Naomi tercengang. "Aku nggak tahu. Aku sama sekali nggak mengerti apa hubungan kita. Lagi pula, bukankah kamu juga nggak menganggapku serius? Aku memang nggak punya pengalaman dalam percintaan, tapi aku tahu pria dan wanita yang berciuman menandakan mereka punya hubungan khusus. Sayangnya, kita nggak seperti itu," ujarnya.Hardy tertawa dengan kesal. Dia berdiri tegak di hadapan Naomi sembari bertanya, "Apa kamu kira aku sedang mempermainkanmu?""Apa ada bedanya?" tanya Naomi dengan mata yang sudah merah."Ada" Hardy menindih Naomi di dinding dan mencondongkan tubuhnya, lalu menjelaskan, "Kalau aku ingin mempermainkanmu, aku tidak akan berciuman denganmu, tapi langsung menidurimu."Naomi menatap Hardy dengan terkejut.Hardy mendekatkan bibirnya ke telinga Naomi. Dia tersenyum sinis seraya bertutur, "Apa kamu tahu, pria tidak akan banyak berpikir untuk mempermainkan seorang wanita. Mereka hanya perlu mengikuti nafsu. Bagi pria, nafsu dan perasaan bisa dipisahkan. Aku sudah bilang, janga
Lantaran tidak mendengar balasan, Hardy menoleh menatap Naomi seraya bertanya, "Apa kamu tidak ingin berkencan?""Bukan begitu ...." Naomi berpikir sejenak, lalu bertanya dengan pelan, "Apa sekarang kita berpacaran?"Hardy mempererat rangkulannya di pundak Naomi agar lebih dekat dengannya. Dia membalas, "Kamu masih menanyakan hal yang sudah jelas? Dasar."Naomi memandang Hardy sambil tersenyum.Keesokan harinya, di Perusahaan Soulna."Naomi, terima kasih untuk kemarin. Ibuku bilang pasangan kencanku menghubunginya dan bilang nggak ingin berkencan denganku lagi. Dia juga meminta maaf kepada ibuku. Ibuku sampai terkejut," kata Widya. Dia pagi-pagi sudah datang mencari Naomi untuk berterima kasih.Mendengar ini, Naomi tersenyum sembari menimpali, "Sama-sama. Tapi, sebenarnya aku yang seharusnya berterima kasih padamu." Jika bukan karena menggantikan Widya bertemu pasangan kencan butanya, Naomi juga tidak akan bertemu dengan Hardy, 'kan?"Terima kasih padaku?" Widya bertanya dengan bingung
"Oh," sahut Naomi sambil mengerucutkan bibirnya.Aditya melirik kotak makanan di tangan Naomi, lalu bertanya sambil mengernyit, "Naomi, pria tadi ... apa dia tuan muda dari Keluarga Chaniago?"Naomi mendadak merasa gugup, tetapi dia tidak berani membohongi ayahnya. Dia pun menjawab dengan jujur, "Iya. Maaf, aku nggak seharusnya menyembunyikan hal ini dari Ayah.""Sejak kapan?" tanya Aditya."Kemarin ...," sahut Naomi."Maksud Ayah, sejak kapan kamu berinteraksi dengannya?" tanya Aditya lagi."Hampir sebulan lalu," jawab Naomi. Dia terdiam sejenak sebelum melanjutkan, "Ayah pernah bilang nggak akan ikut campur urusan asmaraku. Ayah nggak lupa, 'kan? Aku sangat menyukainya."Aditya menarik napas dalam-dalam, lalu berkata dengan nada serius, "Ayah memang pernah bilang begitu, tapi itu tergantung orangnya juga. Naomi, Hardy tidak pantas buatmu.""Ayah, aku tahu reputasinya kurang bagus, tapi masa lalunya nggak penting bagiku," ujar Naomi. Ini pertama kalinya dia membantah ayahnya.Sadar ba
Javier menyendokkan sup ke mangkuk Claire dan tertawa sambil berujar, "Kamu tidak perlu masak, cukup kerja untuk menafkahiku."Claire menerima mangkuk itu dan menyahut, "Menafkahi seorang presdir butuh biaya besar, lho."Ketika hendak menimpali Claire, ponsel Javier tiba-tiba berdering. Dia memicingkan matanya saat melihat nama penelepon sebelum menjawab, "Ada apa?"Javier mendengar ucapan orang di ujung telepon, lalu berujar lagi, "Oke, aku ke sana malam ini."Setelah Javier menutup telepon, Claire menatapnya sambil bertanya, "Kenapa?"Javier mengulum senyum tipis dan menjawab, "Ada acara malam ini, teman sekelasmu itu juga bakal datang."Claire tahu siapa orang yang dimaksud Javier. Jadi, dia berdecak dan berujar, "Teman sekelasku? Bukannya dia kerabatmu?""Dia kerabatmu juga, 'kan?" balas Javier sambil tersenyum lebar.Lampu neon menyemarakkan langit malam kota. Orang-orang berpengaruh di dunia bisnis memenuhi ruang VIP di sebuah restoran. Mereka datang untuk merayakan dan mendukung
