Beranda / Urban / Kembaran Sang CEO / 05. Aleya Diculik?!

Share

05. Aleya Diculik?!

Penulis: Fit
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Sebenarnya, apa isi brankas itu ya?" gumam Heris sembari menyisir rambutnya ke belakang.

William yang tengah mengemudikan mobil sedikit melirik ke arahnya. "Brankas apa?"

"Entahlah, ada brankas di dalam lemari Kak Haris. Tapi semalam ada orang yang mencurinya."

Tiba-tiba saja William menginjak rem hingga membuat Heris tersentak ke depan. Ia membulatkan kedua matanya dengan mulut bersiap untuk mengumpat. Namun tatapan William langsung membuat semua kalimat yang sudah tersusun rapi di kepalanya itu menghilang.

"Saya akan merekrut dua penjaga lagi di dekat kamar Anda," ujar William.

Heris langsung menggeleng. "Tidak perlu sampai sebegitunya."

"Saya yang sudah memaksa Anda, jadi keselamatan Anda itu prioritas bagi saya."

William langsung menepikan mobilnya dan meraih ponsel yang ada di dashboard. Ia nampak menghubungi seseorang dengan mata sesekali melirik ke arah Heris melalui spion.

"Apa kau luang?"

Wah ... Dia menelepon tanpa menyapa, membawa pistol, dan memukul atasannya. Benar-benar tidak seperti sekretaris pada umumnya, batin Heris.

"Siapkan dua orang yang berpengalaman untuk berjaga di dekat kamar Pak Haris."

Setelah mengatakan itu, William langsung mengakhiri panggilannya. Ia kembali melajukan mobil, namun raut wajahnya tidak terlihat tenang. Sesekali Heris bisa melihat lewat spion saat dahi pria itu berkerut. Bahkan suara helaan napas pria itu sampai terdengar ke telinga Heris.

"Kamu tau isi brankas itu, William?" tanya Heris.

William menggeleng cepat. "Tidak. Saya tidak tau apa-apa."

"Tapi kamu kelihatan resah, saat tahu kalau brankas itu dicuri."

"Saya hanya khawatir kalau ternyata brankas itu berisi data perusahaan," jawab William diiringi helaan napas berat.

Heris mengangguk pelan. Ia setuju dengan ucapan William. Data perusahaan adalah salah satu titik vital yang bisa saja menjadi jurang bagi OBBY Company, apalagi kalau brankas itu memang sengaja dicuri oleh pesaing.

Setibanya di basement, Heris diperintahkan turun terlebih dahulu karena William melupakan sesuatu. Ia melangkah pelan menyusuri lorong yang panjang dengan pencahayaan seadanya. Padahal kemarin mereka parkir di halaman depan. Tapi entah mengapa William memilih ke basement.

Cekrek.

Heris sontak menoleh ke belakang saat merasakan ada kilatan cahaya dari belakangnya. Ia berusaha mencari siapa pun di sekitarnya. Namun nihil, keadaan sangat sepi. Bahkan tidak terdengar suara langkah selain dari kakinya sendiri.

"Siapa di sana?" seru Heris hingga suaranya menggema.

Dua menit menunggu jawaban, namun hanya kesunyian yang ada di sekelilingnya. Heris memilih untuk berjalan cepat ke arah tangga. Semakin dekat dengan tangga, ia mendengar langkah kaki yang mengikutinya. Ia sontak menoleh, tapi untuk kesekian kali, tidak ada siapa pun di belakang sana.

Grep!

Heris hampir saja terjatuh karena terkejut saat tangannya dicekal seseorang. Nampak William yang sudah ada di belakangnya dengan dahi berkerut.

"Ada apa?" tanya William.

Heris mendesis pelan, matanya menatap ke setiap penjuru basement. "Aku merasa ada yang memotretku. Aku dengar dengan jelas ada suara kamera."

"Anda yakin?"

Heris mengangguk cepat. "Ada kilat kamera juga!"

