Suara keributan dari luar tenda membuat Jiali penasaran. Ia menarik selimut hingga setinggi dada Xiumei lalu keluar dari tendanya. Beberapa prajurit sedang membawa seorang pelayan wanita dengan tangan terikat ke belakang.Pelayan itu tampak ketakutan, wajahnya pucat pasi. Tak lama setelah itu, Yuwen diikuti oleh Yu Yong keluar dari tenda dapur, keduanya berjalan dengan langkah tegas dan penuh kewaspadaan.Jiali menghampiri mereka, matanya penuh tanya. “Apa kau menemukan petunjuk?" tanyanya menahan cemas di dalam hatinya.Yuwen berhenti sejenak dan menatap Jiali. Tanpa berkata meraih kantong kecil yang masih terpegang di tangannya dan memperlihatkannya kepada Jiali. "Ini yang ditemukan dari pelayan itu," jawab Yuwen.Jiali memandangi kantong itu dengan teliti, lalu mengalihkan pandangannya ke Yuwen. "Apa ini?" tanyanya lagi.Yuwen membuka kantong itu dengan hati-hati, memperlihatkan isinya. Di dalamnya ada sedikit sisa-sisa serbuk agak kekuningan dan terlihat mirip dengan yang ada di g
Pagi itu, saat matahari masih enggan menampakkan diri, Yuwen sudah melangkahkan kaki keluar dari paviliunnya. Langit di timur baru saja memerah, dan udara dingin menyelinap melewati jubah tebalnya. Tempat yang ia tuju adalah sebuah bangunan kecil di sisi utara karesidenan, tersembunyi di balik pepohonan yang rimbun. Bangunan itu tampak seperti gudang tua dari luar, dengan dinding kayu yang mulai memudar warnanya. Namun, bagi Yuwen, tempat ini adalah ruang penyelidikan yang dirancang khusus untuk menahan orang-orang yang mencurigakan tanpa menarik perhatian. Pintu kayu berat itu berderit ketika Yuwen mendorongnya. Di dalam, udara terasa lembap dan pengap, diterangi hanya oleh cahaya redup dari lentera yang digantung di salah satu sudut. Pelayan wanita yang ditahan di dalam ruangan itu duduk di sudut, tangannya masih terikat. Wajahnya terlihat lelah dan pucat, tetapi matanya menatap Yuwen dengan campuran rasa takut dan putus asa. “Yang Mulia,” suara pelayan itu bergetar. Yuwen
“Serbuk racun ini berasal dari jamur langka yang hanya ditemukan di wilayah Zijian,” ucap Yu Yong.Yuwen mengangguk. “Itu tidak berarti Permaisuri Sun Li Wei terlibat. Meski harganya mahal, bubuk ini diperdagangkan bebas. Aku ragu jika Hui Fen mampu membeli sebanyak itu.”“Selir Hui Fen menghadap,” teriak penjaga, diikuti kedatangan Hui Fen bersama seorang pelayan yang membawa baki berisi poci dan cawan porselen.“Hamba menghadap,” ucap Hui Fen.Yuwen melirik Yu Yong, yang segera bangkit dan mundur dengan hormat.“Sajikan tehnya.”“Baik, Yang Mulia.”Pelayan itu meletakkan baki di meja dan mundur beberapa langkah, sejajar dengan Yu Yong.“Yu Yong, bagaimana keadaan luka di leher Xiumei? Syukurlah istriku tidak menjadi korban racun itu.”Tangan Hui Fen yang hendak menuangkan teh terhenti sejenak. Ia menunggu Yu Yong memberi komentar pada pernyataan Yuwen.“Kondisi Xiumei sudah membaik,” jawab Yu Yong.“Bagaimana dengan penyelidikan? Apakah pelayan itu sudah mau bicara?”“Iya, Yang Muli
"Yuwen! Kita harus bicara! Kau harus jelaskan padaku? Mengapa kau melibatkan Xiumei dalam penyelidikan sedangkan aku tidak?! Jelaskan! Semuanya!”Yuwen tersenyum, baru kali ini ia senang mendengar suara protes nyaring Jiali makin dekat, seolah ada harapan tipis ia akan selamat.Langkah kaki Jiali terdengar cepat, suara sepatu yang menghentak keras di lantai marmer ruangan itu menggema. Jiali masuk dan langsung dikejutkan oleh pemandangan yang belum pernah ia bayangkan sebelumnya.Yuwen terkapar di lantai, tubuhnya terkulai lemah dengan darah menetes dari lengan kiri. Wajahnya pucat, napasnya terengah-engah, dan matanya sesekali terpejam, seolah ditelan rasa sakit yang luar biasa. Jiali terdiam sejenak kemudain berlari mendekat, terjatuh di sisi Yuwen, gemetar saat meraih tubuhnya yang mulai mendingin."Yuwen!" suaranya tercekat, gemetar saat menyentuh kulit Yuwen yang sudah semakin dingin. "Apa yang terjadi padamu?" tanyanya panik.“Aku akan segera menepati janjiku.”Jiali tersentak.