"Rupanya kamu yang bernama Dimas, ya? Aku sudah lama mendengar tentang reputasimu," ujar Aditya sambil bersulang pada Dimas.Dimas membungkuk sopan dan menyahut sambil tersenyum, "Aku juga sudah lama mendengar tentang Pak Aditya. Aku sangat kagum dengan proyek Teluk Bomin Bapak di luar negeri."Aditya mengulum senyum dan berujar, "Keberhasilan proyek Teluk Bomin itu berkat kerja sama dengan partner juga. Penghargaan atas proyek itu lebih banyak adalah milik mereka."Dimas menyesap anggurnya, lalu membalas, "Pak Aditya terlalu rendah hati.""Ngomong-ngomong, apa kamu mengenal putriku?" tanya Aditya sambil melirik Naomi. Dia melihat Dimas mengobrol dengan putrinya barusan."Nona ini putri Pak Aditya?" tanya Dimas dengan nada kaget.Aditya menjawab, "Ya, dia sangat jarang mengikuti acara seperti ini, jadi aku mengajaknya supaya dia terbiasa bersosialisasi.""Rupanya begitu. Aku juga baru bertemu dengannya di pesta beberapa hari yang lalu," ujar Dimas.Naomi hanya menunduk tanpa bersuara s
"Pantas saja Pak Aditya mengajak putrinya datang. Sepertinya dia memang berencana menjodohkannya."Aditya hanya tersenyum saat mendengar komentar orang-orang di sekitarnya. Dia memang berharap putrinya bisa banyak berkenalan dengan pemuda berprestasi seperti Dimas.Pada pukul 9 malam, Javier pulang ke Vila Blue Canyon. Claire yang terkejut pun bertanya, "Kok kamu pulang cepat banget?"Javier melepas dasi dan jasnya sambil menjawab, "Acaranya membosankan. Lebih baik aku pulang duluan untuk menemanimu."Claire mengambil jas dari tangan Javier sambil bertanya lagi, "Kenapa? Nggak ada wanita cantik di sana?"Javier mendekap Claire dari belakang, lalu menyurukkan wajahnya ke rambut wanita itu seraya menyahut, "Selain kamu, semua wanita kelihatan seperti pria di mataku."Claire balik badan dan menekan bibir Javier, lalu berkata, "Gombal."Javier tertawa pelan. Kemudian, dia melepaskan pelukannya pada Claire dan menyingsingkan lengan bajunya sambil berkata, "Aku bertemu Naomi tadi.""Naomi ju
Sepertinya ini pertama kalinya Naomi mendengar orang lain memuji Hardy. Dia lantas menatap Claire dan bertanya, "Bu Claire, kamu juga merasa Hardy itu pria yang baik?"Claire mengaduk sup dalam mangkuknya dan berujar, "Aku pernah bergabung dalam kamp pelatihan selama dua minggu lebih. Saat itu, Hardy sangat keras kepala dan bersemangat. Dibandingkan dengan dulu, dia sudah jadi lebih dewasa sekarang."Naomi mengerucutkan bibirnya sambil berkata, "Aku ... aku nggak tahu bagaimana sosoknya dulu, tapi aku nggak peduli soal masa lalunya.""Kenapa kamu bisa suka padanya?" tanya Claire.Pertanyaan Claire membuat Naomi teringat bahwa Hardy juga pernah menanyakan hal ini sebanyak tiga kali padanya. Naomi menunduk dan menjawab, "Aku juga nggak tahu, aku cuma merasa dia sangat baik."Apa itu karena Naomi pernah melihat Hardy menolong seseorang di rumah sakit? Apa karena pria itu membayar kopi Naomi di kafe, padahal mereka masih belum mengenal satu sama lain? Apa mungkin karena Hardy turun tangan
Beberapa menit kemudian, Hardy menelepon Naomi. Sementara itu, Naomi menjawab panggilan telepon sambil tersenyum, "Halo ...."Setelah mendengar ucapan Hardy, ekspresi Naomi berubah drastis. Di rumah sakit, Naomi berlari ke kamar pasien. Di dalam kamar, ada Hardy dan seorang pria paruh baya. Pria itu adalah ayah Hardy, Mario. Kaki kiri Hardy dipasang gips. Sepertinya selain cedera di kakinya, luka di bagian tubuh lain tidak terlalu parah. Dia duduk di tempat tidur seraya memandang Naomi.Mario memandang Naomi sembari bertanya, "Ini siapa?"Hardy menjawab dengan datar, "Teman.""Lukamu memang tidak terlalu parah, tapi kamu harus istirahat yang cukup," pesan Mario. Kemudian, dia keluar dari kamar.Naomi menghampiri tempat tidur Hardy sambil menunduk, lalu menatap Hardy dan bertanya, "Kamu baik-baik saja, 'kan?"Hardy tersenyum dan menyahut, "Aku tidak apa-apa, hanya luka ringan. Kamu tidak usah khawatir."Naomi menunduk seraya menggigit bibirnya. Dia menimpali, "Maaf, aku ... aku telepon