"Jangan-jangan ... orang itu?"

~~~

Kedua mata Heris langsung melebar saat monitor kerjanya menyala. Nampak begitu banyak e-mail yang masuk hingga membuat komputernya membeku sesaat. Tidak lama, William datang dengan membawa laptop di tangannya.

"Jangan hidupkan komputernya!" seru William.

Heris mengangkat kedua alisnya. "Sebenarnya apa yang terjadi?"

"Kita harus ke rumah sakit sekarang!"

Tanpa berlama-lama, William langsung menyambar tas kerja Heris dan keluar terlebih dahulu dengan langkah cepat. Heris yang mengikutinya dari belakang nampak kewalahan. Langkah mereka terhenti saat tiba di depan pintu lift yang tertutup. William memukul pintu lift itu dengan keras, sebelum kembali mengayunkan langkahnya ke arah tangga.

"Kita harus cepat!" ujar William.

Heris mengerutkan dahinya dengan langkah yang semakin cepat. "Tolong jelaskan padaku, apa yang sebenarnya terjadi?!"

"Mereka mengincar Aleya! Wanita itu pasti melihat wajah pelakunya!"

~~~

Begitu tiba di rumah sakit, William langsung menerobos masuk ke dalam ruangan. Ia nampak sangat marah saat mendapati ruangan itu kosong tanpa penghuni di dalamnya.

"Sial ... sial sekali!" seru William.

Heris menelan ludahnya dengan kasar. "Aku akan memeriksa CCTV."

Ia bergegas menuju ke ruang keamanan. Namun sayangnya tidak ada satu pun orang di ruangan tersebut. Ia mendecih pelan, lalu kembali berlari ke meja resepsionis. Seorang wanita cantik menyapanya dengan senyum. Namun ia tidak punya waktu untuk terpana.

"Saya ingin mengecek CCTV di ruang rawat intensif!" seru Heris.

"Anda bisa langsung ke ruang keamanan untuk mengeceknya."

"Tidak ada petugas di sana!"

Tiba-tiba saja seorang petugas dari ruang keamanan melintas sembari membawa makanan ringan. Heris yang melihatnya tentu saja merasa sangat kesal. Ia langsung menarik pria itu dengan paksa menuju ke ruang keamanan.

"Sial! Bisa-bisanya Anda masih sempat jajan!" gerutu Heris.

Petugas itu mengerutkan dahinya. "Ada apa ini? Bukankah Anda CEO OBBY Company? Apa yang membawa Anda ke—"

"Jangan banyak bicara! Istri saya menghilang!"

"Apa?!"

Heris langsung memaksa pria itu duduk di depan monitor pengawas. "Cepat periksa kamar intensif dari 2 jam yang lalu!"

Pria itu dengan lihat mulai mencari rekaman CCTV yang diminta oleh Heris. Setelah berhasil ditemukan, Heris langsung menarik kursi pria itu agar menjauh. Kini ia mengambil alih dengan berdiri tepat di depan layar monitor. Saat itu ia masih bisa melihat Aleya di atas ranjangnya.

Setelah setengah jam tidak melihat apa pun, Heris nyaris menyerah. Namun saat hendak menyingkir dari tempatnya, tiba-tiba muncul pria mengenakan jaket hitam lengkap dengan masker dan topi baseball. Kedua tangan Heris terkepal kuat.

"Sial! Dia orang yang mencuri brankas!" gumam Heris.

Brak!

William muncul dengan napas terengah-engah. Sebelah tangannya langsung menarik kerah baju bagian belakang Heris dengan erat. Lalu ia menyeret pria itu keluar dari ruang keamanan.

"Cepat! Jangan seperti orang bodoh!" teriak William hingga suaranya menggema di lorong rumah sakit.

"Aku sudah tau siapa penculiknya. Ternyata dia orang yang sama dengan pencuri—"

"Saya sudah tau! Orang itu baru saja menghubungi saya! Waktunya hanya 20 menit sebelum Aleya ditenggelamkan!"

Bab terkait

  • Kembaran Sang CEO   06. Menyelamatkan Aleya

    "Tempatnya benar di sini?"Heris mengerutkan dahinya. Ia mencoba untuk terus memahami gambar yang ada di ponselnya. Namun rupanya sangat sulit, karena gambarnya hanya menampakkan kotak-kotak saja."Hei!""Apa?" sahut Heris yang seperti baru sadar dari lamunannya."Benar di sini tempatnya?"Heris mengedikkan bahunya, lalu menyodorkan ponsel itu pada William. "Bagaimana aku tau? Semua gambarnya terlihat sama!""Rupanya perbedaan Anda dengan Pak Haris ada di otaknya," gumam William."Kurang ajar."Heris dan William langsung turun dari mobil. Lalu mereka mulai menelusuri satu-satunya jalan setapak yang ada di dekat bangunan tua dengan cat setengah luntur. Begitu tiba di depan pintu besar, William langsung membuka pintu tersebut. Kemudian ia mendorong Heris masuk ke dalam ruangan tersebut dan menutup pintunya. "Hei! Apa yang kamu lakukan sialan?!" teriak Heris sembari berulang kali memukul pintu dengan keras."Anda lewat pintu utama, saya akan lewat pintu belakang," ujar William.Heris ya

