Setelah pulang kerja, Widya pun pergi ke mal untuk memilih hadiah. Hanya saja, dia sungguh tidak tahu hadiah apa yang bisa diberikannya kepada Hendri. Dia pun mengeluarkan ponselnya, mengirim pesan kepada Melia.Namun balasan yang diterima Widya adalah merek-merek dari barang mewah. Widya juga tidak sanggup untuk membelinya. Sepertinya dia telah bertanya kepada orang yang salah.Widya melirik isi mal. Tatapannya seketika tertuju pada sebuah toko figurin.Tetiba Widya kepikiran dengan miniatur robot yang dikoleksinya. Seharusnya Hendri akan tertarik dengan barang-barang ini?Widya memasuki toko untuk mencari hadiah. Pramuniaga juga memperkenalkan dengan antusias tinggi. Widya mengatakan dia ingin membeli hadiah untuk seseorang. Akhirnya pramuniaga memahaminya. “Untuk kekasih, ya?”Tetiba Widya langsung tertegun di tempat. Kemudian, dia menjelaskan dengan terbata-bata, “Tentu saja bukan, hanya teman biasa saja.”Pramuniaga itu bagai tidak mendengarkan saja. Dia berjalan ke sisi rak. “Nam
Cherry dan Noni berjalan ke sisi Claire. “Tokoh utama pada malam hari ini adalah adik sepupumu. Kenapa dia masih belum menampakkan diri?”Claire pun tersenyum. “Sepertinya dia masih siap-siap.”Baru saja dibicarakan, Hendri pun sudah menampakkan diri. Orang yang berjalan di sampingnya adalah mantan manajer Agensi Pencari Bakat, Jivan.Dulu, Jivan dan Joseph adalah rekan kerja di Agensi Pencari Bakat. Dia telah mengetahui kabar meninggalnya Joseph dan juga perilaku dari petinggi Agensi Pencari Bakat. Hendri pun merekrutnya kembali bekerja di Agensi Pencari Bakat.Hari ini Hendri berpakaian agak formal. Dia kelihatan lebih dewasa daripada biasanya. Hanya saja, cara berpakaian seperti ini sangatlah tidak nyaman bagi Hendri.Claire berjalan ke sisinya, lalu merapikan dasinya. “Ini pertama kalinya kamu berpakaian seperti ini. Kamu nggak terbiasa, ‘kan?”“Emm, tidak terbiasa.”Hendri merasa ada yang aneh. Jivan yang berdiri di samping pun berdecak. “Masih ada banyak hal lagi yang akan membua
Orang-orang di sekitar spontan melirik ke sisi Widya. Widya merasa gugup lantaran takut akan dipergoki oleh Emir. “Nggak apa-apa.” Dia langsung berlari keluar.Pelayan memanggil Widya, tetapi dia tidak menoleh sama sekali.Sepertinya Hendri dapat mendengar suara Widya. Dia memalingkan kepalanya, lalu tampak ada sesosok bayangan tubuh yang meninggalkan tempat dengan buru-buru.Widya berlari ke toilet untuk mencuci noda alkohol di bagian roknya. Namun semakin dicuci, noda malah semakin membesar saja.Tetiba Widya merasa penat dan ingin menangis. Pada saat ini, ponsel di dalam tasnya berdering. Widya mengambil ponsel, lalu tampak panggilan dari Hendri.Widya sempat ragu beberapa detik, baru mengangkatnya. Hendri bertanya di mana Widya sekarang.Widya mengambil kantongan, lalu berjalan keluar toilet. Saat melewati koridor, dia pun bertemu dengan Hendri yang sedang mencarinya.Hendri memalingkan kepalanya, lalu menurunkan ponselnya dengan perlahan. Tatapannya tertuju pada noda alkohol di ba