Jiali duduk di sisi tempat tidur Yuwen, menggenggam tangan suaminya yang dingin dan lemah. Bekas luka di dada Yuwen masih segar, terlihat samar darah di bawah perban yang terikat dengan hati-hati. Hening malam terasa begitu pekat, hanya diiringi suara napas Yuwen yang berat dan perlahan. Jiali menatap wajah suaminya.Rasa penyesalan membola nyata. Mengisi tiap ruang dalam sanubari Jiali. Jiali takut, Yuwen tidak akan membuka matanya lagi.“Bagaimana ini bisa terjadi?" tanya Jiali pada dirinya sendiri. Tidak ada yang mendengarnya, tetapi pertanyaan itu seperti satu teriakan dalam telinga Jiali.“Nyonya.” Jiali menoleh, melihat Yu Yong memberi hormat dengan sopan. “Nyonya, silakan kembali. Saya akan tetap berjaga. Tuan Sanlao sudah mengobati Yang Mulia dan mengatakan bahwa Yang Mulia akan segera sadar,” lanjut Yu Yong, berusaha membujuk Jiali dengan lembut.Dengan hati-hati, Jiali berdiri dan merapikan selimut Yuwen. Sejenak Jiali terdiam menatap Yuwen. Ia harus berpikir cepat. Mengan
Langkahnya jelas terburu-buru. Jiali ingin berlari, melepaskan dirinya dari kenyataan yang terus membebani. Berurusan dengan keluarga kerajaan memang tidak akan membuat hidupnya berada dalam satu kata tenang.Yuwen terluka oleh keluarganya sendiri. Orang yang berbuat membunuh Yuwen bukanlah orang asing. Orang itu adalah kakak Yuwen sendiri. Meski kakak tiri, tetap saja Yunqin adalah kakak Yuwen.Itu terlalu kejam dan Jiali menjadi penyebab Yunqin melakukan kekejaman itu. Setiap kali Jiali teringat bagaimana wajah Yuwen terbaring tak berdaya, darah yang mengalir di tubuhnya, hati Jiali semakin teriris. Seharusnya pernikahan ini tidak pernah terjadi. Seharusnya meski menengtang titah kaisar, Jiali bisa membatalkan perjodohannya dengan Yuwen.Yunqin ingin Jiali berada jauh dari Yuwen. Baik, ia akan mengabulkannya, tetapi untuk kembali ke sisi Yunqin … bagaimana Jiali bisa melupakan malam itu? Pertengkaran penuh darah itu? Bagaimana ia bisa melupakannya? Yunqin yang tidak pernah ia duga
Jiali terus berlari, sekuat tenaga, meskipun kakinya terasa lemas dan gaunnya semakin membebani langkahnya. Setiap suara di hutan menjadi semakin mengerikan—ranting patah, daun bergesekan, dan napasnya yang terengah-engah seolah menjadi bagian dari kegelapan itu. Ia merasakan ada sesuatu yang mengikuti, mendekat, semakin dekat.Instingnya semakin tajam, dan tanpa disadari, ia berlari lebih cepat, menembus kegelapan dengan tubuh yang hampir terjatuh. Di tengah kebingungannya, pikirannya terus berputar. Wajah Yuwen adalah yang pertama kali tergambar dalam benaknya. Suara langkah berat terdengar semakin jelas.. Dada Jiali sesak, napasnya terputus-putus. Matanya terus melirik ke belakang, tetapi tidak bisa melihat jelas apa yang mengejarnya. Hanya bayangan besar yang bergerak cepat, semakin mendekat, dan semakin menekan rasa takutnya.Tiba-tiba, ada sebuah suara rendah mengerikan yang terdengar tepat sangat dekat di belakangnya. Sesuatu yang besar, seperti hewan buas. Terdengar mencakar