  • Kembaran Sang CEO   07. Tidur Sekamar

    "Pelan-pelan," ujar Heris sembari menggenggam pergelangan Aleya.Aleya terkekeh pelan, matanya sesekali melirik ke arah pria yang saat ini nampak sangat khawatir. Sementara Hamdan terus mengikuti mereka dari belakang. Saat hendak masuk naik ke tangga, Heris langsung menghentikan wanita tersebut."Kamu mau ke mana?" tanya Heris.Aleya menunjuk ke lantai dua dengan dahi berkerut. "Kamarku bukan di sana?""Kamarmu di sana," ujar Heris sembari menunjuk ke arah kamar di dekat ruang tamu.Aleya mengerutkan dahinya. "Apa gak ada kamar di atas sana?""Ada, tapi kamarku."Heris kembali menuntun Aleya menuju ke arah kamarnya. Namun wanita itu memberontak dan menarik tangannya. Raut wajahnya terlihat tidak terima."Kita 'kan suami istri, bagaimana bisa kamarnya terpisah?!" protes Aleya.Heris menggaruk tengkuknya. "Ya ... itu ....""Jangan-jangan kamu bukan suamiku ya?""Aku suami kamu, Aleya. Tanya sama dia," ujar Heris sembari menarik Hamdan ke dekatnya.Hamdan hanya tersenyum tipis, lalu meme

  • Kembaran Sang CEO   08. Morning Kiss

    Heris melajukan mobilnya menembus jalan di Kota Jakarta yang sangat ramai. Berulang kali ia menekan klakson, namun tidak kunjung membuat pengendara lain menyingkir. Ia memukul kemudi diiringi decakan pelan."Kalau begini, kapan aku sampai di kantor?!"Tiba-tiba saja sebuah panggilan masuk ke ponselnya. Ia mendesis pelan, lalu menarik napas dan mengembuskannya secara perlahan. Setelah itu barulah ia menjawabnya."Ada apa lagi, Aleya?" katanya dengan suara lembut."Kamu lupa bawa tas kerja, Sayang."Heris mengerjapkan matanya beberapa kali. "A-apa?""Tas kerja.""Bukan, bukan itu! Kamu memanggilku apa?""Heris."Heris mengusap wajahnya dengan kasar. "Buk—ah sudahlah. Apa kamu bisa mengantar tas kerjaku?""Bisa, tapi mungkin sedikit terlambat. Soalnya aku harus mengantar Hamdan ke sekolah," sahut Aleya."Gak masalah. Hubungi aku kalau sudah mau pergi ke kantor."Setelah itu Heris mengakhiri panggilan bersamaan dengan jalan yang mulai lengang. Kini ia bisa melajukan mobilnya ke arah OBBY

  • Kembaran Sang CEO   09. Darah di Ventilasi Udara

    Aku melakukan kesalahan.Heris menangkup wajahnya dengan kedua tangan. Ia tidak menyangka kalau Aleya berani melakukan hal tersebut. Padahal awal bertemu, ia yakin kalau wanita itu pemalu."Apa yang sudah ku lakukan?" Heris terkekeh berulang kali, lalu ia menghantamkan dahinya ke meja. "Sial, aku malah berciuman dengan dia."Klek.Heris menoleh ke arah pintu. Nampak William yang datang dengan senyum mencurigakan di wajahnya. Pria itu perlahan mendekat ke arah meja kerja Heris. Setumpuk berkas sudah siap di tangannya."Anda pasti bersenang-senang ya? Beritanya sudah menyebar ke seluruh penjuru," ujar William.Heris menaikkan kedua alisnya. "Berita apa?""CEO OBBY Company mencium wanita asing di lobby.""Tapi dia istriku," sanggah Heris."Lebih tepatnya, istri kakak Anda."Heris mengatupkan mulutnya rapat-rapat. Ia tidak bisa membantah ucapan William. Sebab memang kenyataan kalau Aleya bukan istrinya."Lalu bagaimana? Apa akan berdampak buruk?"William menggeleng pelan. "Kita hanya perl

