Home / Urban / Kembalinya sang Pewaris / Chapter 3: Kabar Mengejutkan

Share

Chapter 3: Kabar Mengejutkan

Author: Zila Aicha
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Glenn, kita sudah pernah membicarakan hal ini berulang lagi." Amelia menatap putranya dengan sedih.

"Kalau begitu, jangan coba atur-atur aku lagi! Ibu tidak berhak," ujar Glenn datar.

Amelia menghela napas panjang, "Ibu tahu kau sangat membenci Ibu tapi setidaknya-"

"Bagus kalau Ibu tahu," potong Glenn seenaknya.

"GLENN!" Sebuah teriakan keras tiba-tiba terdengar di sana.

Glenn hanya menoleh tanpa minat.

"Wah, Ayah pulang cepat!” seru Glenn.

"Sungguh suatu kejutan!" lanjutnya.

Andi berjalan mendekat diikuti Edgar di belakangnya, "Mau sampai kapan kau bersikap kurang ajar seperti ini?"

"Kurang ajar bagaimana? Ah, aku tahu. Ayah marah karena aku memakai uang 12 miliar itu. Begitu?"

"Tidak. Bukan soal jumlahnya, Glenn."

"Lantas?" tanya Glenn sambil menaikkan sebelah alisnya.

"Kau sudah membuang-buang uang untuk hal yang tidak berguna," jawab Andi.

Glenn tersenyum, "Itu sangat berguna, Ayah. Bukankah Ayah dan Ibu bekerja keras selama ini untuk hal ini?"

Andi dan Amelia terdiam.

"Dari aku kecil, Ayah dan Ibu kerja sampai melupakan aku untuk membuatku hidup nyaman. Lalu, kenapa sekarang kalian memprotesnya? Ini kan yang kalian mau?" ujar Glenn, tatapan matanya sedingin es pada kedua orangtuanya.

Andi berkata, "Glenn, kau sudah bukan anak kecil lagi. Kenapa kau masih mengungkitnya?"

Glenn menyisir rambutnya dengan jarinya, "Aku tidak mencoba mengungkitnya. Yang ingin aku katakan adalah, aku seperti ini karena kalian sendiri. Jadi, berhentilah mengatur-atur hidupku!"

"Kau-"

"Ayah dan Ibu sendiri yang membuatku jadi orang seperti ini. Kalian penyebabnya, inilah hasil didikan kalian itu. Oh, aku salah. Kalian berdua tidak pernah mendidikku. Hm, jadi bagaimana-"

PLAK!

"Andi!" teriak Amelia kaget, ia langsung berjalan mendekati putranya tapi Glenn dengan cepat mundur.

Amelia berhenti bergerak, menatap nanar sang putra yang terlihat menjaga jarak dengannya.

"Kenapa, Ayah? Ayah tak terima kalau memiliki anak sepertiku? Kalau begitu, kenapa Ayah tak sekalian saja membuangku saat aku masih kecil?" tantang Glenn.

Andi kembali mengangkat tangannya, tapi Amelia dengan cepat mencegah suaminya. Ia menggelengkan kepalanya pada sang suami. Mata Andi memerah, menandakan kemarahan sekaligus kekecewaan yang sangat besar pada putranya.

Glenn tersenyum masam, "Apakah itu yang bisa Ayah lakukan sebagai orangtua? Menghajar putranya tanpa mau tahu alasan putranya melakukan sesuatu?"

Andi tak menjawab, kemarahan masih begitu menguasai dirinya.

Glenn berujar lagi, "Kalian berdua mau memiliki putra yang sempurna tapi kalian sendiri tak berusaha menjadi orangtua yang baik. Kalian berdua membuatku ingin tertawa."

"PERGI!" usir Andi tiba-tiba.

Glenn tertawa pelan, "Kemarin Ayah memintaku untuk tinggal di sini dan sekarang Ayah mengusirku?"

Glenn bertepuk tangan seolah ia baru saja mendapatkan hadiah.

Andi mengalihkan pandangannya pada putra yang telah membuat darahnya mendidih itu.