Setibanya di kamar, Yuwen membuka pintu dengan kakinya. Xiumei dan Yu Yong menyambut dengan cemas. Yuwen membaringkan Jiali di atas pembaringan.Yuwen coba mengatur deru napasnya sementara matanya terus mengamati wajah pucat Jiali. Dahi Jiali tampak memar dengan bekas darah kering yang tampak jelas. Noda darah di pakaiannya yang robek membuat Yuwen mengepalkan tangan. "Yu Yong!" Yuwen memanggil dengan nada mendesak. “segera panggil Wang Sanlao!”"Baik, Yang Mulia,” jawab Yu Yong yang segera berlari keluar.Yuwen kembali menatap Jiali. Tangannya dengan lembut menyelipkan rambut yang berantakan dari wajah Jiali.Tangisan Xiumei membuat Yuwen menoleh. “Xiumei, cepat bawakan pakaian untuk Jiali.”Xiumei menyeka air matanya. “Baik, Yang Mulia.”Beberapa saat kemudian, Wang Sanlao tiba, membawa kotak obatnya. Ia melangkah dengan cepat ke arah Yuwen dan langsung memeriksa Jiali tanpa banyak berkata-kata.Yuwen berdiri di sisi tempat tidur, memperhatikan setiap gerakan tabib itu. "Bagaimana
Langkah Yuwen mantap berjalan memasuki aula pemakaman. Ia mendekati altar dengan dua peti mati yang entah milik siapa. Yuwen menghela napas panjang. Tangannya meraih plakat yang dengan ukiran namanya sendiri, menaruhnya kembali lalu menatap ke sekeliling aula.“Mereka benar-benar melakukan penghormatan terakhir dengan baik,” cicitnya.Tiba-tiba, suara langkah tergesa-gesa terdengar di luar aula. Yunqin muncul di ambang pintu, wajahnya penuh kecemasan. Ia sempat terdiam beberapa saat ketika Yuwen berbalik dan balas menatapnya.Yunqin mendekati Yuwen, tanpa basa-basi, ia bertanya dengan nada terburu-buru, "Bagaimana keadaan Jiali?" Yuwen diam. “Bagaimana keadaan Jiali?” ulangnya dengan nada naik.“Mengapa Yang Mulia harus tahu kondisi istriku?"Yunqin terdiam sejenak. Ia lupa kalau adik tirinya tidak mungkin menjawab sesuai keinginan hatinya. Ia menatap Yuwen berusaha menahan emosi yang mulai naik ke permukaan. "Aku hanya ingin memastikan dia baik-baik saja.”“Yang Mulia di sini?” tany
“Yu Yong, katakanlah sesuatu,” mohon Kasim Hong Li pelan, nyaris tenggelam dalam bau lembab dinding batu dan jeruji berkarat. Kasim Hong Li menarik napas. Tidak menyangka kalau Yu Yong sama keras kepala seperti majikannya. Ia membungkuk di depan sel sempit itu, menatap pemuda kurus yang duduk diam dengan tangan terikat, wajahnya kusam dan luka-luka menghitam. Yu Yong tidak bergerak. Matanya kosong, mengarah ke lantai tanah yang becek. Ia seolah tidak mendengar, atau memilih untuk tidak mendengar. Untuk apa ia bicara? Semuanya telah selesai ketika Xiumei mengatakan kalau cincin itu adalah milik Han Jiali. Tidak ada yang perlu dijelaskan. Ia bersalah karena gagal menjaga majikannya dan mati adalah hukuman setimpal. Kasim Hong Li menelan ludah. “Kau tahu ini bukan hanya tentang dirimu. Jika kau masih seperti ini, aku tidak bisa membantumu. Kapten Gu tolonglah—” Langkah sepatu keras memotong kalimatnya. Dari ujung lorong penjara, iring-iringan langkah terdengar makin dekat. Arom
“Aku tidak percaya!Jeritan Yunqin menggema ke penjuru ruangan. Sejak pagi ia berdiri di tengah kamar. Menolak untuk mengenakan pakaian duka yang telah dipersiapkan.Di hadapannya seorang kasim muda membawa baki berisi pakaian duka. Ia menunduk dalam-dalam, bersiap mendengar amarah karena Yunqin harus berangkat ke upacara pemakaman.“Yang Mulia, upacara pemakaman akan segera dimulai. Pelayan pribadi Nyonya Han sendiri yang memastikan identitasnya dan—”“Diam!”Yunqin mengangkat tangan, hendak memukul, tetapi tangannya menggantung di udara, lalu jatuh perlahan ke sisi tubuhnya. Matanya menerawang jauh, seolah coba menyangkal kenyataan yang sejak kemarin dijelaskan padanya. “Yang Mulia, Yang Mulia Kaisar Tao sudah menunggu,” bujuknya lagi “Aku tidak peduli!”Yang Mulia.”“Apa kau sudah dengar siapa yang bertanggung jawab atas segala?”“Semua sedang dalam penyelidikan.”Yunqin diam lanta tiba-tiba wajahnya berubah tegang. “Kau mengatakan kalau Jiali ditemukan di dekat Zijian, bukan? Se
