"Kau ... hentikan!" ujar Glenn menatap kesal pada Dewa yang masih terlihat tenang itu."Kenapa? Apa kau mau membunuhku hanya karena aku mengungkapkan fakta yang sebenarnya?" balas Dewa dengan seringai yang tajam.Glenn yang tidak ingin kehilangan kendali diri segera menyingkir dari tubuh Dewa. Pria itu mengambil tas ranselnya yang tergeletak di atas aspal dan berniat untuk pergi.Akan tetapi, Dewa tak akan membiarkannya pergi begitu saja. "Glenn Brawijaya, aku memang tak tahu bagaimana kisahmu yang sesungguhnya. Aku hanya mendengar kau mendapatkan ketidakadilan dari orang-orang terdekatmu."Ia berhenti sejenak, mengamati reaksi Glenn."Tapi, jika aku jadi kau, aku pasti akan membuat orang-orang biadab itu mendapat balasan yang lebih pedih. Bukan malah menjadi seorang pengecut yang pura-pura menutup mata dan telinga seperti yang kau lakukan sekarang."Tangan Glenn mengepal begitu erat. "Kau tidak tahu apa-apa.""Memang. Sudah aku katakan aku memang tidak tahu apa-apa."Glenn tertawa s
"Sekali kali lagi aku minta maaf," ucap Alexander merasa tidak enak."Tak perlu dipikirkan, aku sudah terbiasa dengan perlakuan semacam itu," sahut Glenn.Alexander mengangguk dan meminta Glenn masuk ke dalam sebuah lift yang akan mereka gunakan menuju ruang kerja Alexander.Saat keduanya masuk, Alexander meminta para pengawalnya untuk tidak mengikutinya. Glenn mengerutkan keningnya, "Kau benar-benar tuan muda rupanya."Alexander tersenyum, "Berkat ayahmu."Glenn tak membalas dan hanya mengalihkan perhatiannya untuk melihat-lihat bagian atas lift tersebut.Alexander yang merasa tidak nyaman karena tak ada obrolan pun kembali bertanya, "Bagaimana perjalananmu ke sini?""Tak ada hambatan."Pria itu mengangguk, "Kau ... naik apa?"Glenn menoleh, "Apa kau bermaksud bertanya apa aku jalan kaki ke sini, Barata?"Sejujurnya memang hal itu yang ada di dalam pikiran Alexander, tapi tentu saja ia tidak mungkin mengatakannya kan? Ia pun menggelengkan kepalanya dengan cepat, "Ti-tidak. Maksudku
"Telingamu tidak bermasalah kan?" balas Glenn dengan begitu santainya.Alexander mencoba mengabaikan sindiran Glenn dan berkata, "Kenapa menjadi pelayan? Aku bahkan bisa memberimu posisi tertinggi di perusahaanku jika kau ingin.""Tapi aku tidak mau. Aku mau jadi pelayan karena saat ini hanya itu yang bisa aku kerjakan."Alexander sungguh tidak mengerti jalan pikiran Glenn, dan lebih tidak mengerti lagi saat ia mendengar Glenn juga berkata, "Rahasiakan hubungan kita. Maksudku, bersikaplah seolah kau tidak mengenalku di depan semua orang, terutama di depan keluarga Brawijaya.""Kenapa harus begitu?"Glenn menatap heran Alexander, "Bukankah kau bilang aku harus mempelajari semua aset orangtuaku? Itu artinya aku harus bersembunyi dari siapapun bukan?""Tidak harus seperti itu, Glenn. Kau bisa-"Glenn menyela, "Tidak. Akan jauh lebih baik jika mereka menganggapku sebagai sampah tak berguna. Itu akan membantuku lebih leluasa bergerak."Alexander Barata tidak menyetujuinya. Pria yang hidup
Arnold segera ke luar dari mobilnya dan berjalan menuju ke arah depan mobilnya. Seorang pria terlihat baru saja bangkit.Arnold berkata dengan cepat, "Apa Anda terluka?"Pria yang baru saja berdiri dan membelakanginya itu tak menjawab."Maafkan saya. Saya tidak sengaja. Mari saya bawa Anda ke rumah sakit!" ujar Arnold dengan cemas.Pria itu mengangkat sebelah tangannya, menandakan penolakan."Tapi ...."Lelaki yang ia tabrak itu tidak menyahut dan malah berlari-lari kecil menjauh dari sana."Hei, tunggu dulu!" panggil Arnold.Arnold mengerutkan dahinya, kebingungan. "Aneh.""Tapi ... apa benar dia tidak apa-apa?" gumam Arnold sedikit khawatir.Namun, setelah melihat jalanan yang mulai terlihat ramai itu, ia memilih untuk segera pergi dari area itu. Ia mengarahkan mobilnya menuju ke sebuah klub malam, tempat yang biasanya dikunjungi oleh beberapa teman-temannya termasuk Glenn dulu.Begitu masuk ke dalam, ia langsung disambut oleh Zayn, "Ada apa dengan wajahmu itu? Kau punya masalah?"
