Seseorang suster sudah memindahkan pak Tato dari ruang operasi, saat ini kaki pak Tato sudah selesai di operasi dan kata dokter pak Tato baru boleh beraktifitas lagi setelah tiga bulan pemulihan.
Setelah pak Tato di masukkan ke ruang perawatan, kini tiga wanita itu sudah duduk di depan ruangan karena tidak mungkin mereka bertiga masuk ke dalam ruangan sempit itu, ruangan yang di huni oleh lima pasien. Iya, ruangan yang menjadi ruang inap pak Tato adalah ruang kelas tiga dengan biaya paling murah.
"Sekarang semua tabungan ibu dan bapak sudah habis untuk biaya operas, untuk biaya perawatan saja ibu sudah harus pinjam sana sini, jadi sebisa mungkin kalian harus bantu ibu!"
"Nggak bisa dong Bu, Salsa nggak bisa bantu!" gadis bernama Salsa itu nampak tidak setuju dengan ucapan sang ibu.
"Kenapa? Kamu kan sudah kerja di tempat magang kamu waktu SMA?"
"Salsa itu mau ada ospek, Salsa bahkan sudah ambil cuti selama satu bulan!"
Kini giliran Bu Rusmi menatap ke arah Kiandra.
"Kamu?" berbeda sekali nada bicaranya di banding bicara dengan Salsa, sekarang nadanya begitu ketus.
"Kia usahakan ma, lagi pula kita juga sama, Kia masih mencari universitas yang cocok untuk Kia!"
Hehhhh
Terdengar helaan nafas dari Bu Rusmi. Sepertinya ada yang sedang tidak di setujuinya.
"Tidak bisa!"
Ucapannya itu berhasil membuat kedua putrinya menatap padanya.
"Ada apa Bu?"
"Ibu nggak bisa kalau kalian dua-duanya kuliah! Salah satu dari kalian harus ngalah dulu sampai bapak sembuh!"
Otomatis Salsa menatap ke arah Kiandra seperti memberi doktrin bahwa Kiandra lah yang seharusnya tidak kuliah.
"Nggak bisa Sa! Aku akan tetap kuliah dengan cara aku sendiri!"
"Bu????!!!"
Dan seperti biasa, Kiandra lah yang harus mengalah.
"Kamu sudah besar Kia, biarkan adik kamu yang kuliah duluan. Bapak sama ibu apa yang bisa di lakukan kalau kalian tetap ngotot, untuk sementara kamu harus bantu bapak sama ibu untuk mencari biaya hidup selama bapak belum bisa kerja!"
"Tapi Kia mau kerja apa Bu, Kia nggak punya pengalaman apapun!" walaupun. Sebenarnya ingin sekali protes dan mengatakan kalau dia tidak mau, tapi tetap saja ia tidak akan pernah menang. Ia tidak mau ribut-ribut di rumah sakit.
"Gampang, nanti biar ibu yang Carikan kerja!"
🍂🍂🍂
Hari-hari Kiandra di habiskan untuk menunggui bapaknya di rumah sakit, hampir dia yang siang dan malamnya menjaga pak Tato. Salsa hanya akan datang sore hari saja itu pun tidak sampai satu jam, ia selalu beralasan kalau ada acara ini dan itu.
Bu Rusmi juga tidak bisa menunggui lama karena dia masih harus cari uang tambahan untuk membayar biaya kamar rawat pak Tato.
Hingga satu minggu sudah pak Tato di rumah sakit, akhirnya dokter mengijinkannya pulang tapi dengan syarat pak Tato harus istirahat total selama tiga bulan agar operasi nya berhasil.
"Kita pulang ya pak!" Kiandra sudah menyiapka kursi roda, Bu Rusmi sedang menyelesaikan biaya rumah sakit. Ia meminjam uang pada rentenir untuk menyelesaikan pembayaran rumah sakit dengan jaminan surat rumahnya.
"Ibu kamu ke mana?"
"Ibu sedang di resepsionis pak, menyelesaikan pembayaran perawatan bapak!"
"Ibu dapat uang dari mana lagi untuk biaya perawatan bapak?"
"Nggak usah terlalu di pikirin pak!"
Kini mereka sudah di sambut oleh sopir angkot yang mengantarkan pak Tato ke rumah sakit waktu itu.
"Mas Irwan, kok bisa tahu bapak pulang?" pria sopir angkot itu namanya Irwan. Sepetinya mereka sudah kenal dekat.
