"Tentu saja aku tahu," ujar Glenn dengan begitu santainya.Alexander melotot jengkel tapi ia tetap masih tidak berbalik. Namun, sungguh ia mulai kehilangan kesabaran karena harus berpura-pura seperti itu."Kenapa kau tidak langsung mengatakannya saat kita ketemu kemarin," ucap Alexander kesal.Glenn berujar, "Karena kau tidak mungkin percaya kepadaku secara langsung. Bagaimana pun juga, kau sangat mempercayainya. Tidak mungkin kau menaruh curiga kepadanya."Alexander menggelengkan kepala, "Kau harusnya mengatakan itu.""Tidak bisa. Kau harus merasakan dan mengetahuinya sendiri. Bukankah kau juga memang sempat berpikir jika aku mengada-ada kan?' cecar Glenn.Alexander menelan ludah dengan susah payah. Ia memang harus mengakui Glenn benar. Sebelumnya ia memang tidak menaruh curiga pada Damar karena merasa pria itu telah mengabdi kepadanya selama bertahun-tahun dan bisa dipercaya.Ia bahkan sedikit meragukan Glenn lantaran terlalu banyak rahasia yang dimiliki oleh pria itu. Tapi, bukan b
Tiba-tiba saja Glenn menutup buku yang sedang ia baca dengan begitu keras hingga menimbulkan sedikit kekagetan dari pengunjung toko buku itu. Alexander berkata, "Hm. Kenapa reaksimu begitu?""Apa yang kau harapkan memangnya? Kau berharap aku senang-senang saja, Barata?"Alexander mengerang kesal, "Padahal kau sendiri yang menemukan motif Damar tapi kau sendiri yang kesal?"Glenn Brawijaya mendengus, "Orang-orang seperti Damar itu tidak pantas diberi kesempatan hidup. Dia bisa lebih menjadi rakus jika tidak segera kau bereskan."Alexander ingin tertawa keras untuk menanggapi ucapan Glenn yang menurutnya menyebalkan itu. Bukankah Glenn juga tahu saat ini Damar sepertinya berhasil mengendalikan beberapa sektor usahanya. Dan ini bukan kesalahan Damar tapi memang kesalahannya sendiri.Dia hanya cukup bodoh saja hingga mempercayai Damar untuk mengelola seluruh aset miliknya. Kini hanya rasa sesal dan pahit saja yang bisa ia terima."Apa kau mau aku saja melakukannya?" tawar Glenn.Alexander
"Tidak, Arnold. Aku sama sekali tidak mencurigaimu. Justru saat ini hanya kau satu-satunya orang yang aku percaya."Arnold mengalihkan pandangannya, "Sebetulnya jika kau masih meragukan aku pun tidak masalah. Kau berhak melakukannya. Bagaimanapun juga, aku memang pernah berselisih denganmu."Narendra berkata, "Kau-""Tidak masalah. Jika kau masih berpikir begitu, aku tak apa," sahut Arnold yang kemudian meninggalkan sang kakak sendirian.Narendra mengumpat keras setelah tak melihat Arnold, "Ini gara-gara Daniel. Kenapa juga aku bisa terhasut olehnya?"Kesal lantaran hubungannya dengan Arnold sedikit memburuk, Narendra memerintahkan untuk tidak mengizinkan Daniel masuk kembali ke perusahaannya. Meskipun dia merupakan kawan baiknya saat ini, dia pikir dia memang harus lebih menjaga diri untuk melindungi dirinya dan juga kepercayaannya pada adiknya. Dia tidak akan pernah lagi meragukan Arnold. Rasanya sudah cukup 3 tahun ini Arnold membuktikan diri jika dia telah berpihak kepadanya."Ki
Di luar halaman Brawijaya Coorporation, Arnold yang menyaksikan semuanya dengan mata kepalanya sendiri tersenyum lebar. Agaknya, aktingnya cukup begitu meyakinkan sang kakak. Buktinya, kakaknya lebih memilih mempercayai dirinya dibandingkan dengan Daniel yang sebenarnya memiliki hubungan yang cukup dengannya.Ia pun dengan begitu santai ke luar dari mobilnya dan berjalan mendeka ke atrah Daniel yang tengah berjalan menjauh dari sana. Keduanya menghentikan langkh mereka begitu berpapasan."Arnold!" ucap Daniel tidak suka.Arnold mengulas sebuah senyum senang, "Bagaimana rasanya?""Apa maksudmu?"Arnold menatap sinis ke arah Daniel lalu berujar dengan tatapan merendahkan, "Bagaimana rasanya dibatalkan kerja samanya dan juga diusir dari Brawijaya seperti seekor anjing yang tidak berguna?"Kemarahan Daniel semakin menggelegak. Wajahnya kini merah padam, tatapannya berubah penuh kebencian pada lelaki yang usianya beberapa tahun lebih muda darinya itu. Ia menggeram marah, "Jadi, ini ulahmu?
