Setelah Lu Nan pergi, Yuwen tetap berdiri di sana, matanya terfokus pada tempat kosong yang ditinggalkan oleh bupati itu. Tak lama setelahnya, ia mendorong cawan yang ada di meja dengan ujung jarinya. Cawan itu terguling, jatuh ke lantai dan pecah. Suara pecahnya porselen itu mengisi ruang taman yang sunyi.Ia tahu, kondisi dirinya sama dengan Lu Nan. Setiap gerakannya diawasi. Bahkan, sekarang tak hanya oleh Wei Junsu, tetapi juga oleh Yunqin. Semua langkahnya harus penuh perhitungan. Bila sedikit saja ada kesalahan, maka setiap keputusan yang ia buat, setiap kata yang diucapkan, pasti akan berbalik menekan dirinya.Pandangan matanya tanpa sengaja tertuju pada paviliun Jiali. Entah kebetulan atau Dewa sengaja merancangnya. Mata Jiali juga balas menatapnya dari jauh. Sejak kejadian kemarin, Jiali memang sudah kembali ke paviliunnya dan, mereka belum bertemu. Jiali tampak tersenyum ceria sembari melambaikan tangan lalu keluar dari paviliunnya.“Yang Mulia, Tuan Lu Nan sudah meninggalka
Udara malam diselimuti angin dingin yang menggigit tengkuk. Sesekali Hui Fen mengusapnya lantas menoleh ke kiri dan kanan. Cemas kalau ada yang mencuri dengar, terutama Yuwen.Dari kejauhan, pertemuan kali ini memang lebih mirip perbincangan minum teh di gazebo dekat danau bagian belakang karesidenan. Sekilas, seharusnya tidak ada yang curiga.Chu Hua duduk di tengah gazebo. Jubah satin warna merah muda serta perhiasan yang mencolok menegaskan posisinya sebagai selir pertama. Selir lain mendengarkan tiap ucapannya dengan serius, mengakui kalau opini Chu Hua memang benar. “Keterlaluan! Aku yakin dia tahu aturannya! Melarikan diri jelas adalah satu penghinaan! Kekaisaran bisa menghukum kita semua!” tegas Chu Hua menatap tiap-tiap wajah.“Benar sekali. Bagaimana mungkin seorang istri sah bisa begitu tidak tahu aturan? Kalau dia tidak dihukum, apa kata dunia?” timpal Chun Dong Hua penuh semangat.“Kita harus meminta Yang Mulia segera ambil tindakan!” Dong Dai Lu diam sejenak. Matanya men
“Nyonya! Nyonya!”Jiali yang sedang duduk termenung mengamati pucuk-pucuk pohon di pelataran paviliun tersentak kaget. “Ada apa?” Melihat wajah Xiumei panik dan matanya merah menahan air mata, Jiali mendekati Xiumei. “Ada apa? Kamu menangis?”“Nyonya,” Xiumei menyeka air mata yang lolos. “Tuan Lao Fu ….”“Lao Fu? Ada apa dengan kepala pelayan itu? Bicaralah yang benar!”“Dia memintaku membantu Yang Mulia mandi,” jawab Xiumei yang akhirnya tidak bisa menahan air matanya.“A-apa?” Jiali bangkit lalu mencengkeram kedua bahu Xiumei. “Coba katakan lagi! Apa maksudnya? Jangan mengigau!”Xiumei mengangguk. “Selir, Selir Chu Hua menolak melakukannya dan Yang Mulia meminta Tuan Yu Yong mengatakan pada Tuan Lao Fu kalau hamba yang diminta membantu Yang Mulia mandi,” jelas Xiumei, “hamba … hamba tidak bisa menolak, tapi Nyonya, ini … ini ….”Jiali melepaskan cengkeramannya lalu tergesa berjalan menuju paviliun Yuwen.“Cih, seharusnya dia bisa mandi dan berpakaian sendiri! Aku tidak bisa membia
Jiali memejamkan mata, menahan napas sampai tiba-tiba dekapan di pinggangnya terasa melonggar. Ketika akhirnya terdengar riak air, ia tahu Yuwen telah keluar dari kolam. "Pergilah, aku sudah selesai." Jiali membuka mata, punggung Yuwen semakin menjauh. Jiali menggigit bibirnya gemas. Ada hal yang tidak ia mengerti. Mengapa rasanya seperti diabaikan? Tersaruk-saruk dengan pakaian basah, Jiali berusaha mengejar Yuwen. Suaminya itu tampak meraih jubahnya. "Tunggu!" cegat Jiali. Yuwen berbalik, dahinya mengerut. Bingung mengapa Jiali malah mengejarnya. "Pergilah." "Kau tidak bisa mengusirku begitu saja!" tegas Jiali. Dengan cermat Yuwen menatap Jiali dari ujung rambut hingga ujung kaki. Pakaian merah muda yang Jiali kenakan tampak semakin transparan karena basah. Perasaan aneh itu kembali datang. Yuwen tidak mau hanyut di dalamnya. Yuwen melepaskan jubah lantas menyampirkannya di bahu Jiali. "Ganti pakaianmu." Jiali terdiam sesaat sebelum melepaskan jubah Yuwen lalu membuangnya.