Glenn berujar santai lagi, "Baiklah, kalau begitu aku akan pergi."

"Glenn!" panggil Amelia pelan.

"Selamat malam, Ibu!" ujar Glenn sebelum kembali menghilang dari rumah keluarga besarnya itu.

Sejak malam itu, Glenn tidak terlihat di Brawijaya Corporation dan juga tak pernah pulang ke rumah besar selama tiga hari lamanya.

Amelia Brawijaya terlihat begitu cemas saat sedang mengemas barang-barangnya. "Kau yakin tidak berusaha mencarinya lagi?"

"Untuk apa mencarinya? Biarkan saja. Kalau dia memang ingin pulang, dia akan pulang."

"Berhentilah menjadi keras kepala, Ndi!" ujar Amelia yang kesal.

Ia pun menutup koper besarnya itu dan meminta pelayan menyingkirkan benda itu dari hadapannya.

"Anak kurang ajar itu yang keras kepala. Selalu begitu. Mengungkit apa yang terjadi di masa lalu, sangat kekanakan."

"Kau sendiri bagaimana? Kau sama saja, Ndi. Kau tak pernah mengalah dari putramu sama sekali," terang Amelia.

Andi tak menyahut.

Amelia mendesah, sebelum berbicara lagi, "Kita memang bersalah. Kita terlalu sibuk sampai tak memiliki waktu untuknya."

Andi melipat surat kabarnya, "Itu demi dia juga, Mel. Tapi anak itu mana mau mengerti? Yang hanya dia pikirkan hal jeleknya saja. Ia tak pernah berpikir hal baik yang ia dapatkan setelah kita sukses."

Amelia menunduk, "Andai waktu bisa diputar lagi, aku pasti akan lebih memilih bersamanya."

"Omong kosong apa yang sedang kau bicarakan itu? Kalau kita tidak berusaha keras di masa itu, mana mungkin kita bisa sesukses sekarang ini? Mana mungkin anak itu menghabiskan uang miliaran rupiah dalam sehari dengan begitu mudahnya? Apa kau tidak memikirkan hal itu?"

Amelia terdiam, merasa sangat percuma berbicara dengan suaminya. Hal itu tetap saja akan berputar di tempat yang sama, tak akan pernah berkembang.

"Kalau dibiarkan, bagaimana dia bisa memimpin perusahaan ini kelak?" ujar Amelia dalam.

Andi mengusap wajahnya, "Kita pikirkan setelah kita kembali dari Jepang."

***

"Kau tak mau pulang, Glenn?" tanya Zayn yang sedang menemani Glenn di sebuah klub malam.

"Tidak."

Zayn membalas, "Mau sampai kapan?"

"Sampai ayah ibuku tiba di Jepang."

Glenn melirik ponselnya lagi, "Ah, seharusnya mereka sudah tiba di sana sekarang."

Zayn mengerutkan keningnya. "Ada acara di sana?"

"Ya. Ada undangan pernikahan putri koleganya."

"Kau tidak ikut?"

Glenn tergelak, "Untuk apa? Apa pentingnya acara itu?"

"Tentu saja penting. Hal itu biasanya bisa digunakan untuk membangun relasi bisnis, Glenn. Astaga, bagaimana kau tidak tahu akan hal itu?" ujar Zayn tak percaya.

Glenn menjawab santai, "Itu bukan urusanku."

"Bagaimana mungkin itu bukan menjadi urusanmu? Kau itu pewaris Brawijaya Corporation. Kau harus mengerti hal-hal semacam ini," jelas Zayn tak percaya.

Glenn tertawa. "Aku tidak peduli."

Zayn menggelengkan kepalanya, "Dasar gila!"

Tiba-tiba saja ponsel milik Glenn bergetar. Ia melirik ponselnya dan sedikit terkejut saat melihat siapa yang menelepon dirinya. Bergegas ia menyingkir dari kerumunan dan ke luar dari klub tersebut baru kemudian ia mengangkat panggilan itu.

