Audry masih bertahan di lantai sedangkan lelaki itu masih mengulurkan tangan padanya agar Audry segera berdiri.Audry memindai sekitarnya. Beberapa orang lalu lalang di sekitar mereka yang membut keyakinan perempuan itu semakin menguat bahwa yang terjadi saat ini adalah kenyataan dan bukan hanya ilusi semata. Berbeda dengan malam itu saat dirinya menemui Dypta di sebelah jendela. Tidak ada siapa pun di sana selain mereka berdua.Audry menyambut uluran tangan lelaki yang sejak tadi terulur padanya ingin memberi bantuan.Pria itu tersenyum padanya. “Lain kali hati-hati ya, Audry. Sorry, maksud saya Ibu Audry.”“Dyp, ini kamu kan? Kenapa memanggilku Ibu?” tanya Audry tidak mengerti.“Nggak sopan kalau saya memanggil anda langsung dengan sebutan nama,” jawabnya yang membuat Audry terheran-heran.“Anda? Ini aku, Dyp, Audry! Kamu jangan pura-pura lupa atau nggak tahu. Kamu ke mana saja selama ini, Dyp? Orang-orang bilang kamu sudah meninggal karena dibunuh. Kamu dirampok, wajahmu rusak disir
Audry terhempas ke ranjang ketika Jeff mendorongnya dengan sangat kuat.“Pi, jangan kasar-kasar, aku lagi hamil,” rintih Audry sambil memegang pinggangnya. Tadi saat jatuh di hotel ia tidak memedulikan dirinya karena seseorang yang mirip dengan Dypta mendistraksinya.”Bagaimana aku tidak kasar? Kamu yang membuatku jadi begini. Kamu selalu membuat malu!” sergah lelaki itu memuntahkan kemarahan.Keributan kecil di hotel tadi memancing perhatian orang-orang yang berada di sekitar sana. Mereka terheran-heran melihat Audry menarik-narik baju seorang lelaki muda dan marah-marah padanya. Lalu berita itu pun sampai pada Jeff. Jeff keluar dari lounge setelah lelaki yang menurut Audry mirip dengan Dypta serta tunangannya pergi.”Maafin aku, Pi, aku tidak ingin membuatmu malu, tapi tadi aku melihat Dypta. Dia masih hidup, Pi. Dia ada dan nyata!”Jeff menatap Audry dengan tatapan bosan. Ia sudah lelah menghadapi istrinya yang kerap kali mengada-ngada, mengkhayal dan mengarang cerita.”Sudah berap
Meninggalkan rumah dokter Amanda, Audry langsung pulang ke rumahnya. Audry pikir ia harus menyelesaikannya langsung tanpa perlu menunggu besok.Setiba di rumah Audry langsung masuk ke kamar. Ia mengambil dengan cepat obat yang diberi psikiater untuknya. Begitu mendapatkannya langsung memasukkan ke dalam tas.Audry akan kembali pergi ketika ingat dokter Amanda juga memintanya untuk membawa vitamin. “Bi, vitamin yang biasa Bibi kasih sama saya mana, Bi?” tanyanya pada Bi Dira.”Ada, Bu.””Tolong ambilkan, Bi.””Ibu mau minum obat itu sekarang?””Bukan, Bi, tapi biar saya yang pegang.””Baik, Bu Audry, saya ambilkan dulu.”“Cepat ya, Bi, antar langsung ke kamar saya.””Baik, Bu.”Karena ingin berkemih Audry meninggalkan ruang belakang lalu masuk ke kamarnya.Sementara itu asisten rumah tangga mereka yang sangat Audry percaya juga masuk ke kamarnya. Cepat diteleponnya Jeff.“Halo, Pak Jeff, ini saya, Bi Dira.””Ada apa, Bi? Kenapa menelepon?””Bu Audry meminta obat itu, Pak.”“Untuk apa?