“Apa Jiali kembali ke paviliunnya?”Yu Yong diam sejenak sebelum akhirnya bersuara. “Hamba belum memeriksa, tapi sepertinya begitu, Yang Mulia.”“Minta Xiumei membawakannya teh herbal.”"Baik.” Ada jeda sebentar sebelum Yu Yong melanjutkan. “Hamba mendengar banyak saudagar dirampok ketika mereka melintasi pegunungan. Sebagian dari mereka melaporkan kejadian ke kantor bupati.”“Apa Lu Nan sudah melaporkan kejadian ini ke istana?”“Hamba belum mendapatkan informasi tentang itu.”"Jangan gegabah. Wilayah istana hanya sampai dinding perbatasan. Para saudagar itu pun seharusnya tahu kita tidak bertanggung jawab atas keselamatan mereka di luar tembok perbatasan.""Baik Yang Mulia.""Aku akan mengirimkan surat pada Kaisar Sun Hua. Bandit-bandit di wilayah mereka mulai meresahkan. Tetap pasang matamu di sekitar Bupati Lu Nan. Aku mendengar kalau anak menantunya adalah saudagar yang sering bepergian ke Zijian.""Baik Yang Mulia.""Soal bubuk racun itu, kita harus mencari tahu darimana Chu Hua
"Makanlah. Buka mulutmu,” bujuk Yuwen untuk yang ke seribu kali.Respon Jiali tetap sama. Pelan ia mendorong balik sendok yang disodorkan Yuwen. "Aku tidak lapar.”Yuwen meletakkan mangkuk di baki. “Xiumei mengatakan kalau kau belum makan apa-apa.”Jiali tidak bisa berkelit. Pelan ia mengusap perutnya. Ya, memang Jiali belum makan dan sangat kelaparan, tetapi apa yang terjadi padanya membuat seluruh nafsu makan Jiali lenyap.“Kau mau makan yang lain?” tanya Yuwen lagi.Jiali menggeleng. “Tidak, aku ingin tidur saja.”“Aku akan minta Xiumei membawakanmu makanan yang lain.”Jiali menyentuh punggung tangan Yuwen. “Tidak perlu, sungguh.”“Kalau begitu, aku akan meminta semua orang di karesidenan untuk tidak makan sampai kau makan.” Melihat ekspresi Jiali yang melotot seperti biasanya membuat Yuwen lega. “Bagaimana? Sudah mau makan?”Terpaksa Jiali mengangguk. “Iya. Aku makan.”“Baguslah. Xiumei akan membantumu. Aku pergi.”Jiali mengangguk. “Iya.""Aku akan meminta Yu Yong berjaga di pavi
Kereta melaju cepat, Jiali semakin panik. Berkali ia menarik-narik jeruji besi. Berharap tiba-tiba diberi mukjizat bisa mematahkan besi tersebut. Namun, nihil. Tentu Jiali tidak mungkin punya kuasa semacam itu.Yuwen menyentuh jemari Jiali. "Aku akan baik-baik saja. Pergilah. Kembali ke rumah.”Jiali menggeleng-gelengkan kepala. Air matanya jatuh tanpa jeda, tangannya gemetar, mencengkeram jeruji seakan dunia akan runtuh jika ia melepaskannya. "Tidak! Aku tidak akan kembali tanpamu!" Dalam pikirannya, bayangan hidup tanpa Yuwen adalah mimpi buruk yang tak sanggup dihadapi.Pandangan Yuwen beralih menatap Yu Yong yang berjalan cepat menyeimbangi langkah Jiali. Yuwen mengerti akan sikap Yu Yong yang hanya bisa diam tanpa sanggup menghentikan Jiali. Yu Yong tahu tidak dibenarkan seorang pelayan menyentuh wanita milik majikannya."Pergilah, Jiali. Aku akan segera pulang," ujar Yuwen setengah berteriak karena kereta semakin berjalan kencang. Jaraknya dengan Jiali semakin tidak terukur.Lan
