Hiro segera berdiri dan berseru, "Kapan badai saljunya akan berhenti? "Orang itu bergeleng. "Kami juga tidak tahu. Tapi, mereka berlima, juga ada sebuah mobil di lokasi syuting. Mereka seharusnya masih bisa melewati satu malam di mobil itu."Nadi di wajah Hiro berdenyut-denyut dan dia tidak lanjut berkomentar.Saat ini, Levin sontak tertawa dan memicingkan matanya ke arah aktris tadi. Dia berseru dengan sombong, "Waduh, benar-benar tamparan keras. Entah kenapa orang yang tadi bisa begitu percaya diri memprovokasi kita."Merasa sangat malu, aktris itu langsung pergi.Melihatnya, Levin pun menyilangkan tangan dan mendengus. Berani-beraninya orang itu sok mulia!Di tengah malam, salju yang turun semakin deras, angin pun bertiup kencang.Bus yang tertinggal itu tampak terang. Mereka cuma bisa bertahan dengan panas yang dihasilkan bus. Semua orang memakai mantel tebal dan berkumpul bersama.Dua kru itu sudah tertidur berdampingan, sedangkan Yusa yang duduk di samping mereka masih membaca n
Malam bersalju terasa begitu hening, juga begitu riuh. Saat semua orang sudah tidur, hanya Jules yang masih terbangun.Dia menunduk untuk melihat Jessie yang ada dalam pelukannya. Jarinya mengelus pelan helaian rambut yang ada di wajah Jessie. Jessie yang tertidur di dalam pelukan Jules sedikit bergerak, tapi tampak sangat nyenyak. Melihatnya, Jules tersenyum, lalu memeluknya dengan erat.Jules jadi teringat dengan momen di Andes dulu, saat Jessie bersikeras menemaninya dengan mengabaikan bahaya yang melanda. Sifat wanita ini selalu membuat orang jadi memedulikannya, baik itu dulu maupun sekarang.Dan justru karena itulah, Jules selalu merasa tidak tenang karenanya.....Di rumah sakit Ibu Kota.Dacia baru terbangun di malam hari. Dia ingin turun dari tempat tidur, tapi ditahan oleh Jerremy. "Jangan bergerak, kamu harus istirahat."Dacia merasa tidak berdaya. "Tapi, aku mau ke toilet."Tanpa basa-basi, Jerremy mengeluarkan pispot dari bawah tempat tidur.Merasa sangat canggung, Dacia m
Yusa mengangguk.Sekitar pukul setengah sembilan, tim penolong tiba di tempat. Mereka meninggalkan lokasi syuting dan sampai di penginapan yang ada di kaki gunung. Melihat mereka, semua kru pun menghela napas lega.Levin berjalan mendekat. "Akhirnya kalian kembali, aku khawatir semalaman."Jessie berdiri dengan tangan di belakang dan berlagak tenang. "Apanya yang perlu dikhawatirkan? Cuma badai salju."Levin malah tertawa. "Aku rasa, kalau suamimu menemani, kamu bahkan tidak takut kiamat, 'kan? "Setelah mereka kembali ke kamar untuk mandi dan mengganti pakaian, semuanya pun menikmati sarapan di restoran.Secangkir air tahu yang hangat membuat jiwa Jessie hidup kembali. Minuman ini sungguh membuat lambungnya terasa nyaman.Pada saat ini, Levin menenteng sarapannya dan duduk di seberang Jessie. Dia memperhatikan sekitar. "Suamimu tidak ikut makan sarapan?"Sambil makan mi, Jessie menjawab, "Dia makannya di kamar, bareng Pak Yusa.""Jessie."Gerakan Jessie terhenti. Begitu menoleh, dia m
