"Aku akui kepercayaan dirimu memang luar biasa. Bisa melakukan hal senekat itu di depan umum. Apa tujuanmu sebenarnya? Uang?" Sambil menyandarkan punggung, Danu menatap remeh lawan bicaranya.
Ketenangan gadis itu cukup menggelitik hati, ingin memastikan sejauh mana bisa bertahan menghadapi dirinya.Sementara itu, Zoya masih berusaha keras mempertahankan agar gemetar di kaki ataupun tangannya tidak sampai tertangkap oleh Danu, bisa semakin besar kepala pria itu jika melihatnya.'Ingat Zo! kamu tidak perlu takut padanya, dia juga pasti makan nasi sama sepertimu," kekuehnya dalam hati."Aku bukan orang yang suka basa-basi. Jadi, cepat katakan apa yang kamu inginkan!"Zoya melirik Danu sekilas, lalu memajukan bibir bawahnya. "Gak sabaran banget, yakin mau dengar.""Dengar! aku tidak suka waktuku terbuang sia-sia untuk urusan yang tidak penting. Sekarang, katakan berapa yang kamu inginkan," lirih Danu.Zoya menghela nafas panjang—ikut menyandarkan punggung dan menoleh ke samping menatap berani Danu. Ternyata duduk membungkuk cukup membuat punggungnya kaku."Yakin, mau tau alasannya apa?" Danu meninggikan alis, siap membuka mulut. Tapi kelanjutan kalimat Zoya membuatnya urung. "Tapi sebelum itu aku mau tanya, apakah om Danu bermaksud menuntutku?"Dengusan terdengar jelas dari mulut Danu, tentu pria itu terkejut dengan pertanyaan Zoya. Walaupun sempat kesal dengan sikap gadis itu dan mengancam jangan lagi muncul di hadapannya. Tapi, Danu tidak sampai berpikir bertindak sejauh itu untuk membawanya ke jalur hukum. Lalu bagaimana gadis itu bisa berpikir demikian? "Memang kamu siap jika aku menuntutmu?"Tidak langsung menjawab—bahu Zoya bergerak turun disertai desahan samar. "Hah! tentu saja tidak. Aku masih muda dan tidak mau menyambut tuaku di penjara." Biarlah dirinya dianggap paranoid, karena sejujurnya setelah mengetahui Danu bisa saja menuntutnya, ia tidak lagi bisa hidup dengan tenang. Makan tak enak, semalam tidurpun tak nyenyak. Untung lingkar di sekitar mata tersamarkan oleh pedak yang ia poleskan sedikit tebal."Lalu apa yang akan kamu lakukan jika aku menuntutmu?" Danu semakin tergelitik melihat kecemasan di wajah pucat Zoya."Tentu saja menerima lamaran ibumu.""Cih," desis Danu sambil membuang pandangan ke samping.Sekarang ia bisa menyimpulkan, ibunya bergerak lebih cepat setelah hari pernyataan kemarin. Dalam kata lain, ibunya juga menyaksikan kejadian memalukan itu."Dan aku yakin, ibumu lebih baik daripada .." Danu kembali menoleh, menatap Zoya penuh selidik. "Putranya," lanjut Zoya."Lalu, kau berpikir bisa memanfaatkan keadaan dengan mudah?""Tidak juga." Dahi Danu kembali mengkerut.Gadis itu benar-benar membuat kepalanya berdenyut.Sementara Zoya sibuk menyusun kalimat yang tepat, Danu diam-diam memperhatikannya. 'Apa yang membuat gadis ini menarik sampai ibu menginginkannya?'"Aku minta maaf karena sudah bikin om malu kemarin," ucap Zoya setelah hening sesaat. "Tapi sungguh, bukan uang tujuanku. Aku hanya kesal karena terus diejek jones oleh kedua sahabatku. Untuk itu aku bertekad mencari pacar, dan." Menjeda sejenak, ragu untuk kembali mengarang cerita. "Dan saat itulah pilihanku jatuh pada om." Mata Zoya seketika terpejam, berharap Danu percaya pada bualannya. Sebab, separah apapun ia tersudut, tidak mungkin baginya untuk jujur. Bisa-bisa hari itu juga dirinya digiring ke kantor polisi."Jones?" ulang Danu.Kepala Zoya yang tertunduk mengangguk lemah sedaya berucap