Widya dan Hendri berjalan ke dalam aula. Saat mendorong pintu, Widya spontan menunduk berusaha mengabaikan tatapan mereka.Para hadirin melihat ke sisi mereka. Claire berjalan ke sisi mereka, lalu melirik mereka sekilas dengan tersenyum. “Kalian ke mana?”Widya mengepal erat tangan gugupnya. “Bu Claire, sepertinya … aku sudah merepotkan kalian semua.”“Apanya yang repot? Nggak repot, kok.” Baru saja Claire hendak meneguk alkohol, tetiba tatapannya tertuju pada aksesori di atas rok. “Bunga ini cantik juga.”“Hendri melipatnya untuk menutup noda alkohol. Dijahit langsung di tempat.” Setelah menjelaskan, wajah Widya semakin merona lagi. Claire pun tersenyum, lalu menatap ke sisi Hendri. “Sepertinya kelak Hendri akan sangat menyayangi kekasihnya.”Jantung Widya berdegup kencang. Dia bahkan tidak berani mengangkat kepalanya.Entah sejak kapan Cherry berjalan kemari. Dia merangkul pundak Claire. “Keren, kamu sudah menemukan adik iparmu, ya?”Claire melanjutkan, “Aku juga ingin mencarikan i
“Aku hanya berharap sebelum dia menyelesaikan sekolahnya, dia memiliki tempat untuk berteduh. Anak ini sangat malang. Aku harus bertanggung jawab atas kehidupannya sebelum dia dewasa. Aku mohon, setelah dia dewasa nanti, dia pun bisa hidup mandiri. Aku janji aku tidak akan meminta apa pun dari Keluarga Gozali.”Setelah mendengar ucapan Giselle, Emir merasa sangat terkejut.Bukankah biasanya seorang wanita berharap dirinya akan menerima anaknya? Persyaratan yang diajukan Giselle juga sangat mempertimbangkan diri Emir.Emir memang tidak bisa menerima Giselle tinggal di rumah dengan anak dari mantan suaminya. Dia adalah seorang pebisnis. Dia takut kedatangan Giselle akan memiliki motif lain, apalagi dia juga memiliki anaknya sendiri.Jadi, Emir bertanya langsung pada Giselle, “Apa kamu juga bersedia kalau aku tidak mempublikasikan hubungannya?”Giselle menjawab dirinya bersedia.Emir tersadar dari lamunannya, lalu menatap ke sisi Widya. “Kenapa kamu tidak memanggilku?”Widya terbengong di
Hendri melihat Widya, lalu memperlambat langkahnya.Widya pun menghentikan langkahnya, lalu membalikkan tubuhnya berhadapan dengan Hendri. Senyuman di wajahnya kelihatan sangat cerah. “Tapi aku ingin berterima kasih sama kamu. Aku merasa kamu seperti bintang keberuntunganku saja.”Hendri terbengong sejenak. “Bintang keberuntungan?”“Iya, kamu bisa membawa keberuntungan untuk orang lain.” Widya masih tersenyum.Hendri mengatakan, “Apa iya?” Dia memalingkan kepala melihat ke sisi lain. “Baguslah kalau aku bisa mendatangkan keberuntungan untuk orang lain.”Namun, Hendri tidak bisa mendatangkan keberuntungan untuk Joseph. Ketika menyadari tatapan Hendri berubah muram, Widya berjalan ke hadapannya, lalu menggoyangkan tangan di hadapannya. “Kalau kamu bisa mendatangkan keberuntungan untuk semua orang, bukannya kamu itu Tuhan?”Hendri pun tersenyum.Tiba-tiba Widya tercium sesuatu. Dia pun melihat ke arah datangnya aroma wangi itu. “Sepertinya aku kecium bau satai.”Hendri merangkul pundak W
Jangka panjang ….Jantung Widya berdegup kencang. Kepalanya tidak menuruti perintah, malah langsung mengangguk.Hendri mengecup Widya beberapa kali. Widya memejamkan matanya dengan perlahan. Hatinya bagai tersengat listrik saja.….Beberapa hari kemudian, di Kediaman Gozali.Widya menekan bel. Pelayan yang membukakan pintu. Dia pun bertanya, “Apa ibuku di rumah?”Pelayan mengiakan. Widya berjalan ke dalam ruang tamu. Giselle yang mendengar suara bel langsung menuruni tangga. Dia sungguh terkejut ketika melihat sosok Widya. “Widya?”Widya menggigit bibirnya, lalu tersenyum. “Ibu.”Giselle berjalan ke sisi sofa, lalu menuangkan teh untuknya. “Waktu itu suasana hati Ibu lagi tidak bagus. Ibu tidak menjaga perasaanmu. Widya, Ibu minta maaf sama kamu.”Giselle meletakkan gelas teh ke hadapan Widya. “Ibu tahu kamu sudah dewasa. Tapi terkadang Ibu masih saja ingin mengurusmu. Kamu jangan merasa Ibu cerewet, ya? Ibu tidak menyalahkanmu. Ibu hanya berharap kamu bisa menemukan kebahagiaanmu saja
