Meski baru tidur beberapa jam tapi pagi ini Audry bangun lebih pagi.Ia lalu mandi dan membasahi tubuhnya dengan aliran air yang dingin seakan ingin mengusir semua panas yang mengendap di badannya.‘Bisa-bisanya aku datang ke sana dan minta ditiduri.’Audry tidak habis pikir pada apa yang dilakukannya kemarin malam. Apa benar ia terobsesi pada Dypta? Yang jelas sekarang ia merasa malu pada Enrico. Semalam ia memang tidak peduli, entah di mana letak rasa malunya, tapi pagi ini mendadak Audry ditampar kesadaran yang datang dengan bertubi-tubi. Kesadaran yang juga membuatnya bertekad untuk berhenti mencari Dypta dan memperbaiki hubungannya dengan Jeff.Setelah meminta maaf sebelum tidur tadi malam, Jeff menyambut dengan baik keinginan Audry untiuk memperbaiki hubungan mereka.Audry memejamkan mata, sementara air dingin terus mengaliri tubuhnya. Terbayang lagi olehnya dialog dengan sang suami dini hari tadi.“Aku minta maaf atas semua kesalahanku terutama soal Dypta. Aku janji akan jadi i
Audry menyimpan ponselnya ke dalam tas setelah mereka tiba di sebuah laboratorium klinik ternama.“Teman saya kerja di sini,” kata dokter Amanda setelah mereka turun dari mobil.Mereka lalu masuk ke sana. Dokter Amanda meminta obat tadi pada Audry lalu menyuruh Audry menunggu sementara dirinya masuk ke ruangan yang lain.Selagi menanti, Audry mengambil ponselnya. Ia membaca lagi pesan dari Enrico.Kenapa lelaki itu masih memedulikannya? Bukankah sudah mengusirnya tadi malam? Seharusnya dia tidak menghubunginya untuk alasan apa pun.Audry membiarkan pesan itu begitu saja tanpa berniat untuk membalasnya. Biar saja. Karena jika ia membalas pesan itu sama artinya dengan meleburkan kembali dirinya dalam kubangan bayangan Dypta.Tepat saat Audry mengangkat mukanya, di saat itulah dokter Amanda muncul. Perempuan itu tampak tegang dari raut wajahnya.“Gimana, Dok? Sudah tahu itu obat apa?” Audry langsung berdiri.Amanda menatap Audry dengan serius. Perempuan itu mulai menjelaskan hasil pembic
Audry mendorong pintu kayu berwarna coklat dengan kedua tangannya. Detik itu juga bel di atas pintu bergemerincing. Seakan ingin memberitahu orang-orang di dalam sana bahwa ada seseorang yang masuk. Namun ramainya pengunjung cafe siang itu membuat tidak ada yang terlalu memedulikannya. Kalaupun ada itu hanya sesaat. Mereka hanya memandang sekilas ke arah pintu. Karena mereka disibukkan oleh aktivitas masing-masing. Siang itu Manhattan Coffee disesaki oleh pengunjung yang rata-rata adalah para pekerja kantoran. Manisnya aroma croissant yang dipanggang serta khasnya bau kopi menguar ke udara dan terhirup oleh hidung Audry ketika ia baru saja masuk ke sana.Audry langsung menyapukan mata ke setiap penjuru cafe mencari sosok seseorang.Itu dia. Audry menemukan siapa yang dicarinya sedang duduk di salah satu spot strategis yang jelas-jelas ada tulisan reserved di sana. Meja itu adalah tempat Audry setiap kali ia berada di cafe dan tidak seorang pun boleh mengisinya. Tapi pria yang saat i
Enrico sontak meletakkan cangkir tehnya di atas meja. Raut lelaki itu tampak terkejut. Ia merasa kurang yakin dengan pendengarannya sendiri."Kamu yakin dengan ucapanmu, Ry?""Aku lebih dari yakin," jawab Audry. "Maaf ya, bukannya aku nggak suka sama kamu, tapi serius, kehadiran kamu bikin aku nggak bisa move on. Aku sudah menikah. Aku memang pernah melakukan kesalahan, tapi aku ingin memperbaikinya. Aku ingin menjalani rumah tangga yang harmonis seperti orang-orang.""Dengan suamimu yang kejam?" Enrico memiringkan kepalanya seolah tidak percaya pada perkataan Audry."Dia akan berubah. Aku yakin itu. Sama seperti batu yang keras, kalau setiap waktu ditetesi air lama-lama pasti akan rapuh.""I see." Enrico tersenyum. "Aku akan pergi, tapi izinin aku ngabisin tehku dulu ya?" Audry mengangguk pelan. Ia menundukkan kepala, menghindari kontak mata dengan lelaki yang duduk di depannya. Sedangkan Enrico ji terlihat santai seolah tidak terjadi apa-apa."Kalau kita berteman apa itu menyulit
