersikap acuh dan mengabaikannya mungkin lebih baik, pikirnya."Abang pikir dengan mengajakmu ke kantor akan lebih baik." Danu akhirnya bangkit dan duduk disamping Zoya."Abang kenapa melarangku ikut ke
"Pagi Pak.. Selamat datang Ibu."Zoya tersenyum canggung begitu hendak memasuki ruangan, mereka disambut sapaan lembut seorang wanita cantik."Terima kasih nyonya," balas Zoya tak kalah rama yang justru disertai anggukan kepala, dan itu sukses menarik perhatian Danu."Kenapa memanggilnya nyonya," tegas Danu melirik wanita yang berdiri kaku di balik meja."Haiiss tidak apa-apa.. Abang lihat! Nyonya ini cantik sekali, pakaiannya juga sangat rapi. Jelas dia bukan wanita sembarangan," bisik Zoya di ujung kalimat seraya terus menatap kagum sosok di depannya. Tanpa ia sadari jika tindakannya itu sukses membuat Danu menghela nafas dalam.'Mau heran, tapi ini istriku.' Batin Danu.'Cantik sekali nyonya ini, sesama perempuan saja aku kagum melihat kecantikannya. Apalagi para pria?' Batin Zoya yang masih menikmati keindahan di depannya, sehingga membuat objek merasa tidak nyaman karena mendapat tatapan kagum dari wanita yang jelas-jelas dia tahu apa statusnya."Ma-maaf Ibu Zoya, anda tidak perlu
"Jadi yang menemukan Melly ibu Mala, Zo?""Iya Vin," jawab Zoya lirih begitu nama wanita yang paling ia rindukan kembali disebut."Bukannya Mala mendiang ibumu sayang?" Lisa menyela ketika teringat nama itu tertulis di akta kelahiran Zoya yang dia baca sebelum hari pernikahan putranya dengan gadis itu."Iya bu," jawab Zoya memaksakan diri untuk tersenyum."Ya Allah, ibu berhutang jasa padanya. Beliau orang baik, semoga surga tempatnya.""Amin," ucap mereka serentak.Zoya kembali tersenyum menyadari tangan Danu merangkul pinggangnya dan menarik pelan sehingga tubuh mereka merapat sempurna. "Terima kasih," lirih Zoya walaupun jika ditanya untuk apa, dia sendiri pun tidak tahu. Hanya saja tidak tahu kenapa mulutnya ingin sekali mengucapkan kalimat itu."Abang yang seharusnya berterima kasih padamu juga ibu mertua sayang," bisik Danu tanpa canggung dan malu sedikitpun langsung menempelkan bibir keduanya."Abang ih, malu tau!" Zoya mendengus seraya mendorong pelan dada Danu agar menjauh.
"Kalian dari mana?" tanya Danu yang baru duduk di sofa kembali bangkit begitu melihat Zoya datang diikuti Vina di belakangnya."Dari kolam bang," jawab Zoya begitu sudah berdiri di hadapan Danu."Terima kasih, karena kamu abang bisa berkumpul lagi dengan Chika." sepertinya kali ini Zoya sudah mulai terbiasa saat Danu tiba-tiba memeluknya, hanya saja dia merasa canggung karena disana masih ada Lisa dan yang lain."I-iya bang.""Mel selamat ya, akhirnya kamu bisa bertemu ibu kandungmu." Vina memilih mendekati Melly dan duduk disampingnya."Makasih ya Vin, ini juga berkat kalian berdua." Tepat seperti yang Zoya katakan, Melly pun melakukan hal yang sama dengan Vina, dia langsung memeluk haru Vina yang awalnya enggan melakukannya lebih dulu."Terima kasih.."Hanya kalimat itu yang bisa Melly ucapkan dibalik punggung Vin, ia merasa kebahagiaan yang tengah dirasa saat itu begitu luar biasa sampai rasanya tidak cukup hanya dengan untaian kalimat."Sama-sama Mel," lirih Vina.Sebagai seorang
