Beranda / Urban / Kembaran Sang CEO / 06. Menyelamatkan Aleya

Share

06. Menyelamatkan Aleya

Penulis: Fit
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Tempatnya benar di sini?"

Heris mengerutkan dahinya. Ia mencoba untuk terus memahami gambar yang ada di ponselnya. Namun rupanya sangat sulit, karena gambarnya hanya menampakkan kotak-kotak saja.

"Hei!"

"Apa?" sahut Heris yang seperti baru sadar dari lamunannya.

"Benar di sini tempatnya?"

Heris mengedikkan bahunya, lalu menyodorkan ponsel itu pada William. "Bagaimana aku tau? Semua gambarnya terlihat sama!"

"Rupanya perbedaan Anda dengan Pak Haris ada di otaknya," gumam William.

"Kurang ajar."

Heris dan William langsung turun dari mobil. Lalu mereka mulai menelusuri satu-satunya jalan setapak yang ada di dekat bangunan tua dengan cat setengah luntur. Begitu tiba di depan pintu besar, William langsung membuka pintu tersebut. Kemudian ia mendorong Heris masuk ke dalam ruangan tersebut dan menutup pintunya. 

"Hei! Apa yang kamu lakukan sialan?!" teriak Heris sembari berulang kali memukul pintu dengan keras.

"Anda lewat pintu utama, saya akan lewat pintu belakang," ujar William.

Heris yang sudah ada di luar ruangan itu hanya bisa mendengus kesal. Ia mulai menelusuri ruangan yang gelap tanpa penerangan. Berbekal senter dari ponsel, ia berusaha menemukan Aleya.

"Ditenggelamkan? Kira-kira tempat bagian mana yang bisa digunakan untuk menenggelamkan seseorang? Ini 'kan bukan laut," gumam Heris dengan dahi berkerut.

Duk duk duk!

Heris sontak menoleh saat mendengar seperti ada suara orang yang memukuli dinding. Ia mulai mendekati sumber suara itu dengan langkah yang pelan. Hingga ia berhenti tepat di depan dinding sebuah ruangan yang lebih terlihat seperti toilet.

"Benar ... toilet! Bagaimana bisa aku tidak terpikirkan tempat itu?!"

Heris langsung menggerakkan knop pintu dengan cepat untuk membuka pintu tersebut. Tapi ternyata tidak kunjung membuahkan hasil. Kini ia memilih untuk mendobrak pintu tersebut.

Brak!

Pintu ruangan itu langsung terlepas dari tempatnya. Heris bergegas menerobos masuk ke dalam toilet dengan penuh harap. Mengingat waktu mereka hanya tersisa 7 menit. Heris mulai mengarahkan cahaya senternya untuk menerangi ruangan tersebut. Kedua matanya terbuka lebar saat mendapati Aleya yang ada di sebuah kotak dengan air yang terus mengalir di dalamnya.

"Sial! Bagaimana cara membuka kotaknya?" gumam Heris sembari mendekati kotak tersebut.

Ia mulai mengamati dengan saksama setiap sudut kotak di depannya. Aleya yang ada di dalam sana terlihat sangat panik, apalagi saat air mulai memenuhi setengah dari tempat tersebut. Heris mendecak pelan, lalu menemukan sebuah kunci yang berbentuk kode. Ia diminta memasukkan 6 angka untuk membukanya.

Heris langsung mengetikkan kode brankas hasil pemikiran liarnya yang belum sempat dicoba, kebetulan jumlahnya juga 6 angka. Jantungnya berdegup cepat dan wajahnya berubah cemas saat hendak menekan angka terakhir. Ia akan merasa sangat bersalah kalau ternyata kotak itu tidak terbuka.

"Ayolah, terbuka!"

Ceklek.

Air dari dalam kotak langsung keluar dari celah yang terbuka. Secepat mungkin Heris menarik salah satu sisi kotak yang nampaknya merupakan pintu. Senyumnya mengembang saat berhasil masuk ke dalam sana. Lalu ia bergegas membuka ikatan yang ada di kedua tangan dan kaki Aleya. Wanita itu dengan cepat melepas lakban yang menutup mulutnya.