Lelaki itu melirik ke sebelahnya saat mendengar dengan samar suara seseorang. Ia melihat seorang perempuan di pintu mobil sebelahnya. Ia mengernyit tapi sesaat. Tidak butuh waktu lama baginya untuk mengingat siapa perempuan itu.Perempuan itu kan yang kemarin, yang menyangka Enrico adalah kekasihnya dan memaksa untuk membuka baju. Hanya untuk membuktikan bahwa Enrico adalah kekasihnya.Kenapa perempuan itu ada di sini?Audry berdiri di tempat dengan tubuh kaku. Diurungkannya niat untuk membuka pintu mobil. Selama beberapa saat ia dilanda keimbangan. Ingin rasanya Audry mendekati laki-laki itu dan mengajaknya mengobrol. Namun kala ingat betapa galaknya sang tunangan, keinginan itu hanya menjadi sebatas angan-angan yang tertahan di dasar hatinya. “Hei, Bu Audry kan?”Audry jelas terkejut. Lelaki itu menyapa dan tersenyum padanya. Audry baru akan berpikir akan bersikap bagaimana ketika tiba-tiba pria itu berjalan mendekatinya. Dia datang menghampiri Audry yang membuat perempuan itu sema
Audry menyetir pulang ke rumah dengan hati teraduk-aduk. Perasaan sedih, bingung, tak mengerti, semua berpadu menjadi satu mengaduk hatinya bagai adonan kue.Pertemuan dengan lelaki tadi membuatnya terguncang jauh lebih dahsyat. Sikap hangat laki-laki itu, senyum lembutnya, serta sorot matanya yang teduh merupakan tiga komponen tak terpisahkan dari Dypta. Siapa pun namanya, tak peduli orang memanggil dengan sebutan apa, bagi Audry dia adalah Pradypta Syailendra.Setelah memasuki halaman rumahnya, Audry tidak langsung turun dari mobil. Ia menelungkupkaan muka ke setir, menetralisir perasaannya, berusaha keras agar tidak terbawa suasana setelah pertemuan kedua tadi dengan lelaki yang mirip Dypta.Ketukan di kaca mobil membuat Audry mengangkat muka dan menoleh ke sisi kanan. Audry sontak terkejut ketika mengetahui sosok sang pengetuk. Jeff berdiri di luar."Kamu sedang apa di dalam? Kenapa tidak turun?" tanya Jeff padanya.Audry cepat membuka pintu dan keluar dari mobil."Aku baru mau tu
Pria itu berkaca di cermin wastafel sambil menyikat gigi. Sementara matanya menyoroti Mulutnya yang dipenuhi pasta.Ia baru saja bangun sekitar satu jam yang lalu. Menit-menit pertama membuka mata pikirannya sudah dipenuhi oleh perempuan itu. Perempuan yang dipertemukan dengannya dengan cara yang tak terduga. Perempuan yang mengusik sisi lain dalam dirinya. Membuatnya bingung dan hampir mati terbunuh penasaran.Enrico membasuh mulutnya hingga bersih setelah selesai menyikat gigi. Lantas pria itu melepaskan pakaiannya satu demi satu, membuat tubuhnya polos sempurna. Tetes-tetes air di bawah shower mulai membasahi tubuhnya, menelusup jauh hingga pori-porinya.Gerakan membilas badan tertahan ketika tangannya tiba di perutnya. Ia memutar tubuh yang disambut oleh refleksi dirinya dari cermin di belakangnya.Ia terdiam dengan mata terpaku di perutnya.Rasa itu kembali mengusik.***Audry terburu-buru keluar dari cafe mengejar seseorang yang berjalan cepat di depannya.”Pak, tunggu dulu!” A
“Selingkuhan?” Enrico mengulang kata-kata Audry. Tadinya ia pikir Audry adalah tipe perempuan setia. Buktinya kematian Dypta membuatnya hampir gila.Audry menganggukkan kepala mengiakan. Audry tidak tahu apa penilaian Iko padanya nanti. Ia hanya ingin bercerita agar Iko tahu sebesar apa cintanya pada Dypta.“Next,” pinta laki-laki itu agar Audry melanjutkan ceritanya.“Sekali pun di dalam hidup aku nggak pernah membayangkan akan mengkhianati suami sendiri. Aku ingin menjadi istri yang setia, berbakti dan mengabdi seumur hidup pada suami. Tapi dia datang begitu saja. Dia muncul tiba-tiba dalam kehidupanku. Aku dan dia ketemu nggak sengaja dengan cara yang tidak pernah kuduga sebelumnya. Kami sama-sama mabuk, one night stand, dan keesokan paginya sama-sama terkejut ketika mengetahui kesalahan yang kami lakukan ternyata tidak sesederhana itu. Ternyata Dypta adalah keponakan Jeff, suamiku.”Audry menjeda kata untuk mengambil lebih banyak lagi udara baru. Sementara ingatannya ditarik kemba
“Kalau memang di tangan kamu ada tatonya berarti kamu adalah Dypta,” ujar Audry pelan menjawab pertanyaan Enrico. Sementara jantungnya seakan ingin meloncat ke luar.Lelaki itu hanya menyunggingkan senyum tipis mendengarnya. Ia kemudian mengulurkan tangannya pada Audry, meminta perempuan itu untuk membuktikannya.“Ini tanganku, kamu bisa lihat sendiri.”“Kenapa nggak kamu aja?” ujar Audry karena Enrico memintanya untuk langsung menyingkap lengannya.“Mending kamu aja, biar kamu puas.” Lelaki itu tersenyum dengan tangan yang masih terulur ke arah Audry.Sesaat ragu namun kemudian Audry memutuskan untuk melakukannya. Ia memejamkan mata, lalu dengan tangan gemetar memegang tangan Enrico dan menyingsingkan lengan bajunya.Sementara itu Enrico menatap dengan tatapan yang begitu intens pada Audry yang memejamkan mata. Perempuan itu tampak begitu menyedihkan yang membuatnya jadi kasihan. Enrico tidak tahu bagaimana nanti reaksi Audry setelah melihat langsung kulit tangannya tanpa lapisan apa