“Ya Eyang, tapi dia dikabarkan telah tewas saat berada di Pulau Andalas beberapa tahun yang lalu.”“Hemmm, aku juga mendengar kabar begitu. Akan tetapi kabar itu tidak benar, karena pendekar itu sekarang ada bersama kita di ruangan ini,” tutur Kiai Bimo, seketika Mantili terkejut dan langsung memberi hormat pada Arya.“Maaf Mas, jika aku tadi bersikap lancang,” ucap Mantili merasa malu dan segan.“Hemmm, Kiai Bimo terlalu berlebihan memuji. Aku pendekar biasa saja dan julukan itu terlalu dibesar-besar,” ujar Arya kembali diiringi senyumannya.“Kamu mendengar dan melihat sendiri kan Mantili? Pendekar sejati itu tidak akan pernah menyombongkan dirinya, meskipun nama dan julukannya disegani dan di agung-agungkan karena telah banyak berbuat kebaikan membela kebenaran.”“Apalah artinya sebuah nama dan julukan Kiai, kalaupun aku telah banyak berbuat baik membela kebenaran itu semua datangnya dari Gusti Allah, kita hanya sebagai perantara-Nya saja,” ulas Arya yang kembali membuat Kiai tersen
Di samping kiri bangunan pemondokan tempat para santri berlatih ilmu bela diri, Kiai Bimo mengajarkan gerakan-gerakan menangkis dan mengunci lawan. Para santri mengikuti gerakan-gerakan itu dengan berpasang-pasangan, satu menyerang satu lagi menangkis dan melakukan gerakan kuncian yang diajar pemilik pemondokan itu.Meskipun gerakan-gerakan silat yang diajarkan masih tahap dasar karena belum masuk ke tahap melakukan tangkisan dan serangan dengan tenaga dalam, namun semua yang telah dikuasai para santri saat ini sudah dapat dipergunakan untuk menjaga diri mereka masing-masing dari serangan yang tak terduga oleh orang lain.****Belasan obor di sekitaran bangunan Padepokan Gagak Hitam tampak menyala saat hari sudah mulai gelap, berbagai kegiatan anggota padepokan mulai dari membuat pagar di sekeliling kawasan padepokan hingga berlatih ilmu kanuragan.Sandaka meminta Sabo untuk mengumpulkan seluruh anggota padepokan itu di ruangan biasa mereka gunakan untuk pertemuan, mendapat perintah i
“Bagaimana Samin, apakah ada laporan mencurigakan dari para warga yang ditugasi di seberang hutan?” tanya Mahfud membuka obrolan di pendopo itu.“Tidak ada Mas, mereka melaporkan beberapa hari bergiliran tugas di sana aman-aman saja tidak ada hal yang mencurigakan. Sepertinya memang tidak perlu juga kita meminta warga desa mengawasi hingga ke seberang hutan sana,” ujar Samin.“Bisa jadi memang para gerombolan yang datang menyerang tiba-tiba ke desa kami itu hanya sebatas ingin mengacau Desa Sampang saja, sebaiknya memang mulai besok tidak perlu lagi diadakan giliran mengawas di seberang hutan itu,” ulas Mahfud setuju dengan pendapat Samin.“Ya Mas, mulai besok aku akan beritahu para warga untuk tidak lagi berjaga-jaga di sana. Cukup waspada saja di kawasan desa ini,” ujar Samin setuju.Para wanita dan anak-anak yang suami mereka tewas akibat serangan anggota Padepokan Gagak Hitam, kini telah di tempatkan di berbagai rumah warga Desa Karapan. Terkecuali anak dan istri dari Mahfud kepal
