"Oh," sahut Naomi sambil mengerucutkan bibirnya.Aditya melirik kotak makanan di tangan Naomi, lalu bertanya sambil mengernyit, "Naomi, pria tadi ... apa dia tuan muda dari Keluarga Chaniago?"Naomi mendadak merasa gugup, tetapi dia tidak berani membohongi ayahnya. Dia pun menjawab dengan jujur, "Iya. Maaf, aku nggak seharusnya menyembunyikan hal ini dari Ayah.""Sejak kapan?" tanya Aditya."Kemarin ...," sahut Naomi."Maksud Ayah, sejak kapan kamu berinteraksi dengannya?" tanya Aditya lagi."Hampir sebulan lalu," jawab Naomi. Dia terdiam sejenak sebelum melanjutkan, "Ayah pernah bilang nggak akan ikut campur urusan asmaraku. Ayah nggak lupa, 'kan? Aku sangat menyukainya."Aditya menarik napas dalam-dalam, lalu berkata dengan nada serius, "Ayah memang pernah bilang begitu, tapi itu tergantung orangnya juga. Naomi, Hardy tidak pantas buatmu.""Ayah, aku tahu reputasinya kurang bagus, tapi masa lalunya nggak penting bagiku," ujar Naomi. Ini pertama kalinya dia membantah ayahnya.Sadar ba
Javier menyendokkan sup ke mangkuk Claire dan tertawa sambil berujar, "Kamu tidak perlu masak, cukup kerja untuk menafkahiku."Claire menerima mangkuk itu dan menyahut, "Menafkahi seorang presdir butuh biaya besar, lho."Ketika hendak menimpali Claire, ponsel Javier tiba-tiba berdering. Dia memicingkan matanya saat melihat nama penelepon sebelum menjawab, "Ada apa?"Javier mendengar ucapan orang di ujung telepon, lalu berujar lagi, "Oke, aku ke sana malam ini."Setelah Javier menutup telepon, Claire menatapnya sambil bertanya, "Kenapa?"Javier mengulum senyum tipis dan menjawab, "Ada acara malam ini, teman sekelasmu itu juga bakal datang."Claire tahu siapa orang yang dimaksud Javier. Jadi, dia berdecak dan berujar, "Teman sekelasku? Bukannya dia kerabatmu?""Dia kerabatmu juga, 'kan?" balas Javier sambil tersenyum lebar.Lampu neon menyemarakkan langit malam kota. Orang-orang berpengaruh di dunia bisnis memenuhi ruang VIP di sebuah restoran. Mereka datang untuk merayakan dan mendukung
"Rupanya kamu yang bernama Dimas, ya? Aku sudah lama mendengar tentang reputasimu," ujar Aditya sambil bersulang pada Dimas.Dimas membungkuk sopan dan menyahut sambil tersenyum, "Aku juga sudah lama mendengar tentang Pak Aditya. Aku sangat kagum dengan proyek Teluk Bomin Bapak di luar negeri."Aditya mengulum senyum dan berujar, "Keberhasilan proyek Teluk Bomin itu berkat kerja sama dengan partner juga. Penghargaan atas proyek itu lebih banyak adalah milik mereka."Dimas menyesap anggurnya, lalu membalas, "Pak Aditya terlalu rendah hati.""Ngomong-ngomong, apa kamu mengenal putriku?" tanya Aditya sambil melirik Naomi. Dia melihat Dimas mengobrol dengan putrinya barusan."Nona ini putri Pak Aditya?" tanya Dimas dengan nada kaget.Aditya menjawab, "Ya, dia sangat jarang mengikuti acara seperti ini, jadi aku mengajaknya supaya dia terbiasa bersosialisasi.""Rupanya begitu. Aku juga baru bertemu dengannya di pesta beberapa hari yang lalu," ujar Dimas.Naomi hanya menunduk tanpa bersuara s
"Pantas saja Pak Aditya mengajak putrinya datang. Sepertinya dia memang berencana menjodohkannya."Aditya hanya tersenyum saat mendengar komentar orang-orang di sekitarnya. Dia memang berharap putrinya bisa banyak berkenalan dengan pemuda berprestasi seperti Dimas.Pada pukul 9 malam, Javier pulang ke Vila Blue Canyon. Claire yang terkejut pun bertanya, "Kok kamu pulang cepat banget?"Javier melepas dasi dan jasnya sambil menjawab, "Acaranya membosankan. Lebih baik aku pulang duluan untuk menemanimu."Claire mengambil jas dari tangan Javier sambil bertanya lagi, "Kenapa? Nggak ada wanita cantik di sana?"Javier mendekap Claire dari belakang, lalu menyurukkan wajahnya ke rambut wanita itu seraya menyahut, "Selain kamu, semua wanita kelihatan seperti pria di mataku."Claire balik badan dan menekan bibir Javier, lalu berkata, "Gombal."Javier tertawa pelan. Kemudian, dia melepaskan pelukannya pada Claire dan menyingsingkan lengan bajunya sambil berkata, "Aku bertemu Naomi tadi.""Naomi ju