"Halo, ada apa, sepupu? Tumben kau meng-"

"Glenn, kenapa kau tidak mengangkat ponselmu dari tadi?" teriak Arnold.

Glenn menjauhkan ponselnya dari telinganya sejenak sebelum ia kembali mendekatkannnya di dekat telinganya. "Memangnya kenapa?"

"Astaga. Kau benar-benar tidak membaca pesanku ya?"

"Pesan?" ujar Glenn bingung.

Ia pun segera membuka aplikasi ponselnya dan terkejut ketika melihat ada puluhan pesan dari orang yang berbeda. Ia membuka pesan dari Arnold.

Matanya melebar seketika. Ponselnya hampir saja jatuh dari tangannya, "Kau sedang bercanda kan?"

"Apa maksudmu? Mana mungkin aku bercanda?"

"Maksudmu ayah ibuku benar-benar mengalami kecelakaan pesawat?"

"Ya. Mereka-"

Glenn memutus panggilan itu dan langsung menuju bandara dengan kecepatan tinggi. Ia berlari menuju pusat informasi yang sedang penuh dengan orang. Kebingungan telah melanda dirinya.

"Tuan Muda."

Glenn menoleh dengan cepat. Ia lalu mencengkeram kerah orang itu, "Katakan itu jika itu tidak benar!"

Edgar membisu.

"KATAKAN!"

Pria itu masih terdiam, tak mau menjawab. Glenn berkata dengan sorot mata tidak percaya, "Bagaimana mungkin mereka bisa kecelakaan? Mereka menggunakan jet pribadi. Ini tidak mungkin. TIDAK MUNGKIN!"

Related chapters

  • Kembalinya sang Pewaris   Chapter 4: Cepat Hajar Dia!

    "Jet itu tiba-tiba mengalami gangguan dan jatuh tak jauh dari bandara, Tuan Muda. Sekarang ini, evakuasi sedang dilakukan," ucap Edgar pelan. Glenn tertawa. "Kau pikir aku akan percaya atas apa yang baru saja kau katakan?" Edgar tertunduk dalam. Glenn berkali-kali menggumamkan dia tidak percaya tapi saat ia menyaksikan berita yang disiarkan secara langsung tersebut, ia tak bisa lagi mengelak dari kenyataan. Jelas sekali disebutkan di berita tersebut jika jet pribadi yang membawa kedua orangtuanya dan beberapa kru pesawat itu telah ditemukan dan jenazah pun telah berhasil dievakuasi. "Tuan Muda," panggil Edgar. Glenn kesulitan berkata-kata. Tetapi ia tetap menyeret dirinya ke lokasi itu dan menyaksikan jenazah kedua orangtuanya dengan matanya sendiri. "Siapkan pemakaman!" perintahnya pada bawahan ayahnya tersebut. Glenn tampak terdiam sepanjang pemakaman itu digelar. Ia tak membalas ungkapan duka cita dari semua orang yang datang ke pemakaman itu. Fero, asisten pribadinya terseb

  • Kembalinya sang Pewaris   Chapter 5: Kau Salah Orang!

    Satria menambahkan, “Glenn sudah bukan tuan muda kalian lagi. Sekarang patuhi perintahku atau kalian aku pecat.” Glenn mengamati mereka dan berikutnya belum sempat ia memahami semuanya, ia telah dihajar oleh anak buah ayahnya dan kemudian dilempar ke luar rumah. “Maafkan kami, Tuan Muda Glenn. Maafkan kami.” “Semoga Tuan Muda hidup dengan baik di luar.” Glenn terbatuk darah malam itu dalam keadaan terbaring di tengah jalanan ditemani hujan deras yang mengguyur. Pria itu tak dapat bergerak lantaran rasa sakit yang begitu amat menyakitkan menyerang tubuhnya. Di tengah-tengah semuanya itu, seseorang mendekat ke arahnya dengan membawa payung serta sebuah tas ransel. Ia mengangkat Glenn ke arah pinggir dan membantunya untuk duduk. Pria muda itu memberinya sebotol air mineral dan membantunya untuk minum. Glenn yang membutuhkan tenaga itu dengan rakus meminumnya sampai ia tersedak. “Maaf, Tuan Muda.” "Fer!" panggil Glenn lemah. Laki-laki muda itu lalu memberikan sebuah ransel hitam b

  • Kembalinya sang Pewaris   Chapter 6: Siapa Kau?