Sore harinya, Widya berjalan ke area parkiran. Dia mengangkat kepalanya, lalu tampak dua orang rekan kerja masih berdiri di tempat. Widya spontan melihat ke sisi lain. “Kalian masih belum pulang?”Seorang karyawan wanita berjalan ke hadapan Widya, lalu merangkul lengannya. “Widya, temanku baru saja buka toko baru. Gimana kalau kita makan bersama? Aku traktir, deh.”“Iya, ayo pergi bareng. Dua hari ini kamu traktiran terus. Kita nggak boleh cuma terima saja, kan?”Widya sungguh kehabisan akal ketika dihadapkan dengan sikap ramah rekan kerjanya. Dia juga tidak bisa langsung menolak, terpaksa berkata dengan lembut, “Maaf, ya. Malam ini aku ada urusan. Aku nggak bisa ikut.”“Jangan-jangan kamu sudah pacaran?”“Kak Widya, cerita dong sama kita. Sama siapa?”“Boleh ajak kekasihmu juga, kok.”Baru saja Widya hendak berbicara, terdengar suara klakson dari kejauhan. Dia spontan memalingkan kepalanya. Lantaran takut rekan kerjanya memergoki lelaki di dalam mobil, Widya pun segera berpamitan. “Ak
“Oh, ya, di mana Kak Ariel?” tanya Bastian.Jodhiva membalas, “Dia lagi temani ayahnya untuk jalan-jalan. Sekarang aku juga mau nyusul ke sana. Aku permisi dulu.”Usai berbicara, Jodhiva meninggalkan tempat.Bastia berdecak sembari menggeleng. “Orang yang sudah punya istri memang berbeda.”“Kamu ngomongnya seolah-olah kamu nggak sama dengan dia.” Yura juga meninggalkan tempat.Bastian meletakkan gelasnya, lalu mengikuti langkah Yura. “Hei, kenapa kamu malah meninggalkanku. Tunggu aku.”Claire berhenti di hadapan Javier. Javier menggandeng tangannya. “Sudah selesai mengenang masa lalu?”“Menurutmu? Bukannya sore nanti, kamu dan Ayah akan pergi ke Kediaman Keluarga Tanaka?”Javier tersenyum. “Aku lagi menunggumu untuk makan di sana.”Roger berjalan di sisi Izza, lalu menatap mereka. “Tuan Javier, Nyonya Claire. Kalau begitu, kamu pergi cari Ayah Angkat dulu.”Javier mengangguk. Dia merangkul pundak Claire, lalu berjalan ke koridor. Cahaya matahari dipantulkan ke sisi jendela. Bayangan d
Jessie tersenyum lebar. “Kalau begitu, aku akan mengenakan mahkota ini saat pernikahanku nanti. Anggap saja sebagai iklan desain ibuku.”Jules memeluk Jessie dari belakang. “Yang penting kamu suka.”…Anggota Keluarga Fernando baru tiba di Negara Hyugana dua hari sebelum resepsi pernikahan. Mereka tinggal di hotel yang dipesan Jules. Seluruh hotel ini telah dipesan oleh anggota keluarga kerajaan untuk menjamu para hadirin.Keluarga Chaniago dan Keluarga Kenata juga telah datang. Tobias juga tidak absen. Bahkan Shinta, Erin, Levin, dan Samuel yang berasal dari dunia hiburan juga telah datang. Tentu saja, Yura dan Bastian juga masuk dalam daftar undangan.Claire tiba di restoran. Pelayan membawanya ke dalam ruangan VIP. Ketika melihat pria yang duduk di dalam sana, dia pun tersenyum. “Ayah Angkat.”Owl memutar tubuhnya dengan perlahan. Sudah bertahun-tahun mereka tidak bertemu. Owl masih seperti dulu saja, tapi tubuhnya kelihatan lebih kurus dari sebelumnya. Claire langsung maju untuk m