Pagi ini, langit di atas istana berwarna kelabu. Awan-awan tebal menggantung rendah, seolah turut berkabung atas kepergian putra istana. Gerbang utama istana telah terbuka lebar, menanti rombongan tandu yang membawa jasad Pangeran Kedua dan istrinya.Di sepanjang pelataran, para pelayan dan pejabat berbaris dalam keheningan. Jubah mereka berwarna biru gelap, rambut disanggul rapi, dan kepala tertunduk rendah. Sedangkan di depan gerbang, rakyat bersimpuh dengan penuh air mata.Bendera-bendera kekaisaran dikibarkan setengah tiang. Tidak ada suara selain desau angin yang merayap pelan di sela pilar-pilar batu.Tandu berhias ukiran naga dan burung fenghuang tiba di depan aula persembahan leluhur. Kain putih dan ungu yang melambai di sekelilingnya menjadi pertanda bahwa orang yang wafat bukan rakyat biasa, melainkan darah kekaisaran.Kaisar tidak keluar menyambut. Ini bukan bagian dari aturan, tetapi Selir Agung Shu Qiongshing akan menyambut ditemani kedua putrinya—Qinh Lien Hua dan Qing Q
Aroma asin laut tercampur amis darah busuk membuat para pelayan di belakangnya menutup hidung dengan lengan baju, tetapi Hong Li mengabaikan semuanya. Langkah Kasim Hong Li terhenti ketika pandangannya menangkap dua kain lusuh yang menutupi tubuh di atas tandu kayu. Ia berusaha keras untuk tegar walau sekujur tubuhnya gemetaran.Tidak kuat berlama-lama membayangkan yang ada di hadapannya adalah Yuwen, Kasim Hong Li berjalan mundur beberapa langkah hingga kemudian pandangannya beralih pada Yu Yong yang terlihat duduk di atas hamparan pasir bercampur kerikil pantai.“Kapten Yu,” panggil Kasim Hong Li.Yu Yong menoleh, tetapi masih tidak mau beranjak dari tempatnya duduk.“Apa yang terjadi? Itu … bukan mereka, kan?” tanya Kasim Hong LiYu Yong menundukkan kepala, tak menjawab.Kasim Hong Li berjongkok. Berkali ia mengguncang bahu Yu Yong “Katakan padaku, ini bukan Yang Mulia Pangeran Kedua dan Nyonya Han! Kalian … masih mencari mereka di tempat lain, bukan?”Suara tangis Yu Yong bercam
Bab 63. Ketika Langit Tidak Lagi Menjawab.Yu Yong menatap surat tanpa segel resmi di tangannya, keningnya mengerut tajam. Tulisan tangan kasim Hong Li terpampang jelas. Ia mengenalinya dalam satu kali pandangan. Surat ini membawa lebih banyak pertanyaan daripada jawaban. “Apakah sekarang Tuan akan melapor ke ibu kota kalau Yang Mulia dan Nyonya hilang?” Suara Xiumei memecah hening malam. Gadis itu telah berdiri di ambang pintu, matanya mengamati wajah Yu Yong dengan kegelisahan yang serupa dengan Yu Yong.Yu Yong tidak langsung menjawab. Ia melipat surat itu perlahan, lalu memandang Xiumei. “Kau tahu betul, Xiumei. Ada banyak hal yang harus dipastikan sebelum melaporkan hal ini ke istana. Yang Mulia pasti tidak ingin membuat keributan yang tidak perlu.”“Tapi ini sudah terlalu lama, Tuan,” balas Xiumei, suaranya mulai meninggi. “aku takut kita terlambat. Tuan, mohon pertimbangan,” bujuknya lagi putus asa.Yu Yong menatap nyala lentera sejenak sebelum akhirnya berani menatap Xiumei.