"Silakan duduk," kata Qiongshing lembut.Jiali menurut dengan keraguan yang memeluknya. Ini adalah kali pertama ia bicara secara pribadi berdua saja dengan ibu mertuanya. Jiali yakin pasti banyak kabar yang terdengar jauh ke istana dan baru kali ini Jiali memikirkan citra akan dirinya.Qiongshing menatap Jiali cukup lama, matanya lembut mengamati setiap detail anak menantu perempuan satu-satunya. Namun, ketika tatapannya jatuh pada rambut Jiali yang kini hanya tersisa sebahu, raut wajah Qiongshing berubah. “Rambutmu ….” Qiongshing tidak mau melanjutkan kalimatnya. Jiali menundukkan kepala, menyentuh ujung rambutnya dengan canggung. "Ini … tidak penting, Yang Mulia,” timpalnya bohong. Siapa yang mau Jiali tipu? Jelas tidak ada. Jiali tidak bisa menyembunyikan kesedihannya.Qiongshing menghela napas pelan. "Tentu saja penting. Seorang wanita kehilangan rambutnya bukan hal kecil.”Jiali terdiam.Qiongshing meraih tangan Jiali, pelan memeriksa telapak tangan. Ada luka yang masih baru. “M
“Yu Yong, katakanlah sesuatu,” mohon Kasim Hong Li pelan, nyaris tenggelam dalam bau lembab dinding batu dan jeruji berkarat. Kasim Hong Li menarik napas. Tidak menyangka kalau Yu Yong sama keras kepala seperti majikannya. Ia membungkuk di depan sel sempit itu, menatap pemuda kurus yang duduk diam dengan tangan terikat, wajahnya kusam dan luka-luka menghitam. Yu Yong tidak bergerak. Matanya kosong, mengarah ke lantai tanah yang becek. Ia seolah tidak mendengar, atau memilih untuk tidak mendengar. Untuk apa ia bicara? Semuanya telah selesai ketika Xiumei mengatakan kalau cincin itu adalah milik Han Jiali. Tidak ada yang perlu dijelaskan. Ia bersalah karena gagal menjaga majikannya dan mati adalah hukuman setimpal. Kasim Hong Li menelan ludah. “Kau tahu ini bukan hanya tentang dirimu. Jika kau masih seperti ini, aku tidak bisa membantumu. Kapten Gu tolonglah—” Langkah sepatu keras memotong kalimatnya. Dari ujung lorong penjara, iring-iringan langkah terdengar makin dekat. Arom
“Aku tidak percaya!Jeritan Yunqin menggema ke penjuru ruangan. Sejak pagi ia berdiri di tengah kamar. Menolak untuk mengenakan pakaian duka yang telah dipersiapkan.Di hadapannya seorang kasim muda membawa baki berisi pakaian duka. Ia menunduk dalam-dalam, bersiap mendengar amarah karena Yunqin harus berangkat ke upacara pemakaman.“Yang Mulia, upacara pemakaman akan segera dimulai. Pelayan pribadi Nyonya Han sendiri yang memastikan identitasnya dan—”“Diam!”Yunqin mengangkat tangan, hendak memukul, tetapi tangannya menggantung di udara, lalu jatuh perlahan ke sisi tubuhnya. Matanya menerawang jauh, seolah coba menyangkal kenyataan yang sejak kemarin dijelaskan padanya. “Yang Mulia, Yang Mulia Kaisar Tao sudah menunggu,” bujuknya lagi “Aku tidak peduli!”Yang Mulia.”“Apa kau sudah dengar siapa yang bertanggung jawab atas segala?”“Semua sedang dalam penyelidikan.”Yunqin diam lanta tiba-tiba wajahnya berubah tegang. “Kau mengatakan kalau Jiali ditemukan di dekat Zijian, bukan? Se
