"Mudah. Aku sudah mencari beberapa hal yang mungkin bisa kita pakai untuk menekan Alexander," ujar Narendra.Jujur saja, Arnold tidak sekalipun akan menduga jika Narendra akan memiliki pikiran semacam itu. Ia berkata dengan berusaha untuk menahan dirinya agar tidak menggeram marah, "Apa itu, Mas?"Narendra tersenyum penuh misterius seolah ia memang tidak ingin mengatakan hal itu terhadap adik kandungnya."Apa kau tidak ingin mengatakannya kepadaku?" tanya Arnold yang berusaha memasang wajah kecewanya agar kakaknya itu iba kepada dirinya dan mengatakan hal yang ada di kepalanya.Biasanya trik yang dia lakukan itu selalu ampuh untuk menipu Narendra selama ini. Namun, rupanya hal itu kali ini tidak berefek sama sekali. Narendra malah memasang tampang sok misteriusnya lalu menjawab pertanyaan Arnold dengan begitu tenang, "Oh, tidak. Aku bukannya tidak ingin mengatakannya kepadamu tetapi untuk kali ini aku ingin menyimpannya sendiri dulu."Arnold seketika cemberut lalu berujar, "Mas mema
"Kau sungguh-sungguh tidak tahu atau memang pura-pura tidak tahu?" tanya Alexander.Akan tetapi, saat pengusaha muda itu melihat wajah Glenn Brawijaya yang terlihat begitu bingung itu, dia segera cepat-cepat berkata, "Oh, aku lupa. Kau memang tidak tahu apa-apa tentang aku."Glenn mendengus begitu keras lantaran bingung dengan perkataan Alexander yang tidak menentu itu."Lebih baik, katanya saja apa yang kau maksud!" desak Glenn yang sudah tidak sabar lagi menunggu cerita masa lalu yang katanya bisa menjadi sebuah ancaman untuk Alexander sendiri.Alexander tidak langsung menjawab dan malah berkata pada pelayan yang lain, "Ambilkan aku whisky!"Akan tetapi, sebelum pelayan itu mengambilkan pesanan yang diminta oleh Alexander, salah satu pengawal yang ia tebak menjadi anak buah Damar itu mendekat ke arahnya, "Tuan Muda, Anda tidak boleh mabuk."Merasa jengkel, Alexander langsung saja berkata dengan lantang, "Kau pikir kau ini siapa? Sampai berhak melarangku untuk melakukan kesenangan?"
"Ah, hampir mirip tapi lebih dari itu," ujar Alexander.Gusar dan semakin kesal lantaran tidak juga mendapat jawaban yang lebih jelas, Glenn akhirnya berkata dengan begitu tidak sabar, "Ada apa dengan hal itu?""Sangat buruk, Glenn."Alexander menggelengkan kepalanya dan kemudian kembali meminum whisky nya seolah hal itu benar-benar sangat membuatnya tertekan."Apanya yang sangat buruk?" tanya Glenn dengan nada yang terlihat begitu mendesak.Alexander menjawab dengan tatapan bersalahnya, "Saat itu aku masih bersekolah dan bisa dikatakan belum tahu mengenai hal-hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan.""Apa ya memangnya kau lakukan? Mengganggu anak yang lebih lemah darimu? Seperti mengunci teman sekolahmu dalam toilet atau mungkin menjahili gurumu sampai gurumu memutuskan untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya?" tanya Glenn yang mulai menebak-nebak tetapi semua itu tidak menemukan titik terang yang mungkin mendekati apa yang dilakukan oleh Alexander Barata.Mencoba berpikir lagi,
"Tenanglah, kita cari solusi untuk masalah ini," ujar Glenn yang sebenarnya cukuplah kesal lantaran kasus yang telah dibuat oleh Alexander.Alexander benar-benar merasa sangat buruk, "Jika aku tahu masalah itu bisa mengganggu langkahmu untuk maju, aku pasti tidak akan pernah melakukan hal itu di masa lalu."Glenn mendengus kala mendengar kata-kata yang jelas tidak masuk akal itu, "Ayolah, bukan seorang bayi yang masih juga berpikir tentang andai-andai. Kau jelas-jelas sudah tahu hal itu tidak mungkin terjadi jadi untuk apa kau berandai-andai seperti itu?"Alexander menundukkan kepalanya lantaran ia memang sangat merasa bersalah. Ia berkata pelan, "Iya, kau benar. Semuanya telah terjadi dan tidak mungkin bisa diubah."Glenn tidak menanggapinya dan kini mulai berpikir untuk mengatasi masalah itu.Narendra Brawijaya sudah tentu memiliki bukti mengenai kesalahan terbesar yang pernah dilakukan oleh Alexander Barata sehingga yang dilakukan oleh Glenn Seharusnya juga menunjukkan bukti untuk