pelan, "Jomblo ngenes, om."Alih-alih prihatin, Danu justru mengulum senyum. Satu tangannya pun terkepal menahan gemas melihat kepasrahan Zoya. Sebegitu buruk 'kah seseorang yang tidak memiliki pasangan? kenapa dirinya baik-baik saja, bahkan menganggap mencintai diri sendiri dan juga ibunya adalah hal yang paling memuaskan.'Serius, dia menahan senyum?' batin Zoya yang sempat melirik sekilas."Lalu sekarang kau puas? bukan hanya jadi kekasihmu, bahkan sekarang aku calon suamimu.""Heh! calon suami?" Tidak sepenuhnya bisa mencerna kalimat Danu, kepala Zoya terangkat dan menoleh ke arah pria itu. Matanya pun berkedip-kedip, lalu memutar ke kiri kanan—berpikir keras. 'Apa maksudnya dengan calon suami?' batinnya menerka-nerka."Apa yang kamu lakukan, kenapa matamu tidak bisa diam?""Aku sedang berpikir om," gumamnya, sebelum akhirnya ia tersadar dan berteriak lantang. "Akkk!! jadi kita akan menikah!"Entah reaksi apa yang Zoya tunjukkan, Danu tidak peduli. Karena apapun alasan yang mendorong gadis itu melakukan kegilaan kemarin, Danu tidak ambil pusing. Meski sebenarnya ia tidak begitu saja percaya hanya karena ejekan 'jomblo ngenes' Zoya melakukan hal senekat itu. Tapi Danu memilih tak mempersoalkannya—menuruti permintaan sang ibulah tujuan utamanya."Cukup untuk hari ini. Sekarang aku lapar, ayo kita pergi." Danu bangkit lebih dulu dan berjalan begitu saja. Zoya tertegun ketika pria itu sudah berdiri di depannya. "Kamu ingin melewatkan makan siangmu?""Tentu saja tidak," jawabnya berubah semangat.****"Loh! kalian mau kemana?"Liza yang baru muncul, terkejut melihat Danu bersama Zoya keluar dari ruangannya."Makan siang, tan," jawab Zoya menyembul dari balik punggung Danu yang sengaja menghalangi jalannya.Liza tersenyum penuh arti menatap keduanya. Namun tidak lama, wajahnya berubah sendu. "Sayang sekali kalian hanya pergi berdua, ibu tidak bisa ikut. Ibu lupa ternyata hari ini sudah membuat janji dengan klien, dan sekarang mereka dalam perjalanan kemari." Danu menanggapi dengan senyum tipis kekecewaan ibunya. Karena sebenarnya ia tahu memang itulah tujuan sang ibu mengundang Zoya.Pria itu melirik Zoya sekilas yang kini sudah berdiri di sampingnya."Danu pergi dulu bu, mungkin setelah mengantarkan Zoya pulang, Danu langsung kembali ke kantor.""Iya sayang, kalian hati-hati ya.""Iya tante." Zoya yang menjawab karena Danu sudah berjalan lebih dulu.Senyum lega Liza mengiringi langkah Zoya—gadis itu berjalan pelan sambil memperhatikan sekitar saat menuruni tangga. Semenatra Danu sudah tidak lagi terlihat."Semoga ini awal yang baik untuk hubungan mereka, ya Allah," gumam Liza.Sesampainya di luar, Zoya mengedarkan pandangan. Ia mendesah kasar begitu tidak mendapati Danu dimanapun."Ck, ternyata hanya formalitas. Dia tidak sungguh mengajakku makan," dengusnya kesal.Namun tiba-tiba, pada saat ia hendak meninggalkan teras butik, suara klakson disertai panggilan menghentikan langkahnya."Zoya!""Ternyata dia serius." Kedua ujung bibirnya seketika tertarik ke atas. "Iya om, aku datang!" Berlari kecil menuju mobil Danu yang memang terparkir lumayan jauh dari pintu masuk butik. Tepatnya di bawah pohon rindang dekat jalan raya."Kenapa lama sekali, apa yang kamu lakukan di dalam." Belum juga menempelkan bokong dengan nyaman di jok depan, semburan Danu sudah lebih dulu menyambutnya."Aku pikir tadi ajakan om hanya formalitas di depan tante Liza. Ternyata tidak." Meringis tanpa beban.Danu tidak