Mereka langsung berlari tergopoh menuju dapur, khawatir sesuatu terjadi dengan kedua wanita yang sebelumnya masuk ke tempat itu lebih dulu."Ada apa bu!" seru Danu terengah, namun seketika langkahnya membeku begitu melihat Lisa dan Melly tengah bersimpuh di atas lantai dengan tubuh saling berpelukan."Bu.." panggil Danu setelah dirinya berdiri cukup lama."Dia memang adikmu nak," ucap Lisa di sela tangisnya."Dia memang Chika," sambung Lisa semakin mengeratkan dekapannya pada Melly yang juga ikut terisak. Danu, Zoya juga Vina yang berdiri kaku akhirnya bisa bernafas lega. Melihat Danu mendekati keduanya, Zoya memilih pergi membiarkan keluarga itu meluapkan kerinduan mereka.***"Aku ikut bahagia untuk kebahagiaan Melly, tapi sekarang aku bingung harus memanggil dia apa?" Zoya menoleh dan tersenyum begitu melihat Vina ternyata menyusulnya."Mungkin aku akan tetap memanggilnya Mel-Mel, lidahku sudah terbiasa begitu." "Heem, mungkin aku pun sama.""Gak nyangka ya ternyata sahabat k
Danu langsung merengkuh tubuh bergetar Melly, tanpa mengucap sepatah katapun sebelumnya. Karena rasanya bibir pria itu kaku, dan semua yang ingin diucapkan tertahan di tenggorokan."Ini sungguh nyata? Aku bisa bertemu keluargaku," gumam Melly."Iya sayang, ini abangmu yang sudah seperti orang gila karena gagal menemukanmu sampai selama ini. Maafkan abang." ada rasa yang sulit Danu jelaskan, rasa bahagia juga sesal yang membaur menjadi satu."Hiks hiks…." Melly tidak lagi bisa berkata-kata, ia hanya semakin terisak begitu mengingat ternyata keluarga yang ia cari selama ini telah hidup bersamanya selama beberapa bulan terakhir."Zo.. Ini sungguhan?" rupanya tidak hanya Melly yang terkejut, Vina juga sampai melongo mengetahui kebenarannya yang baru saja di ketahui."Iya Vin, Melly atau Chika memang orang yang sama," jelas Zoya ikut terharu melihat momen mengharukan di depannya."Syukurlah.. Aku ikut bahagia untuk ini," lirih Vina. Sebagai seorang sahabat yang sama-sama dibesarkan tan
"Kenapa aku lihatnya beda," lirih Vina"Akupun merasakan hal yang sama," sahut Melly."Abang," gumam Zoya tidak dapat menutupi keterkejutannya melihat sosok yang kini sudah berdiri tegak di hadapannya dengan kedua tangan berada di dalam saku celana."Abang." ulangnya lagi ingin memastikan jika pria yang tersenyum sejuta watt padanya itu benar-benar suaminya."Maaf membuat kalian lama menunggu." Danu dengan penuh percaya diri berdiri di hadapan ketiga gadis yang masih menatap heran dirinya."Beneran itu om Danu, Mel?" Vina kembali berbisik pada Melly yang juga ikut tertegun melihat perubahan pria yang selalu mereka tertawakan karena penampilannya yang cupu dan terkesan jadul. Tapi kini sudah bertransformasi layaknya aktor bollywood, tampan, gagah, dan berkharisma. Kemana perginya penampilan cupu yang selama ini selalu identik dengan pria itu? Bahkan rambut klimis yang dulu Zoya yakini bisa menjatuhkan seekor lalat pun sirna entah kemana. Sebab yang kini mereka lihat rambut undercut deng
Ketiganya sudah siap dengan outfit masing-masing, dengan gaya sederhana mereka, ketiga gadis itu masih tetap menawan tak terkecuali Zoya. Menjadi istri dari pengusaha muda yang terbilang sukses dan sedang berada dipuncak kejayaan tak lantas membuat dirinya ingin merubah penampilan menjadi lebih glamor. Zoya tetap seperti gadis beberapa bulan yang lalu ketika ia masih menjadi buruh cuci dengan kedua sahabatnya, sederhana dan apa adanya. "Zo, sebenarnya ada apa sih? Sepertinya serius sekali, dan lagi semalam om Danu bener-bener aneh. Apa jangan-jangan dia nggak suka aku ikut tinggal di rumahnya ya?" terlihat jelas kekhawatiran di wajah Melly yang duduk bersisian dengan Zoya di kursi belakang. Kini ketiganya sudah berada di dalam taksi menuju kafe, sebenarnya Danu sudah menyiapkan mobil dan juga supir pribadi. Tapi Zoya bersikeras ingin naik taksi, karena merindukan masa-masa kebersamaan mereka seperti dulu."Iya Zo, aku juga merasakan hal yang sama dengan Mel-mel." Vina yang duduk d