Pagi ini, langit di atas istana berwarna kelabu. Awan-awan tebal menggantung rendah, seolah turut berkabung atas kepergian putra istana. Gerbang utama istana telah terbuka lebar, menanti rombongan tandu yang membawa jasad Pangeran Kedua dan istrinya.Di sepanjang pelataran, para pelayan dan pejabat berbaris dalam keheningan. Jubah mereka berwarna biru gelap, rambut disanggul rapi, dan kepala tertunduk rendah. Sedangkan di depan gerbang, rakyat bersimpuh dengan penuh air mata.Bendera-bendera kekaisaran dikibarkan setengah tiang. Tidak ada suara selain desau angin yang merayap pelan di sela pilar-pilar batu.Tandu berhias ukiran naga dan burung fenghuang tiba di depan aula persembahan leluhur. Kain putih dan ungu yang melambai di sekelilingnya menjadi pertanda bahwa orang yang wafat bukan rakyat biasa, melainkan darah kekaisaran.Kaisar tidak keluar menyambut. Ini bukan bagian dari aturan, tetapi Selir Agung Shu Qiongshing akan menyambut ditemani kedua putrinya—Qinh Lien Hua dan Qing Q
Aroma asin laut tercampur amis darah busuk membuat para pelayan di belakangnya menutup hidung dengan lengan baju, tetapi Hong Li mengabaikan semuanya. Langkah Kasim Hong Li terhenti ketika pandangannya menangkap dua kain lusuh yang menutupi tubuh di atas tandu kayu. Ia berusaha keras untuk tegar walau sekujur tubuhnya gemetaran.Tidak kuat berlama-lama membayangkan yang ada di hadapannya adalah Yuwen, Kasim Hong Li berjalan mundur beberapa langkah hingga kemudian pandangannya beralih pada Yu Yong yang terlihat duduk di atas hamparan pasir bercampur kerikil pantai.“Kapten Yu,” panggil Kasim Hong Li.Yu Yong menoleh, tetapi masih tidak mau beranjak dari tempatnya duduk.“Apa yang terjadi? Itu … bukan mereka, kan?” tanya Kasim Hong LiYu Yong menundukkan kepala, tak menjawab.Kasim Hong Li berjongkok. Berkali ia mengguncang bahu Yu Yong “Katakan padaku, ini bukan Yang Mulia Pangeran Kedua dan Nyonya Han! Kalian … masih mencari mereka di tempat lain, bukan?”Suara tangis Yu Yong bercam
Bab 63. Ketika Langit Tidak Lagi Menjawab.Yu Yong menatap surat tanpa segel resmi di tangannya, keningnya mengerut tajam. Tulisan tangan kasim Hong Li terpampang jelas. Ia mengenalinya dalam satu kali pandangan. Surat ini membawa lebih banyak pertanyaan daripada jawaban. “Apakah sekarang Tuan akan melapor ke ibu kota kalau Yang Mulia dan Nyonya hilang?” Suara Xiumei memecah hening malam. Gadis itu telah berdiri di ambang pintu, matanya mengamati wajah Yu Yong dengan kegelisahan yang serupa dengan Yu Yong.Yu Yong tidak langsung menjawab. Ia melipat surat itu perlahan, lalu memandang Xiumei. “Kau tahu betul, Xiumei. Ada banyak hal yang harus dipastikan sebelum melaporkan hal ini ke istana. Yang Mulia pasti tidak ingin membuat keributan yang tidak perlu.”“Tapi ini sudah terlalu lama, Tuan,” balas Xiumei, suaranya mulai meninggi. “aku takut kita terlambat. Tuan, mohon pertimbangan,” bujuknya lagi putus asa.Yu Yong menatap nyala lentera sejenak sebelum akhirnya berani menatap Xiumei.