    "Aku bisa membantumu merebut kembali semua hakmu," ujar pria itu. Mendengar perkataan pria yang menatapnya dengan sorot penuh ketenangan itu, Glenn sontak tertawa nyaring. Ia bahkan nyaris terjatuh dari bangku saat tertawa. "Apa yang kau tertawakan?" tanya pria muda itu keheranan. Glenn bangkit dari tempat duduknya dan menatap pria itu dengan meneliti, ia lalu menjawab santai, "Tentu saja kau." "Kenapa? Apa yang salah denganku?" Glenn menggelengkan kepalanya lalu berjalan melewatinya tanpa berkata sepatah katapun lagi. Pria itu terhenyak. "Glenn!" Glenn tak berhenti dan terus berjalan tanpa berniat sedikit pun untuk menyahut. "Glenn!" panggilnya lagi. Ia menyusul Glenn dan berjalan di samping Glenn. "Setidaknya dengarkan aku dulu," ucap pria itu. Glenn tak menggubris dan tetap berjalan, menganggap orang itu sebagai angin lalu. "GLENN BRAWIJAYA!" teriak pria itu. Jengkel, Glenn menghela napas panjang. "Pergilah!" "Tidak. Kau harus mendengarkan aku dulu," ucapnya, masih beru

  • Kembalinya sang Pewaris   Chapter 7: Dasar Gelandangan!

    "Aku? Apakah setelah aku mengatakan siapa diriku, kau mau merebut kembali hakmu?" tanya pria muda itu. Glenn berkata, "Sudah, lupakan saja omong kosongmu itu. Aku juga tak ingin tahu siapa dirimu." Glenn hampir saja kembali berjalan, tapi pria muda itu mencegahnya lagi dengan berdiri tepat di depannya. "Minggirlah!" geram Glenn. "Alexander Barata." Glenn terdiam sejenak, "Terus?" "Aku salah satu orang yang pernah dibantu ayahmu. Saat ini aku menjalankan bisnisku sendiri dan kebetulan cukup maju. Semuanya berkat ayahmu, Paman Andi yang selalu membantuku sekaligus menjadi mentorku," jelas pria bernama Alexander itu. Glenn manggut-manggut, "Aku tak pernah mendengar namamu. Tapi hm, itu tidak penting. Ya sudah, Barata. Aku pergi." "Tidak. Kau tidak bisa pergi begitu saja." Glenn bersedekap, menatap Alex dengan menyipitkan matanya. "Kenapa kau begitu bersikeras, Barata?" Alexander menjawab, "Aku ... harus melakukannya." Glenn mencibir, "Ah. Aku tahu sekarang. Kau berniat membalas

  • Kembalinya sang Pewaris   Chapter 8: Kemarahan yang Menggelegak

    "Aku sudah membayarnya, bukankah kau tidak berhak mengomel lagi?" ujar Glenn dingin, tatapannya terlihat menakutkan. Sang pemilik warung itu hanya terdiam, merasa kalah lantaran uang yang diberikan oleh Glenn kepadanya jumlahnya lebih banyak dibandingkan yang seharusnya. Glenn tersenyum sinis melihat orang itu lalu melangkahkan kakinya menjauh dari warung yang sedang penuh pelanggan itu. Akan tetapi, ketika ia baru saja sampai di depan warung, ia meringis kaget saat kepalanya dihantam oleh sesuatu. Ia memegang bagian belakang kepalanya yang ternyata terkena pecahan telur mentah. Semua orang sontak menertawakannya. Sebagian dari mereka bahkan bersorak seolah kejadian yang baru saja terjadi itu merupakan sebuah pertunjukan yang sangat bagus. "Sana pergi, gelandangan!" teriak istri dari pemilik warung itu. "Dasar miskin!" ejek wanita yang tadi sempat berdebat dengannya. Glenn tidak tahu siapa yang telah melemparkan telur itu kepadanya, sehingga ia tidak bisa membuat perhitungan.