Damar menjawab, "Narendra Brawijaya berniat menjual salah satu stasiun televisi, Tuan."Alexander terhenyak, tidak bisa lagi tidak terkejut."Stasiun televisi mana yang dia mau jual?" tanya Glenn yang masih mencoba menahan diri.Damar dengan ragu-ragu berkata pelan, "Brawijaya TV 1, Tuan Muda Glenn."Glenn terdiam selama beberapa detik baru kemudian tawa getir meluncur darinya. Ia sampai memukul-mukul meja."Glenn!" ujar Alexander cemas.Glenn menggelengkan kepalanya. Ia mencekeram gelas minumnya. Setelah tawanya mereda, cengkeraman tangannya pada gelas minumnya semakin kuat. "Kau tidak apa-apa?" tanya Alexander hati-hati.Glenn menoleh, "Barata, keluargaku itu memiliki enam stasiun televisi dan semuanya tidak ada yang bermasalah. Tapi, yang ia jual malah Brawijaya TV 1. Itu adalah stasiun televisi pertama yang ayahku dirikan."Alexander tahu akan hal itu tetapi masih belum tahu harus bagaimana berkomentar."Stasiun satu itu adalah stasiun favorit ayahku," lanjut Glenn.Damar juga ti
"Oh, kau cukup pintar rupanya." Seseorang yang mendorong dirinya tadi menyeringai lebar.Glenn berujar pelan, "Akan aku ladeni kalian, tapi tidak sekarang."Pria bertubuh tinggi itu terlihat heran dengan wajah tenang yang ditunjukkan oleh Glenn. Ia berkata, "Kau-""Nanti setelah jam kerja selesai. Di gang depan," potong Glenn cepat.Pria itu hendak membuka mulutnya untuk berbicara tapi kembali didahului oleh Glenn, "Aku yakin kalian juga tidak mungkin mau mendapat masalah di sini kan?" Seseorang menyenggol temannya tersebut, "Dia benar."Pria dengan sorot mata yang terlihat marah itu menimbang-nimbang sebentar baru kemudian berujar, "Baiklah, aku tunggu kau di gang depan. Awas saja jika kau berani kabur."Glenn tersenyum puas, "Aku bukan pengecut. Jangan khawatir!"Usai berkata demikian, Glenn kembali menjalankan tugasnya melayani para pengunjung. Beberapa rekan kerjanya yang tadi mengancamnya menatap Glenn dengan heran, salah satu dari mereka berkata, "Kau yakin dia tidak akan kabu
Glenn berjalan sambil menguap ke apartemen Gardenia Hills. Saat ia sampai di depan gedung dengan puluhan lantai itu, ia tiba-tiba teringat akan keinginan sang ayah saat berniat membangun sebuah apartemen."Kau pergi sebelum mewujudkan hal itu, Ayah. Kenapa kau tidak pernah menepati janjimu?" gumam Glenn pelan. Dadanya sesak setiap kali ia teringat akan sosok kedua orangtuanya itu, bercampur aduk. Selain ada perasaan sesal karena hubungan mereka buruk sebelum mereka pergi, Glenn juga marah lantaran belum bisa berbuat apapun demi keduanya. "Tapi aku akan segera merebut semua itu kembali, Ayah, Ibu," ujar pemuda itu sebelum ia melangkah ke dalam area apartemen. Ia langsung disambut oleh Alexander yang telah memakai piyama mewahnya."S and R. Dua ratus juta," gumam Glenn sambil melempar dirinya ke atas soda.Alexander sedikit melongo saat Glenn menyebutkan merk piyama biru tua berbahan satin dengan kualitas terbaik itu, "Kau tahu?"Dengan menyangga kepalanya, Glenn berkata, "Lebih dari