  • Kembaran Sang CEO   10. Suara Tembakan di Telepon

    Heris mengerjapkan matanya berulang kali. Pandangannya yang semula samar kini mulai semakin jelas. Dahinya mulai mengerut sembari memandangi ruangan yang nampak asing."Aku di mana?" gumamnya sembari berusaha bangun."Ma! Papa udah bangun!"Heris menoleh ke samping, nampak Hamdan yang tengah duduk sembari tersenyum lebar ke arahnya. Tidak lama, pintu ruangan itu terbuka dan menampakkan sosok Aleya. Raut wajah wanita itu dengan jelas menyiratkan rasa khawatirnya."Jangan bangun dulu, kamu harus istirahat!" ujar Aleya yang langsung memaksa tubuh Heris kembari berbaring di ranjang.Heris menautkan kedua alisnya. "Bagaimana aku bisa ada di sini?""Kamu lupa, Mas? Kamu pingsan di dalam ventilasi udara ruanganmu!" Aleya mendesis pelan, lalu memukul pelan bahu Heris. "Kamu bikin khawatir aja deh!""Kok kamu bisa tau aku pingsan di sana?" tanya Heris.Aleya langsung membekap mulut pria itu. "Gak usah banyak tanya. Kamu harus istirahat!"Heris mengerjapkan matanya berulang kali. Ia menoleh ke

  • Kembaran Sang CEO   11. Telepon Ancaman

    Heris terus memandangi William yang masih belum sadarkan diri. Pikirannya terus beradu, berusaha mencari tahu kejadian yang sebenarnya. Ia tidak menyangka kalau kamera pengawas di ruangannya saat itu sedang rusak, seperti sudah direncanakan sebelumnya.Heris menyisir rambutnya dengan sebelah tangan. "Jika tidak ada rekaman CCTV, berarti akan sulit untuk menangkap pelakunya."Ceklek.Pintu ruangan itu tiba-tiba saja terbuka. Heris membulatkan kedua matanya saat melihat seorang pria berjas biru tua dengan dasi polkadot yang begitu mencolok. Kerutan di dahi pria itu untuk sesaat membuat Heris cukup lama menatapnya.Plak!Sebuah tamparan langsung mendarat di pipi Heris. Dibanding marah, justru saat ini ia lebih ingin melarikan diri. Tubuhnya seperti menciut di hadapan pria tersebut."Apa yang kamu lakukan pada OBBY Company, Haris?!" bentak pria tersebut hingga suaranya menggema di dalam ruangannya.Heris menunduk dengan kedua tangan terkepal kuat. "Ma-maafkan saya, A-ayah."Kedua matanya

  • Kembaran Sang CEO   12. Cemburu

    Heris mencengkram ponselnya dengan erat. Panggilan sudah berakhir sejak beberapa menit lalu. Hingga tubuhnya mulai terhuyung saat petugas keamanan datang. Aleya yang baru tiba langsung memeluknya dari samping."Gak apa-apa. Ini bukan salah kamu," ujar Aleya.Heris melirik wanita itu, ia menggigit bibir bawahnya. Lalu menarik gadis itu ke dalam pelukannya. Untuk sesaat ia merasa sangat tenang. Tanpa sadar, pintu ruangan sudah terbuka. Aleya menjauhkan tubuhnya, lalu menyodorkan sapu tangan yang berasal dari tasnya."Tutup mulut dan hidungmu pakai ini kalau mau masuk," ujar Aleya.Heris tersenyum, ia segera menempelkan benda itu hingga menutupi setengah wajahnya. Setelah itu ia langsung masuk ke dalam ruangan. Beberapa pengawal yang terluka nampak tengah merayap di lantai sembari terbatuk-batuk.Heris yang panik langsung mengulurkan kedua tangannya untuk membantu mereka berdiri. Tanpa sadar ia menghirup asap yang ada di ruangan tersebut."Mas! Sapu tangannya!" seru Aleya.Heris menaikka