“Aku menunggumu di kamar, tapi tidak juga datang,” protes Qianyi menerobos masuk setelah seorang prajurit keluar dari Shufang Zeming.Zeming bangkit, berjalanenghampirinosgrinya lantas meraih tangan lembut yang sangat indah menurutnya. “Tidurlah lebih awal. Malam ini aku akan terlambat.”“Lagi?”Zeming tersenyum, tetapi tentunya senyumannya disambut kegelisahan Qianyi. “Aku berjanji segera menyelesaikan masalah ini. Laporan dari prajurit ... membuatku tidak tenang.”“Apa ada masalah lain?”“Seorang prajurit dari rombongan kekaisaran, pergi ke Hangzi setelah menerima sesuatu dari Kasim Hong Li.”“Menerima sesuatu?”Zeming mengangguk. “Sepertinya Kasim Hong Li meminta prajurit itu mengirimkan sepucuk surat. Ada yang aneh, tapi aku yakin sepertinya Kasim Hong Li mencurigai sesuatu.”“Apa mungkin berkaitan dengan pangeran kedua dari Anming?”Sekali lagi Zeming mengangguk. “Beberapa hari lalu aku membawa Kasim Hong Li ke pasar. Di sana dia tertarik pada sebuah kuda. Aku membayar kuda itu
“Kau tidak keliru?”Li Wei menggeleng. “Aku tidak mungkin salah mengenali wajah itu.”Zeming menggeser gambar itu pada Qianyi. “Ini … sungguh pangeran kedua Anming dan istrinya?” tanya Qianyi pelan, “selir-selir pangeran itu sungguh memotong rambut istri sah pangeran? Mengerikan sekali,” lanjut Qianyi merangkul lengan Zeming seolah cemas akan mendapatkan perlakuan serupa dari selir Zeming.“Hangzi berada dekat dari Zijian, segala berita bisa didengar, tapi aku tidak menyangka ternyata berita itu benar dan pangeran kedua itu mampu memotong rambut untuk istrinya. Itu luar biasa.”Li Wei diam, memalingkan wajah, coba menyembunyikan sorot mata yang tidak suka mendengar percakapan Zeming dengan Qianyi.“Luar biasa, ya? Mereka luar biasa?” gumam Li Wei nyaris tak terdengar.Qianyi menatap Li Wei sejenak, lalu bertukar pandang dengan Zeming. Ia tidak mengatakan apa-apa, tetapi genggaman tangannya pada lengan suaminya mengencang seolah berkata kalau Qianyi dan Zeming salah bicara.Zeming berd
"Putri Sun Li Wei telah kembali!"Sorak-sorai penuh kegembiraan terdengar sedari rombongan kekaisaran memasuki gerbang utama Zijian.Li Wei menyingkap tirai jendela kereta perlahan. Ketika tangannya melambai ke arah penduduk yang berseru gembira, senyum cerah terukir sempurna.Satu senyum penuh kelegaan yang selama ini tidak bisa Li Wei lakukan.Detak roda kereta berhenti, Li Wei menutup kembali tirai dan tak lama Mei Xin membuka pintu kereta. Begitu langkah kakinya menyentuh tanah Zijian, suara langkah kaki yang cepat segera menyambutnya."Li Wei'er!"Suara nyaring dan lembut menyapu udara. Lin Roulan, ibu kandungnya, berlari kecil menuruni anak tangga, dibantu dua pelayan tua yang tampak kewalahan menjaga keseimbangan gaun panjang majikannya. Mata Roulan tampak basah, dan senyumnya merekah."Ibu.”Mata mereka bertemu sejenak. Roulan menoleh ke arah Kami Hong Li yang berdiri di samping Li Wei.“Aiya, mendengar kabarmu akan datang, ibu begitu bahagia dan lihat, ketika sungguh sudah me