Wajah Mutya langsung muram. "Apa hubungannya sama Hiro? Hiro tidak sebodoh itu, bisa suka sama wanita bersuami yang masih tebar pesona di sana sini."Kedua aktris itu cuma tertawa tanpa melanjutkan.Usai makan sarapan, Jessie dan Levin meninggalkan restoran. Keduanya berdiri di depan lift. Setelah orang-orang dari dalam lift keluar, Levin menarik tangan Jessie yang sedang asyik bermain ponsel.Siapa sangka, gerakan ini difoto seseorang. Hingga keduanya masuk ke dalam lift.Sementara itu, di Ibu Kota.Dacia sedang mengunjungi bilik perawatan bayi untuk melihat anaknya. Hatinya terasa meleleh saat melihat sesosok kecil dalam ruang inkubator yang berjarak selembar jendela kaca darinya."Dacia."Dacia menoleh dan tercengang. "Tante?"Claire juga berjalan ke depan jendela. "Anaknya manis ya?"Dacia mengangguk. "Iya, manis."Claire menoleh ke arahnya. "Bisa melihat anak yang dilahirkan adalah momen terindah bagi setiap ibu. Aku rasa, kamu juga merasakannya, 'kan?"Bola mata Dacia bergerak-ge
"Anak nakal, kamu tidak suka?" Claire menyodorkan bayi dalam pelukannya ke arah Jerremy. "Coba sebut nama yang kamu mau ke hadapan putrimu. Kalau dia tertawa, kita pakai nama darimu. Tapi kalau dia menangis, namanya Jennie."Jerremy sedikit ragu. "Masa ... dia mengerti?"Ibunya melambai-lambaikan tangan. "Tidak perlu peduli dia mengerti atau tidak, coba saja."Melihat bayi kecil yang masih merah dalam bedung itu, Jerremy merasa sulit. Sebenarnya dia juga tidak pintar memberi nama untuk anak. Dia pun melihat ke arah Dacia.Dacia tertegun. "Jangan lihat aku, aku juga tidak kepikiran nama yang lebih bagus dari Jennie."Jerremy menyilangkan tangan. "Adik namanya Jessie, si bayi namanya Jennie. Namanya mirip amat, terlalu sederhana."Claire tertawa. "Siapa yang bilang Jennie itu nama lengkapnya? Itu cuma panggilan. Nama lengkapnya sudah kupikirkan, Eugenia Fernando."Jerremy langsung menyela, "Eustacia!"Claire merasa heran.Dacia menekan dahi. "Daripada Eustacia, mending Eugenia. Menurutku
Keesokan harinya, Siska memberikan semua bukti kepada pengadilan. Gugatan seperti perselingkuhan, kekerasan dalam rumah tangga, bahkan pemaksaan cerai tanpa pembagian harta dengan skema menculik anak kandung sendiri diajukan Siska untuk bercerai dengan suaminya.Johnson juga memberikan informasi penting kepada pengadilan, yaitu bukti perencanaan pembunuhan Manuel terhadap istrinya.Hal ini di luar dugaan Siska. Dia tertegun. "Dia ... mau membunuhku?"Johnson mengangguk. "Waktu Ibu jatuh pingsan di rumah Mellisa, Pak Manuel tidak berencana menolong Ibu, melainkan mau mencelakai Ibu dan menghilangkan barang buktinya. Kalau bukan karena ada saksi yang menolong Ibu begitu mendengar keributan, Ibu mungkin sudah tidak di sini sekarang."Siska merasa ngeri. Pria seperti apa yang sudah menjadi suaminya selama ini?Pendampingnya selama ini ternyata ingin membunuhnya demi seorang pelakor.Awalnya, Siska berencana menyerah soal pembagian harta itu. Asalkan bisa bercerai, tidak mendapatkan pembagi
Clara mengimpitkan bibirnya dan berkata, "Tapi, aku duluan yang menyentuhnya."Anak perempuan itu berkacak pinggang dengan sombong. "Aku tidak peduli, aku duluan yang suka sama baju ini. Aku lebih besar darimu, jadi kamu harus mengalah dari Kakak."Saat Clara merasa bingung, seorang wanita mendekati mereka. "Grace, tidak boleh begitu!"Grace menoleh dan berujar, "Ibu, aku duluan yang memilih baju ini, aku suka yang ini!"Cherry merasa tidak berdaya, lalu membungkuk untuk menatap Grace. "Sekalipun begitu, kamu tidak boleh bilang anak ini harus mengalah padamu karena kamu kakak. Ini tidak sopan."Grace menunduk dan memasang wajah cemberut.Cherry melihat Clara. "Adik Kecil, kamu juga suka baju ini?"Clara mengangguk dengan pelan.Cherry tersenyum dan memanggil pramuniaga. "Apa setelan ini ada dua?"Pramuniaga itu menjawab dengan canggung, "Maaf Bu, ini stok yang terakhir."Setelan ini dibuat berdasarkan ide dari dongeng "Gadis Berkerudung Merah". Baru saja dipasarkan, setelan ini langsun