menjawab, memilih menghidupkan mesin mobil. Setelah maju beberapa meter dan memastikan sekitar, banteng besinya pun membaur dengan kendaraan lain di jalan jaya.'Nyaman juga naik mobil mewah, dan ternyata dia the real sultan."'Kenapa berhenti disini? uangku mana cukup bayar makanan disini. Gila aja nih om-om, mau cari gretongan gak kira-kira,' gerutu Zoya dalam hati. Ia merasa sangat kesal begitu tahu, Danu memasukan mobilnya di depan sebuah restoran. "Set dah, tuh orang mana udah nyelonong duluan lagi. Aduh! dompet mana sih."Melihat Danu sudah keluar lebih dulu—Zoya semakin gelisah lantaran dompet silikon karakter pororo miliknya entah terselip di bagian mana."Nah, ini dia." tersenyum lega. Namun, begitu membuka dan melihat isi dompetnya, gadis itu tertunduk lesu. "Ya salam om, duitku cuma seratus dua puluh ribu ini, malah ngajak makan ditempat beginian. Warung tegal napa? masakan disana tak kalah nendang."Tok tok!!Zoya terkesiap begitu kaca di sampingnya diketuk, dan pelakunya tak lain Danu."Ck, apa yang sebenarnya dia lakukan? kenapa tidak ikut turun." Baru Danu hendak mengetuk kaca lagi, gerakan tangannya seketika terhenti melihat pintu terbuka. "Kamu tidak suka tempat ini?" Melihat gelagat mencu
"Kamu dari mana Zo?" "Astaga! kamu mengejutkanku. Aku pikir belum ada yang pulang." Setelah meletakkan tasnya diatas meja, Zoya ikut berbaring di samping Melly."Tumben kamu sudah pulang?" Menoleh ke arah samping. Melly yang sedang tengkurap memainkan gawainya melirik sekilas."Pekerjaanku tidak banyak hari ini, makanya bisa pulang lebih awal. Kamu belum menjawabku tadi, dari mana?" Zoya merubah posisinya sama dengan Melly, setelah menekuk kedua kaki dan menggoyang-goyangkannya ia mulai bercerita. "Ketemuan sama tante Liza dan Om Danu.""Serius?" Zoya mengulum senyum melihat keterkejutan sang sahabat."Iya, kenapa?" "Lalu?" "Apanya?" "Ck, kamu ini, bagaimana pertemuanmu dengan om Danu setelah apa yang terjadi kemarin. Lalu apa tante Liza memaksakan kehendaknya?" Melihat Zoya menggelang yakin–Melly memiringkan tubuhnya dan menatap penuh selidik. "Jangan membuatku penasaran, sekarang ceritakan semua tanpa ada yang kamu skip." "Aku dan tante Liza belum sempat mengobrol tadi. Sement
Ternyata memang benar, manusia hanya bisa berencana, dan tuhan yang maha menentukan segalanya. Setelah tidak pernah lagi ada kabar beritanya, Zoya dan kedua sahabatnya menganggap bahwa Liza melupakan lamaran dadakannya satu bulan lalu, tapi ternyata? Tanpa disangka-sangka wanita itu tiba-tiba muncul di momen yang sangat tepat."Sayang, kalian akan pindah ke rumah ibu hari ini juga." Sontak, Zoya menegang, matanya berkedip ragu."Ke–kenapa me-mendadak, tan?" Setelah keheningan sesaat, Zoya mulai bisa bersuara. Sungguh, gadis itu merasa terkejut sekaligus heran kenapa wanita itu muncul dengan kejutan tak terduga. Tiba-tiba memintanya pindah tanpa ada pemberitahuan lebih dulu. Jantung? masih amankah di tempatnya?Siang itu, Zoya yang merasa kurang enak badan, memilih tinggal di kamar kos menunggu kedua sahabatnya kembali. Dan untungnya, mereka bertiga off dari kesibukan masih-masih, sehingga ia bisa beristirahat, sementara kedua sahabatnya tengah keluar mencari makan. Tapi, baru juga he
