Di langit yang indah, ada seorang pemuda berambut ungu yang terbaring dan menatap bintang-bintang. Ia bertanya pada seorang pria yang berambut perak yang bersinar, "Pak Tua, mengapa langit terlihat begitu indah ketika kita melihat banyak bintang berkilau di atas sana?".
"Pertanyaan yang bagus, Reinhard. Di antara bintang-bintang itu, ada makhluk hidup seperti kita yang juga memandanginya," jawab sang pria.
Reinhard merasa terkesima, "Indah sekali... apakah mereka juga melihat keindahan ini, Pak Tua?"
"Sangat mungkin, siapa yang tahu?" balas sang pria dengan misterius.
Reinhard bertanya lagi, "Apa maksudmu?"
Namun, tanpa menjawab, sang pria langsung berdiri dan masuk ke dalam rumah kayu kecil, meninggalkan Reinhard sendirian dengan pikirannya yang kian penasaran.
Beberapa saat kemudian, gemuruh badai semakin keras dan air mulai turun deras dari langit. Reinhard cepat-cepat masuk ke dalam sebuah rumah kayu di belakangnya. Meskipun rumah itu kecil, hanya cukup untuk menampung dua orang, namun rumah tersebut sangat kokoh dan tahan badai.
Reinhard duduk di dalam rumah, sambil menikmati suara teko air yang menyala dengan asap yang harum. Lampu dan lilin yang menyala di sekeliling ruangan itu mulai berhembus oleh angin yang dibawa oleh badai kecil.
"Pak Tua, setelah membuatkan teh, apakah saya bisa tidur terlebih dahulu?" tanya Reinhard dengan lelah.
"Tentu saja, Reinhard. Saya akan menjaga di luar untuk memastikan tidak ada monster di sekitar rumah ini," jawab Pak Tua sambil menuangkan teh ke dalam cangkir Reinhard.
Setelah meminum tehnya, Reinhard melelapkan matanya dan terlelap dengan nyenyak. Pak Tua, yang masih berjaga, berdiri dan mengambil pedang hitam yang terukir dengan indah, bernama "Silverblade". Dia merenung sejenak, lalu meletakkan pedangnya di pinggang kiri dan berkata, "Saya akan keluar sebentar, Reinhard. Jangan keluar dari rumah ini, ya"
Setelah itu, Pak Tua keluar dari rumah dengan hati-hati, meninggalkan Reinhard yang terlelap dalam tidurnya.
Ketika Pak Tua keluar dari rumah, dia mendengar suara lesatan seseorang melompat di antara pohon. Meski hujan deras, indera pendengarannya tetap tajam. "Kecoak kerajaan yang tidak tahu malu," gumamnya kesal. "Hanya berani menyerang ketika orang sedang tidur."
Pak Tua langsung melesat ke arah suara itu, mengatakan dengan tegas, "Keluarlah, jangan sembunyi di balik pohon. Aku bisa melihatmu dengan jelas." Ia berteriak keras sambil mengikuti pergerakan seseorang yang berusaha menyergapnya. Setelah beberapa detik, tiba-tiba saja penyergap itu menyerang pria berambut silver dengan cepat.
*Buk *Buk *Buk terdengar suara tendangan keras dan banyak penyergap terhempas jauh. Hanya tersisa tiga orang yang mencoba mengeroyok pria berambut silver itu. Salah satu dari mereka membawa pistol dengan hiasan warna biru dan logo planet dengan air mengitari.
“Ahh... jadi kalian adalah kecoak-kecoak Chronovia,” ejek Pria itu.
“Kecoak ini lah yang akan membunuhmu, dasar tua bangka!!” Ujar salah satu dari penyergap.