Glenn menyeringai lebar, begitu puas melihat Mike telah menyerah kepadanya. Ia berpikir setidaknya ia bisa bekerja di restoran itu dengan tenang tanpa adanya gangguan lagi.Walaupun ia yakin jika orang seperti Mike itu tidak akan mungkin bisa berubah, tapi ia cukup puas dengan membuat orang itu tidak akan menyerangnya selama beberapa waktu ke depan.Begitu urusannya selesai di restoran milik Alexander Barata itu, Glenn segera pulang ke apartemen untuk membicarakan masalah lelang yang akan digelar besok.Alexander yang memang sedang menunggu kedatangan Glenn, dengan segera bertanya cepat, "Jadi, apa yang harus aku lakukan di acara lelang itu?"Glenn tersenyum sekilas, "Kau sepertinya terlihat tidak sabar untuk segera datang ke sana.""Ya, harus aku akui memang aku sangat penasaran siapa yang akan berhasil mendapatkan stasiun televisi milik keluargamu itu," ujar Alexander jujur.Glen manggut-manggut, "Aku yang akan mendapatkan stasiun televisi itu.""Hah?""Lebih tepatnya kau yang akan
Narendra tidak mempercayai apa yang sedang terjadi kepadanya, "Glenn, kau-""Bukti yang aku miliki sudah lengkap semuanya dan semua ini berkat bantuan dari adik kesayanganmu. Selain itu, Om Satria kebetulan telah menyerahkan dirinya pagi tadi jadi lebih baik sekarang tidak perlu melawan lagi karena kau sudah tamat," ucap Glenn dengan begitu senangnya.Narendra tentu saja memberontak dan berhasil melepaskan diri dari kedua polisi yang memegang lengannya. Pria muda tersebut kemudian langsung saja menarik Glenn ke arahnya lalu mengeluarkan sebuah pisau yang nyata ia sembunyikan dibalik saku jasnya.Glenn tentu saja tidak pernah menyangka hal itu akan terjadi. Ia pikir ia telah bersiap-siap menghadapi segala hal yang mungkin saja terburuk tetapi nyatanya ia masih melupakan sesuatu sehingga sekarang harus menghadapi kemarahan Narendra yang seharusnya tidak perlu dihadapi.Dewa dan Alexander yang berada di sana sontak memerintah anak buah mereka untuk menyelamatkan Glenn tetapi Glenn memint
"Astaga, kau benar-benar membuatnya takut," ucap Glenn yang tidak bisa tidur apalagi mendengar ketika orang yang berada di dalam kamarnya itu dari tadi masih saja bercolotest seolah dia tidak ada di sana.Clarita menoleh pada pria yang telah membuka matanya secara penuh itu. "Om, Om pasti terganggu dengan suara kami ya?"Glenn tersenyum tipis dan menanggapi, "Ah, Clarita. Kau benar-benar sangat peka sekali, tidak seperti ayahmu yang bodoh ini."Alexander sedikit tersinggung tetapi dia membiarkan sahabatnya itu berbicara seperti itu."Kau benar-benar sudah tidak apa-apa?" tanya Dewa, terdapat kecemasan yang begitu terlihat dengan sangat jelas di mata sahabat Glenn yang satu itu."Kau gila atau bagaimana? Aku baru saja tertembak di perutku dan kau bilang aku tidak apa-apa? Luka tembak tidak mungkin bisa sembuh hanya dalam waktu beberapa jam kan?" omel Glenn.Alexander tertawa meringis mendengarkan ocehan Glenn pada Dewa, ia benar-benar sangat puas terhadap omelan Glenn tersebut."Nah, s
Narendra mendecakkan menatap ayahnya dengan tatapan tidak suka. Pria itu bahkan tidak menutupi jika mungkin dia menganggap ayahnya itu cukup bodoh karena tidak benar-benar menyimak ceritanya dengan benar.Narendra menghela napas panjang sebelum kemudian menanggapi, "Ayah, tidakkah tadi Ayah mendengarkan ceritaku dengan baik?"Satria terbelalak tetapi dia membalas pertanyaan putranya, "Dengar. Peluru itu sedikit meleset tetapi mengenai Glenn. Iya kan?""Hm, itu benar. Peluru itu katanya mengenai perut