Jerremy berjalan mondar-mandir di koridor rawat inap bagian kebidanan dan kandungan rumah sakit. Edwin yang mengamatinya berujar, "Tuan Muda, jangan khawatir. Aku rasa itu cuma tanda-tanda Ibu sudah mau melahirkan."Jerremy terkejut. Sudah mau melahirkan?Dia menoleh dan bertanya pada Edwin, "Kalau sudah mau lahir, perutnya sakit?"Edwin hanya bisa mengangkat bahu dengan tak berdaya. "Mana aku tahu, aku juga bukan wanita." Usai berkata, dia menambahkan, "Tapi yang kudengar, gejala ini memang gejala melahirkan. Lagian, perut Ibu sudah lumayan besar. Seharusnya memang sudah tiba waktu bersalin.""Jerry."Jerremy mendengar suara seseorang, dia pun menoleh. "Ibu, Ayah?"Claire dan Javier berjalan ke arah mereka. "Bagaimana keadaan Dacia?"Jerremy menunduk. "Masih di dalam ...."Saat ini, dokter berjalan keluar. "Yang mana pasangan Bu Dacia?"Jerremy lekas menyahut. "Aku."Dokter menatap Jerremy dengan tatapan serius. "Bu Dacia mungkin akan melahirkan dalam waktu beberapa hari ini. Tapi, ha
Merasa tidak tahan dengan sikap Jerremy, Dacia jadi tertawa. Dia menepis tangan Jerremy dan berkata, "Jangan melucu."Sementara itu, Jerremy menempelkan tangan Dacia di pipi Jerremy. "Habis perutmu lagi sakit. Aku terpaksa menghiburmu."Dacia dibuat tertawa lagi. "Terpaksa? Memangnya aku menyuruhmu menghiburku?"Jerremy menghela napas. "Sudah tidak menghiburku tadi, sekarang tidak mau aku hibur lagi.""Harus banget ya perhitungan sama ibu hamil? Apa kamu tidak bisa mengalah saja? Kesal sekali, rasanya anak ini juga hampir keluar saking kesalnya." Dacia hampir menangis saking kesalnya.Jerremy yang mendengarnya jadi tertawa. Dia beranjak dan duduk di tepi tempat tidur, lalu memeluk Dacia. "Iya, setelah anak kita lahir nanti, aku akan selalu mengalah padamu."Ucapan ini malah membuat Dacia mendorongnya. "Jadi kamu cuma peduli sama anak?"Sekali lagi, Jerremy mendekapkan Dacia ke dalam pelukan. "Bukannya kamu juga cuma peduli sama Clara dulu?"Dacia jadi terdiam.Jerremy memegang wajah Da
Manuel menjatuhkan kamera mereka, lalu menunjuk mereka sambil memaki, "Aku ingatkan, kalian tak perlu ikut campur urusanku! Enyah sekarang! Jangan sampai kuhajar!""Pak Manuel jadi marah karena merasa malu? Yang kami dengar, kekasihmu ini adalah psikiater dari istrimu? Sejak kapan kalian punya hubungan seperti ini?"Para wartawan itu mengabaikan peringatan Manuel. Setelah kameranya dirusak, mereka langsung merekam dengan ponsel.Koridor di rumah sakit dipenuhi orang-orang. Para dokter pun segera datang untuk membubarkan keramaian. Bahkan, pasien dan pendamping yang ada di kamar-kamar sebelah pun melihat ke sana."Apa yang terjadi di sana?""Aku dengar, ada pria yang membawa pelakor ke kamar pasien tempat istrinya dirawat dan berselingkuh dengan terang-terangan di sana.""Buat malu kaum pria saja. Bisa-bisanya dia melakukan hal terkutuk seperti ini!"Berita ini menyebar dengan cepat di internet. Tajuk "pria terkutuk berlaku tak senonoh dengan selingkuhan di kamar tempat istri dirawat" l
