Cuaca pagi ini terasa lebih dingin dari hari sebelumnya. Bianna yang biasanya memakai blazer lengan pendek atau lengan panjang tipis, kali ini pakaian Bianna agak tebal meski masih terlihat modis. Sepertinya musim dingin benar-benar akan tiba, itu berarti rapat pemegang saham akhir tahun baik di perusahaan Harland Group dan Lysander Corporation pun akan segera dilaksanakan.
Itu sebabnya sejak satu minggu yang lalu, Bianna selalu lembur di kantor, dia dan Esma sedang mempersiapkan laporan akhir tahun yang akan dipresentasikan saat rapat besar nanti. Selama lembur, dia akan pulang jika waktu menunjuk pukul sembilan dan sampai di rumah sekitar pukul sepuluh malam.Sejak satu minggu ini, Bianna juga jarang bertemu dengan sang suami. Sejak kejadian malam itu, mereka lebih banyak bertemu saat sarapan, setelah itu di kantor pun mereka tidak bertegur sapa kecuali urusan perusahaan. Damian lebih banyak diam dan seperti sedang menghindari Bianna, Entah apa yang lBianna kembali tersenyum sinis melihat Kevin yang tiba-tiba membisu karena mendengar tantangan darinya barusan. Dalam hati, Bianna yakin sekali kalau mantan suaminya itu tidak akan sanggup berpisah dari Leony. Oleh sebab itu Bianna bangkit dari duduknya sambil berkata, “Sepertinya jawabannya sudah jelas. Jadi, lebih baik sekarang kamu keluar dari ruanganku dan jangan pernah kembali lagi apa pun alasannya.”“Tunggu, Bia!” Tangan Kevin berhasil meraih lengan Bianna yang akan meninggalkan tempat duduknya.“Aku sanggupi syarat dari kamu, tapi aku juga mau persyaratan darimu,” ujar Kevin dengan tatapan serius pun tangan yang masih mencengkeram lengan Bianna.“Oh, ya? Syarat apa yang kamu inginkan?” tanya Bianna yang menantang lebih berani.“Apalagi? Tentu saja aku mau kamu juga meninggalkan Damian.” Bianna tersenyum penuh arti, lalu perlahan dia lepas pegangan tangan Kevin dari lengannya, dia bawa tangan kanannya mene
“Kenapa kamu ikut di mobilku?” Bianna bertanya dengan nada ketus saat sudah duduk di dalam mobil. “Ini mobilku juga, Bia. Terserah aku mau naik atau tidak,” jawab Damian ketus pun tanpa melihat ke arah Bianna. “Tapi kemarin-kemarin kamu tidak pernah mau aku ajak pulang sama-sama, lah ini apa?” protes Bianna mengingat selama seminggu ini dia selalu ditolak Damian pulang pergi kerja sama-sama meski Bianna lembur sekali pun, Damian tak pernah membersamainya. Jelas saja saat ini Bianna curiga dan kesal dengan jawaban Damian. “Jalan Tian, ini sudah malam,” titahnya kepada pemuda yang duduk di belakang setir.“Baik, Tuan.” Tian pun segera menyalakan mesin mobilnya lalu dia lajukan kendaraan roda empat itu keluar dari pelantaran perusahaan. “Dami, kamu belum jawab aku.” Bianna merajuk sambil menggoyang-goyangkan lengan Damian. Pria yang sudah tidak memakai dasi itu berdecak sebal, lalu melihat pada Bia
Bianna berjalan menuruni anak tangga sambil mencoba mengabaikan ucapan terakhir Damian sebelum tadi pria itu keluar dari kamar mereka. Yang dia pikirkan justru bagaimana dirinya bisa sampai terbangun di kamarnya ini karena seingatnya, dia ikut tertidur di dalam mobil dengan Damian, kan? “Kenapa kamu suka sekali melamun saat turun tangga, sih, Bia?” Bianna tersentak. Beruntung fokusnya tidak buyar saat matanya bersitatap dengan Sean yang ada di ujung anak tangga, hingga dirinya tidak perlu terjatuh. “Dan kenapa Om suka sekali mengagetkan aku? Kalau aku jatuh, gimana?” Bianna berkata dengan nada ketus dan wajah yang tak ramah sama sekali. Apa Om gantengnya ini tidak tahu kalau sapaannya membuat jantungnya berdegup sangat kencang karena terkejut? “Aku di sini, Bia. Kalau kamu jatuh, aku pasti akan menangkapmu lebih dulu,” jawab Sean santai seperti tanpa beban sama sekali. Bianna terang saja semakin membesarkan bola matanya. “Jangan mulai ya, Om. Aku sudah senang dengan Om yang kema
Langkah cepat Bianna terhenti seketika saat melihat wanita yang sedang berkacak pinggang bicara dengan Sean. Suaranya melengking dan terdengar sangat ketus. Jangan tanya bagaimana wajahnya karena dilihat dari tempat Bianna berdiri, wanita yang dia kenali sebagai istri dari Kevin itu seperti sembap dan sayu. Entah apa yang sudah terjadi padanya, mendadak Bianna merasa prihatin. “Di mana wanita j*lang itu! Aku harus memberi dia pelajaran!” Entah terbuat aldari apa pita suara Leony hingga tampak tidak lelah berteriak mencari Bianna. “Jaga sikapmu, Nyonya. Bia tidak akan menemuimu kalau kamu bersikap seperti ini!” sentak Sean, tegas, tetapi tidak berlaku kasar pada si wanita. Leony terlihat semakin kesal, dia ingin menerobos Sean, tetapi gagal karena kalah ukuran tubuh. Tentu saja, Sean berbadan tegap, tinggi dan kekar jelas berbanding terbalik dengan tubuh Leony yang ramping dan kecil. Bianna tidak tahan lagi hanya jadi penonton. Itu sebabnya dia berjalan dengan tergesa-gesa men
