Dypta keluar dari apartemennya. Ia menuju restoran franchise yang buka 24 jam.Satu kenangan melintas di benaknya saat masuk ke restoran itu.Biasanya jika Audry menginap di apartemennya dan kelaparan tengah malam, mereka sering ke restoran ini lalu pulang dengan perut kenyang. Atau jika ingin lebih privat keduanya akan take away makanan mereka. "Selamat malam, mau pesan apa, Mas?" Pelayan menyapa Dypta dengan ramah.Secara spontan ia pun menyebutkan makanan kesukaan Audry."Double cheese burger satu, curly fries dan chicken blackpepper satu. Tambahannya air mineral medium size."Setelah pelayan menyebutkan jumlah yang harus dibayar, Dypta menunggu pesanannya dikemas. Kemudian ia pulang.Inggrid masih di sofa saat Dypta kembali. Perempuan itu mengembangkan senyumnya."Makasih, Dyp," ujarnya.Dypta diam saja setelah duduk di sofa tunggal di hadapan perempuan itu. "Nggak ikut makan sekalian?" tanya Inggrid sambil menjejalkan sepotong curly fries ke dalam mulutnya.Dypta menjawab denga
Dypta masih berbaring di ranjangnya ketika alarmnya menjerit-jerit. Ia terkesiap ketika ingat sesuatu dan langsung terduduk saat itu juga.Astaga! Ternyata sudah siang. Dan sesiang ini ia baru bangun. Dypta melupakan tugasnya. Seharusnya tadi pagi ia mengantar Tania ke sekolah. Dan sekarang sudah saatnya anak itu pulang.Dengan malas Dypta mengucek mata mencoba menyingkirkan kantuk yang masih menggayut.Dypta berjalan ke luar kamar dan tidak mendapati Inggrid di ruang tengah.Begitu melangkahkan kakinya ke belakang ia mendapati perempuan itu sedang berdiri tegak membelakanginya."Inggrid!" panggil Dypta pelan tapi rupanya cukup membuat perempuan itu terkejut.Inggrid menoleh dan tersenyum gugup. "Eh, Dyp, udah bangun?""Kayak yang kamu lihat," jawab Dypta menanggapi pertanyaan retoris perempuan itu."Tadi aku mau ngebangunin kamu sih, tapi pintu kamarmu dikunci. Ini aku bikinin teh hangat. Diminum Dyp." Inggrid memberikan cangkir teh pada Dypta.Dypta tidak langsung mengambilnya. Ia
"Ry, boleh kan?" tanya Dypta ketika Audry masih bergeming di dekatnya dan tidak ada tanda-tanda akan bergerak.Audry mengangguk pelan. Secangkir teh hangat apa salahnya? Toh Dypta nggak minta yang aneh-aneh."Bentar ya." Audry berdiri dari kursi dan siap-siap pergi."Tapi aku mau buatan kamu, bukan Bibi."Langkah Audry tertahan sesaat ketika mendengar perkataan Dypta."Memangnya kenapa kalau Bibi yang bikin?" Ia mengerutkan dahi."Apa aku harus bilang lagi? Cuma makanan dan minuman buatan kamu yang sesuai sama lidah aku, Ry. Bukan yang lain. Aku bisa aja bikin sendiri tapi nyatanya aku tetap nyari kamu. I need you in my life, Audry ..."Dypta sontak terdiam begitu menyadari apa yang baru saja diucapkannya. Semua terucap secara impulsif dan tersampaikan begitu saja tanpa direncana dan dibuat-buat.'Shit, aku ngomong apa sih?' bisiknya di dalam hati. Sejak kapan ia bisa sok-sok romantis gini?"Gombal," kecam Audry sambil mencebik. "Kalau minta bikinin teh ya bilang aja, nggak usah pake
"Gimana, Dyp?"Dypta memindai sosok Audry dari puncak kepala hingga ujung kaki. Saat itu Audry mengenakan floral dress selutut berwarna navy.Jujur saja Dypta tidak akan mengingkari jika saat ini Audry terlihat cantik. Flat shoes berwarna beige yang mengalasi kakinya turut memberikan kesan feminin yang tidak dibuat-buat."Dyp, gimana? Yay or nay?" Audry meminta pendapat Dypta sekali lagi.Dypta mengacungkan jempolnya ke udara. "Yay," jawabnya.Audry tersenyum dan melangkah ke mobil setelah Dypta mengajaknya."Kita nonton film apa, Ry?""Tadi kamu bilang film horor, kenapa nanya lagi?""Tadi tuh aku cuma becanda. Memangnya beneran kamu mau?""Aku terserah kamu aja."Dypta tersenyum tipis. Kebiasaan kebanyakan cewek tiap kali ditanya pasti jawabnya terserah. Tapi ujung-ujungnya cemberut karena ternyata tidak sesuai dengan keinginan."Aku nggak mau dengar kata terserah. Aku mau kamu bilang pilihanmu apa.""Hmm, apa ya? Aku lagi nge-blank, nggak ada ide. Ngikut kamu aja deh, nonton drama
“Ry, menurutmu nanti cowoknya bakalan mati apa enggak?” tanya Dypta pada Audry yang hingga detik ini masih bersandar di pundak laki-laki itu.Audry bergeming. Pikirannya berkelana ke mana-mana. Sejak pertama tadi mereka datang ke bioskop hingga menit ketiga puluh film ditayangkan.“Audry …”Remasan Dypta di tangannya membuat Audry tersentak.“Eh, apa, Dyp?” Ia tergagap.Dypta mengulum senyum seperti biasa. “Jadi dari tadi sebenarnya kamu nonton apa ditonton?”Audry balas tersenyum. Sejujurnya tidak satu adegan film pun nyangkut di kepalanya. Ia sibuk memikirkan mengenai fakta yang disembunyikannya dari Dypta.“Let me know, dari tadi kamu nyandar di bahu aku, mata ke layar sana, tapi pikiran nggak di sini. Itu sebenarnya kamu lagi mikir apa sih?”Audry menjawab pertanyaan Dypta dengan tatapan balas bertanya. Apa Dypta benar-benar mencintainya? Atau setidaknya, apa Dypta menaruh hati padanya?“Jadi bengongnya butuh waktu berapa lama lagi? Mau nunggu filmnya selesai dulu?”“Dyp …”“Hmm?”
