Jerremy menepis tangan Dacia, lalu melempar luarannya ke samping. Dia berjalan ke dalam kamar mandi.Dacia duduk terkaku di atas ranjang. Dia menggigit erat bibir bawahnya. Ketika mendengar suara air mengalir dari dalam kamar mandi, tangannya spontan meremas selimut.Ternyata Jerremy masih membenci Dacia.Tiga tahun lalu, Jerremy menghadiahkan kalung untuk Dacia, lalu mencium bibirnya. Apa maksud dari perlakuannya waktu itu?Jerremy membungkus tubuhnya dengan jubah mandi, lalu berjalan keluar kamar mandi. Air di rambut basah Jerremy menetes ke tubuhnya. Dia mengeringkan rambutnya dengan handuk, kemudian memalingkan kepala untuk melihat Dacia.Dacia melipat kakinya bersandar di atas ranjang. Dia kelihatan sangat muram bagai menerima siksaan saja.Apa Dacia merasa tersiksa? Heh! Dia hanya sedang bersandiwara saja.Jerremy meletakkan handuk ke atas meja, lalu berjalan ke sisi ranjang. “Kamu tidak mandi?”Dacia tersadar dari bengongnya. Dia tidak melihat Jerremy. “Nggak.”“Kotor.”“Kalau k
Levin melipat kedua lengan di depan dada. “Bukannya hanya hafal naskah? Gampang!”Jessie sudah selesai merias wajahnya. Dia mengambil naskah sembari berjalan ke sisinya. “Kalau begitu, coba kita latihan duku?”“Untuk apa latihan?”Jessie langsung memukul Levin dengan buku naskah. “Hari ini ada adegan aku dengan kamu. Kalau kamu sembarangan, aku akan pukul kamu.”Levin menghindar, lalu menunjukkan senyum menyeringai. “Oke, oke! Bukannya cuma latihan saja? Nggak sulit bagiku!”Lima belas menit kemudian, Jessie sungguh emosi ketika melihat akting berlebihan Levin. Saking emosinya, dia langsung membuang naskah di tangannya. “Levin, sebenarnya kamu sudah baca naskah belum, sih?”Levin memungut naskah untuk membaca sekali lagi. “Jangan pukul aku! Aku hanya lupa saja!” Saat Levin berlari keluar ruangan, dia tak sengaja menabrak seseorang.Dacia yang ditabrak pun terhuyung-huyung ke belakang. Dia hampir menabrak kotak properti yang diletakkan di koridor. Levin segera menariknya. “Hati-hati!”
Justru karena Levin juga, dia baru menerima tawaran syuting ini.Sekarang pria yang disukainya malah menjadi “pengawal” Jessie saja. Apa mungkin dia tidak marah?Asisten dapat menyadari ada yang aneh dengan dirinya. Dia pun bertanya, “Kak Kerin, ada apa?”“Bukannya si Jessie itu hanya mendapat penghargaan aktris terbaik? Apa ada yang perlu dibanggakan? Bahkan, pria idamanku juga bersedia untuk mengikutinya ke mana-mana. Seandainya dia bukan berasal dari Keluarga Fernando, siapa juga yang bakal menghormatinya?” Kerin sungguh marah saat ini. Dia tidak sanggup membaca naskahnya lagi.Asisten merasa tidak berdaya. “Siapa suruh dia punya latar belakang keluarga yang hebat? Mana mungkin juga bisa dibandingkan dengan kita? Lagi pula, Levin dan Jessie itu sama-sama berasal dari kalangan kelas atas, bukannya wajar kalau merasa bisa berteman?”Kerin memelototi asistennya sekilas. “Jadi, kamu juga merasa Jessie serasi sama cowok idamanku?”Asisten segera melambaikan tangannya. “Aku nggak bermaksu
Di sisi lain, Kerin berjalan ke lokasi syuting dengan gembira. Dia ingin melihat Jessie dimarah lantaran telah mengganggu jadwal syuting.Siapa sangka, Kerin malah menyadari Jessie sedang syuting adegan lain dan tidak kelihatan batang hidung Levin. Seketika Kerin merasa syok. Dia segera bertanya pada kru, “Bukannya hari ini syuting adegan Jessie dan Levin? Kenapa aku nggak nampak Levin?”Kru itu membalas, “Tuan Levin lagi sakit perut, dia tidak enak badan. Jadi, dia lagi istirahat.”Sakit perut ….Kerin tertegun di tempat. Kakinya seketika terasa lemas.Kenapa bisa seperti ini? Jangan-jangan kopi yang Kerin taruh obat cuci perut itu bukan untuk Jessie, melainkan untuk Levin sendiri?Tadinya Kerin mengira kopi itu pasti untuk Jessie. Itulah sebabnya dia sengaja menaruh dosis besar. Menjengkelkan sekali! Semua ini gara-gara Jessie!Selesai syuting, Jessie bersama Dacia pergi mengunjungi Levin. Raut wajah Levin masih kelihatan pucat. Perutnya juga tak berhenti berbunyi. “Pasti ada masalah
Claire tersenyum. “Awas!”Di dalam halaman, Jessie melepaskan tangan Jules, lalu membalikkan tubuhnya. “Kenapa kamu nggak beri tahu aku kalau kamu akan ke rumah?”Jules menyelipkan rambut Jessie ke belakang telinga. Dia pun tersenyum tipis. “Apa aku sudah mempermalukanmu?”“Bukan!” jelas Jessie, “Gimana kalau aku lagi nggak di rumah? Nanti Ayah pasti akan persulit kamu.”Jules tertegun sejenak, lalu menunduk. Senyuman di wajahnya semakin lebar lagi. “Apa aku tipe orang yang takut dipersulit?”Jessie menggeleng. “Kamu nggak tahu malu.”Kali ini, Jules langsung tertawa. “Baguslah kalau kamu sadar.”Pelayan yang melewati melihat ke sisi paviliun sekilas. Mereka berdua yang berdiri bersama itu kelihatan sangat serasi.Jessie memalingkan kepala menatap ke sisi Jules. Jelas-jelas baru tiga tahun mereka tidak berjumpa, sepertinya Jules semakin memesona saja. Bukan hanya tampan saja, Jules juga unggul, apalagi jago gombal dan sangat lembut. Wanita mana yang tidak suka dengan pria seperti ini?