"Dengar, Barata. Gadis kunci akar permasalahan yang akan kau hadapi itu. Kalau dia bisa berada di pihakmu maka kau pun bisa membela diri nantinya," jelas Glenn.Alexander kini mengerti apa yang dimaksud oleh pria muda itu maka dengan cepat Ia pun merespon ucapan Glenn, "Aku tidak yakin dia bisa berada di pihakku. Kau lupa apa yang telah aku perbuat kepadanya? Mana seorang wanita yang mau memaafkan orang yang telah membuatnya kehilangan banyak hal?"Sungguh, Alexander benar-benar tidak mengerti kenapa saat ia masih muda bisa melakukan hal serendah itu. "Memang. Tapi justru itulah tantangannya di sini," ucap Glenn.Alexander mengusap hidungnya yang tidak gatal untuk menutupi kegugupan sekaligus kegelisahan yang melanda dirinya, "Tantangan apa yang kau maksud itu? Aku tidak mengerti.""Tantangan menjadikan gadis itu menjadi salah satu orang yang mendukungmu," ujar Glenn sambil tersenyum miring.Alexander menggelengkan kepalanya dengan cepat, "Dia tidak akan mungkin pernah mau. Dia pasti
"Ibu? Apakah itu artinya kamu adalah putri Hana?" tanya Alexander dengan cepat.Gadis yang baru yang sadari sangat cantik itu menjawab, "Iya. Maaf, sekali lagi ada keperluan apa Anda mencari ibu saya?""Saya. Hm, saya ingin bertemu untuk membicarakan sesuatu yang sangat penting dengannya. Apakah bisa saya bertemu dengannya?" tanya Alexander.Gadis itu terdiam untuk beberapa saat, "Tapi ibu saya tidak pernah mau bertemu dengan orang. Maksud saya, beliau sudah tidak pernah lagi mau bertatap muka dengan orang lain selain saya."Alexander menatap gadis muda itu dengan tatapan bertanya, "Apakah dia sedang sakit?"Gadis yang rambutnya panjang tetapi dikepang dua itu menganggukkan kepalanya.Hati Alexander mencelos saat mendengarnya, "Sakit apa?"Gadis tidak menjawab dan malah semakin menatap Alexander dengan curiga.Alexander yang sadar ditatap tidak menyenangkan segera berkata dengan pelan, "Maaf, saya yakin ibu kamu pasti mau bertemu dengan saya. Saya ini adalah teman sekolah ibu kamu. Sa
"Ibu menderita gangguan psikologis setelah melahirkan saya," jawab Clarita yang seketika membuat Alexander terkejut luar biasa.Alexander berjalan mendekat ke arah wanita yang duduk di kursi roda itu lalu menatapnya. Ia sungguh tidak menyangka jika hal seperti itu akan dialami oleh Hana."Bagaimana hal itu bisa terjadi?" tanya Alexander masih belum mengalihkan pandangannya dari Hana.Clarita mendorong kursi roda itu di dekat ruang tamu lalu kemudian ia duduk di samping ibunya.Alexander menahan nafas ketika menunggu cerita dari Clarita."Menurut nenek, Ibu dulu mengalami kasus pelecehan seksual dan saya pun lahir dari sana."Mendengar itu, Alexander serasa membatu dan tidak bisa bereaksi apapun selain terdiam.Clarita melanjutkan, "Mungkin ibu menjadi seperti ini karena beban psikologis yang ia tanggung di usianya yang masih sangat muda."Tidak bisa menahan hal itu lebih lama lagi maka Alexander segera bertanya, "Jadi, kamu ... kamu ....""Ya, saya itu anak hasil dari peristiwa itu da
"Ya, aku tahu," jawab Alexander dengan begitu pelan hingga bahkan Clarita agak tidak yakin jika ia benar-benar mendengar jawaban itu dari Alexander."Sungguh, Om?"Alexander mengangguk lemah dan mencoba untuk tersenyum samar meskipun ia kesulitan. Untuk pertama kali di dalam hidupnya ia benar-benar merasa berada di ujung tanduk.Andai saja ia mengetahui jika ia memiliki seorang putri lebih awal, ia pasti tidak akan pernah menyia-nyiakan putrinya itu."Iya, tapi aku hanya bisa berharap jika kamu tidak kecewa," ucap Alexander yang semakin lirih.Alexander menoleh kepada Hana yang masih saja menatap kosong ke arah depan tanpa tahu jika orang yang pernah melecehkan dirinya tersebut ada di rumahnya dan sedang berbicara dengan putri mereka.Dada Alexander begitu terasa sesak lantaran begitu banyaknya pikiran-pikiran buruk yang mungkin akan timbul saat ia telah mengatakan identitas aslinya kepada gadis yang saat ini sedang menatapnya dengan penuh harap.Clarita membalas, "Aku tidak akan pern