Ariel menyingkirkan tangan Jodhiva dan membuang muka. "Sudah kuduga, kamu memang berniat buruk."Jodhiva bingung, lalu menarik Ariel ke arahnya. "Masa mau mendapatkanmu itu berniat buruk?""Iya." Jawabannya terdengar keras kepala, tapi telinga Ariel malah memerah.Dia lalu melepaskan diri dari pelukan Jodhiva dan mengambil ponsel. "Aku rindu ayahku. Aku akan meneleponnya, jangan mendekat." Kemudian, Ariel pun buru-buru kabur tanpa menoleh.Jodhiva bersandar di kursi, tangannya memegang dahi, dan dia pun tertawa. Dia merasa lucu dengan wanita yang jual mahal ini.Di sisi lain, Mellisa mengurung diri selama dua hari. Telepon dan pesan singkatnya terus diteror dan dikirimi makian.Selama dua hari ini, dia meringkuk di sofa dan hampir tidak tidur. Keadaannya sungguh mengenaskan.Saat ini, kalau dia keluar rumah, para tetangganya juga akan memicing dan meludahinya. Tempat ini benar-benar sudah tidak bisa ditempati olehnya.Gara-gara Manuel, semua ini salahnya!Mellisa mengingatkan diri untu
Jerremy menerima susu itu dan membantu Dacia menuangkannya ke dalam gelas, lalu mengantarkannya ke hadapan Dacia.Setelah Dacia meminumnya, Jerremy lekas mengupas cokelat dan menyuapinya.Sebenarnya, Dacia agak takut dengan persalinan ini. Namun, sikap Jerremy yang terus sibuk mengurusnya membuatnya tertawa.Jerremy bingung melihatnya. "Kenapa tertawa?""Jelas-jelas yang sakit itu aku, kok kamu yang lebih gugup?""Kamu kelihatannya sakit sekali. Setelah anak ini lahir, kita jangan tambah anak lagi."Dacia tercengang. Dia tidak menyangka Jerremy akan berkata begitu.Pada dasarnya, pria tidak akan pernah memahami seberapa sakitnya proses persalinan seorang wanita. Bagi sebagian pria, sesakit apa pun itu, wanita memang harus melahirkan, bukan?Namun, ada berapa banyak pria yang bisa merasa simpati dan peduli dengan betapa takutnya wanita saat melahirkan untuk pertama kali?Di tengah lamunan Dacia, Jerremy menyela, "Lagi pikir apa?"Dacia tersenyum. "Terima kasih."Jerremy merapikan helaia
Jessie tercengang, lalu tertawa. "Aku menyuruhmu melihat aktingku, bukan lihat aku."Jules mencium pipi Jessie. "Aku lihat keduanya kok."Seketika, Jessie menunjukkan raut wajah usil, lalu memasukkan tangan dinginnya ke dalam baju Jules. Jules meringis dan segera menahan tangan Jessie. "Hei, sudah nakal ya sekarang?"Jessie memelas. "Habis tanganku dingin."Sambil memeluk Jessie, Jules menempelkan bibirnya di pipi Jessie. "Benaran dingin?"Jessie mengangguk.Jules pun berbisik di leher Jessie. "Kalau begitu, mau menghangatkan diri?"Menyadari situasinya, Jessie langsung menahan wajah Jules dan berucap dengan serius, "Ini tempat syuting, jangan macam-macam."Jules lantas tertawa. "Memangnya aku orang beginian?"Saat ini, ada pesan yang masuk ke ponsel Jessie. Dia pun terkejut setelah membaca pesan itu. "Dacia sudah melahirkan! Mereka punya putri sekarang!"Jules langsung memegang perut Jessie yang ramping. "Kalau begitu, kapan kita juga punya putri sendiri?"Wajah Jessie merona. "Ini ..