"Arnold, jangan macam-macam!" teriak Daniel yang tetap saja tidak diindahkan oleh Arnold yang kini memasang wajah iblisnya.Daniel menggelengkan kepalanya dan membatin, tidak mungkin. Bagaimana bisa Arnold berubah menjadi seperti itu? Bukankah di antara tiga bersaudara itu, Arnold adalah yang terlemah? Tapi rasanya kenapa sekarang dia sangat berbeda?"Aku tidak akan macam-macam kalau kau tidak ikut campur dengan urusanku bersama dengan kakakku."Usai mengatakan hal itu, Daniel tidak lagi bisa berbicara lantaran telah dibius oleh salah satu anakbuah Arnold.Ia memerintah, "Bereskan!""Baik, Bos."Arnold sudah bersusah payah mengambil hati kakaknya. Ia tidak akan pernah membiarkan siapapun merusak usahanya. Oleh karena itu, siapapun yang berani mengganggu jalannya, ia tidak akan tinggal diam."Kau sendiri yang mengambil jalan ini, Bodoh!" ucapnya saat ia melihat Daniel dipaksa masuk ke dalam mobil.***"Bagaimana dengan kunjungan Anda di toko buku, Tuan Muda?" tanya Damar usai Alexander
"Bagaimana? Apa kau sudah mulai bergerak?" tanya Dewa yang baru saja tiba di kediaman Glenn beberapa menit yang lalu."Hm. Aku sudah mulai membeli beberapa perusahaan yang bernaung di bawah Brawijaya Corporation," jawab Glenn sambil membiarkan angin menerpa wajahnya.Saat ini mereka sedang berada di lantai tiga, tempat di mana Glenn menghabiskan waktu senggangnya sendirian. Sejauh ini hanya ada dua orang yang ia izinkan untuk berada di sana bersamanya, yakni Alexander dan juga Dewa. Dewa bertepuk tangan, "Dan apakah dia tidak curiga?""Mana mungkin dia curiga? Ia bahkan tidak tahu jika itu aku," ucap Glenn menatap heran pada Dewa.Dewa menggeleng, "Kalau dia pintar, seharusnya dia curiga. Bukankah yang kau beli itu berurutan? Dari perusahaan kecil hingga yang besar kan?""Ya, bagaimana kau bisa tahu?" tanya Glenn sambil menaikkan sebelah alisnya.Dewa mendengus jengkel, "Oh, ayolah. Kau kan tahu aku ini pintar. Aku tentu saja tahu apa yang mungkin akan kau lakukan."Glenn tertawa sin
"Arnold," panggil Narendra."Ya?" sahut Arnold santai."Aku tidak bisa menghubungi Daniel sejak beberapa hari yang lalu. Menurutmu, kenapa?" tanya Narendra.Arnold memutar badannya dan menyahut dengan tatapan yang terlihat bingung, "Kenapa Mas bertanya padaku? Mana aku tahu?"Narendra tertawa kecil, "Aku hanya tanya pendapatmu."Arnold memperbaiki ekspresinya dan berkata, "Mungkin dia memang tidak ingin berhubungan lagi dengan Mas."Narendra terlihat berpikir sebentar dan hal itu membuat Arnold sedikit was-was terhadapnya, "Ah, benar juga. Aku pikir dia akan sedikit memaksaku atau memohon tapi nyatanya tidak. Aneh."Arnold menghela napas lega begitu mendengarnya. Ia pikir kakaknya tidak menaruh rasa curiga sama sekali terhadap dirinya sehingga ia cukup tenang. "Mungkin dia menemukan partner bisnis yang lain. Dia kan memiliki relasi yang cukup luas, Mas.""Oh, iya. Kenapa aku bisa lupa akan fakta mengenai hal ini? Dia memiliki teman yang sangat banyak, kurasa mudah juga baginya menemuk