"Ya Tuhan .. ini rumah atau istana? besar sekali."Vina langsung terperangah begitu keluar dari mobil diikuti Zoya, beserta Melly. Pandangan pertama yang tersuguh di depan mata mereka adalah kemewahan hunian Atmadja."Ini baru luarnya loh bestie, kita belum lihat kedalam." Vina mengangguk, begitu juga Melly. Mereka seolah setuju dengan pendapat Zoya."Lihat guys. Luas halamannya saja setara lapangan bola, luar biasa .. tante Liza memang the real sultan," saut Melly yang mendekat dan berdiri di antara kedua sahabatnya."Mereka memang bukan orang biasa, kita saja yang terlambat menyadarinya." Vina kembali menimpali dengan pandangan masih lurus ke depan."Entahlah .. yang pasti, sekarang kepalaku tidak sakit lagi setelah melihat rumah ini," celetuk Zoya seraya memutar pandangan segala arah."Itu karena obat yang kamu minum Oneng, plis deh. Jangan norak," dengus Melly yang hanya disambut kekehan oleh Zoya."Ayu kita masuk." Liza yang sebelumnya kembali menghubungi seseorang, langsung memu
Hari itu, siang menjelang sore, menjadi momen menegangkan sekaligus mendebarkan bagi seorang Danu. Pasalnya, saat pria itu baru kembali dari Singapura—berniat langsung menuju kamar, langkahnya terhenti tepat di depan kamar yang biasanya tertutup. Kini pintunya terbuka lebar. Siapakah penghuninya?Penasaran, Danu memutuskan masuk untuk memeriksa. Mungkin saja penghuninya makhluk tak kasat mata. Jika benar begitu, ia harus memanggil Pak Ustadz yang bisa mengusir makhluk itu pergi.Akan tetapi, baru juga menginjakkan kaki diambang pintu, Danu justru tercengang. Pemandangan di depannya sungguh sayang dilewatkan, tapi juga berakibat fatal jika memutuskan tetap bertahan. Benar-benar pilihan yang sulit."Oh sial, kenapa kau bangun disaat yang tidak tepat?" gumamnya kesal.Meski wajah pemilik gerakan erotis itu tidak terlihat jelas. Namun, mampu melemahkan pertahanan siapapun yang melihatnya, termasuk Danu. Dibalik penampilan pria itu yang jadul, syukurnya Danu tetap berada dijalan yang benar
Menjelang makan malam, para wanita sudah duduk manis seraya menunggu satu-satunya pria yang belum menampakkan batang hidungnya. Ketiga gadis yang masih canggung itu merasa heran begitu melihat banyaknya hidangan yang tersaji rapi diatas meja, namun mereka enggan bertanya langsung kepada Lisa mengingat betapa antusiasnya wanita itu dalam menyiapkan segalanya."Makanan sebanyak ini untuk apa?" Zoya bertanya lewat sorot matanya kepada Vina yang juga menatap dirinya."Entahlah.. aku juga tidak tahu. Mungkin akan ada acara." Vina juga menjawab lewat tatapannya."Kapan bisa dimulai, aku sudah sangat lapar ini." Zoya menunjukkan wajah memelas, yang di balas Vina dengan mengusap dadanya sendiri.Kedua gadis itu masih terus berkomunikasi lewat cara mereka, mengabaikan Melly si ratu kepo yang duduk disamping Vina. Melly terus memperhatikan kedua sahabatnya dengan tatapan heran, sampai akhirnya…"Ehem, ehem." sengaja gadis itu berdehem untuk menarik perhatian Zoya maupun Vina."Ehem.." namun suda
Cukup lama Danu duduk tercenung di ruangan itu yang dulu merupakan ruang kerja sang ayah, tempat dimana banyak kenangan bersama almarhum sebelum peristiwa dua puluh dua tahun lalu terjadi. Peristiwa naas yang mengharuskan dirinya kehilangan figur ayah di usia remaja. Disaat dirinya terus menatap foto sang ayah, tanpa sadar, terkadang sudut bibir Danu tertarik ke atas begitu mengingat kenangan indah bersama pria yang selama ini selalu dia jadikan tauladan. "Danu akan berusaha membuat ibu bahagia yah, meskipun pada akhirnya Danu harus menikahi gadis itu. Danu terima dengan ikhlas, asal bisa melihat senyum bahagia ibu sepanjang waktu. Apapun itu, pasti akan Danu lakukan. Sudah cukup ibu menderita selama ini." Lirihnya seraya menghela nafas panjang."Harapan Danu hanya satu, ingin tau keberadaan Chika saat ini dimana. Karena setelah hari itu, Danu sudah berusaha keras mencarinya dengan meminta bantuan semua pihak. Namun, hingga detik ini tidak pernah sekalipun ada kejelasan tentang baga
