Zoya terperangah saat tahu ternyata suaminya itu mengajaknya makan di sebuah restoran mewah. Namun ada sesuatu yang membuat gadis itu bingung, tidak ada pengunjung lain selain mereka berdua, dan kenapa banyak sekali lilin di tempat seterang itu. Pikirnya heran.Rupanya bukan hanya Zoya yang terkejut, Danu pun tak kalah terkejutnya mengetahui tempat yang Tony rekomendasikan tidak sesuai keinginan."Silahkan tuan.." keduanya yang masih mematung di pintu tersentak saat seorang pelayan menghampiri."Yakin mau makan di tempat ini?" Zoya mendongak meminta persetujuan Danu yang masih menatap lurus kedepan."Terserah kamu saja..""Tempat yang aneh. Tapi aku sudah sangat lapar bang, kalau mau cari tempat lain." keluh Zoya seraya memegang perutnya yang sudah keroncongan."Ya sudah," jawab Danu acuh seraya masuk lebih dulu.Jika pada umumnya setiap pasangan yang baru memulai hubungan akan mencari tempat romantis sebagai privasi mereka untuk merayakan ataupun mengutarakan isi hati. Namun berbeda d
Suara hentakan kaki berbalut pantofel mengiringi langkah tegap seorang pria memasuki lobby perusahaan Atmadja group, sebuah perusahaan di bidang industri yang sudah berkembang dan memiliki beberapa anak cadang di berbagai daerah. Namun walaupun demikian tidak banyak yang tahu pasti siapa pemimpin sebenarnya perusahaan besar itu setelah lengserkan sang presdir terdahulu, Bimo Atmadja atas kejadian naas dua puluh dua tahun silam.Berita kecelakaan petinggi perusahaan yang sedang berada di puncak kejayaan kala itu berhasil menggegerkan publik, juga jagat maya. Sehingga spekulasi persaingan bisnis disebut-sebut menjadi penyebab kecelakaan yang dipenuhi kejanggalan. Akan tetapi sampai waktu bergulir tidak ada kejelasan akan kasus itu, dan bagaimana pengusutan atas kejadiaan naas yang menewaskan pengusaha muda Bimo Atmadja tidak pernah diketahui pasti hingga saat ini. Karena dari pihak keluarga melalui juru bicara hanya menegaskan keluarga masih syok, tidak bisa memberi keterangan apapun. Sa
"Zo.." seru Danu seraya masuk kedalam rumah."Iya om," Zoya yang tengah duduk di ruang santai bersama Lisa langsung menoleh ke asal suara."Sayang.. Tumben pulang cepat," sahut Lisa mendapati putranya berjalan sedikit tergesa."Loh! ibu kapan pulang?" Danu pura-pura terkejut padahal dia sudah mengetahui rencana Lisa beserta rombongan akan kembali hari itu, dan keadaan rumah akan kembali normal seperti sedia kala. "Iya sayang.. Ibu baru saja sampai," jawab Lisa seraya menahan senyum. Batinnya terkekeh geli ternyata putranya kini pandai bersandiwara, "Apa kalian mau pergi?" lanjut Lisa setelah menyadari ternyata sang menantu juga sudah rapi."Iya bu, Zo sama om Danu mau berkunjung ke panti.." "Sayang kalian ini sudah menikah loh, gunakan panggilan yang baik ya nak, kamu juga sayang. Jangan panggil nama ke istrimu, kesannya tidak enak didengar." Zoya tersenyum seraya mengangguk menanggapi ucapan ibu mertuanya, sementara Danu hanya diam tanpa ekspresi apapun."Ya sudah kalau mau pergi, h
Bu Siti tersenyum mendapati siapa tamu yang sudah menunggunya, "Sudah lama menunggu?" ujarnya disertai senyum ramah."Belum bu," jawab Zoya yang langsung bangun dan memeluk ibu Siti."Kamu terlihat lebih berisi sekarang Zo," ucap ibu Siti setelah melepas pelukan mereka."Itu karena sekarang Zo tidak punya kesibukan lain, selain makan dan tidur bu." sontak saja keduanya terkekeh menanggapi ucapan Zoya."Ayo uduk Zo," ucap ibu Siti membawa Zoya untuk duduk kembali."Bagaimana kabarnya nak Danu?" bu Siti beralih pada Danu yang juga tersenyum ke arahnya."Alhamdulillah sehat bu, bagaimna ibu sendiri..""Seperti yang nak Danu lihat, ibu masih terlihat sehat," jawab ibu Siti masih menampilkan tersenyum terbaiknya, sehingga kerutan-kerutan di wajah yang mulai menua itu terlihat jelas.Danu juga ikut tersenyum hangat, walaupun dia bisa melihat lewat mata lelah ibu Siti ada banyak beban yang coba wanita paruh baya itu tutupi."Maaf pak, ini barang-barangnya di letakkan dimana?" ketiganya sonta
"Terima kasih.." Danu tiba-tiba memeluk Zoya yang baru saja keluar dari mobil. "Heh! Abang kenapa?" Zoya yang terkejut hanya bisa pasrah saat tubuhnya tenggelam dalam rengkuhan Danu."Terima kasih.." Danu masih mengucap kalimat yang sama hingga berulang kali dengan suara yang tidak begitu jelas di telinga Zoya."Abang ini kenapa sih, sakit?""Jangan bergerak, biarkan seperti ini dulu sebentar saja.." Danu semakin mengeratkan dekapannya saat merasa Zoya ingin melepaskan diri, semakin mendekap erat dan meletakkan dagu di atas kepala Zoya."Baiklah.." Akhirnya Zoya ikut melingkarkan tangan dipinggang Danu memberi waktu suaminya menikmati aroma sampo yang masih menguar dari rambutnya.'Padahal kita pakai sampo yang sama.' batin Zoya."Kalau saja abang bisa menemukannya lebih cepat, mungkin dia tidak akan mengalami semua penderitaan itu seorang diri," lirih Danu yang nyaris seperti bisikan.'Oo jadi itu alasannya, bukan karena dia suka dengan rambutku.' Batin Zoya tertawa malu dalam hati.