“Jadi kamu baru dari Pulau Jawa? Bagaimana keadaan di sana?”“Sebagian kawasan yang pernah aku lalui terlihat aman-aman saja Mas, para warga hidup damai-damai saja. Termasuk desa tempat aku dilahirkan, tapi entah dibagian tengah hingga ke barat Pulau Jawa itu aku belum pernah sampai ke sana,” tutur Mantili.“Aku sempat terkejut saat kamu menyerang Kiai secara tiba-tiba dan aku tak pernah menyangka ternyata Kiai juga mengangkat seorang murid, karena beliau tidak bercerita tentang kamu sebelumnya.”“Eyang Guru tidak hanya mengangkat aku saja sebagai muridnya, tapi juga ada puluhan santri di pemondokan.”“Hemmm, kalau itu aku juga tahu Mantili. Tapi yang aku maksud mengangkat murid itu ya seperti kamu di warisi semua ilmu yang ia miliki, kalau para santri di pemondokan lebih diajarkan pada tentang ilmu agama, kemandirian dalam hidup dan sedikit ilmu bela diri,” ujar Arya sambil garuk-garuk kepala karena Mantili tidak mengerti yang ia maksud tadi.“Oh, kalau itu memang Eyang Guru sejak ak
“Sepertinya perjalanan kita sudah cukup jauh dari pemondokan Kiai, tapi kenapa belum ada 1 desa pun yang kita jumpai? Bukankah kamu tadi bilang pernah mengitari seluruh kawasan pulau ini, Mantili?”“Benar Mas, di sebelah selatan dan utara sana banyak desa-desa yang memang dekat dengan pemondokan Eyang. Para santri yang ada di pemondokan berasal dari desa-desa itu, akan tetapi bukankah Mas Arya berkata tujuan utama kita menemui para pengungsi Desa Sampang, jadi kita harus menuju desa-desa yang terdekat dengan Desa Sampang itu di arah barat sana,” tutur Mantili.“Hemmm, benar juga apa yang kamu katakan. Para pengungsi dari Desa Sampang tidak akan jauh mengungsi dari desa itu, mereka tentunya lebih memilih mengungsi ke desa-desa terdekat. Ayo sekarang kita lanjutkan perjalanan,” ujar Arya mengajak Mantili meneruskan perjalanan mereka.*****Seekor kuda yang ditunggangi sosok pria berpakaian serba merah terlihat tengah menaiki lereng bukit yang tidak begitu curam dan tinggi setelah keluar
“Ya, nanti juga aku akan ke selatan dengan Sima. Oh ya Padepokan Neraka sekarang diserahkan pada siapa? Karena Sobat Pangeran musti keluar beberapa hari menemui para sahabat kita,” ujar Lenggo Lumut sembari bertanya.“Dipo Geni yang aku amanahkan untuk menjaga padepokan, karena semuanya sudah jelas sekarang juga aku mohon diri ke arah utara.”“Baik Sobat Pangeran, jika ada berita terbaru dengan pemuda itu mohon sekiranya sobat berkenan mengirim utusan untuk memberi kabar ke padepokan kami nantinya.”“Tentu saja Lenggo, aku pamit sekarang,” Lenggo Lumut dan Ratu Lentik mengangguk dan mengantar Pangeran Durjana hingga halaman padepokan itu.Sepeninggalnya Pangeran Durjana yang mengarah ke kawasan utara Pulau Jawa, Lenggo Lumut dan Sima Ratu Lentik duduk kembali di ruang depan padepokan, di sana juga terlihat beberapa orang berpakaian hijau anggota Padepokan Lumut.“Ini berita buruk bagi kita semua tokoh golongan hitam, Arya ternyata masih hidup dan berada di Pulau Dewata. Sebentar lagi
“Kenapa kalian tidak mengungsi ke desa-desa terdekat saja dan memilih tinggal di hutan ini?” tanya Arya.“Kami takut akan terjadi kembali penyerangan gerombolan itu ke desa-desa yang lain, makanya kami memilih hutan ini untuk tempat berlindung,” jawab Kamra.“Apa di sini kalian bisa bertahan hidup untuk sementara waktu?” kembali Arya bertanya.“Di kawasan hutan ini banyak bahan makanan seperti hewan buruan dan buah-buahan hutan yang dapat kami makan, begitu pula sumber air dari anak-anak sungai yang jernih dapat kami pakai untuk minum dan mandi.”“Hemmm, jika menurut kalian lebih nyaman untuk tinggal di hutan ini untuk sementara waktu bertahanlah di sini. Mudah-mudahan tak beberapa lama lagi kalian akan dapat kembali ke Desa Sampang, mohon do’a kalian semua yang ada di sini agar Aku dan Mantili dapat memberantas para gerombolan pengacau di desa itu,” tutur Arya.“Tentu saja Mas Arya kami akan bantu dengan do’a demi kami dapat kembali ke Desa Sampang, tapi maaf sebelumnya Mas Arya dan