Di bawah hujan yang deras, pria itu melompat tinggi sambil mengeluarkan pedangnya dari sarung. *swiiinggg suara pedangnya membelah tetesan hujan. Tanpa disadari, ia berada di belakang penyergap yang memegang pistol dan dalam sekejap darahnya tercebur ke dalam air hujan yang semakin deras. Pria itu berbalik dan memegang pedang dengan lembut hingga ujungnya, lalu berkata "Transform" dan *sftttt pedangnya berubah menjadi senapan panjang. "Dynamic: Multiple Dimension Array," ucapnya sambil melingkari dirinya dengan sihir. Ketika ia menembakkan senapan laser-nya, sinar laser itu muncul di setiap lingkaran sihir yang terus berputar, membunuh para penyergap.
Saat pria itu masih menembak, seorang pria dengan bekas sayatan di hidungnya muncul dan berteriak "Jeremy! Dasar kecoak, beraninya kau melawan anak buahku!" Jeremy merespons dengan sindiran, "Cih, kecoak yang bisa terbang sudah muncul." Sambil melesat ke arah Jeremy, pria itu memperkenalkan diri sebagai Brown Chroms, panglima perang kerajaan Chronovia yang akan menghabisinya di sana. Jeremy menghentikan tembakan dan langsung berbalik serta menangkis serangan Brown dengan pedangnya. Saat Brown terpental ke belakang, Jeremy memprovokasinya, "Hanya sebatas itu kekuatan Chronovia?" Brown balas mengejek, "Dasar tua, apakah seorang Silverblade harus sejauh ini demi seorang anak kecil?" Jeremy dengan tegas mengatakan, "Tanyakan pada rajamu di akhirat!" Lalu, dia berlari ke arah Brown dan meskipun Brown berhasil menangkis, pedang Jeremy tetap menembus pedangnya dan memenggal kepalanya. Jeremy kembali menyimpan pedangnya di sarungnya.
Beberapa saat kemudian, cahaya lampu mulai terlihat dan suara mesin kendaraan mulai terdengar. Jeremy buru-buru pulang ke rumah kayu. Prajurit dengan emblem planet air Itu terkejut melihat banyak mayat yang berserakan. Terlebih lagi, setelah mengetahui bahwa Panglima Perang Brown telah tewas, para prajurit itu panik dan segera mengeluarkan alat komunikasi serta melaporkan "Kondisi Darurat, Jenderal Chrom tewas dalam pertempuran melawan musuh yang tidak dikenal."
Setibanya di rumah, Jeremy segera membangunkan Reinhard dan buru-buru menariknya keluar dari rumah.
"Kenapa kamu membawa aku keluar? Ini masih hujan," tanya Reinhard bingung.
"Tidak ada waktu untuk dijelaskan, kita harus segera pergi ke tempat yang aman. Aku sudah menyiapkan jalan rahasia," jawab Jeremy tergesa-gesa.
"Apa maksud tempat yang aman? Dan apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Reinhard lagi.
Jeremy tanpa berkata apa-apa langsung berlari cepat dengan Reinhard digendong di belakangnya. Ia berusaha menghindari kendaraan bermesin milik kerajaan Chronovia yang mengeluarkan cahaya terang di sekitar rumah mereka.
"Siapa mereka?" tanya Reinhard heran.
"Mereka adalah prajurit kerajaan Chronovia. Kau adalah target musuh mereka," jawab Jeremy serius.
"Kenapa mereka mengincar aku?" tanya Reinhard semakin bingung.
"Kau akan mengetahuinya nanti di masa depan," kata Jeremy singkat sambil terus melesat.