Aleya menatapnya sejenak dengan air yang masih terus mengguyur tubuhnya. Sedetik kemudian, ia langsung memeluk Heris dengan erat. Samar-samar terdengar suara tangis dari wanita tersebut.

"Terima kasih sudah menyelamatkan saya!" serunya dengan suara keras.

Heris hanya menjawabnya dengan anggukkan. Lalu mereka keluar dari tempat itu dan mencari keberadaan William. Namun sudah berputar-putar ke seluruh penjuru, mereka tidak kunjung menemukan pria tersebut.

"Kamu yakin pergi ke sini dengan teman? Bukan sendirian?" tanya Aleya.

Heris mengangguk sembari menggaruk kepalanya. "Bahkan saya naik mobil dia."

"Kalau begitu, kita cek di luar. Barangkali dia pulang duluan."

Aleya menarik sebelah tangan pria itu dan menariknya keluar dari sana. Heris mengerutkan dahinya saat tidak melihat ada mobil William.

"Dia ... meninggalkanku?"

~~~

"Anda tidak mengingat apa pun?"

Aleya mengangguk pelan saat dokter terus mengajukan pertanyaan yang sama. Ia melirik ke arah Heris yang duduk sembari mengeringkan rambutnya dengan handuk. Di samping pria itu juga ada Hamdan yang sedang menatap Aleya. Wajah anak itu terlihat cemas, apalagi saat Aleya mulai menudingkan telunjuk ke arahnya.

"Apa dia adik saya, Dok?" tanya Aleya.

Dokter itu menoleh ke arah Hamdan, lalu menggeleng pelan. "Bukan, dia anak Anda."

"Jadi ... saya sudah punya anak?" Aleya mendesis pelan, lalu menunjuk ke arah Heris. "Kalau begitu ... Dia?"

"Suami Anda."

Heris sontak menoleh ke arah Aleya sembari menaikkan kedua alisnya. Ia tidak dengar percakapan wanita itu dengan dokter. Jadi ia kelihatan bingung, apalagi saat Aleya tersenyum ke arahnya.

"Jadi dia suamiku?" gumam Aleya. "Pantas saja tatapannya terlihat sangat hangat."

Bab terkait

  • Kembaran Sang CEO   07. Tidur Sekamar

    "Pelan-pelan," ujar Heris sembari menggenggam pergelangan Aleya.Aleya terkekeh pelan, matanya sesekali melirik ke arah pria yang saat ini nampak sangat khawatir. Sementara Hamdan terus mengikuti mereka dari belakang. Saat hendak masuk naik ke tangga, Heris langsung menghentikan wanita tersebut."Kamu mau ke mana?" tanya Heris.Aleya menunjuk ke lantai dua dengan dahi berkerut. "Kamarku bukan di sana?""Kamarmu di sana," ujar Heris sembari menunjuk ke arah kamar di dekat ruang tamu.Aleya mengerutkan dahinya. "Apa gak ada kamar di atas sana?""Ada, tapi kamarku."Heris kembali menuntun Aleya menuju ke arah kamarnya. Namun wanita itu memberontak dan menarik tangannya. Raut wajahnya terlihat tidak terima."Kita 'kan suami istri, bagaimana bisa kamarnya terpisah?!" protes Aleya.Heris menggaruk tengkuknya. "Ya ... itu ....""Jangan-jangan kamu bukan suamiku ya?""Aku suami kamu, Aleya. Tanya sama dia," ujar Heris sembari menarik Hamdan ke dekatnya.Hamdan hanya tersenyum tipis, lalu meme

  • Kembaran Sang CEO   08. Morning Kiss