  • Kembalinya sang Pewaris   Chapter 9: Jangan Ikut Campur!

    Seseorang dengan pakaian trendi dan terlihat begitu berkelas menghampiri Glenn yang masih sedang berdiri sana. "Kenapa kau malah pergi?" tanya Narendra. Glenn yang memunggunginya tak menjawab dan malah mulai melangkah menjauh. Akan tetapi Narendra tidak membiarkannya lepas begitu saja. Ia kembali memanggil, "Glenn! Apa itu kau?" Glenn seketika berhenti melangkah. Napasnya mulai memburu. Mendengar suara sialan itu memanggil namanya rasanya ia ingin menghajarnya. Tapi tentu ia tidak bisa melakukannya sekarang. Ia tidak akan pernah bisa menyentuh sepupu brengseknya itu. Narendra tersenyum miring, "Benar kan? Kau Glenn, sepupuku. Kau-" "Astaga, apa kau itu buta, Rendra? Pengemis ini kau bilang Glenn?" ujar Zayn, teman Glenn di masa dulu yang kini menjadi teman Narendra. Glenn dengan mudah mengenali suara mantan sahabat dekatnya itu. Dia tidak mungkin salah. Itu memang Zayn, sahabat dekatnya yang ia datangi pertama kali saat malam ia diusir kala itu. Namun, kala itu Zayn justru men

  • Kembalinya sang Pewaris   Chapter 10: Tuan Muda yang Terusir

    Usai mengatakan hal itu, Glenn segera pergi dari tempat itu, meninggalkan Dewa yang masih terbatuk-batuk akibat ia cekik. Glenn memang tidak mencengkeram lehernya dengan begitu kuat tapi tetap saja tenggorakannya luar biasa sakit. Ia kesulitan bernapas. "Dasar orang aneh!" ujar Dewa heran. "Ke mana dia pergi?" lanjutnya usai melihat Glenn sudah tak terlihat lagi. Dewa mengambil napas dalam-dalam dengan begitu rakus sebelum kembali berguman tidak jelas, "Apa yang sebenarnya terjadi dengannya? Apa benar dia memang memiliki hubungan ada dengan orang-orang sialan itu?" Glenn sendiri berjalan tanpa arah tujuan yang jelas selama belasan menit sampai ia memilih berhenti di sebuah taman kota. Taman itu tak terlalu ramai dan kebetulan terdapat banyak tempat duduk di sana. Ia pun memilih salah satu bangku panjang dan duduk di bangku itu dengan tatapan kosong. "Sudahlah, Glenn. Memang apa yang sekarang bisa kau lakukan? Tidak ada. Kau ini hanya seorang gelandangan yang tidak punya apa-apa,

  • Kembalinya sang Pewaris   Chapter 11: Aku Bukan Pengemis

    "Kau ... hentikan!" ujar Glenn menatap kesal pada Dewa yang masih terlihat tenang itu."Kenapa? Apa kau mau membunuhku hanya karena aku mengungkapkan fakta yang sebenarnya?" balas Dewa dengan seringai yang tajam.Glenn yang tidak ingin kehilangan kendali diri segera menyingkir dari tubuh Dewa. Pria itu mengambil tas ranselnya yang tergeletak di atas aspal dan berniat untuk pergi.Akan tetapi, Dewa tak akan membiarkannya pergi begitu saja. "Glenn Brawijaya, aku memang tak tahu bagaimana kisahmu yang sesungguhnya. Aku hanya mendengar kau mendapatkan ketidakadilan dari orang-orang terdekatmu."Ia berhenti sejenak, mengamati reaksi Glenn."Tapi, jika aku jadi kau, aku pasti akan membuat orang-orang biadab itu mendapat balasan yang lebih pedih. Bukan malah menjadi seorang pengecut yang pura-pura menutup mata dan telinga seperti yang kau lakukan sekarang."Tangan Glenn mengepal begitu erat. "Kau tidak tahu apa-apa.""Memang. Sudah aku katakan aku memang tidak tahu apa-apa."Glenn tertawa s

