Tidak terlihat ekspresi apa pun di wajah Jules. Dia masih bersikap tenang seperti biasanya. “Kamu cukup percaya diri.”Hillary tersenyum, lalu mendekatinya. “Tentu saja aku percaya diri. Jules, selain latar belakang keluarga yang dimiliki Jessie, dia nggak bisa bantuin kamu apa-apa. Berbeda sama aku, aku bisa melakukan apa pun demi kamu. Suatu hari nanti, kamu akan menyadari keunggulanku.”Saat Hillary hendak memeluk Jules, Jules langsung menepisnya. Alhasil, Hillary pun jatuh ke lantai. Dia mengangkat kepalanya dengan syok, kemudian berpapasan dengan tatapan dingin Jules. Bulu kuduknya spontan merinding.Jules menunduk untuk menatapnya. “Kamu kira setelah kamu menjadi cucu angkat kakekku, kamu diperbolehkan untuk menyentuh batas kesabaranku?”Hillary menggertakkan giginya. “Batas kesabaranmu? Maksudmu Jessie?”Jules membungkukkan tubuhnya, lalu mencubit dagu Hillary. Dia berbicara dengan tersenyum sinis, “Sepertinya peringatan tidak berguna bagimu. Aku mesti ganti cara lain.”Sekujur
Jules melihat ke luar jendela. Tatapannya tertuju pada vila yang ditempati Jessie. Dia sengaja merahasiakan masalah dirinya ke Negara Biwana karena tidak ingin Jessie mengkhawatirkannya. “Semua masalah memang berisiko.”Derrick membalas, “Tapi Tuan Muda tidak perlu mengambil risiko itu. Nona Hillary telah menyinggung Nona Jessie. Keluarga Fernando pasti akan turun tangan.”Kali ini, Jules tersenyum. Tatapannya kelihatan tajam. “Aku memang tidak bisa dibandingkan dengan Tuan Javier. Tapi, aku juga tidak berencana untuk mengandalkan Keluarga Fernando. Aku bisa mengatasinya sendiri.”Dua hari kemudian, di akademi.Jessie dan Dacia sedang duduk di dalam kafe. Dacia sungguh kaget setelah mendengar masalah Jules dinas ke luar negeri. “Kenapa dia tiba-tiba ke luar negeri?”Jessie mengangkat-angkat pundaknya. “Bukannya semua pebisnis selalu dinas ke mana-mana? Orang tuaku juga seperti itu.”Dacia mendekati Jessie. Tiba-tiba ekspresinya kelihatan sangat serius. “Aku tanya satu pertanyaan sama k
Dacia yang sedang minum sup itu tersedak setelah mendengar omongan Jessie. “Biasanya aku juga nggak makan banyak.”“Kamu kurus banget. Kamu makan yang banyak.”“Berat badanku 55 kilogram. Kamu yang baru 45 kilogram malah bilang aku kurus?”Jessie tidak tahu bagaimana membalasnya. Dacia memiliki tinggi badan 1,7 meter. Berat badan 55 kilogram adalah berat badan ideal. Sementara, tinggi badan Jessie hanya 1,65 meter saja. Berhubung dia sangat peduli dengan penampilannya, dia pun tidak mengizinkan berat badannya melampaui 50 kilogram.Jodhiva mengangkat kepalanya menatap ke sisi Jessie. “Emm, kamu sudah kurusan.” Kemudian, Jodhiva meletakkan steak yang sudah selesai dipotongnya ke atas piring Jessie. “Kamu mesti naikin sampai 50 kilogram. Dengan begitu, kamu baru akan kelihatan lebih sehat.”Jessie menunjukkan ekspresi getirnya. “Kalau aku naik sampai 50 kilogram, itu namanya aku sudah gendut.”Raut wajah Jodhiva tidak berubah sama sekali. “Bukannya Dacia juga tidak gendut?”Jessie terdia
Jodhiva mengangguk. “Memaksa Jules untuk menikahimu termasuk caramu menghormati orang lain. Emm, cukup hormat juga.”Terlintas rasa gusar di dalam tatapan Hillary. “Itu masalah aku dengan Jules.”“Selama Jules masih pacaran dengan adikku, kamu tidak diperbolehkan untuk bersamanya. Aku tidak bisa menerima sedikit pun kotoran di dalam pandanganku. Apa kamu mengerti?”Jodhiva tidak berbicara keterlaluan, bahkan tidak meluapkan emosinya. Namun, setiap ucapannya itu cukup menusuk hati.Hillary mengepal erat kedua tangannya. Raut wajahnya kelihatan sangat muram. “Kalian lagi di Negara Hyugana, bukan lagi di Negara Makronesia. Meski Keluarga Fernando cukup berkuasa, kalian juga nggak boleh beronar di negara orang lain.”Tatapan Jodhiva tertuju pada dirinya. Dia menyipitkan matanya. “Kamu juga berasal dari Negara Biwana. Dari mana kamu punya keberanian untuk berbicara seperti ini?”Kali ini, Hillary tersenyum dingin. “Aku berbeda dengan kalian. Kedudukanku di keluarga kerajaan cukup agung. Aku
