Seolah-olah senyuman Widya telah mengobati segalanya.“Widya.”Widya memalingkan kepala untuk menatap Hendri, lalu bertanya dengan tersenyum, “Kenapa?”Hendri menahan tawanya. “Kamu itu wanita aneh.”Widya merasa bingung. “Apa aku aneh sekali?”Hendri langsung tertawa.Suara tawa Hendri semakin membingungkan Widya saja. Padahal dia sedang berbicara dengan sangat serius. Saat memalingkan kepala, Widya tak sengaja melihat hujan meteor. Dia pun merasa antusias. “Ahh, meteor! Ada meteor!”Hendri juga melihat ke arah yang ditunjuk Widya. Di bawah langit gelap, mereka berdua berdiri di balkon rumah masing-masing. Namun, hubungan mereka malah semakin dekat aja.Beberapa hari kemudian, Agensi Pencari Bakat.Ada banyak bunga putih di atas meja kerja Joseph. Semua karyawan perusahaan mengenakan pakaian berwarna hitam. Tidak terlintas senyuman di wajah seriusnya. Suasana terasa semakin mengental.Petinggi Agensi Pencari Bakat terus ditekan, apalagi dengan adanya kecelakaan yang menimpa Joseph. S
Di dalam departemen, ada seorang wanita langsung menangis akibat kaget. Dia menangis dengan terisak-isak. Tatapan semua orang menjadi muram, tidak kelihatan harapan sama sekali.Beberapa mobil berhenti di depan gedung Agensi Pencari Bakat. Belasan lelaki berpakaian hitam berjalan menuruni mobil, lalu berbaris menjadi dua barisan.Roger membuka pintu mobil belakang, Hendri berjalan keluar mobil. Dia mengangkat kepalanya melihat gedung besar di hadapannya. Seketika dia kepikiran dengan insiden yang menimpa Joseph. Tatapannya mulai kelihatan tegas.“Hendri, masuklah. Dengan adanya jaminan dari Tuan Javier, kamu bisa melakukan apa yang ingin kamu lakukan,” ucap Roger sembari menatapnya.Hendri menarik napas dalam-dalam, lalu menggembungkan pipinya. Pada akhirnya, dia menginjakkan kaki ke dalam gedung. Roger bersama tim pengacara dan juga lelaki berpakaian hitam mengikuti di belakangnya.Mereka langsung menerobos ke dalam departemen administrasi, langsung memasuki ruang kerja direktur utama
Beberapa petinggi pun merasa kaget.Hendri melepaskan jas, lalu melemparkannya ke atas lantai. Dia mengambil vas bunga dari dalam rak, lalu berjalan ke sisi Edward.Edward terkejut hingga wajahnya memucat. Dia pun melangkah mundur. “Kamu … apa yang ingin kamu lakukan? Ada begitu banyak orang di sini. Kalau kamu berani menyentuhku, kamu akan menjadi pelaku tindak kriminal!”Hendri mengangkat vas bunga. Harvey menjerit, “Hentikan!”“Prang!” Terdengar suara keras.Vas bunga hancur berkeping-keping di atas lantai.Namun, vas bunga itu hancur mengenai tembok di belakang Edward. Si Edward memeluk kepalanya sembari menjerit ketakutan. Dalam sesaat, lantai pun menjadi basah.Ketika melihat Edward mengompol akibat ketakutan, Hendri pun tersenyum menyindir. “Ternyata kamu itu penakut juga.”Roger melihat raut wajah tidak bagus Harvey. “Sekarang kamu tidak ada pilihan lain lagi.” Dia menyerahkan kontrak akuisisi ke hadapan Harvey. “Tanda tangan kontrak ini, Grup Angkasa akan mengakuisisi agensi.