  • Kembaran Sang CEO   13. Sisi Lain Heris

    Heris bergegas bangun dari ranjang, lalu mendorong Dimas hingga menyingkir dari hadapannya. Ia menatap pria itu dengan sorot tajam. Setelah itu ia berjalan cepat ke arah Aleya. Tanpa mengatakan apa pun, ia menarik wanita itu keluar dari ruangan tersebut."Jangan mudah percaya sama orang, Leya!" kata Heris dengan penuh penekanan.Aleya mengerutkan dahinya, ia tidak bisa menahan bibirnya yang mulai melengkung. "Apa? Kamu manggil aku apa?""Tolong jangan ngalihin pembicaraan. Aku serius loh!""Loh? Kamu marah, Mas?" Aleya menghentikan langkahnya hingga Heris ikut berhenti dan menoleh. "Kok tumben kamu marah gini?"Heris mendesis pelan, sebelah tangannya menyisir rambutnya ke belakang. "Aku gak boleh marah saat ngeliat kamu digodain orang asing?""Kamu cemburu?"Heris langsung melepas genggamannya dari tangan Aleya. Ia terdiam sejenak sembari menatap wanita itu lurus tanpa ekspresi. Hingga decakan pelan lolos dari mulutnya."Gak tau deh. Aku mau cari Hamdan dulu," ujar Heris.Senyum Aleya

Bab terbaru

  • Kembaran Sang CEO   17. CEO Palsu?

    William menoleh ke segala arah dengan pandangan yang masih buram. Dahinya berkerut saat melihat banyak sekali foto yang menempel di dinding. Kedua matanya langsung terbuka lebar saat menyadari ada wajahnya di sekian banyaknya foto yang menempel di ruangan tersebut.Sial ... ruang apa ini?Saat tengah sibuk berpikir, tiba-tiba saja pintu ruangan itu terbuka lebar. Nampak dua orang pria dengan setelan jas mulai mendekat ke arahnya. Salah satu dari pria itu mengeluarkan sebuah kartu tanda pengenal dan mendekatkannya ke depan wajah William."Anda tau orang ini?"William menggeleng cepat. "Tidak, saya tidak tau."Bugh!Pukulan kuat langsung mendarat tepat di wajah William. Pelakunya tertawa begitu senang, apalagi melihat darah segar yang mengalir di sudut bibir William."Jawab yang benar kalau tidak mau dipukul!" bentak salah satunya."Jangan terlalu bersemangat, Rey," ujar pria yang terlihat tenang di belakang."Baik, Sena."Setelah itu, Sena mengambil alih kartu tanda pengenal yang ada d

  • Kembaran Sang CEO   16. Mayat di Ventilasi Udara

    Heris mempererat genggamannya dengan Aleya. Berulang kali ia menarik napas panjang, lalu mengembuskannya. Ia melirik sekilas ke arah wanita tersebut."Kamu siap?" tanya Heris.Aleya mengangguk sembari tersenyum. "Siap, kamu gimana?"Heris tersenyum kecil, lalu menggeleng. "Belum siap."Aleya terkekeh pelan. "Kalau gitu, kita pulang dulu aja, gimana?"Senyum Heris mengembang. Mereka langsung berbalik hendak pergi. Namun pintu di belakangnya tiba-tiba saja terbuka. Keduanya langsung mematung di tempat."Kalian mau ke mana? Sudah sampai, kenapa mau pergi lagi?"Suara ini ...Heris menelan ludahnya dengan kasar. Keringat dingin mulai mengalir di sekitar wajahnya. Ia sangat ingin melarikan diri saat ini. Namun tubuhnya seperti membeku dan kedua kakinya menempel di lantai."Haris?"Heris memejamkan kedua matanya dengan erat saat suara itu terdengar tepat di sampingnya. Apalagi saat bahunya ditepuk dari belakang."Mas?"Kedua matanya sontak terbuka. Nampak Aleya yang menatapnya dengan wajah