"Mudah. Aku sudah mencari beberapa hal yang mungkin bisa kita pakai untuk menekan Alexander," ujar Narendra.Jujur saja, Arnold tidak sekalipun akan menduga jika Narendra akan memiliki pikiran semacam itu. Ia berkata dengan berusaha untuk menahan dirinya agar tidak menggeram marah, "Apa itu, Mas?"Narendra tersenyum penuh misterius seolah ia memang tidak ingin mengatakan hal itu terhadap adik kandungnya."Apa kau tidak ingin mengatakannya kepadaku?" tanya Arnold yang berusaha memasang wajah kecewanya agar kakaknya itu iba kepada dirinya dan mengatakan hal yang ada di kepalanya.Biasanya trik yang dia lakukan itu selalu ampuh untuk menipu Narendra selama ini. Namun, rupanya hal itu kali ini tidak berefek sama sekali. Narendra malah memasang tampang sok misteriusnya lalu menjawab pertanyaan Arnold dengan begitu tenang, "Oh, tidak. Aku bukannya tidak ingin mengatakannya kepadamu tetapi untuk kali ini aku ingin menyimpannya sendiri dulu."Arnold seketika cemberut lalu berujar, "Mas mema
Narendra tidak mempercayai apa yang sedang terjadi kepadanya, "Glenn, kau-""Bukti yang aku miliki sudah lengkap semuanya dan semua ini berkat bantuan dari adik kesayanganmu. Selain itu, Om Satria kebetulan telah menyerahkan dirinya pagi tadi jadi lebih baik sekarang tidak perlu melawan lagi karena kau sudah tamat," ucap Glenn dengan begitu senangnya.Narendra tentu saja memberontak dan berhasil melepaskan diri dari kedua polisi yang memegang lengannya. Pria muda tersebut kemudian langsung saja menarik Glenn ke arahnya lalu mengeluarkan sebuah pisau yang nyata ia sembunyikan dibalik saku jasnya.Glenn tentu saja tidak pernah menyangka hal itu akan terjadi. Ia pikir ia telah bersiap-siap menghadapi segala hal yang mungkin saja terburuk tetapi nyatanya ia masih melupakan sesuatu sehingga sekarang harus menghadapi kemarahan Narendra yang seharusnya tidak perlu dihadapi.Dewa dan Alexander yang berada di sana sontak memerintah anak buah mereka untuk menyelamatkan Glenn tetapi Glenn memint
"Astaga, kau benar-benar membuatnya takut," ucap Glenn yang tidak bisa tidur apalagi mendengar ketika orang yang berada di dalam kamarnya itu dari tadi masih saja bercolotest seolah dia tidak ada di sana.Clarita menoleh pada pria yang telah membuka matanya secara penuh itu. "Om, Om pasti terganggu dengan suara kami ya?"Glenn tersenyum tipis dan menanggapi, "Ah, Clarita. Kau benar-benar sangat peka sekali, tidak seperti ayahmu yang bodoh ini."Alexander sedikit tersinggung tetapi dia membiarkan sahabatnya itu berbicara seperti itu."Kau benar-benar sudah tidak apa-apa?" tanya Dewa, terdapat kecemasan yang begitu terlihat dengan sangat jelas di mata sahabat Glenn yang satu itu."Kau gila atau bagaimana? Aku baru saja tertembak di perutku dan kau bilang aku tidak apa-apa? Luka tembak tidak mungkin bisa sembuh hanya dalam waktu beberapa jam kan?" omel Glenn.Alexander tertawa meringis mendengarkan ocehan Glenn pada Dewa, ia benar-benar sangat puas terhadap omelan Glenn tersebut."Nah, s
Narendra mendecakkan menatap ayahnya dengan tatapan tidak suka. Pria itu bahkan tidak menutupi jika mungkin dia menganggap ayahnya itu cukup bodoh karena tidak benar-benar menyimak ceritanya dengan benar.Narendra menghela napas panjang sebelum kemudian menanggapi, "Ayah, tidakkah tadi Ayah mendengarkan ceritaku dengan baik?"Satria terbelalak tetapi dia membalas pertanyaan putranya, "Dengar. Peluru itu sedikit meleset tetapi mengenai Glenn. Iya kan?""Hm, itu benar. Peluru itu katanya mengenai