“Aku menunggumu di kamar, tapi tidak juga datang,” protes Qianyi menerobos masuk setelah seorang prajurit keluar dari Shufang Zeming.Zeming bangkit, berjalanenghampirinosgrinya lantas meraih tangan lembut yang sangat indah menurutnya. “Tidurlah lebih awal. Malam ini aku akan terlambat.”“Lagi?”Zeming tersenyum, tetapi tentunya senyumannya disambut kegelisahan Qianyi. “Aku berjanji segera menyelesaikan masalah ini. Laporan dari prajurit ... membuatku tidak tenang.”“Apa ada masalah lain?”“Seorang prajurit dari rombongan kekaisaran, pergi ke Hangzi setelah menerima sesuatu dari Kasim Hong Li.”“Menerima sesuatu?”Zeming mengangguk. “Sepertinya Kasim Hong Li meminta prajurit itu mengirimkan sepucuk surat. Ada yang aneh, tapi aku yakin sepertinya Kasim Hong Li mencurigai sesuatu.”“Apa mungkin berkaitan dengan pangeran kedua dari Anming?”Sekali lagi Zeming mengangguk. “Beberapa hari lalu aku membawa Kasim Hong Li ke pasar. Di sana dia tertarik pada sebuah kuda. Aku membayar kuda itu
“Kau tidak keliru?”Li Wei menggeleng. “Aku tidak mungkin salah mengenali wajah itu.”Zeming menggeser gambar itu pada Qianyi. “Ini … sungguh pangeran kedua Anming dan istrinya?” tanya Qianyi pelan, “selir-selir pangeran itu sungguh memotong rambut istri sah pangeran? Mengerikan sekali,” lanjut Qianyi merangkul lengan Zeming seolah cemas akan mendapatkan perlakuan serupa dari selir Zeming.“Hangzi berada dekat dari Zijian, segala berita bisa didengar, tapi aku tidak menyangka ternyata berita itu benar dan pangeran kedua itu mampu memotong rambut untuk istrinya. Itu luar biasa.”Li Wei diam, memalingkan wajah, coba menyembunyikan sorot mata yang tidak suka mendengar percakapan Zeming dengan Qianyi.“Luar biasa, ya? Mereka luar biasa?” gumam Li Wei nyaris tak terdengar.Qianyi menatap Li Wei sejenak, lalu bertukar pandang dengan Zeming. Ia tidak mengatakan apa-apa, tetapi genggaman tangannya pada lengan suaminya mengencang seolah berkata kalau Qianyi dan Zeming salah bicara.Zeming berd
"Putri Sun Li Wei telah kembali!"Sorak-sorai penuh kegembiraan terdengar sedari rombongan kekaisaran memasuki gerbang utama Zijian.Li Wei menyingkap tirai jendela kereta perlahan. Ketika tangannya melambai ke arah penduduk yang berseru gembira, senyum cerah terukir sempurna.Satu senyum penuh kelegaan yang selama ini tidak bisa Li Wei lakukan.Detak roda kereta berhenti, Li Wei menutup kembali tirai dan tak lama Mei Xin membuka pintu kereta. Begitu langkah kakinya menyentuh tanah Zijian, suara langkah kaki yang cepat segera menyambutnya."Li Wei'er!"Suara nyaring dan lembut menyapu udara. Lin Roulan, ibu kandungnya, berlari kecil menuruni anak tangga, dibantu dua pelayan tua yang tampak kewalahan menjaga keseimbangan gaun panjang majikannya. Mata Roulan tampak basah, dan senyumnya merekah."Ibu.”Mata mereka bertemu sejenak. Roulan menoleh ke arah Kami Hong Li yang berdiri di samping Li Wei.“Aiya, mendengar kabarmu akan datang, ibu begitu bahagia dan lihat, ketika sungguh sudah me
“Aku akan kembali ke kamarku.”Melihat Yunqin bangkit dari sisinya, Li Wei merasa terhina. Meski sudah beberapa kali melakukan hubungan layaknya suami dan istri, Li Wei belum melihat rona bahagia dalam tatapan Yunqin.Keringat dingin masih membasahi pelipisnya, tiap sentuhan masih bisa dirasakan Li Wei di tiap jengkal tubuhnya. Namun, tidak ada kehangatan di dalamnya. Yunqin sudah duduk di sisi ranjang, membelakangi dirinya. Bahu Yunqin lebar, kukuh, dekat, tetapi rasanya begitu jauh.Li Wei duduk, menarik selimut hingga ke dada lantas mengambil sesuatu dari bawah bantal. “Aku sudah menyulamkan ini,” bisiknya menyodorkan saputangan dengan sulaman membentuk sepasang bebek mandarin. “Hadiah untukmu,” lanjutnya.Yunqin memandangnya sejenak lalu berkata tajam. “Kau sudah tahu semuanya. Tidak ada yang aku tutupi darimu. Li Wei, pernikahan ini hanya sebuah kesepakatan.”Li Wei menggigit bibir. "Kakak Yunqin, aku hanya ... ingin membuatmu merasa dihargai sebagai suamiku. Kau adalah suamiku