"Iya Ki, kemarin nggak sengaja ketemu sama ibu kamu, dia bilang pak Tato pulang hari ini jadi aku jemput, nggak pa pa ya pakek angkot?"
"Nggak pa pa, Kia malah seneng banget, iya kan pak?" Kia menundukkan punggungnya meminta persetujuan bapaknya yang duduk di atas kursi roda.
"Iya, bapak jadi merepotkan nak Irwan!"
"Nggak pa pa!"
Irwan ini sudah lama memendam cinta sama Salsa, sebenarnya sudah beberapa kali Irwan mengutarakan perasaannya pada Salsa tapi tetap saja selalu di tolak karena Iswan hanya sopir angkot.
Setelah Bu Rusmi menyelesaikan pembayarannya, Bu Rusmi pun bergabung dengan mereka.
Hanya butuh waktu setengah jam untuk kembali sampai di rumah. Hanya setengah jam saja di rumah, rumah berukuran 6 × 8 meter sudah penuh dengan orang-orang yang menjenguk pak Tato.
Kini Kiandra sedang sibuk di dapur untuk membuatkan minum para tetangga yang datang menjenguk. Bu Rusmi menemani pak Tato. Kalau salsa jangan di tanya, ia bahkan tidak menjemput saat pak Tato pulang, ia selalu pulang terlambat dengan alasan persiapan acara ospek di kampus pilihannya. Iya bisa dengan mudah masuk karena Bu Rusmi tidak mempermasalahkan urusan biaya kalau dengan Salsa, berbeda dengan Kiandra yang haarus sibuk mencari kampus yang biayanya murah.
"Apa yang di keluhkan pak?" samar-samar Kiandra bisa mendengar pertanyaan dari salah satu orang yang mengunjungi mereka.
"Ini loh pak, kakinya bapak harus di operasi karena patah tulang. Kata dokter harus istirahat total selama tiga bulan!"
"Ya kalau dokter sudah mengatakan hal itu, ya harus nurut Bu, buat kebaikan juga!" Kiandra hafal itu suara pak RT, memang pak RT di rumah Kiandra begitu peduli dengan warganya.
Inilah yang Kiandra suka di kampung, warganya masih suka gotong royong. Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Kiandra pun segera membawa beberapa gelas teh hangat ke depan.
"Silahkan pak, tehnya!"
"Jadi merepotkan!" ucap salah satu bapak.
"Tidak pa pa pak, silahkan di minum, untuk teman ngobrol!" Bu Rusmi ikut membantu menghidangkan gelas yang belum turun sepenuhnya dari atas nampan.
Irwan juga masih ada bersama mereka, ikut mengobrol bersama bapak-bapak.
"Kiandra ini sudah lulus ya, seingatku sepantaran sama anak saya Asih kan?" tanya salah satu pria dengan kemeja kotak-kotak dan duduk di samping Irwan.
"Iya pak!" Kiandra hanya menjawab seperlunya saja.
"Rencana mau kuliah di mana?" mendengar pertanyaan itu, Kiandra pun memilih menatap sang ibu, ia jelas bingung harus menjawab apa. Pasalnya sang ibu sudah mengatakan jika dia harus menunda kuliahnya.
"Iya pak Agus, rencananya sebenarnya salsa sama Kiandra juga akan kuliah tapi karena sekarang keadaannya berbeda, bapaknya nggak mungkin kerja, jadi kamu memutuskan untuk menunda kuliah Kiandra, biar Kiandra kerja dulu buat bantu perekonomian kami!"
"Ohhh, tapi Bu jaman sekarang kalau cuma lulusan SMA susah loh cari kerja!"
"Iya, tapi kami nggak ada pilihan lain!"
"Sudah tahu mau kerja apa?" salah seorang yang duduk samping pak RT dengan baju biru tua ikut bicara, dari bapak-bapak itu, pak Adi belih muda dan dia juga tidak selalu di rumah, pekerjaannya di kota, dia hanya akan pulang satu bulan sekali untuk menemui keluarganya.
"Belum pak, kalau pak Adi ada lowongan boleh lah Kiandra nya di ajak ke kota!" Bu Rusmi begitu bersemangat mencarikan pekerjaan untuk Kiandra.
Walaupun sebenarnya begitu berat memutus angannya untuk kuliah, tapi Kiandra tidak bisa berbuat apa-apa.
"Baik Bu, coba besok saya tanyakan sama teman-teman saya, siapa tahu ada yang lagi cari art! Kalau di kota jago art lumayan besar!"