Ketika Jeremy dan Reinhard tiba di sebuah reruntuhan yang tampak tak berpenghuni, Jeremy memohon kepada Chronosphere untuk membukakan pintu agar mereka bisa masuk. Setelah pintu terbuka, mereka berjalan menyisir lorong-lorong yang hening dan gelap dengan air yang menetes di sekeliling mereka. Reinhard bertanya, "Kenapa kita ke tempat seperti ini?" Namun Jeremy hanya menyuruhnya untuk diam karena mereka sedang diawasi. Tiba-tiba, suara misterius bergema, "Wahai domba tersesat, ada urusan apa kalian berada di tempat yang gelap dan sunyi ini?" Jeremy menjawab dengan sopan, "Wahai suku Chronosphere, aku memiliki kalung Chronos yang lama ditinggalkan kepadaku secara turun temurun. Aku mohon kalian menerima kami dengan baik." Reinhard bertanya dengan heran, "Ada apa dengan pak tua ini, kenapa dia berbicara dengan orang aneh yang tinggal di sini?" Namun Jeremy mengabaikannya dan bertanya, "Kau bicara apa tadi?" Reinhard hanya menjawab, "Tidak, tidak, lupakan. Aku hanya bertanya kenapa ada orang yang tinggal di sini."
“Kalian diterima.” suara misterius itu muncul lagi. Obor api muncul dan menuntun jalan mereka.
“Woahhhh!!!” Reinhard terkejut dan terkagum-kagum dengan apa yang dilihatnya sekarang.
Jeremy dan Reinhard mengikuti jalan yang diterangi oleh obor dan menemukan sebuah tugu penyambutan dengan tulisan yang tidak bisa dipahami oleh Jeremy. Ada empat orang penjaga yang membawa mereka ke sebuah bangunan bebatuan yang sudah berlumut. Setelah memasuki bangunan, Jeremy dan Reinhard terkejut melihat banyak mesin dan sirkuit listrik yang mengalir di dalamnya.
“Wowww indahnya....” ujar Reinhard kagum.
“Mesin-mesin ini... mungkin senjata kuno dari planet Chronus yang sudah lama tidak digunakan,” ujar Jeremy heran.
Tiba-tiba, seseorang menyela Jeremy, “Kau benar, wahai salah satu pemilik kalung Chronus. Ini adalah senjata kuno yang sudah tidak digunakan lagi, yaitu Pintu Chronos.”
"Pintu ini telah berdiri di reruntuhan ini sejak zaman dahulu kala ketika aku masih menjadi salah satu penasihat di sebuah kekaisaran..." ujar pria tua yang dipenuhi misteri dengan suara seraknya yang bergetar. Jeremy menatap pria tua itu dengan pandangan curiga. Apa yang bisa diketahui oleh pria ini tentang kalung Chronos yang dia bawa? Jeremy merasakan adrenalin mengalir dalam dirinya, siap menghadapi apa pun yang akan terjadi. "Setelah bertahun-tahun menunggu akhirnya pemilik kalung Chronos muncul...." kata pria tua itu sambil batuk-batuk. Jeremy melangkah maju, memegang pedangnya dengan tegang, siap untuk bertarung jika perlu. Dia ingin tahu identitas pria ini dan alasan di balik pertemuannya yang tak terduga. "Silverblade.... kau adalah Keturunan paling tidak sopan yang pernah kutemui selama hidupku... hohohoho," kata kakek tua itu sambil tertawa dengan cemoohan. Jeremy mengerutkan keningnya, memperhatikan pria tua tersebut dengan waspada. Tanpa ragu, Jeremy melesat ke arah