    Heris melajukan mobilnya menembus jalan di Kota Jakarta yang sangat ramai. Berulang kali ia menekan klakson, namun tidak kunjung membuat pengendara lain menyingkir. Ia memukul kemudi diiringi decakan pelan."Kalau begini, kapan aku sampai di kantor?!"Tiba-tiba saja sebuah panggilan masuk ke ponselnya. Ia mendesis pelan, lalu menarik napas dan mengembuskannya secara perlahan. Setelah itu barulah ia menjawabnya."Ada apa lagi, Aleya?" katanya dengan suara lembut."Kamu lupa bawa tas kerja, Sayang."Heris mengerjapkan matanya beberapa kali. "A-apa?""Tas kerja.""Bukan, bukan itu! Kamu memanggilku apa?""Heris."Heris mengusap wajahnya dengan kasar. "Buk—ah sudahlah. Apa kamu bisa mengantar tas kerjaku?""Bisa, tapi mungkin sedikit terlambat. Soalnya aku harus mengantar Hamdan ke sekolah," sahut Aleya."Gak masalah. Hubungi aku kalau sudah mau pergi ke kantor."Setelah itu Heris mengakhiri panggilan bersamaan dengan jalan yang mulai lengang. Kini ia bisa melajukan mobilnya ke arah OBBY

  • Kembaran Sang CEO   09. Darah di Ventilasi Udara

    Aku melakukan kesalahan.Heris menangkup wajahnya dengan kedua tangan. Ia tidak menyangka kalau Aleya berani melakukan hal tersebut. Padahal awal bertemu, ia yakin kalau wanita itu pemalu."Apa yang sudah ku lakukan?" Heris terkekeh berulang kali, lalu ia menghantamkan dahinya ke meja. "Sial, aku malah berciuman dengan dia."Klek.Heris menoleh ke arah pintu. Nampak William yang datang dengan senyum mencurigakan di wajahnya. Pria itu perlahan mendekat ke arah meja kerja Heris. Setumpuk berkas sudah siap di tangannya."Anda pasti bersenang-senang ya? Beritanya sudah menyebar ke seluruh penjuru," ujar William.Heris menaikkan kedua alisnya. "Berita apa?""CEO OBBY Company mencium wanita asing di lobby.""Tapi dia istriku," sanggah Heris."Lebih tepatnya, istri kakak Anda."Heris mengatupkan mulutnya rapat-rapat. Ia tidak bisa membantah ucapan William. Sebab memang kenyataan kalau Aleya bukan istrinya."Lalu bagaimana? Apa akan berdampak buruk?"William menggeleng pelan. "Kita hanya perl

  • Kembaran Sang CEO   10. Suara Tembakan di Telepon

    Heris mengerjapkan matanya berulang kali. Pandangannya yang semula samar kini mulai semakin jelas. Dahinya mulai mengerut sembari memandangi ruangan yang nampak asing."Aku di mana?" gumamnya sembari berusaha bangun."Ma! Papa udah bangun!"Heris menoleh ke samping, nampak Hamdan yang tengah duduk sembari tersenyum lebar ke arahnya. Tidak lama, pintu ruangan itu terbuka dan menampakkan sosok Aleya. Raut wajah wanita itu dengan jelas menyiratkan rasa khawatirnya."Jangan bangun dulu, kamu harus istirahat!" ujar Aleya yang langsung memaksa tubuh Heris kembari berbaring di ranjang.Heris menautkan kedua alisnya. "Bagaimana aku bisa ada di sini?""Kamu lupa, Mas? Kamu pingsan di dalam ventilasi udara ruanganmu!" Aleya mendesis pelan, lalu memukul pelan bahu Heris. "Kamu bikin khawatir aja deh!""Kok kamu bisa tau aku pingsan di sana?" tanya Heris.Aleya langsung membekap mulut pria itu. "Gak usah banyak tanya. Kamu harus istirahat!"Heris mengerjapkan matanya berulang kali. Ia menoleh ke

  • Kembaran Sang CEO   11. Telepon Ancaman

    Heris terus memandangi William yang masih belum sadarkan diri. Pikirannya terus beradu, berusaha mencari tahu kejadian yang sebenarnya. Ia tidak menyangka kalau kamera pengawas di ruangannya saat itu sedang rusak, seperti sudah direncanakan sebelumnya.Heris menyisir rambutnya dengan sebelah tangan. "Jika tidak ada rekaman CCTV, berarti akan sulit untuk menangkap pelakunya."Ceklek.Pintu ruangan itu tiba-tiba saja terbuka. Heris membulatkan kedua matanya saat melihat seorang pria berjas biru tua dengan dasi polkadot yang begitu mencolok. Kerutan di dahi pria itu untuk sesaat membuat Heris cukup lama menatapnya.Plak!Sebuah tamparan langsung mendarat di pipi Heris. Dibanding marah, justru saat ini ia lebih ingin melarikan diri. Tubuhnya seperti menciut di hadapan pria tersebut."Apa yang kamu lakukan pada OBBY Company, Haris?!" bentak pria tersebut hingga suaranya menggema di dalam ruangannya.Heris menunduk dengan kedua tangan terkepal kuat. "Ma-maafkan saya, A-ayah."Kedua matanya