"Terimakasih pak Adi atas bantuannya!"
"Sama-sama, sebagai tetangga memang sudah sepatutnya kita saling membantu kan!"
Percakapan itu berlangsung cukup lama hingga para tau mulai berpamitan karena mulai larut dan membiarkan pak Tato untuk beristirahat.
Bersambung
Setelah semuanya meninggalkan rumah Kiandra, Irwan pun akhirnya ikut berpamitan. Bu Rusmi meminta Kiandra untuk mengantar Irwan ke depan."Terimakasih ya mas, sudah mau bantu!" mereka berdiri di samping mobil angkot milik Irwan. Walaupun supir angkot, dia juga sedang kuliah semester akhir, anak rantau yang bekerja sambil kuliah dan kost di sebelah rumah mereka."Nggak perlu sungkan, kita kan bertetangga! Oh iya, kamu yakin nggak kuliah?" Irwan masih memikirkan percakapan di dalam tadi, yang ia tahu beberapa hari ini Kiandra begitu getol mencari kampus yang dekat dengan rumah dengan biaya murah, bahkan dia juga sempat bertanya padanya tentang kampus tempatnya kuliah."Iya mas, Kiandra nggak mungkin memaksakan untuk kuliah sedangkan bapak nggak bisa cari uang untuk beberapa waktu!"PlekTiba-tiba tangan Irwan mendarat di kepala Kiandra, mengusapnya dengan lembut. "Nanti pasti ada jalan!" sontak Kiandra mendongakkan kepalanya menatap w
Setelah menemui Indah, Kiandra pun memutusakan untuk tidak langsung pulang. Ia terus berkeliling mencari kerja, ternyata benar jika hanya lulusan SMA saja pasti sangat sulit untuk mencari kerja.Banyak alasannya, mulai dari pengurangan karyawan, ada yang emang carinya yang sudah S1, bahkan Hany pegawai toko saja minta yang S1 jurusan ekonomi,"Memang kalau anak SMA nggak bisa ngitung apa?" gerutu Kiandra, kakinya sudah sangat capek mengayuh sepeda tapi tetap saja tidak ada hasilnya. Entah sumpah serapah apa yang ia ucapkan sepanjang jalan, lapar dan capek. Uang di dompetnya hanya tinggal lima belas ribu saja saya kalau buat beli makanan.Sudah sore, dia harus segera pulang sebelum ibunya marah-marah padanya. Kiandra pun kembali mengayuh sepedanya dengan sisa tenaganya. Ingin rasanya segera sampai di rumah dan makan, tapi bayangan seperti itu tidak pernah terlaksana, mana bisa makan kalau belum menyelesaikan pekerjaan rumah di sore hari.Ia seg
Kini Kiandra dan pak Adi sudah berada dalam bus yang sama, ia duduk tepat di samping pak Adi. Ini untuk pertama kalinya Kiandra pergi ke kota. Ia sudah membayangkan sebuah kota besar, dengan mobil-mobil mewah yang saling bersalipan di jalan raya yang luas bahkan bisa untuk perjalan empat mobil sekaligus tidak seperti jalan di kampungnya, hanya bisa untuk satu mobil dan satu motor. Kalau ada dua mobil yang saling berpapasan, salah satunya harus berhenti terlebih dulu.Walaupun malam hari, Kiandra masih sangat bersemangat untuk melihat kelap-kelip lampu kota, benar-benar pemandangan yang jarang ia jumpai di kampung.Sesekali pak Adi menceritakan sesuatu jika menjumpai sesuatu yang menarik dan dia tahu ceritanya dan Kiandra berfitur bersemangat untuk mendengarkannya.Butuh waktu lima sampai enam jam untuk sampai di kota, entah jam berapa akhirnya mata Kiandra tidak mampu untuk terjaga kembali. Pak Adi pun akhirnya meminta Kiandra untuk tidur agar pagi-pagi sekali s
Pria itu kembali memperhatikan penampilan Kiandra dari atas hingga bawah, sepertinya ia sedang menilai penampilan Kiandra saat ini, memang tidak jauh-jauh dari penampilan orang kampung dengan sepatu sport yang sudah tidak begitu bersih karena sudah ada banyak jahitan di sekelilingnya agar tetap kuat."Sudah lulus SMP?"'Hahh ...' Kiandra benar-benar tercengang, bisa-bisanya pria di depannya mengatakan kalau dia baru lulu SMP. Memang sih tubuhnya mungil dan masih pantas untuk lulus SMP. Tapi apa iya orang di depannya itu menganggapnya lulusan SMP."Saya lulus SMA pak, eh maksudnya kak Leo, baru tahun ini! Ijasah aja belum keluar, saya juga belum cap tiga jari!"Pria itu mengeryitkan matanya, "Banyak omong juga ternyata kamu!""Saya hanya menjawab pertanyaan kak Leo!" Kiandra merasa tidak enak karena di anggap banyak bicara, walaupun memang kenyataannya iya. Hanya saat di rumah saja ia sedikit malas untuk bicara apalagi sa