Jodhiva berbalik, lalu tersenyum. "Tante Cherry?"Cherry yang menggandeng Grace berjalan mendekat. "Oh, ternyata Jody."Saat ini, jendela mobil tidak ditutup. Grace melihat Clara yang duduk di dalam mobil. "Itu adik tadi, 'kan?"Jodhiva mengelus kepala Grace. "Grace, kamu kenal Clara?"Grace mendongak menatap Jodhiva. "Clara itu namanya? Tadi kami bertemu waktu aku berjalan di mal bersama Ibu." Kemudian, Cherry menceritakan kejadian tadi ke Jodhiva. Jodhiva menatap Clara dan tersenyum. "Clara hebat." Pujian itu membuat Clara merasa tidak enak hati.Cherry juga tertawa. "Rupanya Clara itu keponakan Dacia? Pantas aku langsung suka waktu melihatnya."Orang-orang di Ibu Kota tahu bahwa Dacia punya seorang keponakan, termasuk Cherry. Tidak disangka, Cherry bertemu dengannya di mal. Mereka cukup berjodoh.Lalu, pandangan mata Cherry mendarat pada Ariel. "Jangan-jangan kamu ini Ariel?"Ariel tercengang. "Tante kenal aku?"Ariel merasa takjub ada yang mengenalnya padahal dirinya baru sampai d
“Oh, ya, di mana Kak Ariel?” tanya Bastian.Jodhiva membalas, “Dia lagi temani ayahnya untuk jalan-jalan. Sekarang aku juga mau nyusul ke sana. Aku permisi dulu.”Usai berbicara, Jodhiva meninggalkan tempat.Bastia berdecak sembari menggeleng. “Orang yang sudah punya istri memang berbeda.”“Kamu ngomongnya seolah-olah kamu nggak sama dengan dia.” Yura juga meninggalkan tempat.Bastian meletakkan gelasnya, lalu mengikuti langkah Yura. “Hei, kenapa kamu malah meninggalkanku. Tunggu aku.”Claire berhenti di hadapan Javier. Javier menggandeng tangannya. “Sudah selesai mengenang masa lalu?”“Menurutmu? Bukannya sore nanti, kamu dan Ayah akan pergi ke Kediaman Keluarga Tanaka?”Javier tersenyum. “Aku lagi menunggumu untuk makan di sana.”Roger berjalan di sisi Izza, lalu menatap mereka. “Tuan Javier, Nyonya Claire. Kalau begitu, kamu pergi cari Ayah Angkat dulu.”Javier mengangguk. Dia merangkul pundak Claire, lalu berjalan ke koridor. Cahaya matahari dipantulkan ke sisi jendela. Bayangan d
Jessie tersenyum lebar. “Kalau begitu, aku akan mengenakan mahkota ini saat pernikahanku nanti. Anggap saja sebagai iklan desain ibuku.”Jules memeluk Jessie dari belakang. “Yang penting kamu suka.”…Anggota Keluarga Fernando baru tiba di Negara Hyugana dua hari sebelum resepsi pernikahan. Mereka tinggal di hotel yang dipesan Jules. Seluruh hotel ini telah dipesan oleh anggota keluarga kerajaan untuk menjamu para hadirin.Keluarga Chaniago dan Keluarga Kenata juga telah datang. Tobias juga tidak absen. Bahkan Shinta, Erin, Levin, dan Samuel yang berasal dari dunia hiburan juga telah datang. Tentu saja, Yura dan Bastian juga masuk dalam daftar undangan.Claire tiba di restoran. Pelayan membawanya ke dalam ruangan VIP. Ketika melihat pria yang duduk di dalam sana, dia pun tersenyum. “Ayah Angkat.”Owl memutar tubuhnya dengan perlahan. Sudah bertahun-tahun mereka tidak bertemu. Owl masih seperti dulu saja, tapi tubuhnya kelihatan lebih kurus dari sebelumnya. Claire langsung maju untuk m