Orang lainnya juga ikut tersenyum.Menjelang malam, seluruh kota diselimuti dengan cahaya lampu neon. Setelah Jessie dan Jules menyelesaikan makan malam, mereka pun kembali ke Kompleks Amara.Jessie baru selesai mandi. Rambutnya pun masih basah. Jules mengambil handuk dari tangan Jessie, lalu membantunya untuk mengeringkan rambut.Saat ini, Jessie duduk di depan meja rias sembari menatap orang di dalam cermin. Senyuman merekah di atas wajahnya. “Kak Jules, aku sangat menantikan resepsi pernikahan kita.”“Oh, ya?” Jules mengusap rambut lembut Jessie. “Aku juga menantikannya.”“Aku merasa hidupku sangat sempurna karena bisa menikah dengan orang yang paling aku cintai, apalagi bisa bersama orang yang aku cintai berjalan ke jenjang berikutnya.”Jules pun tertawa, lalu membungkukkan tubuhnya untuk berbisik di samping telinga Jessie. “Apa kamu tahu, keinginan dalam hidupku juga sudah terwujud.”Jessie menoleh untuk menatapnya. “Keinginan apa?”Jules berbisik di samping telinga Jessie, “Menik
Hiro mengiakan.“Setelah di luar beberapa saat, kamu menjadi semakin dewasa saja.” Naomi menepuk-nepuk pundaknya. “Semoga kamu bisa semakin baik lagi.”Hiro hanya tersenyum dan tidak berbicara.…Dalam sekejap mata, akhirnya telah sampai ke akhir bulan. Liburan Jessie dan yang lain sudah berakhir. Mereka pun kembali ke ibu kota.Claire dan Javier berdiri di depan halaman untuk menunggu mereka. Setelah mereka menuruni mobil, Jessie langsung berlari ke sisi mereka. “Ayah, Ibu!” Dia langsung memeluk kedua orang tuanya.Javier mengusap kepala Jessie dengan tidak berdaya. “Padahal kamu sudah dewasa, masih saja minta dipeluk.”Senyuman di wajah Jessie semakin lebar lagi. “Tapi, di mata kalian, selamanya aku itu anak kecil!”Claire tersenyum tipis. Dia menatap beberapa orang yang berjalan kemari. “Baguslah kalau kalian bermain dengan gembira. Ayo, kita ke dalam dulu. Nanti malam kita makan bersama.”Setelah Dacia dan Ariel memasuki rumah, mereka duluan naik ke lantai atas untuk melihat anak.
Jules menatap mereka. “Kebetulan sekali kalian juga ada di sini.”Yura membalas, “Aku dan Bastian memang ada di sini. Setelah lihat unggahan Jessie, aku baru tahu ternyata kalian juga di sini.”Jessie membawanya ke tempat duduk. “Kalau begitu, kita tinggal beberapa hari bersama.”Setelah Bastian duduk, Jodhiva memperkenalkannya kepada Dacia dan Jessie. “Ini adik iparku, Dacia, dan adikku, Jessie.”“Aku pernah bertemu mereka di pernikahanmu.” Bastian masih mengingatnya. Dia pun berkata, “Adikmu itu satu sekolah dengan istriku. Istriku sering mengungkitnya.”Yura menatapnya. “Istrimu? Belum pasti aku akan menjadi istrimu.”Kening Bastian berkerut. “Kita saja sudah tunangan. Apa kamu masih bisa menikah sama orang lain?”Semua orang pun tertawa. Hanya Jessie saja yang terbengong. “Tunangan apaan? Yura, kamu sudah tunangan?”Yura berdeham ringan. “Aku lupa beri tahu kamu.”“Kamu nggak setia kawan banget, sih. Malah nggak beri tahu aku. “Jessie mencemberutkan bibirnya. Dia benar-benar tidak
Bos pemilik permainan berkata, “Dua puluh ribu diberi tiga kesempatan.”“Mahal sekali? Dua puluh ribu hanya diberi tiga kali kesempatan saja?” Dacia merasa sangat tidak menguntungkan.Bos mengangkat kepalanya. “Ini sudah paling murah. Tempat lain malah tiga puluh ribu.”Jessie menarik Dacia. “Dua puluh ribu juga nggak masalah. Nggak gampang bagi mereka untuk berbisnis. Kita juga cuma main-main saja.”Seusai berbicara, Jessie mengeluarkan uang tunai sebesar empat puluh ribu kepada bos. “Berarti enam kali kesempatan, ya.”Bos menyerahkan enam gelang kepada Jessie. Jessie menyukai sebuah gelang. Dia tahu gelang itu hanya barang KW, tapi kelihatannya sangat cantik. Jessie melempar ke sana, tetapi dia tidak berhasil mendapatkannya.Setelah melempar dua kali lagi, Jessie masih saja tidak berhasil mendapatkan targetnya. Sekarang hanya tersisa tiga kali kesempatan.Ketika melihat Jessie putus asa, Ariel pun mengambil sisa gelang dari tangan Jessie. “Coba lihat aku.”Ariel melirik tepat ke sisi