"Pakai ponsel aku aja." ucap Vina seraya merogoh ponsel miliknya.Vina menghidupkan dan menyambungkan bluetooth di speaker aktif, lalu memilih lagu yang akan diputar."Eh-eh-eh bang jonoKenapa kau tak pulang-pulang?Pamit pergi cari uangTapi kini malah menghilang" Awalnya Zoya masih enggan untuk berdiri, namun begitu lagu mulai dilantunkan, gadis itu langsung berjingkrak bangun dan memulai aksinya. Kini tanpa ragu lagi Zoya langsung menggerakkan tubuh dengan semua gaya yang dia bisa, mengabaikan wajah juga rambutnya yang dipenuhi bedak. "Ayo guys.. ramaikan!" teriak Zoya seraya menarik tangan kedua sahabatnya untuk ikut menggila bersama dirinya."Tariikk sis.." seru Melly mulai mengangkat kedua tangan ke atas kepala."Semongko.." saut Vina dan langsung memposisikan tubuhnya sedikit membungkuk, lalu sedetik kemudian gadis itu memutar kepala hingga rambut panjangnya ikut berputar-putar.Aksi ketiga gadis itu sukses membuat Lisa menitikan air mata, bukan karena kesedihan, melainkan t
Ada banyak pertanyaan di benak Lisa setelah mendengar cerita kedua putrinya kemarin, terselip juga harapan jika sosok tak bertanggung jawab yang sempat ia dengar itu, bukanlah orang yang sama dengan yang pernah menghancurkan kebahagiaannya dulu."Ibu disini rupanya?" Mendengar suara bariton Danu, Lisa yang sebelumnya melamun terhenyak dan segera menoleh ke belakang."Iya nak, ada apa?" "Ibu melamun? Apa ada sesuatu yang mengusik pikiran ibu, hm?" Tanya Danu setelah mendekat, dan mengambil alih selang yang masih teraliri air dari tangan ibunya."Tidak, ibu baik-baik saja. Apalagi yang ibu inginkan, jika Allah saja sudah mengebalikan putri ibu, bahkan sekarang ibu punya tiga putri sekaligus," ujar Lisa yang selalu berhasil menutupi kegundahan hatinya di hadapan Danu ataupun yang lain."Tapi kenapa ibu menyiram hanya satu tanaman, sampai airnya menggenang seperti ini," jelas Danu."Oh astaga! Ibu matikan dulu krannya." Melihat sang ibu buru-buru mematikan kran, Danu hanya menggeleng sama
"Kamu kenapa, bosan?" Walaupun tatapannya fokus ke layar laptop, tapi Danu tahu jika istrinya tidak sesemangat tadi ketika berangkat."Kemarin sebelum Abang berpenampilan seperti ini, bagaimana sikap wanita tadi?" "Ayu, maksudmu?""Ish menyebalkan, kenapa kembali menyebutnya Ayu!""Ya.. Karena memang itu namanya, lalu Abang harus memanggilnya apa? Sekretarisku, begitu?" Meski heran dengan sikap aneh Zoya, namun Danu tetap berusaha menyikapi dengan tenang. Zoya hanya diam tidak lagi menanggapi penjelasan suaminya, ia juga tidak paham kenapa hari itu begitu sensitif. Ada apa sebenarnya dengannya, apa mungkin akan kedatangan tamu bulanan yang membuatnya uring-uringan tidak jelas? Zoya simpan sendiri pertanyaan itu dalam hati, sebab apa yang dirasakan hari itu pertama kali ia rasakan.Bersikap acuh dan mengabaikannya mungkin lebih baik, pikirnya."Abang pikir dengan mengajakmu ke kantor akan lebih baik." Danu akhirnya bangkit dan duduk disamping Zoya."Abang kenapa melarangku ikut ke