Orang lainnya juga ikut tersenyum.Menjelang malam, seluruh kota diselimuti dengan cahaya lampu neon. Setelah Jessie dan Jules menyelesaikan makan malam, mereka pun kembali ke Kompleks Amara.Jessie baru selesai mandi. Rambutnya pun masih basah. Jules mengambil handuk dari tangan Jessie, lalu membantunya untuk mengeringkan rambut.Saat ini, Jessie duduk di depan meja rias sembari menatap orang di dalam cermin. Senyuman merekah di atas wajahnya. “Kak Jules, aku sangat menantikan resepsi pernikahan kita.”“Oh, ya?” Jules mengusap rambut lembut Jessie. “Aku juga menantikannya.”“Aku merasa hidupku sangat sempurna karena bisa menikah dengan orang yang paling aku cintai, apalagi bisa bersama orang yang aku cintai berjalan ke jenjang berikutnya.”Jules pun tertawa, lalu membungkukkan tubuhnya untuk berbisik di samping telinga Jessie. “Apa kamu tahu, keinginan dalam hidupku juga sudah terwujud.”Jessie menoleh untuk menatapnya. “Keinginan apa?”Jules berbisik di samping telinga Jessie, “Menik
Hiro mengiakan.“Setelah di luar beberapa saat, kamu menjadi semakin dewasa saja.” Naomi menepuk-nepuk pundaknya. “Semoga kamu bisa semakin baik lagi.”Hiro hanya tersenyum dan tidak berbicara.…Dalam sekejap mata, akhirnya telah sampai ke akhir bulan. Liburan Jessie dan yang lain sudah berakhir. Mereka pun kembali ke ibu kota.Claire dan Javier berdiri di depan halaman untuk menunggu mereka. Setelah mereka menuruni mobil, Jessie langsung berlari ke sisi mereka. “Ayah, Ibu!” Dia langsung memeluk kedua orang tuanya.Javier mengusap kepala Jessie dengan tidak berdaya. “Padahal kamu sudah dewasa, masih saja minta dipeluk.”Senyuman di wajah Jessie semakin lebar lagi. “Tapi, di mata kalian, selamanya aku itu anak kecil!”Claire tersenyum tipis. Dia menatap beberapa orang yang berjalan kemari. “Baguslah kalau kalian bermain dengan gembira. Ayo, kita ke dalam dulu. Nanti malam kita makan bersama.”Setelah Dacia dan Ariel memasuki rumah, mereka duluan naik ke lantai atas untuk melihat anak.
Jules menatap mereka. “Kebetulan sekali kalian juga ada di sini.”Yura membalas, “Aku dan Bastian memang ada di sini. Setelah lihat unggahan Jessie, aku baru tahu ternyata kalian juga di sini.”Jessie membawanya ke tempat duduk. “Kalau begitu, kita tinggal beberapa hari bersama.”Setelah Bastian duduk, Jodhiva memperkenalkannya kepada Dacia dan Jessie. “Ini adik iparku, Dacia, dan adikku, Jessie.”“Aku pernah bertemu mereka di pernikahanmu.” Bastian masih mengingatnya. Dia pun berkata, “Adikmu itu satu sekolah dengan istriku. Istriku sering mengungkitnya.”Yura menatapnya. “Istrimu? Belum pasti aku akan menjadi istrimu.”Kening Bastian berkerut. “Kita saja sudah tunangan. Apa kamu masih bisa menikah sama orang lain?”Semua orang pun tertawa. Hanya Jessie saja yang terbengong. “Tunangan apaan? Yura, kamu sudah tunangan?”Yura berdeham ringan. “Aku lupa beri tahu kamu.”“Kamu nggak setia kawan banget, sih. Malah nggak beri tahu aku. “Jessie mencemberutkan bibirnya. Dia benar-benar tidak
Bos pemilik permainan berkata, “Dua puluh ribu diberi tiga kesempatan.”“Mahal sekali? Dua puluh ribu hanya diberi tiga kali kesempatan saja?” Dacia merasa sangat tidak menguntungkan.Bos mengangkat kepalanya. “Ini sudah paling murah. Tempat lain malah tiga puluh ribu.”Jessie menarik Dacia. “Dua puluh ribu juga nggak masalah. Nggak gampang bagi mereka untuk berbisnis. Kita juga cuma main-main saja.”Seusai berbicara, Jessie mengeluarkan uang tunai sebesar empat puluh ribu kepada bos. “Berarti enam kali kesempatan, ya.”Bos menyerahkan enam gelang kepada Jessie. Jessie menyukai sebuah gelang. Dia tahu gelang itu hanya barang KW, tapi kelihatannya sangat cantik. Jessie melempar ke sana, tetapi dia tidak berhasil mendapatkannya.Setelah melempar dua kali lagi, Jessie masih saja tidak berhasil mendapatkan targetnya. Sekarang hanya tersisa tiga kali kesempatan.Ketika melihat Jessie putus asa, Ariel pun mengambil sisa gelang dari tangan Jessie. “Coba lihat aku.”Ariel melirik tepat ke sisi