Larut malam, kota kuno ini terasa sunyi dan hening, hanya suara serangga yang bergema di antara rerumputan.Sebuah lampu menerangi rerumputan di luar tenda, menambah suasana menjadi semakin hening dan tenang.Jessie membalikkan tubuhnya masih belum tertidur. Saat sebuah tangan panjang merangkul pinggangnya, lalu memasukkan Jessie ke dalam pelukannya. “Tidak bisa tidur?”“Emm.” Jessie bersandar di dalam pelukannya. “Kak Jules, aku ingin ke toilet, tapi aku nggak berani.”Jules mencium kening Jessie. “Biar aku temani.”Mereka berdua berjalan keluar tenda. Jules mengeluarkan senter, lalu berjalan bersama Jessie. Saat mereka tiba di depan pepohonan, Jessie membalikkan tubuhnya untuk menatap Jules. “Tunggu aku di sini.”Jules mengangguk. “Panggil aku kalau ada apa-apa.”Jessie berjalan ke dalam pepohonan, tetapi dia juga tidak berani berjalan terlalu jauh.Setelah buang air, Jessie segera keluar dan memeluk lengannya. “Selesai.”Jules mengulurkan tangan untuk merangkul Jessie.Setelah kemba
Jodhiva juga tersenyum. “Cepat juga, tapi masih tergolong pagi.”Jessie menyandarkan kepalanya di atas paha Jules sembari memandang langit. Beberapa saat kemudian, dia bertanya, “Kenapa rasanya bakal turun hujan?”Orang-orang langsung melihat ke sisi Jessie.Jerremy menarik napas dalam-dalam. “Kamu jangan sembarangan bicara.”Dacia memandang ke atas langit. Langit memang kelihatan cerah, tetapi malah kelihatan mendung di bagian atas gunung. “Mungkin cuma mendung saja?”Sudah jam segini, tapi matahari masih belum menampakkan diri. Seharusnya hanya mendung, tidak sampai tahap turun hujan.Ariel berkata, “Ramalan cuaca hari ini tidak mengatakan akan turun hujan hari ini. Aku merasa seharusnya tidak akan turun hujan.”Kecuali, ramalan cuaca tidak akurat!Beberapa orang tinggal sejenak. Jules merasa ada tetesan air di wajahnya. Dia mengusap sejenak. “Eh, turun hujan, deh.”Ariel duduk di tempat. “Apa?”Jessie menunjukkan senyuman canggung di wajahnya. “Firasatku mengatakan bakal turun hujan
Yang lain juga sudah setuju.Setelah masakan disajikan, Jessie melihat makanan berwarna putih dengan berbentuk seperti kipas. Dia bertanya pada bos, “Apa ini?”Bos memperkenalkan dengan tersenyum, “Ini namanya ‘milk fan’, terbuat dari susu. Karena warnanya putih dan agak transparan, ditambah bentuknya seperti kipas, makanan ini pun diberi nama ‘milk fan’.”Ariel mencicipinya. “Emm, rasanya enak juga.”Dacia dan Jerremy juga telah mencicipinya. Rasanya memang cukup enak.Setelah masakan selesai dimasak, Bos pun menyajikan ke atas meja. “Ini adalah mie beras dengan ditaburi ayam dingin dan berbagai bahan tambahan. Ayam dimasak dengan bumbu khas, lalu disiram dengan saus buatan sendiri, minyak cabai, minyak lada hitam, dan ditambahkan kenari panggang. Ini adalah salah satu makanan khas daerah kami. Biasanya para wisatawan juga sangat menyukainya.”Jessie mencicipi sesuap. Ariel pun bertanya, “Gimana rasanya?”Jessie mengangguk, lalu menyantapnya dengan suapan besar.Yang lain juga ikut me