Jules berjalan ke arah mereka. "Aku tinggal, mobilnya muat satu orang lagi."Yusa buru-buru menolak. "Mana bisa? Pak Jules berangkat dulu bareng mereka.""Tidak apa-apa, aku tinggal saja, untuk bantu-bantu."Jessie juga menambahkan, "Aku juga tinggal di sini."Yusa berpikir keras, tapi awan yang menutupi langit sudah semakin gelap. Melihat tidak ada waktu untuk berpikir lagi, dia berkata dengan terpaksa, "Oke, deh."Ada dua orang kru yang juga tinggal di sana, sedangkan sisanya sudah pergi dengan mobil van Jessie.Jules duduk di kursi pengemudi bus yang bermasalah itu untuk memeriksanya. Sesaat kemudian, dia turun dan berkata, "Sepertinya kerusakan mesin. Badai saljunya sudah mau turun. Karena tidak ada tempat berteduh juga di sekitar, kita bermalam di dalam bus saja."Yusa menatap dua kru itu. "Ada cadangan makanan, 'kan?""Kita membawa roti dan minuman, seharusnya cukup untuk satu malam."Yusa mengangguk dan melanjutkan, "Baiklah. Kita tinggal di bus ini malam ini."Pada saat yang be
Hiro segera berdiri dan berseru, "Kapan badai saljunya akan berhenti? "Orang itu bergeleng. "Kami juga tidak tahu. Tapi, mereka berlima, juga ada sebuah mobil di lokasi syuting. Mereka seharusnya masih bisa melewati satu malam di mobil itu."Nadi di wajah Hiro berdenyut-denyut dan dia tidak lanjut berkomentar.Saat ini, Levin sontak tertawa dan memicingkan matanya ke arah aktris tadi. Dia berseru dengan sombong, "Waduh, benar-benar tamparan keras. Entah kenapa orang yang tadi bisa begitu percaya diri memprovokasi kita."Merasa sangat malu, aktris itu langsung pergi.Melihatnya, Levin pun menyilangkan tangan dan mendengus. Berani-beraninya orang itu sok mulia!Di tengah malam, salju yang turun semakin deras, angin pun bertiup kencang.Bus yang tertinggal itu tampak terang. Mereka cuma bisa bertahan dengan panas yang dihasilkan bus. Semua orang memakai mantel tebal dan berkumpul bersama.Dua kru itu sudah tertidur berdampingan, sedangkan Yusa yang duduk di samping mereka masih membaca n
Jules merangkul Jessie di dalam dekapannya. “Apa benar kamu tidak takut?”Jessie bersandar di dalam pelukannya. “Kamu juga nggak pernah lukai aku.”Dagu Jules bersandar di atas kepala Jessie. Dia pun tersenyum. “Kamu sudah mempertaruhkan nyawamu demi menemaniku. Apa mungkin aku tega untuk melukaimu? Jessie, ada yang ingin aku tanyakan sama kamu. Waktu itu, saat mereka menculikku ke Area Andes, apa kamu tidak takut ketika mengikutiku?”Jessie mengangkat kepalanya untuk menatap Jules. Senyumannya sangat lebar. “Aku nggak takut. Karena aku tahu ayahku pasti akan datang untuk menyelamatkan kita. Lagi pula, kamu juga bakal lindungi aku.”Jules tertegun sejenak, lalu menurunkan kelopak mata untuk menatapnya. “Aku melindungimu? Jelas-jelas kamu yang melindungiku?”Jessie berkata dengan tersenyum, “Sebenarnya aku juga nggak tahu kenapa aku bisa mengambil risiko untuk mengikutimu. Tapi setahuku, aku nggak menyesal.”Jules memeluk Jessie dengan erat, lalu menempelkan bibir di atas kening Jessie.
Yura tidak berbicara, tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan.Di sisi lain, Jules menghentikan mobilnya di depan Vila Laguna. Jessie menuruni mobil, lalu memandang vila dengan nuansa klasik dengan kaget. “Jangan-jangan vila ini ditinggalkan Kakek untuk kamu?”Jules mengangguk. “Vila ini tempat tinggal nenekku. Setelah dia meninggal, hak milik vila ini jatuh ke tangan kakekku. Kakekku tidak tega untuk melelangnya, makanya vila ini dibiarkan kosong.”Usai berbicara, Jules mengulurkan tangannya ke sisi Jessie. “Aku bawa kamu pergi jalan-jalan.”Jessie menggandeng tangan Jules dengan tersenyum, lalu bersamanya berjalan di taman bunga yang luas ini.Vila ini berjarak sangat dekat dengan istana. Dari sini, mereka bisa melihat jam di atas menara istana. Lokasi ini juga berada di pusat bisnis.Di dalam taman terdapat kolam buatan dan jembatan kecil, serta beberapa gazebo. Air mancur, patung, jalan setapak yang dikelilingi pohon phoenix, serta kebun mawar saling melengkapi di bawah sinar matah