  • Kembaran Sang CEO   12. Cemburu

    Heris mencengkram ponselnya dengan erat. Panggilan sudah berakhir sejak beberapa menit lalu. Hingga tubuhnya mulai terhuyung saat petugas keamanan datang. Aleya yang baru tiba langsung memeluknya dari samping."Gak apa-apa. Ini bukan salah kamu," ujar Aleya.Heris melirik wanita itu, ia menggigit bibir bawahnya. Lalu menarik gadis itu ke dalam pelukannya. Untuk sesaat ia merasa sangat tenang. Tanpa sadar, pintu ruangan sudah terbuka. Aleya menjauhkan tubuhnya, lalu menyodorkan sapu tangan yang berasal dari tasnya."Tutup mulut dan hidungmu pakai ini kalau mau masuk," ujar Aleya.Heris tersenyum, ia segera menempelkan benda itu hingga menutupi setengah wajahnya. Setelah itu ia langsung masuk ke dalam ruangan. Beberapa pengawal yang terluka nampak tengah merayap di lantai sembari terbatuk-batuk.Heris yang panik langsung mengulurkan kedua tangannya untuk membantu mereka berdiri. Tanpa sadar ia menghirup asap yang ada di ruangan tersebut."Mas! Sapu tangannya!" seru Aleya.Heris menaikka

  • Kembaran Sang CEO   13. Sisi Lain Heris

    Heris bergegas bangun dari ranjang, lalu mendorong Dimas hingga menyingkir dari hadapannya. Ia menatap pria itu dengan sorot tajam. Setelah itu ia berjalan cepat ke arah Aleya. Tanpa mengatakan apa pun, ia menarik wanita itu keluar dari ruangan tersebut."Jangan mudah percaya sama orang, Leya!" kata Heris dengan penuh penekanan.Aleya mengerutkan dahinya, ia tidak bisa menahan bibirnya yang mulai melengkung. "Apa? Kamu manggil aku apa?""Tolong jangan ngalihin pembicaraan. Aku serius loh!""Loh? Kamu marah, Mas?" Aleya menghentikan langkahnya hingga Heris ikut berhenti dan menoleh. "Kok tumben kamu marah gini?"Heris mendesis pelan, sebelah tangannya menyisir rambutnya ke belakang. "Aku gak boleh marah saat ngeliat kamu digodain orang asing?""Kamu cemburu?"Heris langsung melepas genggamannya dari tangan Aleya. Ia terdiam sejenak sembari menatap wanita itu lurus tanpa ekspresi. Hingga decakan pelan lolos dari mulutnya."Gak tau deh. Aku mau cari Hamdan dulu," ujar Heris.Senyum Aleya

  • Kembaran Sang CEO   14. Kecelakaan Yang Disengaja?

    Tubuh Heris terhuyung ke samping hingga menabrak tempat sampah. Sedangkan motor yang menabraknya pergi begitu saja. Orang di sekitar langsung membantu Heris yang tergeletak dengan tubuh lemah.Aleya mematung di tempatnya, bahkan sampai Heris dibawa ke dalam rumah sakit oleh orang-orang. Ia baru tersadar saat Hamdan menggoyangkan tangannya dengan kuat."Mama! Ayo!" seru Hamdan.Aleya terdiam dan hanya mengikuti ke mana langkah kecil Hamdan pergi. Mereka melintasi koridor rumah sakit mengekori Heris yang dibawa pergi menuju ke salah satu ruangan.Tanpa mereka sadari, sejak tadi nampak pasien mencurigakan yang terus mengawasi. Setelah Aleya melintas, ia langsung menghubungi seseorang. Sebelah sudut bibirnya tertarik membentuk senyuman."Rencana B selesai."~~~"Sampai kapan kita membiarkan CEO palsu itu? Dia tidak juga jera walau kita sudah berulang kali mencelakai dia," ujar seorang pria berjas hitam yang duduk dengan tangan menopang wajah."Bisa diam dulu, Rey?"Rey, wakil direktur keu