Mereka menggoyangkan popper sembari meniup peluit. Semuanya bersorak kegirangan.Hendri terbengong sejenak. Pada akhirnya, dia pun tersenyum dengan tidak berdaya. Hendri menunduk, lalu berkata dengan sedikit malu, “Kalian seharusnya berterima kasih kepada Kak Joseph. Kalau bukan berkat Kak Joseph, sepertinya aku ….”Ketika mengungkit nama Joseph, semua orang juga langsung terdiam membisu. Mereka semua juga tidak bisa menerima apa yang menimpa Joseph. Semuanya terlalu mendadak.Seorang karyawan lelaki berjalan maju, lalu meletakkan tangannya di atas pundak Hendri. “Hendri, kami semua tidak menyalahkanmu atas masalah Kak Joseph. Bukan kamu yang salah, semua ini salah mereka.”“Iya, salah sekelompok berengsek itu!”Akhirnya Hendri tersenyum. Dia seolah-olah telah berbaur dalam suasana ini.….Widya melewati koridor departemen. Tetiba dia mendengar beberapa karyawan wanita sedang membahas masalah Agensi Pencari Bakat. Sebenarnya Widya tidak begitu memedulikannya, hanya saja mereka mengungk
Perbincangan berakhir tidak menyenangkan. Giselle pun meninggalkan ruangan Widya.Saat berjalan di koridor, Giselle bertemu dengan Claire yang kebetulan baru keluar dari lift. “Bu Claire.”Claire melangkah maju dengan tersenyum. “Bu Giselle, apa kamu datang untuk mencari Widya?”“Iya, awalnya aku ingin ngobrol dengan Widya. Tapi sekarang anak sudah dewasa, sepertinya semakin susah saja untuk diajak bicara.” Giselle tersenyum getir. Dia juga merasa kesal. Dia merasa bagai ada penghalang yang memisahkan dirinya dengan sang putri.“Widya sudah dewasa. Orang dewasa punya pemikirannya sendiri. Memang nggak salah kalau orang tua mencemaskan anaknya sendiri, tapi anak-anak punya kehidupannya sendiri. Bu Giselle, sepertinya kekhawatiranmu sudah berlebihan.”Ucapan Claire membuat Giselle terbengong sejenak. Dia pun merasa tidak enak hati. “Apa benar Bu Claire punya tiga anak?”“Iya, jangan lihat mereka semua masih kecil-kecil, tapi aku akan mendengar pemikiran mereka. Apa pun yang mereka lakuka
Setelah pulang kerja, Widya pun pergi ke mal untuk memilih hadiah. Hanya saja, dia sungguh tidak tahu hadiah apa yang bisa diberikannya kepada Hendri. Dia pun mengeluarkan ponselnya, mengirim pesan kepada Melia.Namun balasan yang diterima Widya adalah merek-merek dari barang mewah. Widya juga tidak sanggup untuk membelinya. Sepertinya dia telah bertanya kepada orang yang salah.Widya melirik isi mal. Tatapannya seketika tertuju pada sebuah toko figurin.Tetiba Widya kepikiran dengan miniatur robot yang dikoleksinya. Seharusnya Hendri akan tertarik dengan barang-barang ini?Widya memasuki toko untuk mencari hadiah. Pramuniaga juga memperkenalkan dengan antusias tinggi. Widya mengatakan dia ingin membeli hadiah untuk seseorang. Akhirnya pramuniaga memahaminya. “Untuk kekasih, ya?”Tetiba Widya langsung tertegun di tempat. Kemudian, dia menjelaskan dengan terbata-bata, “Tentu saja bukan, hanya teman biasa saja.”Pramuniaga itu bagai tidak mendengarkan saja. Dia berjalan ke sisi rak. “Nam
Cherry dan Noni berjalan ke sisi Claire. “Tokoh utama pada malam hari ini adalah adik sepupumu. Kenapa dia masih belum menampakkan diri?”Claire pun tersenyum. “Sepertinya dia masih siap-siap.”Baru saja dibicarakan, Hendri pun sudah menampakkan diri. Orang yang berjalan di sampingnya adalah mantan manajer Agensi Pencari Bakat, Jivan.Dulu, Jivan dan Joseph adalah rekan kerja di Agensi Pencari Bakat. Dia telah mengetahui kabar meninggalnya Joseph dan juga perilaku dari petinggi Agensi Pencari Bakat. Hendri pun merekrutnya kembali bekerja di Agensi Pencari Bakat.Hari ini Hendri berpakaian agak formal. Dia kelihatan lebih dewasa daripada biasanya. Hanya saja, cara berpakaian seperti ini sangatlah tidak nyaman bagi Hendri.Claire berjalan ke sisinya, lalu merapikan dasinya. “Ini pertama kalinya kamu berpakaian seperti ini. Kamu nggak terbiasa, ‘kan?”“Emm, tidak terbiasa.”Hendri merasa ada yang aneh. Jivan yang berdiri di samping pun berdecak. “Masih ada banyak hal lagi yang akan membua
Orang-orang di sekitar spontan melirik ke sisi Widya. Widya merasa gugup lantaran takut akan dipergoki oleh Emir. “Nggak apa-apa.” Dia langsung berlari keluar.Pelayan memanggil Widya, tetapi dia tidak menoleh sama sekali.Sepertinya Hendri dapat mendengar suara Widya. Dia memalingkan kepalanya, lalu tampak ada sesosok bayangan tubuh yang meninggalkan tempat dengan buru-buru.Widya berlari ke toilet untuk mencuci noda alkohol di bagian roknya. Namun semakin dicuci, noda malah semakin membesar saja.Tetiba Widya merasa penat dan ingin menangis. Pada saat ini, ponsel di dalam tasnya berdering. Widya mengambil ponsel, lalu tampak panggilan dari Hendri.Widya sempat ragu beberapa detik, baru mengangkatnya. Hendri bertanya di mana Widya sekarang.Widya mengambil kantongan, lalu berjalan keluar toilet. Saat melewati koridor, dia pun bertemu dengan Hendri yang sedang mencarinya.Hendri memalingkan kepalanya, lalu menurunkan ponselnya dengan perlahan. Tatapannya tertuju pada noda alkohol di ba