  • Kembaran Sang CEO   15. Ingatan Masa Lalu

    Aleya bergegas bangun dari ranjang saat sinar matahari pagi mulai menyeruak masuk ke matanya. Ia menoleh ke segala arah, namun sosok Heris tidak ada di ruangan tersebut. Secepat mungkin ia berlari keluar dari sana. Langkahnya begitu cepat menyusuri koridor, hingga saat tiba di depan pintu, lengannya ditahan oleh seseorang."Kamu mau ke mana, Leya?"Aleya sontak menoleh ke arah suara tersebut. Ia menggigit bibir bawahnya saat melihat Heris yang sedang tersenyum. Pria itu membawa sebuah plastik berisi makanan ringan."Kamu habis dari mana?" tanya Aleya.Heris mengangkat sebelah tangannya dan menunjukkan plastik tersebut. "Beli ini buat Hamdan."Tanpa terasa kedua matanya terasa perih hingga pandangannya mulai memburam. Ia langsung memeluk pria itu dengan erat. Heris sempat terkejut, namun detik berikutnya ia membalas pelukan Aleya."Kenapa sih? Kamu mimpi buruk?" tanya Heris.Aleya menggeleng pelan. "Aku kira kamu ninggalin aku.""Gak mungkin, lah!" jawab Heris dengan cepat.Aleya langs

  • Kembaran Sang CEO   14. Kecelakaan Yang Disengaja?

    Tubuh Heris terhuyung ke samping hingga menabrak tempat sampah. Sedangkan motor yang menabraknya pergi begitu saja. Orang di sekitar langsung membantu Heris yang tergeletak dengan tubuh lemah.Aleya mematung di tempatnya, bahkan sampai Heris dibawa ke dalam rumah sakit oleh orang-orang. Ia baru tersadar saat Hamdan menggoyangkan tangannya dengan kuat."Mama! Ayo!" seru Hamdan.Aleya terdiam dan hanya mengikuti ke mana langkah kecil Hamdan pergi. Mereka melintasi koridor rumah sakit mengekori Heris yang dibawa pergi menuju ke salah satu ruangan.Tanpa mereka sadari, sejak tadi nampak pasien mencurigakan yang terus mengawasi. Setelah Aleya melintas, ia langsung menghubungi seseorang. Sebelah sudut bibirnya tertarik membentuk senyuman."Rencana B selesai."~~~"Sampai kapan kita membiarkan CEO palsu itu? Dia tidak juga jera walau kita sudah berulang kali mencelakai dia," ujar seorang pria berjas hitam yang duduk dengan tangan menopang wajah."Bisa diam dulu, Rey?"Rey, wakil direktur keu

  • Kembaran Sang CEO   13. Sisi Lain Heris

    Heris bergegas bangun dari ranjang, lalu mendorong Dimas hingga menyingkir dari hadapannya. Ia menatap pria itu dengan sorot tajam. Setelah itu ia berjalan cepat ke arah Aleya. Tanpa mengatakan apa pun, ia menarik wanita itu keluar dari ruangan tersebut."Jangan mudah percaya sama orang, Leya!" kata Heris dengan penuh penekanan.Aleya mengerutkan dahinya, ia tidak bisa menahan bibirnya yang mulai melengkung. "Apa? Kamu manggil aku apa?""Tolong jangan ngalihin pembicaraan. Aku serius loh!""Loh? Kamu marah, Mas?" Aleya menghentikan langkahnya hingga Heris ikut berhenti dan menoleh. "Kok tumben kamu marah gini?"Heris mendesis pelan, sebelah tangannya menyisir rambutnya ke belakang. "Aku gak boleh marah saat ngeliat kamu digodain orang asing?""Kamu cemburu?"Heris langsung melepas genggamannya dari tangan Aleya. Ia terdiam sejenak sembari menatap wanita itu lurus tanpa ekspresi. Hingga decakan pelan lolos dari mulutnya."Gak tau deh. Aku mau cari Hamdan dulu," ujar Heris.Senyum Aleya

  • Kembaran Sang CEO   12. Cemburu

    Heris mencengkram ponselnya dengan erat. Panggilan sudah berakhir sejak beberapa menit lalu. Hingga tubuhnya mulai terhuyung saat petugas keamanan datang. Aleya yang baru tiba langsung memeluknya dari samping."Gak apa-apa. Ini bukan salah kamu," ujar Aleya.Heris melirik wanita itu, ia menggigit bibir bawahnya. Lalu menarik gadis itu ke dalam pelukannya. Untuk sesaat ia merasa sangat tenang. Tanpa sadar, pintu ruangan sudah terbuka. Aleya menjauhkan tubuhnya, lalu menyodorkan sapu tangan yang berasal dari tasnya."Tutup mulut dan hidungmu pakai ini kalau mau masuk," ujar Aleya.Heris tersenyum, ia segera menempelkan benda itu hingga menutupi setengah wajahnya. Setelah itu ia langsung masuk ke dalam ruangan. Beberapa pengawal yang terluka nampak tengah merayap di lantai sembari terbatuk-batuk.Heris yang panik langsung mengulurkan kedua tangannya untuk membantu mereka berdiri. Tanpa sadar ia menghirup asap yang ada di ruangan tersebut."Mas! Sapu tangannya!" seru Aleya.Heris menaikka