Jules bersandar di dinding dengan malas. “Tuan Jerry pulangnya malam sekali.”Jerremy tertegun sejenak. Raut wajahnya kelihatan datar. “Kamu masih belum pergi?”Jules tersenyum. “Aku nginap di sini.”Tatapan Jules seketika tertuju pada dasi miring Jerremy dan juga bekas gigitan di dalam kerah kemeja. Ujung bibir Jules melengkung ke atas. “Perkembangan Tuan Jerry dan adik sepupuku cukup cepat juga.”Kening Jerremy berkerut. Dia tidak berbicara.Jules berjalan mendekati Jerremy, lalu berhenti di belakangnya. “Apa kamu serius?”“Tidak ada hubungannya sama kamu.” Jerremy langsung berjalan ke dalam kamar.Jules menatap bayangan punggung yang semakin menjauh. Dia menyipitkan matanya, seolah-olah dapat membaca isi hati Jerremy saja.Keesokan harinya, di lokasi syuting.Levin sudah mengonsumsi obat dan istirahat semalaman. Akhirnya dia pulih kembali. Dia sedang duduk di samping mobil karavan. Dia tidak bisa fokus dalam membaca naskah, melainkan terus mencari sesuatu dari dalam kerumunan.Kerin
Raut wajah Kerin berubah muram. Apa hubungan mereka sudah seakrab itu?Jessie melirik Levin sekilas. “Apa ada yang perlu kamu banggakan? Kapan kamu akan mendapat penghargaan aktor terbaik untuk membalas budi Samuel?”Levin memalingkan wajahnya. “Aku tidak mengejar hal seperti itu. Aku hanya ingin hidup tenang.”Ujung bibir Jessie berkedut. “Apa kamu sudah kecanduan untuk menjadi orang nggak berguna?”“Nona Jessie, kenapa kamu malah bilangin Kak Levin orang nggak berguna?” Kerin berusaha untuk membelanya. “Apa salah kalau Kak Levin nggak berbakat? Dia juga sudah sangat berusaha. Aku percaya sama Kak Levin.”Setelah Kerin begitu membela Levin, bisa jadi Levin akan merasa berterima kasih kepadanya. Lihatlah! Orang yang benar-benar memahami Levin hanyalah Kerin.Jessie mengamati Kerin. Setelah bergabung ke lokasi syuting, dia jarang berhubungan dengan Kerin. Kerin hanyalah pemeran pembantu, dia masih belum memulai syutingnya.Namun, Jessie hanya sedang mengobrol dengan Levin saja. Sejak ka
Jessie meringis kesakitan. Lengannya yang dicambuk itu bagai terbakar saja. Dia menarik napas dalam-dalam. Raut wajahnya kelihatan pucat. Pundaknya juga agak gemetar.Orang-orang di sekitar masih tidak menyadarinya. Jessie juga tidak menghentikan proses syuting. Sutradara menjerit “cut”, lalu berdiri. “Bagus! Sudah lewat.”Dacia dan kru yang lain maju untuk memapah Jessie. Dacia tak sengaja menyentuh bagian luka di lengan Jessie, dia pun merintih.Pada saat ini, Dacia bertanya, “Jessie, apa kamu baik-baik saja?”Jessie melambaikan tangannya.Kru lokasi syuting mengeluarkan bantalan dari punggung Jessie. Hingga saat ini, Jessie masih belum memberi tahu masalah luka di lengannya. Dia mengikuti Dacia untuk pergi mengganti pakaian.Saat berada di dalam ruang ganti, Jessie melepaskan pakaiannya. Tampak bekas memar di atas lengannya. Lengannya telah dicambuk beberapa kali. Sekarang Jessie merasa lengannya terasa kebas.Dacia membuka pintu ruangan. Ketika melihat bekas memar di lengan Jessie