Pintu diketuk. Hiro melihat dari celah jari tangannya. “Masuk.”Saat melihat Yura memasuki ruangan, Hiro pun merasa kaget. “Kenapa kamu ke sini?”Yura mengangkat kantongan plastik. Di dalamnya berisi camilan dan juga bir. “Aku khawatir kamu akan bosan. Jadi, aku datang untuk melihatmu.”Yura meletakkan botol bir di atas meja, lalu mengeluarkan camilan. “Pada saat seperti ini, kamu pasti ingin minum alkohol, ‘kan?”Hiro tersenyum datar. “Kamu sudah baca berita?”“Sepertinya selain orang buta, semuanya sudah membaca berita itu.” Yura membuka sekaleng bir, lalu menyerahkannya kepada Hiro.Hiro mengambil kaleng bir, lalu meminumnya.Yura duduk di seberang Hiro. “Apa lukamu sudah sembuh?”Hiro mengiakan dengan acuh tak acuh.Yura mengangkat kepala untuk menatap Hiro. Beberapa saat kemudian, dia pun berkata, “Jujur saja, aku merasa sudah seharusnya kamu melepaskan Jessie. Dia sudah menikah. Kamu juga nggak bisa mengubah kenyataan itu.”“Jadi?” Hiro memutar bola matanya. “Tujuan kamu kemari m
“Sebenarnya bukan, mungkin karena dia tidak ingin menambah rasa sedih setelah dia meninggal nanti. Meskipun kamu bertemu dia untuk yang terakhir kalinya, kamu juga tidak bisa mengubah apa pun. Kamu juga akan bersedih dan tidak bisa menerima kenyataan ini. Kalau dia melihatmu yang seperti itu, bisa jadi dia akan semakin merasa bersalah dan semakin tidak tenang lagi.”Dacia menurunkan kelopak matanya dan tidak berbicara. Beberapa saat kemudian, Dacia pun menunjukkan senyuman di wajahnya. “Terima kasih sudah menghiburku.”Di dalam vila, Daniel menyadari kepulangan mereka. Dia berdiri dengan perlahan. Saat dia menyadari kedua mata merah Dacia, dia yakin Dacia sudah mengetahui masalah kematian Raja Willie.“Dacia.”“Ayah, kamu nggak usah khawatir. Aku baik-baik saja.”Usai berbicara, Dacia membalikkan tubuhnya untuk naik ke lantai atas.Daniel menatap bayangan punggung Dacia yang menaiki tangga dengan raut cemas. Jerremy memalingkan kepalanya untuk menatap Daniel. “Tadi dia pergi ke istana.
Carly berjalan ke sisi Dacia. “Dacia, kamu … apa kamu baik-baik saja?”Dacia menggeleng. Saat ini, dia sudah tidak bisa berkata-kata lagi.Carly berusaha menenangkan Dacia di samping hingga kedatangan Jerremy. Jerremy menebak Dacia sudah mengetahui kabar itu. Itulah sebabnya dia bergegas ke akademi untuk mencari Dacia.Jerremy merangkul Dacia. “Terima kasih. Serahkan saja dia kepadaku.”Carly mengangguk.Jerremy membawa Dacia ke dalam mobil, lalu bergegas meninggalkan akademi. Dia membawa Dacia ke istana. Saat Dacia merasa bingung, kebetulan Jessie dan Jules berjalan keluar istana. “Dacia, beri penghormatan terakhir kepada kakekmu.”Dacia mengepal erat kedua tangannya, lalu bergegas berlari ke dalam istana.Saat ini, istana kedatangan banyak pejabat dan politikus dari seluruh penjuru. Jasad Raja Willie diletakkan di dalam kotak kaca. Raut wajahnya terlihat sangat santai, seolah-olah sedang tidur saja.Dacia muncul di depan aula, kemudian disusul dengan Jules. Dia melangkahkan kakinya p