"Pagi Pak.. Selamat datang Ibu."Zoya tersenyum canggung begitu hendak memasuki ruangan, mereka disambut sapaan lembut seorang wanita cantik."Terima kasih nyonya," balas Zoya tak kalah rama yang justru disertai anggukan kepala, dan itu sukses menarik perhatian Danu."Kenapa memanggilnya nyonya," tegas Danu melirik wanita yang berdiri kaku di balik meja."Haiiss tidak apa-apa.. Abang lihat! Nyonya ini cantik sekali, pakaiannya juga sangat rapi. Jelas dia bukan wanita sembarangan," bisik Zoya di ujung kalimat seraya terus menatap kagum sosok di depannya. Tanpa ia sadari jika tindakannya itu sukses membuat Danu menghela nafas dalam.'Mau heran, tapi ini istriku.' Batin Danu.'Cantik sekali nyonya ini, sesama perempuan saja aku kagum melihat kecantikannya. Apalagi para pria?' Batin Zoya yang masih menikmati keindahan di depannya, sehingga membuat objek merasa tidak nyaman karena mendapat tatapan kagum dari wanita yang jelas-jelas dia tahu apa statusnya."Ma-maaf Ibu Zoya, anda tidak perlu
"Jadi yang menemukan Melly ibu Mala, Zo?""Iya Vin," jawab Zoya lirih begitu nama wanita yang paling ia rindukan kembali disebut."Bukannya Mala mendiang ibumu sayang?" Lisa menyela ketika teringat nama itu tertulis di akta kelahiran Zoya yang dia baca sebelum hari pernikahan putranya dengan gadis itu."Iya bu," jawab Zoya memaksakan diri untuk tersenyum."Ya Allah, ibu berhutang jasa padanya. Beliau orang baik, semoga surga tempatnya.""Amin," ucap mereka serentak.Zoya kembali tersenyum menyadari tangan Danu merangkul pinggangnya dan menarik pelan sehingga tubuh mereka merapat sempurna. "Terima kasih," lirih Zoya walaupun jika ditanya untuk apa, dia sendiri pun tidak tahu. Hanya saja tidak tahu kenapa mulutnya ingin sekali mengucapkan kalimat itu."Abang yang seharusnya berterima kasih padamu juga ibu mertua sayang," bisik Danu tanpa canggung dan malu sedikitpun langsung menempelkan bibir keduanya."Abang ih, malu tau!" Zoya mendengus seraya mendorong pelan dada Danu agar menjauh.
"Kalian dari mana?" tanya Danu yang baru duduk di sofa kembali bangkit begitu melihat Zoya datang diikuti Vina di belakangnya."Dari kolam bang," jawab Zoya begitu sudah berdiri di hadapan Danu."Terima kasih, karena kamu abang bisa berkumpul lagi dengan Chika." sepertinya kali ini Zoya sudah mulai terbiasa saat Danu tiba-tiba memeluknya, hanya saja dia merasa canggung karena disana masih ada Lisa dan yang lain."I-iya bang.""Mel selamat ya, akhirnya kamu bisa bertemu ibu kandungmu." Vina memilih mendekati Melly dan duduk disampingnya."Makasih ya Vin, ini juga berkat kalian berdua." Tepat seperti yang Zoya katakan, Melly pun melakukan hal yang sama dengan Vina, dia langsung memeluk haru Vina yang awalnya enggan melakukannya lebih dulu."Terima kasih.."Hanya kalimat itu yang bisa Melly ucapkan dibalik punggung Vin, ia merasa kebahagiaan yang tengah dirasa saat itu begitu luar biasa sampai rasanya tidak cukup hanya dengan untaian kalimat."Sama-sama Mel," lirih Vina.Sebagai seorang
Mereka langsung berlari tergopoh menuju dapur, khawatir sesuatu terjadi dengan kedua wanita yang sebelumnya masuk ke tempat itu lebih dulu."Ada apa bu!" seru Danu terengah, namun seketika langkahnya membeku begitu melihat Lisa dan Melly tengah bersimpuh di atas lantai dengan tubuh saling berpelukan."Bu.." panggil Danu setelah dirinya berdiri cukup lama."Dia memang adikmu nak," ucap Lisa di sela tangisnya."Dia memang Chika," sambung Lisa semakin mengeratkan dekapannya pada Melly yang juga ikut terisak. Danu, Zoya juga Vina yang berdiri kaku akhirnya bisa bernafas lega. Melihat Danu mendekati keduanya, Zoya memilih pergi membiarkan keluarga itu meluapkan kerinduan mereka.***"Aku ikut bahagia untuk kebahagiaan Melly, tapi sekarang aku bingung harus memanggil dia apa?" Zoya menoleh dan tersenyum begitu melihat Vina ternyata menyusulnya."Mungkin aku akan tetap memanggilnya Mel-Mel, lidahku sudah terbiasa begitu." "Heem, mungkin aku pun sama.""Gak nyangka ya ternyata sahabat k