Wanita cantik berpakaian ungu dan pria tampan berpakaian putih tampak menuruni lereng perbukitan di kawasan selatan Pulau Madura, seperti sebelumnya setelah melewati perbukitan selalu di temui anak sungai yang jernih berbatu-batu.Tak jauh setelah menyeberangi anak sungai itu terdapat hamparan persawahan yang sangat luas, mungkin karena hari sudah sore tidak ada seorang petani pun yang terlihat di kawasan persawahan itu.Wanita berpakaian ungu dan pria berpakaian putih terus berlari menelusuri pematang sawah, mereka terkejut setelah tiba di pinggiran sawah beberapa orang menghadang langkah mereka.“Berhenti..!” seru beberapa orang yang menghadang itu.“Maaf Kisanak, kenapa kalian menghadang kami?” tanya pria berpakaian putih.“Harusnya kami yang bertanya kalian dari mana dan hendak ke mana?” salah seorang dari penghadang itu balik bertanya.“Oh, kami baru saja datang dari kawasan paling ujung pulau ini.”“Kalian jangan berbohong, kalian pasti datang dari kawasan barat sana kan?!” tepi
“Ajian Topan Gunung Sumbing, ajian itu juga berguna untuk membentengi diri dari serangan lawan,” jawab Arya.“Lalu ajian dahsyat yang Mas gunakan untuk menghabisi Ketua Padepokan Gagak Hitam di Pulau Madura itu apa?”“Oh, kalau itu adalah salah satu ajian andalanku bernama Telapak Petir. Ajian itu akan aku keluarkan ketika saat menghadapi lawan yang memang sangat berbahaya dan sulit di taklukan,” tutur Arya.“Tapi aku minta nanti apabila kita akan bergerak menumpas Padepokan Lumut, Ketua padepokan yang bernama Lenggo Lumut itu biar aku saja yang menghadapinya. Aku ingin membalaskan dendam tewasnya kedua orang tuaku olehnya,” pinta Mantili.“Hemmm, tentu saja Mantili. Namun yang terpenting kita berhasil menumpas Padepokan Lumut di samping dendam yang hendak kamu balas pada ketua padepokan itu,” ujar Arya.“Tentu saja Mas, karena tujuan utama kita memang itu. Sedangkan urusanku dengan Lenggo Lumut adalah urusan pribadi,” Mantili memahami dan dapat menyisihkan antara tugas mulia dan dend
“Ya Mas, sebaiknya memang kami mencari mereka ke desa-desa lainnya karena di sini tidak kami temui. Terima kasih Mas Pati kami mohon diri,” Pati Dewo hanya mengangguk sembari tersenyum berpura-pura ramah padahal di hatinya saat itu ingin menghajar rombongan Padepokan Lumut yang datang itu.Rombongan utusan Padepokan Lumut itu kembali naik ke atas kuda mereka masing-masing, kemudian berlalu meninggalkan halaman kepala Desa Cagar itu menuju desa-desa lainnya.Pati Dewo tentu saja lega dan puas karena rombongan utusan itu percaya saja dengan semua yang ia katakan jika Deka dan rombongan tidak pernah datang menemuinya, kepala Desa Cagar itu sudah cukup senang karena berhasil mengerjai anak buah Lenggo Lumut itu.*****Saat Arya dan Mantili tiba di rumah Sapto kepala Desa Tandur, di halamannya terlihat beberapa ekor kuda dan pria berpakaian serba hijau berbicara dengan kepala desa itu sambil berdiri. Mereka tampak bersitegang karena adu mulut, melihat hal itu Arya dan Mantili mempercepat l