perut Glenn dan bukannya jantungnya jadi mungkin dia masih hidup atau bisa saja sedang sekarat. Entahlah, aku tidak mengetahuinya. Anak buahku masih mencarinya di seluruh rumah sakit yang ada di Jakarta ini. Dan aku yakin sekali dia akan segera ditemukan," ujar Narendra begitu senang.Satria mengangguk mengerti. "Jika kau sudah menemukannya, apa yang akan kau lakukan terhadapnya?"Narendra menyipitkan mata, memperlihatkan ayahnya senyumannya yang kejam. "Ayah, apakah sekarang ini Ayah masih har
Alexander dan Dewa menyadari jika di sana masih ada gadis muda yang mendengarkan percakapan mereka yang cukup bisa dikatakan berbahaya dan tidak pantas didengar oleh gadis itu.Dewa seketika berkata, "Oh, Sayang. Maaf, percakapan ini tidak pantas untuk kamu dengar. Ah, Alex. Kita tunda saja percakapan ini daripada putrimu harus mendengar hal seperti itu."Clarita sebenarnya tidak ingin menyerah begitu saja tetapi melihat kedua pria dewasa itu terlihat tidak ingin lagi melanjutkan percakapan mereka mengenai permasalahan tentang aksi balas dendam itu maka ia pun juga tidak bisa lagi bertanya."Kamu mau minum atau mungkin camilan?" tawar Alexander.Clarita dengan segera menggelengkan kepala. "Bagaimana mungkin aku bisa makan dalam situasi seperti ini? Ayolah Ayah, aku bukan gadis berdarah dingin yang tidak mementingkan situasi dan kondisi."Alexander meringis mendengar ucapan putrinya yang begitu mengguncangnya Itu.Dewa sendiri tidak tahan untuk tidak tertawa telan tetapi dia kemudian t
Sang pengawal dengan sangat terpaksa akhirnya menjawab kembali, "Tuan Alex tidak apa-apa dan baik-baik saja tetapi Tuan Glenn baru saja tertembak karena diserang."Clarita langsung saja membungkam mulutnya karena kaget. Tak bisa dipercaya, hanya sangat mustahil sekali pria sekuat Glenn bisa tertembak dan kini nyawanya sedang dalam bahaya di dalam rumah sakit.Clarita terdiam sejenak bingung atas apa yang harus dia lakukan setelahnya.Namun, dia tentu tidak bisa berdiam saja di sana sehingga dia memutuskan, "Aku akan ke rumah sakit."Sang pengawal tentu saja langsung saja menjawab, "Tidak, Nona. Tuan Alexander meminta Anda untuk tetap di rumah dan tidak melakukan apapun. Sebenarnya yang diserang itu adalah Tuan Alex tetapi Tuan Glenn datang untuk menyelamatkannya sehingga yang terkena malah Tuan Glenn.""Iya, Nona. Di luar sana masih begitu berbahaya dan kita juga tidak tahu apakah penyerang itu akan mencari-cari Nona karena anda merupakan putri satu-satunya Tuan Alexander sekaligus ke
Ken, sopir Alexander Barata segera melajukan mobilnya lebih cepat dan berusaha menghindari 3 mobil yang mengejar mereka.Alexander mulai tegang dan kemudian segera menghubungi Glenn dengan cepat. Ia benar-benar sangat beruntung sekali karena hanya dalam dari yang pertama panggilannya telah dijawab oleh Glenn."Kenapa kau-""Kirim bantuan sekarang, Glenn! Aku sedang dikejar-kejar!" ujar Alexander dengan suara yang begitu panik.Glenn yang sedang duduk di atas atap itu segera berdiri dan berkata dengan nada yang juga panik, "Di mana posisimu?""Ah, tidak usah. Aku tahu. Bertahanlah sebentar!" ucap Glenn.Glenn segera membuka aplikasinya dan memerintah dengan cepat, "Susul Alexander!"Beberapa anak buahnya yang telah siap siaga itu pun segera mengambil posisi masing-masing dan Glen ikut ke dalam salah satu mobil itu.Sementara itu, Alexander masih dalam pengejaran dan hampir saja terkena sebuah tembakan saat salah satu orang yang berada di mobil kirinya tersebut melemparkan sebuah tembak