Danu langsung merengkuh tubuh bergetar Melly, tanpa mengucap sepatah katapun sebelumnya. Karena rasanya bibir pria itu kaku, dan semua yang ingin diucapkan tertahan di tenggorokan."Ini sungguh nyata? Aku bisa bertemu keluargaku," gumam Melly."Iya sayang, ini abangmu yang sudah seperti orang gila karena gagal menemukanmu sampai selama ini. Maafkan abang." ada rasa yang sulit Danu jelaskan, rasa bahagia juga sesal yang membaur menjadi satu."Hiks hiks…." Melly tidak lagi bisa berkata-kata, ia hanya semakin terisak begitu mengingat ternyata keluarga yang ia cari selama ini telah hidup bersamanya selama beberapa bulan terakhir."Zo.. Ini sungguhan?" rupanya tidak hanya Melly yang terkejut, Vina juga sampai melongo mengetahui kebenarannya yang baru saja di ketahui."Iya Vin, Melly atau Chika memang orang yang sama," jelas Zoya ikut terharu melihat momen mengharukan di depannya."Syukurlah.. Aku ikut bahagia untuk ini," lirih Vina. Sebagai seorang sahabat yang sama-sama dibesarkan tan
"Kenapa aku lihatnya beda," lirih Vina"Akupun merasakan hal yang sama," sahut Melly."Abang," gumam Zoya tidak dapat menutupi keterkejutannya melihat sosok yang kini sudah berdiri tegak di hadapannya dengan kedua tangan berada di dalam saku celana."Abang." ulangnya lagi ingin memastikan jika pria yang tersenyum sejuta watt padanya itu benar-benar suaminya."Maaf membuat kalian lama menunggu." Danu dengan penuh percaya diri berdiri di hadapan ketiga gadis yang masih menatap heran dirinya."Beneran itu om Danu, Mel?" Vina kembali berbisik pada Melly yang juga ikut tertegun melihat perubahan pria yang selalu mereka tertawakan karena penampilannya yang cupu dan terkesan jadul. Tapi kini sudah bertransformasi layaknya aktor bollywood, tampan, gagah, dan berkharisma. Kemana perginya penampilan cupu yang selama ini selalu identik dengan pria itu? Bahkan rambut klimis yang dulu Zoya yakini bisa menjatuhkan seekor lalat pun sirna entah kemana. Sebab yang kini mereka lihat rambut undercut deng
Ketiganya sudah siap dengan outfit masing-masing, dengan gaya sederhana mereka, ketiga gadis itu masih tetap menawan tak terkecuali Zoya. Menjadi istri dari pengusaha muda yang terbilang sukses dan sedang berada dipuncak kejayaan tak lantas membuat dirinya ingin merubah penampilan menjadi lebih glamor. Zoya tetap seperti gadis beberapa bulan yang lalu ketika ia masih menjadi buruh cuci dengan kedua sahabatnya, sederhana dan apa adanya. "Zo, sebenarnya ada apa sih? Sepertinya serius sekali, dan lagi semalam om Danu bener-bener aneh. Apa jangan-jangan dia nggak suka aku ikut tinggal di rumahnya ya?" terlihat jelas kekhawatiran di wajah Melly yang duduk bersisian dengan Zoya di kursi belakang. Kini ketiganya sudah berada di dalam taksi menuju kafe, sebenarnya Danu sudah menyiapkan mobil dan juga supir pribadi. Tapi Zoya bersikeras ingin naik taksi, karena merindukan masa-masa kebersamaan mereka seperti dulu."Iya Zo, aku juga merasakan hal yang sama dengan Mel-mel." Vina yang duduk d