Jules menatapnya. “Bagaimana kondisi tubuhmu?”Willie membalas dengan tersenyum, “Tidak apa-apa. Namanya juga sudah tua, wajar kalau sering sakit. Aku sudah bekerja selama bertahun-tahun. Aku selalu mendedikasikan diriku dalam urusan negara. Aku tidak merasa bersalah terhadap rakyatku, tapi aku merasa aku bersalah terhadap kalian.”Jules menggigit bibirnya dan tidak berbicara.Tatapan Raja Willie tertuju pada luar jendela. Tatapannya kelihatan datar. “Aku bersalah terhadap nenekmu, juga bersalah terhadap ibumu, kamu, dan juga Dacia.”Willie merasa sakit hati dengan perbuatan yang dilakukan ibunya Dacia. Bagaimanapun, Lidya juga adalah putrinya. Terlebih, sebenarnya Dacia juga tidak bersalah.Jessie memutar sedikit bola matanya. “Kakek, kamu mesti jaga kesehatanmu dengan baik. Jadi, kamu bakal punya kesempatan untuk menebus kesalahanmu. Dacia juga nggak bakal salahin kamu.”Ketika mendengar ucapan Jessie, Willie pun tersenyum. “Semoga saja seperti itu.”Willie mulai terbatuk-batuk. Jule
Jules merangkul pundak Jessie. Dia menggigit bagian yang sudah digigit Jessie tadi. “Emm, manis sekali, seperti aroma Jessie.”Wajah Jessie terasa panas. “Kamu … aku suruh kamu coba ubinya. Kenapa kamu sembarangan bicara, sih?”Senyuman di wajah Jules semakin lebar lagi. “Tadi kamu baru makan di rumah Kak Jerry. Sekarang kamu malah mau makan ubi.”“Putramu lagi lapar, bukan aku.”“Putra kita jago makan juga, sepertinya kelak dia akan menjadi bocah gendut.”Jessie mengusap perutnya sembari tersenyum. “Bisa jadi dia itu gadis gendut.”Jules mengesampingkan rambut Jessie. Dia melihat Jessie yang semakin rakus itu dengan tersenyum. “Tidak masalah. Aku suka dua-duanya.”Pada saat ini, ponsel Jessie tiba-tiba berdering. Dia mengambil ponsel, lalu melihat sekilas. Ternyata ada panggilan masuk dari Silvia.“Ibu?”Silvia berkata dengan tersenyum, “Sayangku, malam ini aku dan ayahmu tinggal di istana, tidak pulang ke rumah. Ingat bantu aku sampaikan kepada Jules. Oh, ya, kalau Jules berani menin
Jules tersenyum. “Mereka semua baik-baik saja. Bagaimana dengan Paman?”Daniel mengangguk sembari mengangkat gelas teh. “Aku juga baik-baik saja.”Jerremy berjalan menuruni tangga. Ketika melihat keberadaan Jules, dia pun berkata, “Pintar juga, datangnya saat jam makan.”Jessie mencondongkan kepalanya keluar dapur. “Jangan tindas suamiku!”Jerremy terdiam membisu.Daniel pun tersenyum, lalu mengalihkan topik pembicaraan. “Hari ini kita makan hotpot saja?”Jessie segera menimpali, “Iya, hotpot enak, kok!”Jules mengatakan, “Aku ikut istriku saja.”Saat Daniel hendak berbicara, Jerremy malah menunjukkan rasa tidak puasnya. “Masa makan ….”Dacia langsung berdeham.Jerremy berlagak merenung, lalu memiringkan kepalanya. “Iya, makan hotpot saja.”Senyuman di wajah Jessie semakin lebar lagi.Pada jam lima sore, meja makan sudah dipenuhi dengan bahan makanan, seperti daging sapi, daging ayam, daging ikan, daging udang, dan berbagai jenis sayur hijau. Bukan hanya itu saja, ada juga camilan di s
Jodhiva berjalan keluar. “Apa kamu tidak pernah berendam?”“Nggak ada musim dingin di Pulau Persia. Siapa juga yang akan berendam?” Ariel menoleh. Ketika melihat Jodhiva hanya membungkus setengah tubuhnya dengan handuk, dia segera mengalihkan pandangannya.Jodhiva berjalan ke belakang Ariel, lalu mengulurkan tangan untuk memeluk Ariel. “Bukannya kamu mau berendam air panas?”Ariel menarik napas dalam-dalam. “Aku memang mau berendam, tapi kamu malah menggodaku.”Jodhiva pun tersenyum. “Sekalian.”Usai berbicara, Jodhiva langsung menggendong Ariel.Ariel memeluk leher Jodhiva sembari memejamkan matanya. “Jangan ceburin aku!”Jodhiva membawanya turun ke dalam pemandian air panas. Seiring dengan suara “byur”, air memercik ke segala arah. Ariel muncul ke permukaan. Rambut panjangnya yang basah menempel di punggungnya.Ariel mengusap air di wajahnya dan berteriak, “Dasar berengsek!”Jodhiva memeluk Ariel di dalam pelukannya. “Ariel.”Ariel hanya merasa jari tangannya terasa dingin. Dia pun t