Pagi itu setelah beristirahat di rumah Sapto kepala Desa Tandur, Arya dan Mantili menuju Desa Telaga yang terletak tidak jauh dari desa itu di sebelah barat. Mereka berpapasan dengan beberapa warga di sana yang hendak menuju lahan persawahan, hingga Arya dan Mantili yang bertanya rumah kepala desa mereka di antar langsung oleh salah seorang warga Desa Telaga itu ke kediaman Pamungkas.Pamungkas yang memang selalu ramah menerima kedatangan tamu di kediamannya, kedatangan Arya dan Mantili pun di terima dengan baik dan sangat ramah.“Maaf sebelumnya, Kisanak berdua datang dari mana?” tanya Pamungkas.“Kami datang dari Desa Tandur Mas, namaku Arya dan ini Mantili.”“Oh dari Desa Tandur, desa tetangga yang paling terdekat rupanya. Namaku Pamungkas dan aku sebagai kepala desa di sini,” ujar Pamungkas yang juga memperkenalkan dirinya.“Ya Mas, kami juga tadi di beritahu salah seorang warga yang tadi mengantar kami ke sini,” ulas Arya.“Terima kasih sebelumnya aku ucapkan mewakili seluruh war
“Mereka telah kembali dan sekarang tengah bersenang-senang dengan para wanita penghibur karena tugas yang mereka laksanakan berhasil,” jawab anggota padepokan bernama Saga itu.“Bagus, berarti yang menjadi masalah sekarang Deka dan rombongannya yang belum kembali.”“Benar Ketua, besok pagi secepatnya beberapa orang anggota padepokan ini akan aku perintahkan mencari mereka.”“Ya, sekarang kamu boleh kembali ke tempatmu jika memang tidak ada lagi yang hendak kamu laporkan,” ujar Lenggo Lumut.“Baik Ketua, aku mohon diri,” Lenggo Lumut mengangguk, Saga pun berlalu dari ruangan itu.******Tewasnya Sandaka yang memiliki julukan Gagak Htam Dari Utara akhirnya sampai juga beritanya ke telinga Adik seperguruannya di Padepokan Gagak Timur bernama Welung Pati, kabar itu sendiri di bawa oleh satu-satunya anggota Padepokan Gagak Hitam yang selamat dalam pertempuran sengit di Desa Sampang di Pulau Madura.Saat penyerangan Padepokan Gagak Hitam itu oleh gabungan warga 3 buah desa yang dipimpin Ary
“Namaku Arya, dan ini Mantili. Kami datang dari Desa Tandur dan tak sengaja melintas di sini dan mendengar pembicaraan Mas Pati dengan para anggota Padepokan Lumut ini, maafkan kami bukannya lancang ikut campur akan tetapi kami juga tidak suka dengan orang-orang Padepokan Lumut.”“Oh, kalian berdua ternyata warga Desa Tandur. Kalian hendak ke mana?” tanya Pati Dewo.“Yang warga Desa Tandur hanya Mantili saja Mas, sedangkan aku hanya pendatang di kawasan ini. Kami tadi sebenarnya dari Desa Begawan dan memang sengaja menuju desa ini, kalau boleh tahu siapa kepala desa di sini Mas Pati?” Arya menjelaskan lalu balik bertanya.“Aku kepala Desa Cagar ini,” jawab Pati Dewo.“Oh, kebetulan sekali. Apakah kami boleh ngobrol barang sebentar dengan Mas Pati?”“Tentu saja, mari kita ngobrol di dalam,” ajak Pati Dewo, Arya dan Mantili tak segera melangkah mereka mengarahkan pandangan pada belasan anggota Padepokan Lumut yang masih berada di depan rumah itu.“Hemmm, kalian tak perlu kuatir mereka t
“Baik Arya, secepatnya pula aku akan memilih beberapa orang di antara para warga yang memiliki keberanian seperti Arya katakan itu.”“Untuk mempersingkat waktu, ada baiknya kami sekarang pamit hendak menuju desa-desa lainnya Paman. Nanti kalaupun aku atau Mantili tidak sempat datang ke sini, kami akan mengutus orang untuk memberitahu Paman kapan akan kita laksanakan rencana itu,” ujar Arya sembari berpamitan.“Ya Arya, silahkan. Hati-hati,” Arya dan Mantili mengangguk kemudian berdiri dari duduknya lalu melangkah ke luar dari rumah kepala Desa Begawan itu.****Belasan penunggang kuda tampak beriringan melewati tepian persawahan warga hendak menunju pemukiman sebuah desa, melihat dari pakaian yang mereka kenakan serba hijau mereka adalah bagian dari anggota Padepokan Lumut.Setelah memasuki pemukiman desa belasan kuda itu berhenti di halaman sebuah rumah yang beberapa orang warga tampak duduk di pendopo rumah itu, seorang pria di pendapa berdiri dari duduknya dan berjalan tergesa-gesa