Bab terbaru

  • Kembaran Sang CEO   17. CEO Palsu?

    William menoleh ke segala arah dengan pandangan yang masih buram. Dahinya berkerut saat melihat banyak sekali foto yang menempel di dinding. Kedua matanya langsung terbuka lebar saat menyadari ada wajahnya di sekian banyaknya foto yang menempel di ruangan tersebut.Sial ... ruang apa ini?Saat tengah sibuk berpikir, tiba-tiba saja pintu ruangan itu terbuka lebar. Nampak dua orang pria dengan setelan jas mulai mendekat ke arahnya. Salah satu dari pria itu mengeluarkan sebuah kartu tanda pengenal dan mendekatkannya ke depan wajah William."Anda tau orang ini?"William menggeleng cepat. "Tidak, saya tidak tau."Bugh!Pukulan kuat langsung mendarat tepat di wajah William. Pelakunya tertawa begitu senang, apalagi melihat darah segar yang mengalir di sudut bibir William."Jawab yang benar kalau tidak mau dipukul!" bentak salah satunya."Jangan terlalu bersemangat, Rey," ujar pria yang terlihat tenang di belakang."Baik, Sena."Setelah itu, Sena mengambil alih kartu tanda pengenal yang ada d

  • Kembaran Sang CEO   16. Mayat di Ventilasi Udara

    Heris mempererat genggamannya dengan Aleya. Berulang kali ia menarik napas panjang, lalu mengembuskannya. Ia melirik sekilas ke arah wanita tersebut."Kamu siap?" tanya Heris.Aleya mengangguk sembari tersenyum. "Siap, kamu gimana?"Heris tersenyum kecil, lalu menggeleng. "Belum siap."Aleya terkekeh pelan. "Kalau gitu, kita pulang dulu aja, gimana?"Senyum Heris mengembang. Mereka langsung berbalik hendak pergi. Namun pintu di belakangnya tiba-tiba saja terbuka. Keduanya langsung mematung di tempat."Kalian mau ke mana? Sudah sampai, kenapa mau pergi lagi?"Suara ini ...Heris menelan ludahnya dengan kasar. Keringat dingin mulai mengalir di sekitar wajahnya. Ia sangat ingin melarikan diri saat ini. Namun tubuhnya seperti membeku dan kedua kakinya menempel di lantai."Haris?"Heris memejamkan kedua matanya dengan erat saat suara itu terdengar tepat di sampingnya. Apalagi saat bahunya ditepuk dari belakang."Mas?"Kedua matanya sontak terbuka. Nampak Aleya yang menatapnya dengan wajah

  • Kembaran Sang CEO   15. Ingatan Masa Lalu

    Aleya bergegas bangun dari ranjang saat sinar matahari pagi mulai menyeruak masuk ke matanya. Ia menoleh ke segala arah, namun sosok Heris tidak ada di ruangan tersebut. Secepat mungkin ia berlari keluar dari sana. Langkahnya begitu cepat menyusuri koridor, hingga saat tiba di depan pintu, lengannya ditahan oleh seseorang."Kamu mau ke mana, Leya?"Aleya sontak menoleh ke arah suara tersebut. Ia menggigit bibir bawahnya saat melihat Heris yang sedang tersenyum. Pria itu membawa sebuah plastik berisi makanan ringan."Kamu habis dari mana?" tanya Aleya.Heris mengangkat sebelah tangannya dan menunjukkan plastik tersebut. "Beli ini buat Hamdan."Tanpa terasa kedua matanya terasa perih hingga pandangannya mulai memburam. Ia langsung memeluk pria itu dengan erat. Heris sempat terkejut, namun detik berikutnya ia membalas pelukan Aleya."Kenapa sih? Kamu mimpi buruk?" tanya Heris.Aleya menggeleng pelan. "Aku kira kamu ninggalin aku.""Gak mungkin, lah!" jawab Heris dengan cepat.Aleya langs