Nora.Nama perempuan itu kini terngiang-ngiang di telinga Audry bersama wajah cantiknya yang tidak bisa hilang dari ruang matanya.Audry jadi berpikir, apa mungkin Nora adalah wanita kedua dalam pernikahannya dan Jeff?Tapi Nora yang selama ini Audry kenal sangat baik padanya. Nora begitu menghargainya, menghormati sebagai istri atasannya. Tapi apa yang dilakukan Jeff pada perempuan itu sungguh tak wajar. Membelikan produk perawatan diri seharga puluhan juta untuk seorang sekretaris? Kendati pun atas nama reward tapi itu terlalu berlebihan.Semalam suntuk Audry tidak bisa tidur memikirkannya. Ia mencoba untuk tetap berpikir positif, tapi sisi lain dari hatinya menolak untuk percaya.Jeff juga belum berhenti menyuruhnya minum obat. Audry menurut, tapi tentu saja Audry tidak akan mengulangi kebodohannya. Audry menahannya di bawah lidah. Setelah Jeff lengah, Audry membuang di kloset atau menghancurkannya lalu membuang jauh-jauh. Ia juga harus berterima kasih banyak pada dokter Amanda ya
“Pokoknya besok Tata jangan mau nerima apa pun dari om itu. Mommy takut dia itu penculik yang menyamar,” kata Audry menasihati Tania setelah mereka berada di mobil. Tania tidak menjawab. Anak itu asyik mengemil coklat pemberian om ganteng. ”Tata, dengar Mommy kan?” tegur Audry melirik sang putri yang tidak bereaksi apa-apa merespon nasihatnya. “Iya, Mom, Tata dengar kok. Tapi om itu bukan penculik, dia om baik,” jawab Tania menjawab perkataan Audry. ”Tata, dengarkan Mommy bicara,” ucap Audry sambil membagi atensi antara Tania yang duduk di sebelahnya serta jalan raya di depan sana. “Hanya karena om itu ngasih Tata coklat bukan berarti dia orang baik. Mommy kan udah sering cerita kalau banyak penculik berpura-pura baik dengan memberi coklat atau permen. Pokoknya Tata harus hati-hati. Kalau ada orang tidak dikenal yang memanggil, Tata jangan mendekat, Tata jangan mau terima kalau dia memberi sesuatu entah itu coklat, kue atau permen. Lagian di rumah kan banyak coklat, jadi untuk apa
Audry memejamkan mata menahan perasaannya yang mendadak sesak. Ia tahu Jeff sengaja memberi penekanan pada kata ‘almarhum’ adalah agar luka Audry bertambah dalam. Karena kata itu mengingatkan Audry bahwa Dypta benar-benar sudah tiada.“Mommy …” Suara Tania yang memanggilnya membuat Audry kembali membuka mata. Putrinya itu masih berdiri di dekatnya, sedangkan Jeff sudah keluar dari kamar.”Iya, Sayang?” Audry merekahkan senyum, mengusir kesedihannya jauh-jauh. Apa pun yang terjadi pada hidupnya tapi putri kecilnya tidak boleh tahu. Cukup dirinya yang sedih dan menderita, Tania jangan. Tania hanya boleh bahagia.“Kenapa Papi nggak tidur di rumah? Kenapa Papi tidur di apartemen Tante Nora?”Audry membisu mendengar pertanyaan polos anaknya. Ia juga tidak tahu bagaimana cara menjawabnya. Anaknya yang lugu tapi cerdas dan kadang juga kritis kadang menempatkan Audry pada situasi yang sulit.“Mommy?” panggil Tania sekali lagi. Ia membutuhkan jawaban yang membuatnya merasa puas.Audry lalu be
“HAHAHA …” Jeff terkekeh mengejutkan Audry.‘Baru mau mencintaiku sekarang sedangkan aku sudah mencintaimu dari dulu. Perempuan laknat!’“Tolong percaya aku, Pi. Aku nggak lagi main-main,” ucap Audry meyakinkan Jeff untuk ke sekian kali. Ia tidak menghitung entah sudah berapa kali mengucapkan kata yang sama.“Oh, jadi rupanya selama ini kamu tidak mencintaiku dan baru akan belajar?” Jeff menatap Audry dengan miring.Audry menggigit pipi bagian dalam. Ia terjebak oleh kata-katanya sendiri. Tapi Audry melakukan ini semua hanya demi sang putri. Walau Audry tahu bahwa Jeff menyakitinya tapi siapa tahu pria itu juga akan berubah dan memaafkannya jika Audry berubah.”Aku minta maaf sekali lagi. Tapi kita sama-sama tahu masa lalu aku seperti apa. Aku menikah dengan terpaksa. Tapi aku sama sekali nggak pernah lupa sebesar apa jasamu, Pi. Kamu yang mengangkat derajatku. Aku mencoba untuk mencintaimu dari dulu, tapi sikapmu yang kasar dan terus merendahkanku membuatku kehilangan simpati. Tapi s