Setelah selesai menjelaskan tentang kamar dan pemilik kamar itu, mereka pun keluar. Seorang pelayan yang menghampiri mereka. "Antar dia ke kamarnya, beri pelayan pelayan!" "Baik tuan! Ayo!" Ajak pelayan itu dan Kiandra segera mengikutinya di belakang. Kak Leo keluar dari rumah itu dan mobil terlihat meninggalkan halaman rumah. "Nama saya Anna, saya kepala pelayan di sini. Di rumah ini ada lima pelayan dengan tugas masing-masing jadi pernah mengerjakan pekerjaan yang bukan pekerjaanm
KiandraPria tampan yang baru saja keluar dari mobil itu membuka kaca mata hitamnya dan menyerahkan pada kak Leo. Aku benar-benar di buat tercengang bahkan bibirku tidak mampu berkata-kata lagi."Dia siapa?" tanyanya pada kak Leo.Kak Leo melotot pada ku agar segera kembali ke posisi Semula. Aku pun kembali menunduk memberi hormat."Kenalkan dirimu!" Perintah kak Leo padaku.Jelas bibir ini begitu gugup, ada Fabian Sky di depanku , kira-kira aku bisa mengatakan apa sekarang. Aku pun kembali ke posisi semulaikh, mimpi apa aku semalam hingga harus melayani seorang pria yang bahkan dalam mimpi pun aku Tidka mampu menyentuhnya. Pria yang selalu di eluh-eluhkan oleh para gadis bukn hanya di kampungnya tapi di seluruh negri ini.Jika Salsa tahu aku berkerja dengan siapa, dia pasti akan menangis semalaman gara-gara ini, ingin rasany
Aku segera menyiapkan baju tidur pria yang sudah membuat beberapa anak perempuan seusiaku mengidolakannya.CklekSuara pintu kamar mandi yang kembali di buka berhasil membuat dadaku Skot jantung lagi, dia benar-benar penuh kejutan.Kepalaku langsung menunduk, tidak berani menatap tubuh yang terbuka itu, hanya sebuah handuk lamat-lamat aku menatap dari bawah."Bajunya sudah siap mas!" bibirku bergetar bahkan hanya untuk mengucapkan hal itu.Kakinya melangkah mendekat padaku, iya dia sepertinya benar-benar mendekat hingga hanya tersisa sekitar tiga langkah saja, ahhh pikiranku sudah melayang bebas sekarang."Aku butuh kopi panas, nama kopiku!"'Ampun deh, aku lupa!' ingin rasanya segera berlari sebelum pria maskulin itu menendang bokongku."Maaf mas, saya lupa!""Pergilah, dalam lima menit kalau tidak kembali aku akan menghukummu!"'lima menit?' dia gila atau apa, dari kamar utama ke dapur bukan jarak yang singkat, bi
Pagi ini, aku tentu bangun lebih pagi dari biasanya, bangun jam tiga dini hari. Menyiapkan semua keperluan mas Bian karena ternyata kak Leo sudah mengirimiku banyak sekali pesan agar menyiapkan persis seperti yang ada di dalam daftar.Mas Bian begitu tampan dengan kaos polos yang di lapisi dengan jaket demin dan celana gelap, sebuah sepatu bermerk menjadi pelengkap penampilannya yang luar biasa. Aku berjalan di belakangnya dengan membawa sebuah koper besar.Sebuah mobil sudah siap membawa kali ke sebuah lokasi.Berada seperti orang yang istimewa untuk mas Bian, aku duduk di depan sayangnya bukan di samping mas Bian."Kamu nggak punya baju lain ya?""Hah?" aku segera menoleh ke belakang, aku yakin yang di tanya pasti aku bukan pak sopir karena hanya ada kita bertiga di dalam mobil yang bentuknya long itu. Dulu aku hanya bisa melihatnya di tv tapi sekarang aku aku berada di dalamnya. Sedikit mual tapi tidak pa pa lah, masih bisa aku tahan juga.