Latest chapter

  • Kembalinya sang Pewaris   Chapter 168: The Ending

    Narendra tidak mempercayai apa yang sedang terjadi kepadanya, "Glenn, kau-""Bukti yang aku miliki sudah lengkap semuanya dan semua ini berkat bantuan dari adik kesayanganmu. Selain itu, Om Satria kebetulan telah menyerahkan dirinya pagi tadi jadi lebih baik sekarang tidak perlu melawan lagi karena kau sudah tamat," ucap Glenn dengan begitu senangnya.Narendra tentu saja memberontak dan berhasil melepaskan diri dari kedua polisi yang memegang lengannya. Pria muda tersebut kemudian langsung saja menarik Glenn ke arahnya lalu mengeluarkan sebuah pisau yang nyata ia sembunyikan dibalik saku jasnya.Glenn tentu saja tidak pernah menyangka hal itu akan terjadi. Ia pikir ia telah bersiap-siap menghadapi segala hal yang mungkin saja terburuk tetapi nyatanya ia masih melupakan sesuatu sehingga sekarang harus menghadapi kemarahan Narendra yang seharusnya tidak perlu dihadapi.Dewa dan Alexander yang berada di sana sontak memerintah anak buah mereka untuk menyelamatkan Glenn tetapi Glenn memint

  • Kembalinya sang Pewaris   Chapter 167: Sadar

    "Astaga, kau benar-benar membuatnya takut," ucap Glenn yang tidak bisa tidur apalagi mendengar ketika orang yang berada di dalam kamarnya itu dari tadi masih saja bercolotest seolah dia tidak ada di sana.Clarita menoleh pada pria yang telah membuka matanya secara penuh itu. "Om, Om pasti terganggu dengan suara kami ya?"Glenn tersenyum tipis dan menanggapi, "Ah, Clarita. Kau benar-benar sangat peka sekali, tidak seperti ayahmu yang bodoh ini."Alexander sedikit tersinggung tetapi dia membiarkan sahabatnya itu berbicara seperti itu."Kau benar-benar sudah tidak apa-apa?" tanya Dewa, terdapat kecemasan yang begitu terlihat dengan sangat jelas di mata sahabat Glenn yang satu itu."Kau gila atau bagaimana? Aku baru saja tertembak di perutku dan kau bilang aku tidak apa-apa? Luka tembak tidak mungkin bisa sembuh hanya dalam waktu beberapa jam kan?" omel Glenn.Alexander tertawa meringis mendengarkan ocehan Glenn pada Dewa, ia benar-benar sangat puas terhadap omelan Glenn tersebut."Nah, s

  • Kembalinya sang Pewaris   Chapter 166: Kebimbangan Satria

    Narendra mendecakkan menatap ayahnya dengan tatapan tidak suka. Pria itu bahkan tidak menutupi jika mungkin dia menganggap ayahnya itu cukup bodoh karena tidak benar-benar menyimak ceritanya dengan benar.Narendra menghela napas panjang sebelum kemudian menanggapi, "Ayah, tidakkah tadi Ayah mendengarkan ceritaku dengan baik?"Satria terbelalak tetapi dia membalas pertanyaan putranya, "Dengar. Peluru itu sedikit meleset tetapi mengenai Glenn. Iya kan?""Hm, itu benar. Peluru itu katanya mengenai perut Glenn dan bukannya jantungnya jadi mungkin dia masih hidup atau bisa saja sedang sekarat. Entahlah, aku tidak mengetahuinya. Anak buahku masih mencarinya di seluruh rumah sakit yang ada di Jakarta ini. Dan aku yakin sekali dia akan segera ditemukan," ujar Narendra begitu senang.Satria mengangguk mengerti. "Jika kau sudah menemukannya, apa yang akan kau lakukan terhadapnya?"Narendra menyipitkan mata, memperlihatkan ayahnya senyumannya yang kejam. "Ayah, apakah sekarang ini Ayah masih har

  • Kembalinya sang Pewaris   Chapter 165: Apakah Dia Mati?