“Maafkan aku, Opa sampai Opa harus melihat situasi yang tidak menyenangkan tadi.” Bianna berkata sambil menunduk. Saat ini dia berada di kamar Eduardo. Setelah kepergian Leony, Marta mendekati Bianna dan mengatakan kalau Eduardo ingin bertemu dengannya. Meski tak melihat, tetapi Bianna bisa mendengarkan desah berat yang keluar dari bibir Eduardo. “Sebenarnya ada apa ini, Bia? Opa sudah curiga sejak pertama kali melihat kalian menikah dan hari ini dengan kedatangan perempuan itu, kecurigaan Opa jadi semakin besar saja. Opa butuh penjelasanmu, Bia. Sebelum memutuskan memaafkanmu atau tidak.” Bianna mendongak dengan mata terbelalak. Seharusnya dia tidak perlu terkejut dengan reaksi Eduardo saat ini karena cepat atau lambat rahasianya dengan Damian pasti akan terbongkar juga. Akan tetapi, kenyataannya Bianna tidak bisa begitu saja menjawab pertanyaan Eduardo. Dalam hati Bianna sangat berharap Damian segera datang menolongnya karena sejak awal pernikahan ini adalah rencana Damian, buk
Untuk sejenak saja, boleh, kan, Bianna meminta agar waktu berhenti saat ini juga? Saat dirinya tengah hanyut dalam kobaran api gairah yang baru saja dinyalakan oleh Damian? Saat dirinya hampir tenggelam dalam dahsyatnya gelombang kenikmatan yang Damian beri lewat sentuhan bibirnya itu? Namun sayang, sepertinya hanya Bianna yang merasakan perasaan itu karena detik berikutnya kembali tanpa aba-aba Damian melepaskan tautan bibirnya begitu saja. Tentu saja hal itu membuat Bianna terkejut, meski dia berusaha untuk segera kembali menapak bumi yang dia pijak. “Bagaimana? Apa ini sudah bisa membuktikan kalau kami adalah suami istri sungguhan?” Dengan percaya dirinya Damian bicara pada Eduardo, tidak lupa tangan kanannya merengkuh pinggang Bianna. “Lalu kenapa perempuan tadi marah-marah sama Bia? Dan bilang kalau suaminya ingin cerai gara-gara Bia, Dami?” Eduardo patut bertanya hal itu. Telinganya tidak tuli, tentu dia ingin memastikan apa yang sudah dia dengar. Damian menuntun Bian
“Tidak ada masalah dengan jantungku.” Bianna mendorong tubuh kekar Damian dengan kedua tangannya. Damian tidak marah. Dia justru terkekeh sambil merapikan kembali jasnya. “Baguslah kalau begitu. Setelah ini jangan biarkan mereka masuk ke rumahku, aku akan bilang ke satpam untuk mencegah mereka.”“Lalu bagaimana dengan permintaan Opa tadi?” Bianna terpaksa menghentikan gerakan Damian yang sudah berbalik. Dia kembali menoleh lalu tersenyum penuh arti. “Kenapa? Apa kamu menganggap serius permintaan Opa? Sayangnya aku tidak. Jadi, lupakan saja hal itu. Bersiaplah, Tian akan mengantarmu ke kantor.” Bianna terpaksa menelan kembali kata-kata yang siap meluncur dari bibirnya karena langkah pria itu terlalu cepat untuk dihentikan. “Dasar pria aneh! Tidak punya perasaan! Lalu apa yang harus aku katakan pada Opa kalau cucunya sendiri yang tidak mau punya anak?” gerutu Bianna yang akhirnya memutar badan lalu berjalan menuju ruang makan mengambil tas tangan miliknya. “Memangnya kamu mau hamil
“Siapa yang memintamu merubah jadwalku?” Suara Damian tetap sama, datar dan terlalu kaku. Namun, Dion yang sudah bekerja dengannya selama hampir tujuh tahun ini tentu sudah terbiasa mendenganya. “Itu—” “Aku yang perintahkan.” Dion tidak sempat menjawab karena Bianna lebih dulu bersuara saat memasuki ruang kerja Damian. “Kenapa begitu? Apa pentingnya datang ke acara dia?” Damian mendelik tak terima jadwal kerjanya diintervensi tanpa seizinnya. “Nemenin aku, lah. Dia rekan bisnis kita yang baru, masa kita tidak datang ke acaranya,” protes Bianna sambil duduk di kursi depan meja kerjanya. Damian masih ingin komplain, tetapi Bianna memberi kode melalui jaru telunjuk yang ditaruh di atas bibirnya. “Udah, tidak usah pusing, nanti aku yang akan pilihkan pakaianmu. Sekarang aku ke sini karena ada yang ingin aku bicarakan.” Mendengar hal itu tanpa diperintah, Dion berinisiatif undur diri. “Lain kali tanya dulu apa aku mau datang ke pesta atau tidak. Aku paling tidak suka keramaian.” Mata