  • Kembaran Sang CEO   14. Kecelakaan Yang Disengaja?

    Tubuh Heris terhuyung ke samping hingga menabrak tempat sampah. Sedangkan motor yang menabraknya pergi begitu saja. Orang di sekitar langsung membantu Heris yang tergeletak dengan tubuh lemah.Aleya mematung di tempatnya, bahkan sampai Heris dibawa ke dalam rumah sakit oleh orang-orang. Ia baru tersadar saat Hamdan menggoyangkan tangannya dengan kuat."Mama! Ayo!" seru Hamdan.Aleya terdiam dan hanya mengikuti ke mana langkah kecil Hamdan pergi. Mereka melintasi koridor rumah sakit mengekori Heris yang dibawa pergi menuju ke salah satu ruangan.Tanpa mereka sadari, sejak tadi nampak pasien mencurigakan yang terus mengawasi. Setelah Aleya melintas, ia langsung menghubungi seseorang. Sebelah sudut bibirnya tertarik membentuk senyuman."Rencana B selesai."~~~"Sampai kapan kita membiarkan CEO palsu itu? Dia tidak juga jera walau kita sudah berulang kali mencelakai dia," ujar seorang pria berjas hitam yang duduk dengan tangan menopang wajah."Bisa diam dulu, Rey?"Rey, wakil direktur keu

  • Kembaran Sang CEO   13. Sisi Lain Heris

    Heris bergegas bangun dari ranjang, lalu mendorong Dimas hingga menyingkir dari hadapannya. Ia menatap pria itu dengan sorot tajam. Setelah itu ia berjalan cepat ke arah Aleya. Tanpa mengatakan apa pun, ia menarik wanita itu keluar dari ruangan tersebut."Jangan mudah percaya sama orang, Leya!" kata Heris dengan penuh penekanan.Aleya mengerutkan dahinya, ia tidak bisa menahan bibirnya yang mulai melengkung. "Apa? Kamu manggil aku apa?""Tolong jangan ngalihin pembicaraan. Aku serius loh!""Loh? Kamu marah, Mas?" Aleya menghentikan langkahnya hingga Heris ikut berhenti dan menoleh. "Kok tumben kamu marah gini?"Heris mendesis pelan, sebelah tangannya menyisir rambutnya ke belakang. "Aku gak boleh marah saat ngeliat kamu digodain orang asing?""Kamu cemburu?"Heris langsung melepas genggamannya dari tangan Aleya. Ia terdiam sejenak sembari menatap wanita itu lurus tanpa ekspresi. Hingga decakan pelan lolos dari mulutnya."Gak tau deh. Aku mau cari Hamdan dulu," ujar Heris.Senyum Aleya

  • Kembaran Sang CEO   12. Cemburu

    Heris mencengkram ponselnya dengan erat. Panggilan sudah berakhir sejak beberapa menit lalu. Hingga tubuhnya mulai terhuyung saat petugas keamanan datang. Aleya yang baru tiba langsung memeluknya dari samping."Gak apa-apa. Ini bukan salah kamu," ujar Aleya.Heris melirik wanita itu, ia menggigit bibir bawahnya. Lalu menarik gadis itu ke dalam pelukannya. Untuk sesaat ia merasa sangat tenang. Tanpa sadar, pintu ruangan sudah terbuka. Aleya menjauhkan tubuhnya, lalu menyodorkan sapu tangan yang berasal dari tasnya."Tutup mulut dan hidungmu pakai ini kalau mau masuk," ujar Aleya.Heris tersenyum, ia segera menempelkan benda itu hingga menutupi setengah wajahnya. Setelah itu ia langsung masuk ke dalam ruangan. Beberapa pengawal yang terluka nampak tengah merayap di lantai sembari terbatuk-batuk.Heris yang panik langsung mengulurkan kedua tangannya untuk membantu mereka berdiri. Tanpa sadar ia menghirup asap yang ada di ruangan tersebut."Mas! Sapu tangannya!" seru Aleya.Heris menaikka