Glenn dan bukannya jantungnya jadi mungkin dia masih hidup atau bisa saja sedang sekarat. Entahlah, aku tidak mengetahuinya. Anak buahku masih mencarinya di seluruh rumah sakit yang ada di Jakarta ini. Dan aku yakin sekali dia akan segera ditemukan," ujar Narendra begitu senang.Satria mengangguk mengerti. "Jika kau sudah menemukannya, apa yang akan kau lakukan terhadapnya?"Narendra menyipitkan mata, memperlihatkan ayahnya senyumannya yang kejam. "Ayah, apakah sekarang ini Ayah masih har
Alexander dan Dewa menyadari jika di sana masih ada gadis muda yang mendengarkan percakapan mereka yang cukup bisa dikatakan berbahaya dan tidak pantas didengar oleh gadis itu.Dewa seketika berkata, "Oh, Sayang. Maaf, percakapan ini tidak pantas untuk kamu dengar. Ah, Alex. Kita tunda saja percakapan ini daripada putrimu harus mendengar hal seperti itu."Clarita sebenarnya tidak ingin menyerah begitu saja tetapi melihat kedua pria dewasa itu terlihat tidak ingin lagi melanjutkan percakapan mereka mengenai permasalahan tentang aksi balas dendam itu maka ia pun juga tidak bisa lagi bertanya."Kamu mau minum atau mungkin camilan?" tawar Alexander.Clarita dengan segera menggelengkan kepala. "Bagaimana mungkin aku bisa makan dalam situasi seperti ini? Ayolah Ayah, aku bukan gadis berdarah dingin yang tidak mementingkan situasi dan kondisi."Alexander meringis mendengar ucapan putrinya yang begitu mengguncangnya Itu.Dewa sendiri tidak tahan untuk tidak tertawa telan tetapi dia kemudian t
Sang pengawal dengan sangat terpaksa akhirnya menjawab kembali, "Tuan Alex tidak apa-apa dan baik-baik saja tetapi Tuan Glenn baru saja tertembak karena diserang."Clarita langsung saja membungkam mulutnya karena kaget. Tak bisa dipercaya, hanya sangat mustahil sekali pria sekuat Glenn bisa tertembak dan kini nyawanya sedang dalam bahaya di dalam rumah sakit.Clarita terdiam sejenak bingung atas apa yang harus dia lakukan setelahnya.Namun, dia tentu tidak bisa berdiam saja di sana sehingga dia memutuskan, "Aku akan ke rumah sakit."Sang pengawal tentu saja langsung saja menjawab, "Tidak, Nona. Tuan Alexander meminta Anda untuk tetap di rumah dan tidak melakukan apapun. Sebenarnya yang diserang itu adalah Tuan Alex tetapi Tuan Glenn datang untuk menyelamatkannya sehingga yang terkena malah Tuan Glenn.""Iya, Nona. Di luar sana masih begitu berbahaya dan kita juga tidak tahu apakah penyerang itu akan mencari-cari Nona karena anda merupakan putri satu-satunya Tuan Alexander sekaligus ke
Ken, sopir Alexander Barata segera melajukan mobilnya lebih cepat dan berusaha menghindari 3 mobil yang mengejar mereka.Alexander mulai tegang dan kemudian segera menghubungi Glenn dengan cepat. Ia benar-benar sangat beruntung sekali karena hanya dalam dari yang pertama panggilannya telah dijawab oleh Glenn."Kenapa kau-""Kirim bantuan sekarang, Glenn! Aku sedang dikejar-kejar!" ujar Alexander dengan suara yang begitu panik.Glenn yang sedang duduk di atas atap itu segera berdiri dan berkata dengan nada yang juga panik, "Di mana posisimu?""Ah, tidak usah. Aku tahu. Bertahanlah sebentar!" ucap Glenn.Glenn segera membuka aplikasinya dan memerintah dengan cepat, "Susul Alexander!"Beberapa anak buahnya yang telah siap siaga itu pun segera mengambil posisi masing-masing dan Glen ikut ke dalam salah satu mobil itu.Sementara itu, Alexander masih dalam pengejaran dan hampir saja terkena sebuah tembakan saat salah satu orang yang berada di mobil kirinya tersebut melemparkan sebuah tembak