    Alexander dan Dewa menyadari jika di sana masih ada gadis muda yang mendengarkan percakapan mereka yang cukup bisa dikatakan berbahaya dan tidak pantas didengar oleh gadis itu.Dewa seketika berkata, "Oh, Sayang. Maaf, percakapan ini tidak pantas untuk kamu dengar. Ah, Alex. Kita tunda saja percakapan ini daripada putrimu harus mendengar hal seperti itu."Clarita sebenarnya tidak ingin menyerah begitu saja tetapi melihat kedua pria dewasa itu terlihat tidak ingin lagi melanjutkan percakapan mereka mengenai permasalahan tentang aksi balas dendam itu maka ia pun juga tidak bisa lagi bertanya."Kamu mau minum atau mungkin camilan?" tawar Alexander.Clarita dengan segera menggelengkan kepala. "Bagaimana mungkin aku bisa makan dalam situasi seperti ini? Ayolah Ayah, aku bukan gadis berdarah dingin yang tidak mementingkan situasi dan kondisi."Alexander meringis mendengar ucapan putrinya yang begitu mengguncangnya Itu.Dewa sendiri tidak tahan untuk tidak tertawa telan tetapi dia kemudian t

  • Kembalinya sang Pewaris   Chapter 164: Kenekatan

    Sang pengawal dengan sangat terpaksa akhirnya menjawab kembali, "Tuan Alex tidak apa-apa dan baik-baik saja tetapi Tuan Glenn baru saja tertembak karena diserang."Clarita langsung saja membungkam mulutnya karena kaget. Tak bisa dipercaya, hanya sangat mustahil sekali pria sekuat Glenn bisa tertembak dan kini nyawanya sedang dalam bahaya di dalam rumah sakit.Clarita terdiam sejenak bingung atas apa yang harus dia lakukan setelahnya.Namun, dia tentu tidak bisa berdiam saja di sana sehingga dia memutuskan, "Aku akan ke rumah sakit."Sang pengawal tentu saja langsung saja menjawab, "Tidak, Nona. Tuan Alexander meminta Anda untuk tetap di rumah dan tidak melakukan apapun. Sebenarnya yang diserang itu adalah Tuan Alex tetapi Tuan Glenn datang untuk menyelamatkannya sehingga yang terkena malah Tuan Glenn.""Iya, Nona. Di luar sana masih begitu berbahaya dan kita juga tidak tahu apakah penyerang itu akan mencari-cari Nona karena anda merupakan putri satu-satunya Tuan Alexander sekaligus ke

  • Kembalinya sang Pewaris   Chapter 163: Rasa Cemas

    Ken, sopir Alexander Barata segera melajukan mobilnya lebih cepat dan berusaha menghindari 3 mobil yang mengejar mereka.Alexander mulai tegang dan kemudian segera menghubungi Glenn dengan cepat. Ia benar-benar sangat beruntung sekali karena hanya dalam dari yang pertama panggilannya telah dijawab oleh Glenn."Kenapa kau-""Kirim bantuan sekarang, Glenn! Aku sedang dikejar-kejar!" ujar Alexander dengan suara yang begitu panik.Glenn yang sedang duduk di atas atap itu segera berdiri dan berkata dengan nada yang juga panik, "Di mana posisimu?""Ah, tidak usah. Aku tahu. Bertahanlah sebentar!" ucap Glenn.Glenn segera membuka aplikasinya dan memerintah dengan cepat, "Susul Alexander!"Beberapa anak buahnya yang telah siap siaga itu pun segera mengambil posisi masing-masing dan Glen ikut ke dalam salah satu mobil itu.Sementara itu, Alexander masih dalam pengejaran dan hampir saja terkena sebuah tembakan saat salah satu orang yang berada di mobil kirinya tersebut melemparkan sebuah tembak

  • Kembalinya sang Pewaris   Chapter 162: Cepat!