"Ayah bukan saudara kandung dari Paman Andi," ujar Arnold.Narendra menatap adiknya itu dengan tatapan heran tetapi ia masih terlihat begitu bingung.Arnold mengamati ekspresi kakaknya yang tidak ada keterkejutan di sana. Ia pun mulai berpikir jauh, "Ah, jadi Mas juga tahu masalah ini? Tapi kenapa Mas hanya diam saja?"Narendra bertanya, "Dari mana kamu tahu masalah ini?"Arnold mengulas sebuah senyum pada sang kakak. "Tidak penting bagaimana aku tahu tapi fakta jika ternyata kamu juga mengetahuinya itu Cukup membuatku heran.""Kenapa lagi?" tanya Narendra malas."Masih bertanya kenapa? Ini semakin membuat kita itu tidak memiliki hak apapun atas harta itu. Mas, kita tidak memiliki hubungan darah dengan keluarga Glenn. Bisa tidak kamu mengembalikan saja semua yang memang bukan milikmu terhadap Glenn? Apa sedikitpun kamu tidak merasa aneh ketika melakukan apapun pada harta yang bukan milikmu?"Narendra mencibir, "Oke, kita memang tidak memiliki hubungan darah dengan mereka tetapi kita t
Kenyataan itu begitu menampar Satria. Ia pun tidak lagi bisa berkutik lagi ataupun membela putra bungsunya.Narendra melihat ayahnya yang tidak bisa menjawab perkataannya itu pun membuatnya semakin yakin untuk memberi satu pelajaran bagi sang adik."Lebih baik Ayah tidak usah ikut campur masalah ini. Biarkan aku yang menyelesaikannya," ucap Narendra.Satria hanya bisa terdiam di sofa ruang tamu itu, meresapi semua yang terjadi di kehidupannya.Tiba-tiba saja ia bangkit dari tempat duduknya itu lalu berjalan menuju ke sebuah gudang yang terletak di luar ruangan.Gudang itu terpisah dari rumah utama sehingga ia harus berjalan sendirian ke sana dan melarang semua anak buah Narendra untuk menemaninya.Begitu ia masuk ke dalam gudang tersebut, ia segera berjalan mendekat ke sebuah benda yang tertutup oleh kain putih besar.Segera saja ia ambil kain yang menutupi sebuah pigura besar itu. Ia pun kemudian duduk di depan pigura tersebut dengan wajah yang terlihat amat sangat letih.Ia mulai be
"Apa yang Ayah bicarakan itu? Tentu saja aku menyukainya," ucap Clarita menatap ke arah ayahnya dengan tatapan heran.Alexander kembali menyipitkan mata dan menatap putrinya dengan tatapan bingung, "Tunggu dulu, Nak. Yang Ayah maksud itu adalah menyukai layaknya seorang wanita menyukai laki-laki. Seperti itu. Kamu tidak seperti yang Ayah maksud kan?" Mata Clarita membola begitu sempurna usai dirinya mendengar perkataan ayahnya tersebut. Ia kehilangan kata-kata untuk beberapa saat dan kemudian membalas perkataan ayahnya itu dengan cepat, "Maksud Ayah, cinta pasangan? Astaga, Ayah. Yang benar saja. Aku menganggap dia sebagai aku menganggap Ayah. Dia sama saja dengan orang tua keduaku."Mendengar perkataan putrinya, Alexander benar-benar menghela napas dengan lega. Ia tertawa konyol lalu kemudian menyesat minuman yang tidak ia ketahui namanya itu.Minuman khas Korea Selatan yang rasanya asam manis cukup menyegarkan tenggorokannya.Alexander kemudian tersenyum pada Sang Putri, "Ayah bena