"Ayah bukan saudara kandung dari Paman Andi," ujar Arnold.Narendra menatap adiknya itu dengan tatapan heran tetapi ia masih terlihat begitu bingung.Arnold mengamati ekspresi kakaknya yang tidak ada keterkejutan di sana. Ia pun mulai berpikir jauh, "Ah, jadi Mas juga tahu masalah ini? Tapi kenapa Mas hanya diam saja?"Narendra bertanya, "Dari mana kamu tahu masalah ini?"Arnold mengulas sebuah senyum pada sang kakak. "Tidak penting bagaimana aku tahu tapi fakta jika ternyata kamu juga mengetahuinya itu Cukup membuatku heran.""Kenapa lagi?" tanya Narendra malas."Masih bertanya kenapa? Ini semakin membuat kita itu tidak memiliki hak apapun atas harta itu. Mas, kita tidak memiliki hubungan darah dengan keluarga Glenn. Bisa tidak kamu mengembalikan saja semua yang memang bukan milikmu terhadap Glenn? Apa sedikitpun kamu tidak merasa aneh ketika melakukan apapun pada harta yang bukan milikmu?"Narendra mencibir, "Oke, kita memang tidak memiliki hubungan darah dengan mereka tetapi kita t
Kenyataan itu begitu menampar Satria. Ia pun tidak lagi bisa berkutik lagi ataupun membela putra bungsunya.Narendra melihat ayahnya yang tidak bisa menjawab perkataannya itu pun membuatnya semakin yakin untuk memberi satu pelajaran bagi sang adik."Lebih baik Ayah tidak usah ikut campur masalah ini. Biarkan aku yang menyelesaikannya," ucap Narendra.Satria hanya bisa terdiam di sofa ruang tamu itu, meresapi semua yang terjadi di kehidupannya.Tiba-tiba saja ia bangkit dari tempat duduknya itu lalu berjalan menuju ke sebuah gudang yang terletak di luar ruangan.Gudang itu terpisah dari rumah utama sehingga ia harus berjalan sendirian ke sana dan melarang semua anak buah Narendra untuk menemaninya.Begitu ia masuk ke dalam gudang tersebut, ia segera berjalan mendekat ke sebuah benda yang tertutup oleh kain putih besar.Segera saja ia ambil kain yang menutupi sebuah pigura besar itu. Ia pun kemudian duduk di depan pigura tersebut dengan wajah yang terlihat amat sangat letih.Ia mulai be
"Apa yang Ayah bicarakan itu? Tentu saja aku menyukainya," ucap Clarita menatap ke arah ayahnya dengan tatapan heran.Alexander kembali menyipitkan mata dan menatap putrinya dengan tatapan bingung, "Tunggu dulu, Nak. Yang Ayah maksud itu adalah menyukai layaknya seorang wanita menyukai laki-laki. Seperti itu. Kamu tidak seperti yang Ayah maksud kan?" Mata Clarita membola begitu sempurna usai dirinya mendengar perkataan ayahnya tersebut. Ia kehilangan kata-kata untuk beberapa saat dan kemudian membalas perkataan ayahnya itu dengan cepat, "Maksud Ayah, cinta pasangan? Astaga, Ayah. Yang benar saja. Aku menganggap dia sebagai aku menganggap Ayah. Dia sama saja dengan orang tua keduaku."Mendengar perkataan putrinya, Alexander benar-benar menghela napas dengan lega. Ia tertawa konyol lalu kemudian menyesat minuman yang tidak ia ketahui namanya itu.Minuman khas Korea Selatan yang rasanya asam manis cukup menyegarkan tenggorokannya.Alexander kemudian tersenyum pada Sang Putri, "Ayah bena