Tatapan Danu masih tak berubah sedikitpun dari wajah Melly yang masih tertawa tanpa beban. Alih-alih ingin menyapa lebih dulu, pria itu hanya diam terpaku dengan ekspresi yang sulit diartikan. Menatap dalam keceriaan gadis bergaris rahang sama dengannya. Terlalu banyak kalimat berdesakkan di kepala Danu, namun tak ada satupun kata yang meluncur dari mulutnya. Danu hanya ingin melihat jejak kesedihan di sana, tapi sialnya selama mata itu memandang tidak sedetikpun Danu menemukan apa yang ia cari, dan nyatanya hanya melihat langsung senyum gadis itu saja rasanya Danu sudah bisa melupakan dunianya. "Kalian belum tidur?" Zoya menyapa lebih dulu, sehingga mengejutkan kedua sahabatnya yang masih asyik dengan ponsel di tangan masing-masing."Eh Zo.. Baru pulang?" Melly mendongak, dan betapa terkejutnya dia begitu tahu mendapat tatapan serius dari Danu. "Om," sapanya kikuk."Iya, tadinya kita mau menginap saja mengingat perjalanan ke panti cukup jauh, tapi om Tony kasih kabar kalau besok pag
Definisi cinta mungkin sebagian besar pasangan menganggap penting dalam keberlangsungan suatu hubungan, namun nyatanya itu tidak berlaku bagi Zoya. Karena baginya saat Danu meminta haknya sebagai suami maka saat itu juga dirinya harus menyiapkan diri, tidak ada penolakan. Selain sebagai bentuk tanggung jawab, nyatanya sensasi luar biasa yang berhasil Danu ciptakan selalu membuatnya candu. Zoya tidak munafik, dia juga selalu menikmati setiap sentuhan Danu yang kini semakin liar di ranjang. "Eght.." Lenguhan lembut terdengar menggelitik telinga saat Danu memilin bergantian gundukan kembar berlapis kain tipis. Walaupun berukuran pas di telapak tangan, tapi begitu tahu bagian ujung bukit sudah mengeras, darah Danu semakin berdesir panas. 'Haha.. Agresif juga dia.' dan siapa sangka, dibalik lenguhan itu ada hati yang bersorak girang karena merasa mangsa telah memakan umpan yang sudah disiapkan. Zoya merasa uji cobanya membuahkan hasil nyata. Jika di awal pernikahan wanita itu sempat
Ketiganya sudah siap dengan outfit masing-masing, dengan gaya sederhana mereka, ketiga gadis itu masih tetap menawan tak terkecuali Zoya. Menjadi istri dari pengusaha muda yang terbilang sukses dan sedang berada dipuncak kejayaan tak lantas membuat dirinya ingin merubah penampilan menjadi lebih glamor. Zoya tetap seperti gadis beberapa bulan yang lalu ketika ia masih menjadi buruh cuci dengan kedua sahabatnya, sederhana dan apa adanya. "Zo, sebenarnya ada apa sih? Sepertinya serius sekali, dan lagi semalam om Danu bener-bener aneh. Apa jangan-jangan dia nggak suka aku ikut tinggal di rumahnya ya?" terlihat jelas kekhawatiran di wajah Melly yang duduk bersisian dengan Zoya di kursi belakang. Kini ketiganya sudah berada di dalam taksi menuju kafe, sebenarnya Danu sudah menyiapkan mobil dan juga supir pribadi. Tapi Zoya bersikeras ingin naik taksi, karena merindukan masa-masa kebersamaan mereka seperti dulu."Iya Zo, aku juga merasakan hal yang sama dengan Mel-mel." Vina yang duduk d