Di ruangan yang sangat luas, dinding-dindingnya dipenuhi oleh lampu biru yang memancarkan cahaya misterius. Xander bersandar di dekat pintu, mencermati situasi dengan serius, sementara Reinhard beristirahat di ruangan sebelah, dan Jeremy duduk di bangku di sampingnya. "Sebelumnya, aku ingin meminta maaf karena menghina keluargamu. Aku tidak pernah membayangkan bahwa kau adalah seorang Silverblade," ujar Xander sambil menggaruk-garuk kepalanya. "Dan lagi, tubuh ini penuh dengan energi, seperti masa muda yang kembali hadir," tambah Xander sambil memperhatikan pantulan wajahnya di lengan tangannya. Ia terlihat gembira dengan apa yang dilihatnya. "Woah!!! Aku sungguh tampan!" "Berisiklah kamu. Ini situasi yang sangat membingungkan... Tampaknya aku juga kembali ke masa muda," ujar Jeremy, merasa heran dengan keanehan yang terjadi. "Yah, jika aku mempersingkat cerita, ini adalah awal dari kebangkitan Kekaisaran Dragonheart..." ujar Xander sambil meninggalkan Jeremy dengan perasaan penas
"Lapor, Komandan Radin! Semua kapal sudah siap berlayar," lapor seorang prajurit dengan napas terengah-engah.Wanita gagah dengan armor warna putih yang tak tergoyahkan itu menjawab dengan nada tegas, "Lima kapal, ikuti aku!"Peperangan antara Kerajaan Chronoaris dan Chronovia tak terelakkan. Laser demi laser, ledakan demi ledakan, hujanilah daratan dan lautan dengan kehancuran. Chronoaris, yang kalah dalam pertempuran di laut, tidak menyerah begitu saja. Mereka menunggu dengan sabar, menjaga kapal-kapal mereka agar tetap berada dalam jangkauan musuh, hingga akhirnya saat yang tepat tiba, mereka muncul dari jalur rahasia yang telah mereka persiapkan."Tuan Henrick, posisi kita sedang terisolasi oleh musuh," lapor seorang prajurit dengan ketegangan.Henrick, pria yang tenang namun penuh karisma, menjawab dengan keyakinan, "Kalian tidak perlu khawatir. Aku punya rencana hebat yang membutuhkan sedikit pengorbanan."Tanpa membuang waktu, Henrick menyusuri lorong gelap yang mengarah ke jal
Dengan tatapan yang penuh keberanian, Radin Christ menjaga keseimbangannya saat Raja Chronoaris mundur perlahan dengan tubuh yang gemetaran. Ksatria wanita tersebut berdiri tegak, tak terpengaruh oleh rasa takut yang merasuki Raja Chronoaris. "Saya adalah Radin Christ," ujar Radin dengan suara yang tenang, tetapi tak sempat melanjutkan perkataannya ketika Raja Chronoaris menyambar dengan amarah. "Saya tidak peduli dengan siapa kau. Tapi anjing Chronovia sepertimu akan mati di tangan pengawalku!" Raja Chronoaris berbicara dengan suara terbata-bata, tampak ketakutan saat ia mundur perlahan. Radin tersenyum sinis, menangkap getaran ketakutan yang meliputi Raja Chronoaris. "Aku melihatmu berlari dari sesuatu. Jadi, sepertinya ada sesuatu yang mengejarmu, bukan, Tuan Chronoaris?" Ksatria wanita itu maju perlahan, berusaha memojokkan Raja Chronoaris yang semakin terpojok dalam keadaan ketakutan. Raja Chronoaris merasakan bagaimana sudut yang sempit dihadapinya semakin sempit. Tatapannya
"Saya tidak akan bisa menjelaskan apapun sekarang, tuan Reinhard" tegas Xander dengan suara yang tenang namun penuh ketegasan. "Situasi dan kondisi saat ini membutuhkan kita untuk mengambil tindakan yang akan menentukan hasilnya." Reinhard mengerutkan kening, mencoba memahami kata-kata Xander yang misterius. "Membalik keadaan? Apa maksudmu?" Xander menatap Reinhard dengan pandangan yang penuh keyakinan. Dia mengambil napas dalam-dalam sebelum melanjutkan, memilih kata-kata dengan hati-hati. "Tuan Reinhard, saat ini ada rencana yang sedang berjalan. Saya menerima kabar dari salah satu anak buah saya bahwa rencana pertama kita telah berhasil. Dan sekarang, saya harus menyusul Jeremy untuk menyelesaikan rencana kedua ini." Reinhard merasa semakin kebingungan dengan setiap kata yang diucapkan Xander. Namun, kepercayaan yang dimiliki Xander membuatnya tetap tenang. Dia mengerti bahwa ada sesuatu yang lebih besar sedang