“Bukan Paman, hanya aku yang warga Desa Tandur itu sementara Mas Arya berasal dari sebuah desa di ujung barat Pulau Jawa ini. Paman Wirya kenal dekat dengan Paman Sapto?” ujar Mantili.“Bukan hanya kenal kami juga telah lama bersahabat, apakah dia sekarang baik dan sehat-sehat saja di Desa Tandur itu?”“Baik dan sehat-sehat saja Paman, kami datang menemui Paman Wirya di desa ini karena ada sesuatu hal yang hendak kami rembukan dengan Paman berkaitan dengan orang-orang anggota Padepokan Lumut. Tentunya warga desa di sini juga diharuskan membayar upeti setiap bulannya kan Paman?”“Benar sekali Mantili, sebenarnya kami merasa keberatan karena upeti yang mereka inginkan terlalu besar dan cukup membuat warga desa terbebani. Akan tetapi demi tak menginginkan sesuatu hal terjadi pada diri kami, makanya kam terpaksa memenuhi keinginan mereka itu,” tutur Wirya.“Bukan hanya Paman Wirya dan warga desa di sini saja yang merasa keberatan tapi juga warga Desa Tandur, untuk itu pula kami datang ke
“Sudahlah iklaskan saja, kita memang tak dapat berbuat apa-apa. Jika kita bersikukuh mempertahankan bantuan dari desa tetangga itu bukan tidak mungkin nanti kita akan di perlakukan kasar oleh mereka bahkan bisa saja ada di antara kita yang menjadi korban,” tutur Pamungkas menyabarkan hati para warganya yang sedih atas perlakuan rombongan anggota Padepokan Lumut itu.“Sekarang beberapa dari kalian pergilah berburu untuk makan malam kita nanti, dan yang lain tetap ke lahan persawahan berkerja dan bercocok tanam kembali,” sambung Pamungkas.“Baik Mas,” ucap mereka, kemudian melakukan apa yang di perintahkan kepala desa mereka itu.Sementara di Padepokan Lumut rombongan yang tadi berhasil membawa seluruh bantuan dari desa tetangga di Desa Telaga itu di puji oleh Lenggo Lumut, mereka di perlakukan spesial di padepokan itu.“Mari kita minum bersama atas keberhasilan kalian ini..! Ha..ha..ha..!” seru Lenggo Lumut mengajak rombongan anak buahnya yang dari Desa Telaga itu untuk berpesta minuma
“Mereka semua berlarian mengungsi ke daerah perbukitan di sebelah utara desa itu, setelah sehari semalam pula mereka mengungsi begitu air Kali Mas surut dan pemukiman mereka telah layak untuk dihuni mereka pun kembali ke desa,” Sapto menjelaskan.“Kasihan mereka ya, Paman?”“Ya, siang tadi kami seluruh warga desa di sini memberi bantuan berupa beras dan lauk pauk karena lahan persawahan dan persediaan makanan mereka habis semua di sapu arus banjir.”“Berapa lama bantuan tadi siang itu dapat mereka gunakan, Paman?”“Kalau dari warga Desa Tandur ini saja, mungkin dapat mereka gunakan 3 sampai 4 hari saja, tapi desa-desa tetangga lainnya juga pasti membantu hingga nanti mereka dapat menggunakannya untuk kebutuhan 3 minggu hingga sebulan.”“Mereka juga kawasan desa di bawah kekuasaan Padepokan Lumut, Paman Sapto?” kali ini Mantili yang bertanya.“Ya, mereka juga musti membayar upeti setiap bulannya ke padepokan itu.”“Wah, bahaya kalau sampai anggota Padepokan Lumut menagih upeti bulan in