Larut malam, kota kuno ini terasa sunyi dan hening, hanya suara serangga yang bergema di antara rerumputan.Sebuah lampu menerangi rerumputan di luar tenda, menambah suasana menjadi semakin hening dan tenang.Jessie membalikkan tubuhnya masih belum tertidur. Saat sebuah tangan panjang merangkul pinggangnya, lalu memasukkan Jessie ke dalam pelukannya. “Tidak bisa tidur?”“Emm.” Jessie bersandar di dalam pelukannya. “Kak Jules, aku ingin ke toilet, tapi aku nggak berani.”Jules mencium kening Jessie. “Biar aku temani.”Mereka berdua berjalan keluar tenda. Jules mengeluarkan senter, lalu berjalan bersama Jessie. Saat mereka tiba di depan pepohonan, Jessie membalikkan tubuhnya untuk menatap Jules. “Tunggu aku di sini.”Jules mengangguk. “Panggil aku kalau ada apa-apa.”Jessie berjalan ke dalam pepohonan, tetapi dia juga tidak berani berjalan terlalu jauh.Setelah buang air, Jessie segera keluar dan memeluk lengannya. “Selesai.”Jules mengulurkan tangan untuk merangkul Jessie.Setelah kemba
Jodhiva juga tersenyum. “Cepat juga, tapi masih tergolong pagi.”Jessie menyandarkan kepalanya di atas paha Jules sembari memandang langit. Beberapa saat kemudian, dia bertanya, “Kenapa rasanya bakal turun hujan?”Orang-orang langsung melihat ke sisi Jessie.Jerremy menarik napas dalam-dalam. “Kamu jangan sembarangan bicara.”Dacia memandang ke atas langit. Langit memang kelihatan cerah, tetapi malah kelihatan mendung di bagian atas gunung. “Mungkin cuma mendung saja?”Sudah jam segini, tapi matahari masih belum menampakkan diri. Seharusnya hanya mendung, tidak sampai tahap turun hujan.Ariel berkata, “Ramalan cuaca hari ini tidak mengatakan akan turun hujan hari ini. Aku merasa seharusnya tidak akan turun hujan.”Kecuali, ramalan cuaca tidak akurat!Beberapa orang tinggal sejenak. Jules merasa ada tetesan air di wajahnya. Dia mengusap sejenak. “Eh, turun hujan, deh.”Ariel duduk di tempat. “Apa?”Jessie menunjukkan senyuman canggung di wajahnya. “Firasatku mengatakan bakal turun hujan
Yang lain juga sudah setuju.Setelah masakan disajikan, Jessie melihat makanan berwarna putih dengan berbentuk seperti kipas. Dia bertanya pada bos, “Apa ini?”Bos memperkenalkan dengan tersenyum, “Ini namanya ‘milk fan’, terbuat dari susu. Karena warnanya putih dan agak transparan, ditambah bentuknya seperti kipas, makanan ini pun diberi nama ‘milk fan’.”Ariel mencicipinya. “Emm, rasanya enak juga.”Dacia dan Jerremy juga telah mencicipinya. Rasanya memang cukup enak.Setelah masakan selesai dimasak, Bos pun menyajikan ke atas meja. “Ini adalah mie beras dengan ditaburi ayam dingin dan berbagai bahan tambahan. Ayam dimasak dengan bumbu khas, lalu disiram dengan saus buatan sendiri, minyak cabai, minyak lada hitam, dan ditambahkan kenari panggang. Ini adalah salah satu makanan khas daerah kami. Biasanya para wisatawan juga sangat menyukainya.”Jessie mencicipi sesuap. Ariel pun bertanya, “Gimana rasanya?”Jessie mengangguk, lalu menyantapnya dengan suapan besar.Yang lain juga ikut me