  • Kembaran Sang CEO   11. Telepon Ancaman

    Heris terus memandangi William yang masih belum sadarkan diri. Pikirannya terus beradu, berusaha mencari tahu kejadian yang sebenarnya. Ia tidak menyangka kalau kamera pengawas di ruangannya saat itu sedang rusak, seperti sudah direncanakan sebelumnya.Heris menyisir rambutnya dengan sebelah tangan. "Jika tidak ada rekaman CCTV, berarti akan sulit untuk menangkap pelakunya."Ceklek.Pintu ruangan itu tiba-tiba saja terbuka. Heris membulatkan kedua matanya saat melihat seorang pria berjas biru tua dengan dasi polkadot yang begitu mencolok. Kerutan di dahi pria itu untuk sesaat membuat Heris cukup lama menatapnya.Plak!Sebuah tamparan langsung mendarat di pipi Heris. Dibanding marah, justru saat ini ia lebih ingin melarikan diri. Tubuhnya seperti menciut di hadapan pria tersebut."Apa yang kamu lakukan pada OBBY Company, Haris?!" bentak pria tersebut hingga suaranya menggema di dalam ruangannya.Heris menunduk dengan kedua tangan terkepal kuat. "Ma-maafkan saya, A-ayah."Kedua matanya

  • Kembaran Sang CEO   10. Suara Tembakan di Telepon

    Heris mengerjapkan matanya berulang kali. Pandangannya yang semula samar kini mulai semakin jelas. Dahinya mulai mengerut sembari memandangi ruangan yang nampak asing."Aku di mana?" gumamnya sembari berusaha bangun."Ma! Papa udah bangun!"Heris menoleh ke samping, nampak Hamdan yang tengah duduk sembari tersenyum lebar ke arahnya. Tidak lama, pintu ruangan itu terbuka dan menampakkan sosok Aleya. Raut wajah wanita itu dengan jelas menyiratkan rasa khawatirnya."Jangan bangun dulu, kamu harus istirahat!" ujar Aleya yang langsung memaksa tubuh Heris kembari berbaring di ranjang.Heris menautkan kedua alisnya. "Bagaimana aku bisa ada di sini?""Kamu lupa, Mas? Kamu pingsan di dalam ventilasi udara ruanganmu!" Aleya mendesis pelan, lalu memukul pelan bahu Heris. "Kamu bikin khawatir aja deh!""Kok kamu bisa tau aku pingsan di sana?" tanya Heris.Aleya langsung membekap mulut pria itu. "Gak usah banyak tanya. Kamu harus istirahat!"Heris mengerjapkan matanya berulang kali. Ia menoleh ke

  • Kembaran Sang CEO   09. Darah di Ventilasi Udara

    Aku melakukan kesalahan.Heris menangkup wajahnya dengan kedua tangan. Ia tidak menyangka kalau Aleya berani melakukan hal tersebut. Padahal awal bertemu, ia yakin kalau wanita itu pemalu."Apa yang sudah ku lakukan?" Heris terkekeh berulang kali, lalu ia menghantamkan dahinya ke meja. "Sial, aku malah berciuman dengan dia."Klek.Heris menoleh ke arah pintu. Nampak William yang datang dengan senyum mencurigakan di wajahnya. Pria itu perlahan mendekat ke arah meja kerja Heris. Setumpuk berkas sudah siap di tangannya."Anda pasti bersenang-senang ya? Beritanya sudah menyebar ke seluruh penjuru," ujar William.Heris menaikkan kedua alisnya. "Berita apa?""CEO OBBY Company mencium wanita asing di lobby.""Tapi dia istriku," sanggah Heris."Lebih tepatnya, istri kakak Anda."Heris mengatupkan mulutnya rapat-rapat. Ia tidak bisa membantah ucapan William. Sebab memang kenyataan kalau Aleya bukan istrinya."Lalu bagaimana? Apa akan berdampak buruk?"William menggeleng pelan. "Kita hanya perl

DMCA.com Protection Status