Setelah pulang dari bioskop Dypta mengantar Audry pulang ke rumahnya.Bahkan mereka tidak tahu apa isi cerita film yang mereka tonton tadi, karena nyaris di sepanjang film ditayangkan keduanya menghabiskan waktu dengan diri mereka sendiri."Nggak mampir dulu?" tanya Audry setelah Dypta mengantarnya."Lain kali ya? Udah malam, aku harus siap-siap kerja."Audry tersenyum memaklumi. Tanpa terasa mereka menghabiskan waktu berjam-jam di luar sejak siang tadi."Sampaikan salamku untuk Tania. Bilang ke dia Om Dypta bakal jadi supir Tania selamanya.""Dia pasti senang tahu soal ini.""Aku juga senang bisa tetap sama-sama kalian." Dypta mengusap punggung tangan Audry.Audry tersenyum lembut. Setelah bicara dari hati ke hati tadi semua terasa jauh lebih baik."Aku turun dulu, Dyp," ucapnya sembari melabuhkan kecupan lembut di pipi Dypta.Dypta menunggu hingga Audry masuk ke rumahnya barulah meninggalkan tempat itu. Tapi sebelumnya ia masih melihat Audry melambaikan tangan padanya tepat di depa
"Aku pikir Audry harus tahu mengenai hubungan masa lalu kita, Rid."Inggrid yang sedang memotong kukunya sontak mengangkat muka dan memandang Dypta lekat-lekat.Dypta baru saja pulang dua menit yang lalu."Maksudnya, Dyp?""Aku akan cerita semua tentang hubungan kita dulu.""Kenapa berubah pikiran tiba-tiba? What happen?" tanya Inggrid heran. Dulu Dypta yang bersikeras agar menyembunyikannya dari Audry. "Karena menurutku nggak ada gunanya disembunyiin.""Jangan, Dyp.""Kenapa jangan?""Aku nggak mau Audry cemburu. Aku nggak mau ngerusak hubungan persahabatan kami.""Justru jika terus disembunyikan semuanya akan rusak. Sebenarnya aku nggak perlu minta izin dari kamu. Aku cuma mau kasih tahu biar kamu nggak kaget kalo nanti Audry confirm langsung ke kamu." Setelah ucapannya Dypta meninggalkan Inggrid, masuk ke kamarnya. Beberapa menit kemudian Dypta keluar setelah mengganti pakaian."Berhubung kakimu udah baikan, besok kamu bisa pergi dari sini," ucapnya pada Inggrid sebelum pergi."
Audry terpaku di tempatnya berdiri. Berjuta pertanyaan berputar-putar di kepalanya saat menyaksikan pemandangan itu.Inggrid berbaring di tempat tidur Dypta dengan tubuh tertutup selimut."Rid, lo ngapain di sini?" Inggrid mengembangkan senyum lebar. Lalu turun dari ranjang dengan menahan selimut di dadanya. Perempuan itu melangkah pelan mendekati sahabatnya yang keheranan."Ry, lo kok bisa ada di sini?" ucapnya menyampaikan pertanyaan serupa."Harusnya gue yang tanya sama lo, Rid. Lo kenapa di sini? Di tempat tidur cowok gue?"Inggrid mendengkus di dalam hati lalu memaki Audry sejadinya.'Dasar jalang nggak tahu malu. Bisa-bisanya bilang cowok gue.'"Jawab pertanyaan gue, Rid," pinta Audry dengan hati tidak karuan."Gue tidur di sini. Ups, eh ..." Inggrid berseru setelah dengan sengaja melepaskan selimut yang sejak tadi ditahannya hingga menumpuk di kedua kakinya. Audry ternganga melihat penampilan Inggrid. Perempuan itu hanya menggunakan pakaian dalam. Bra renda berwarna merah pl