  • Kembaran Sang CEO   11. Telepon Ancaman

    Heris terus memandangi William yang masih belum sadarkan diri. Pikirannya terus beradu, berusaha mencari tahu kejadian yang sebenarnya. Ia tidak menyangka kalau kamera pengawas di ruangannya saat itu sedang rusak, seperti sudah direncanakan sebelumnya.Heris menyisir rambutnya dengan sebelah tangan. "Jika tidak ada rekaman CCTV, berarti akan sulit untuk menangkap pelakunya."Ceklek.Pintu ruangan itu tiba-tiba saja terbuka. Heris membulatkan kedua matanya saat melihat seorang pria berjas biru tua dengan dasi polkadot yang begitu mencolok. Kerutan di dahi pria itu untuk sesaat membuat Heris cukup lama menatapnya.Plak!Sebuah tamparan langsung mendarat di pipi Heris. Dibanding marah, justru saat ini ia lebih ingin melarikan diri. Tubuhnya seperti menciut di hadapan pria tersebut."Apa yang kamu lakukan pada OBBY Company, Haris?!" bentak pria tersebut hingga suaranya menggema di dalam ruangannya.Heris menunduk dengan kedua tangan terkepal kuat. "Ma-maafkan saya, A-ayah."Kedua matanya

  • Kembaran Sang CEO   10. Suara Tembakan di Telepon

    Heris mengerjapkan matanya berulang kali. Pandangannya yang semula samar kini mulai semakin jelas. Dahinya mulai mengerut sembari memandangi ruangan yang nampak asing."Aku di mana?" gumamnya sembari berusaha bangun."Ma! Papa udah bangun!"Heris menoleh ke samping, nampak Hamdan yang tengah duduk sembari tersenyum lebar ke arahnya. Tidak lama, pintu ruangan itu terbuka dan menampakkan sosok Aleya. Raut wajah wanita itu dengan jelas menyiratkan rasa khawatirnya."Jangan bangun dulu, kamu harus istirahat!" ujar Aleya yang langsung memaksa tubuh Heris kembari berbaring di ranjang.Heris menautkan kedua alisnya. "Bagaimana aku bisa ada di sini?""Kamu lupa, Mas? Kamu pingsan di dalam ventilasi udara ruanganmu!" Aleya mendesis pelan, lalu memukul pelan bahu Heris. "Kamu bikin khawatir aja deh!""Kok kamu bisa tau aku pingsan di sana?" tanya Heris.Aleya langsung membekap mulut pria itu. "Gak usah banyak tanya. Kamu harus istirahat!"Heris mengerjapkan matanya berulang kali. Ia menoleh ke

  • Kembaran Sang CEO   09. Darah di Ventilasi Udara

    Aku melakukan kesalahan.Heris menangkup wajahnya dengan kedua tangan. Ia tidak menyangka kalau Aleya berani melakukan hal tersebut. Padahal awal bertemu, ia yakin kalau wanita itu pemalu."Apa yang sudah ku lakukan?" Heris terkekeh berulang kali, lalu ia menghantamkan dahinya ke meja. "Sial, aku malah berciuman dengan dia."Klek.Heris menoleh ke arah pintu. Nampak William yang datang dengan senyum mencurigakan di wajahnya. Pria itu perlahan mendekat ke arah meja kerja Heris. Setumpuk berkas sudah siap di tangannya."Anda pasti bersenang-senang ya? Beritanya sudah menyebar ke seluruh penjuru," ujar William.Heris menaikkan kedua alisnya. "Berita apa?""CEO OBBY Company mencium wanita asing di lobby.""Tapi dia istriku," sanggah Heris."Lebih tepatnya, istri kakak Anda."Heris mengatupkan mulutnya rapat-rapat. Ia tidak bisa membantah ucapan William. Sebab memang kenyataan kalau Aleya bukan istrinya."Lalu bagaimana? Apa akan berdampak buruk?"William menggeleng pelan. "Kita hanya perl

DMCA.com Protection Status