    "Ayah bukan saudara kandung dari Paman Andi," ujar Arnold.Narendra menatap adiknya itu dengan tatapan heran tetapi ia masih terlihat begitu bingung.Arnold mengamati ekspresi kakaknya yang tidak ada keterkejutan di sana. Ia pun mulai berpikir jauh, "Ah, jadi Mas juga tahu masalah ini? Tapi kenapa Mas hanya diam saja?"Narendra bertanya, "Dari mana kamu tahu masalah ini?"Arnold mengulas sebuah senyum pada sang kakak. "Tidak penting bagaimana aku tahu tapi fakta jika ternyata kamu juga mengetahuinya itu Cukup membuatku heran.""Kenapa lagi?" tanya Narendra malas."Masih bertanya kenapa? Ini semakin membuat kita itu tidak memiliki hak apapun atas harta itu. Mas, kita tidak memiliki hubungan darah dengan keluarga Glenn. Bisa tidak kamu mengembalikan saja semua yang memang bukan milikmu terhadap Glenn? Apa sedikitpun kamu tidak merasa aneh ketika melakukan apapun pada harta yang bukan milikmu?"Narendra mencibir, "Oke, kita memang tidak memiliki hubungan darah dengan mereka tetapi kita t

  • Kembalinya sang Pewaris   Chapter 161: Pigura

    Kenyataan itu begitu menampar Satria. Ia pun tidak lagi bisa berkutik lagi ataupun membela putra bungsunya.Narendra melihat ayahnya yang tidak bisa menjawab perkataannya itu pun membuatnya semakin yakin untuk memberi satu pelajaran bagi sang adik."Lebih baik Ayah tidak usah ikut campur masalah ini. Biarkan aku yang menyelesaikannya," ucap Narendra.Satria hanya bisa terdiam di sofa ruang tamu itu, meresapi semua yang terjadi di kehidupannya.Tiba-tiba saja ia bangkit dari tempat duduknya itu lalu berjalan menuju ke sebuah gudang yang terletak di luar ruangan.Gudang itu terpisah dari rumah utama sehingga ia harus berjalan sendirian ke sana dan melarang semua anak buah Narendra untuk menemaninya.Begitu ia masuk ke dalam gudang tersebut, ia segera berjalan mendekat ke sebuah benda yang tertutup oleh kain putih besar.Segera saja ia ambil kain yang menutupi sebuah pigura besar itu. Ia pun kemudian duduk di depan pigura tersebut dengan wajah yang terlihat amat sangat letih.Ia mulai be

  • Kembalinya sang Pewaris   Chapter 160: Kekejutan Lain

    "Apa yang Ayah bicarakan itu? Tentu saja aku menyukainya," ucap Clarita menatap ke arah ayahnya dengan tatapan heran.Alexander kembali menyipitkan mata dan menatap putrinya dengan tatapan bingung, "Tunggu dulu, Nak. Yang Ayah maksud itu adalah menyukai layaknya seorang wanita menyukai laki-laki. Seperti itu. Kamu tidak seperti yang Ayah maksud kan?" Mata Clarita membola begitu sempurna usai dirinya mendengar perkataan ayahnya tersebut. Ia kehilangan kata-kata untuk beberapa saat dan kemudian membalas perkataan ayahnya itu dengan cepat, "Maksud Ayah, cinta pasangan? Astaga, Ayah. Yang benar saja. Aku menganggap dia sebagai aku menganggap Ayah. Dia sama saja dengan orang tua keduaku."Mendengar perkataan putrinya, Alexander benar-benar menghela napas dengan lega. Ia tertawa konyol lalu kemudian menyesat minuman yang tidak ia ketahui namanya itu.Minuman khas Korea Selatan yang rasanya asam manis cukup menyegarkan tenggorokannya.Alexander kemudian tersenyum pada Sang Putri, "Ayah bena

DMCA.com Protection Status