Tiba-tiba Jodhiva menyuruh sopir untuk menghentikan mobilnya. “Aku dan Jessie pulangnya naik taksi saja. Kamu pergi ikuti Dacia. Kamu mesti melihatnya sampai ke rumah dengan selamat.”Sopir mengangguk.Mereka berdua menuruni mobil. Jessie memalingkan kepala melihat ke sisi Jodhiva. “Kak, kamu memang baik sekali, ya.”Jodhiva mengusap kepala adiknya. “Kakak melakukannya karena Kakak tahu kamu sangat peduli dengan temanmu ini.”Jessie merangkul lengan Jodhiva, lalu menyandarkan kepala di atas pundaknya sembari tersenyum. “Kak Jody memang paling memahamiku.”Malam harinya, di Kediaman Keluarga Tanzil.Silvia sedang berada di dalam kamar. Dia tak berhenti menghubungi Jules, tetapi panggilan Jules tidak bisa terhubung.Hengky baru saja keluar dari kamar mandi. Dia sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk. “Ada apa?”Silvia membalikkan tubuhnya. Dia kelihatan cemas. “Hengky, kata Derrick, Jules lagi dinas. Tadi aku coba telepon Jules, tapi panggilannya tidak bisa terhubung.”Hengky pun te
Silvia melepaskan tangannya, lalu terhuyung-huyung ke belakang. Wajahnya yang pucat itu kelihatan muram.Pada saat yang sama, pelayan yang ditahan selama seminggu itu sudah dibebaskan. Dia berjalan keluar pintu kantor polisi. Jendela mobil yang diparkirkan tak jauh di sana tampak sedang diturunkan dengan perlahan. Orang yang duduk di dalam sana tak lain adalah Hillary.Pelayan disuruh untuk memasuki mobil. Begitu memasuki mobil, dia yang merasa panik itu memelas, “Nona Hillary, aku bersumpah aku tidak mengkhianatimu. Mohon lepaskan aku!”Hillary mengeluarkan sebuah amplop berisi uang dari tasnya. Dia menyerahkannya ke tangan si pelayan. “Aku tahu kamu nggak bakal khianati aku. Jadi, kamu pantas mendapatkan uang ini.”Pelayan mengambil amplop yang cukup tebal dan berat itu. Dapat diketahui bahwa isinya tidaklah sedikit.Hillary memalingkan kepala untuk melihatnya. Senyuman di wajahnya semakin lebar lagi. “Aku ingin kamu bantu aku satu hal lagi.”Si pelayan kelihatan syok. Dia segera me
Dokter menjawab, “Bu, aku sungguh minta maaf. Pasien yang mengidap kanker memiliki nama dan marga yang sama sepertimu. Suster salah mengambil laporan. Ayo, cepat turun.”Jessie berjalan menuruni jendela, lalu menarik sang dokter. Dia seolah-olah sedang menahan sesuatu. “Apa benar diagnosisnya salah? Kenapa aku merasa aku hampir mati!”Pertanyaan terakhir Jessie membuat dosen merasa kaget.Setelah dosen di bawah pentas membuka naskah awal, dia baru menyadari ternyata alur cerita kembali disambung!Dalam naskah aslinya, karakter Jessie memang adalah pasien kanker stadium akhir. Sesuai dengan alur cerita aslinya, dokter tidak salah diagnosis, melainkan hanya ingin menyelamatkan pasien dari aksi bunuh dirinya. Dia menenangkan pasien dengan mengatakan bahwa pasien masih bisa hidup lama dan bisa disembuhkan, sehingga muncul dialog selanjutnya.Namun, dokter tetap tidak berakting sesuai dengan naskah dan mencoba mendistraksi Jessie.Jessie bukan hanya mesti melakukan improvisasi dalam dialog
Jessie meremas koran itu dengan raut muram.Di ruang rapat Istana Luama.Para anggota dewan di kedua sisi meja sedang mendiskusikan berita tersebut. Suasana terasa sangat serius karena tergolong masalah besar.Tentu saja, ada banyak perbedaan pendapat. Di satu sisi, ada yang berpendapat ada yang sengaja merusak hubungan bisnis antar dua negara. Namun di sisi lain, ada juga yang mengira Negara Makronesia berniat untuk menyerang Negara Hyugana.Willie mengangkat termos dari tas meja, lalu menyesap teh dengan perlahan. Ruangan sangatlah ribut. Dia pun membanting termos ke atas meja dengan kuat. Ruang rapat menjadi hening dalam seketika.Jari tangan Willie saling bertautan. Ekspresinya kelihatan sangat serius. “Aku mengerti kekhawatiran kalian semua. Tapi hanya dengan berita ini, kalian malah berasumsi masalah berhubungan dengan politik. Sepertinya kalian terlalu gegabah dalam mengambil keputusan.”“Yang Mulia, semua ini memang tidak bisa membuktikan apa-apa. Tapi, memang sudah saatnya unt