Sepertinya ini pertama kalinya Naomi mendengar orang lain memuji Hardy. Dia lantas menatap Claire dan bertanya, "Bu Claire, kamu juga merasa Hardy itu pria yang baik?"Claire mengaduk sup dalam mangkuknya dan berujar, "Aku pernah bergabung dalam kamp pelatihan selama dua minggu lebih. Saat itu, Hardy sangat keras kepala dan bersemangat. Dibandingkan dengan dulu, dia sudah jadi lebih dewasa sekarang."Naomi mengerucutkan bibirnya sambil berkata, "Aku ... aku nggak tahu bagaimana sosoknya dulu, tapi aku nggak peduli soal masa lalunya.""Kenapa kamu bisa suka padanya?" tanya Claire.Pertanyaan Claire membuat Naomi teringat bahwa Hardy juga pernah menanyakan hal ini sebanyak tiga kali padanya. Naomi menunduk dan menjawab, "Aku juga nggak tahu, aku cuma merasa dia sangat baik."Apa itu karena Naomi pernah melihat Hardy menolong seseorang di rumah sakit? Apa karena pria itu membayar kopi Naomi di kafe, padahal mereka masih belum mengenal satu sama lain? Apa mungkin karena Hardy turun tangan
Beberapa menit kemudian, Hardy menelepon Naomi. Sementara itu, Naomi menjawab panggilan telepon sambil tersenyum, "Halo ...."Setelah mendengar ucapan Hardy, ekspresi Naomi berubah drastis. Di rumah sakit, Naomi berlari ke kamar pasien. Di dalam kamar, ada Hardy dan seorang pria paruh baya. Pria itu adalah ayah Hardy, Mario. Kaki kiri Hardy dipasang gips. Sepertinya selain cedera di kakinya, luka di bagian tubuh lain tidak terlalu parah. Dia duduk di tempat tidur seraya memandang Naomi.Mario memandang Naomi sembari bertanya, "Ini siapa?"Hardy menjawab dengan datar, "Teman.""Lukamu memang tidak terlalu parah, tapi kamu harus istirahat yang cukup," pesan Mario. Kemudian, dia keluar dari kamar.Naomi menghampiri tempat tidur Hardy sambil menunduk, lalu menatap Hardy dan bertanya, "Kamu baik-baik saja, 'kan?"Hardy tersenyum dan menyahut, "Aku tidak apa-apa, hanya luka ringan. Kamu tidak usah khawatir."Naomi menunduk seraya menggigit bibirnya. Dia menimpali, "Maaf, aku ... aku telepon
Air mata Naomi terus mengalir setelah mendengar ucapan Hardy. Naomi memegang dadanya, lalu berbalik dan pergi. Hati Hardy terasa sakit saat melihat sosok Naomi yang berlari keluar. Namun, Hardy tetap berusaha mengendalikan emosinya.Bianca langsung masuk ke kamar dan menegur, "Kamu benar-benar keterlaluan!"Hardy tertegun, dia berujar, "Bu ...." Bianca menampar Hardy."Bianca ...," panggil Fendra. Dia ingin menghentikan Bianca, tetapi tidak sempat. Hardy yang ditampar hanya terdiam.Bianca menarik napas dalam-dalam. Sesudah menenangkan dirinya, Bianca berucap, "Aku lihat sebenarnya kamu menyukai wanita itu. Kamu juga sakit hati setelah mengusirnya, 'kan? Apa yang terjadi sampai-sampai kamu harus membuat keputusan seperti ini? Apa kamu tidak bisa menghadapinya bersama?"Hardy menunduk seraya menimpali, "Bu, ini urusanku sendiri."Bianca menunjuk Hardy sembari membentak, "Urusanmu apanya? Kalau kamu bukan anakku, untuk apa aku mengurusmu? Oke, aku tidak akan ikut campur. Kamu sendiri yan
Naomi mengangguk dan berpamitan, "Kalau begitu, aku masuk dulu. Hati-hati di jalan."Setelah Naomi masuk ke rumah, Dimas baru naik ke mobil dan pergi. Naomi berjalan masuk ke ruang tamu. Irene baru selesai memasak makan malam. Melihat Naomi pulang, Irene tersenyum dan berujar, "Nona, makan malam sudah siap.""Aku nggak selera makan, kamu makan dulu," ucap Naomi yang langsung naik ke lantai atas. Irene meletakkan piring di atas meja, lalu memandang Naomi dengan ekspresi khawatir.Setelah Aditya pulang, Irene menceritakan keadaan Naomi kepada Aditya. Sementara itu, Aditya melepaskan jaketnya dan menyerahkannya kepada Irene. Dia berkata, "Aku lihat kondisinya dulu."Aditya berjalan ke depan pintu kamar Naomi, lalu mengetuk pintu. Begitu membuka pintu, Aditya melihat Naomi sedang duduk di depan meja sambil melihat album foto. Aditya bertanya, "Naomi, kenapa kamu tidak makan?"Naomi menggeleng dan menyahut, "Aku belum lapar."Melihat ekspresi Naomi yang kecewa, Aditya bisa menebak apa yang