Di tengah reruntuhan dan kehancuran, Xander, Jeremy, dan Henrick merasakan getaran yang kuat dan tak terduga. Mata mereka tertuju pada Pintu Chronos yang mulai terbuka perlahan, mengeluarkan gelombang aura yang memenuhi area sekitarnya. Keajaiban ini membuat hati mereka berdebar-debar, merasa bahwa ada sesuatu yang luar biasa sedang terjadi. "Dapatkah kalian merasakannya?" tanya Mizuha dengan kekaguman yang terpancar dari matanya. Jeremy mengangguk, matanya terpaku pada Pintu Chronos yang semakin terbuka. "Ini tidak mungkin... Pintu ini selama ini terkunci rapat. Mengapa dia tiba-tiba terbuka?" Xander, yang selama ini menjadi penasihat setia raja, menyibakkan jubahnya yang kusam. "Aku pernah mendengar legenda bahwa Pintu Chronos akan terbuka hanya ketika terjadi perubahan besar dalam aliran waktu. Mungkin kemenangan kita atas Kaisar Rostedich adalah kunci dari peristiwa ini. Dalam keheranan d
Matahari terbit dengan gemilang di langit biru saat Xander, Jeremy, dan Mizuha melangkah maju di hadapan jembatan yang menghubungkan daratan dengan pulau besar yang terletak di tengah laut yang luas. Keindahan alam dunia baru ini begitu memukau, tetapi yang membuat mereka terkesima adalah kehadiran kastil megah yang menjulang di kejauhan. Xander melihat sekelilingnya dengan wajah penuh nostalgia. "Sungguh, sudah sangat lama sejak terakhir kali aku berada di sini. Kastil ini menyimpan banyak kenangan bagi kuasa dan kekuasaan yang pernah ada." Para prajurit dari berbagai dunia yang mengikuti mereka dalam perjalanan ini takjub akan pemandangan yang mempesona. Mereka tidak bisa menahan kagum saat melihat kebesaran kastil megah yang terhampar di depan mereka. "Dunia ini sungguh luar biasa," ujar Mizuha dengan suara yang hampir tak terdengar. "Kastil ini, sungguh menakjubkan. Tidak ada teknologi yang mampu menandinginya
"Aliran sirkuit itu merupakan salah satu teknologi yang sudah lama hilang sejak bahkan Ribuan tahun yang lalu," Xander menjelaskan dengan penuh pengetahuan.Henrick, seorang murid muda yang penuh rasa ingin tahu, tidak bisa menahan rasa ingin tahu. "Berapa umur tuan sekarang jika saya boleh tahu?" tanya Henrick dengan sopan, menyadari perbedaan usia yang sangat besar di antara mereka.Xander tersenyum, wajahnya tercerahkan oleh ingatan akan masa lalunya yang luar biasa. "Hmmmm... 247 tahun," jawab Xander dengan bangga setelah berpikir sejenak.Henrick terkejut. Xander telah hidup selama berabad-abad, mengalami perubahan zaman dan peristiwa yang tidak dapat dibayangkan olehnya. "Apakah ini adalah salah satu teknologi Dragonian?" tanya Henrick dengan rasa kagum.Xander menggeleng, memperjelas kebingungan Henrick. "Tidak, itu adalah hal yang berbeda. Aku memiliki kekuatan ini berkat kedermawanan Kaisar Rostredich, yang dulunya merupakan pemimpin agung dari Kekaisaran Dragonheart," Xander
Sementara Reinhard berada di dalam kamar mandi, Xander mendengar suara cipratan air dan aliran air yang mengalir. Dia memerintahkan dua robot penjaganya untuk tetap berjaga di tempat dan memberi jalan kepadanya. Saat Xander mengamati sekeliling ruangan, dia merasakan kehadiran energi leluhur Dragonheart di sekitarnya, sesuai dengan nalurinya sebagai Grand Magus. "Hawa ini... tidak ada keraguan lagi," ujar Xander dengan wajah penuh kenangan. Xander kemudian menggerakkan tangannya secara perlahan dalam gerakan melingkar dari kanan ke kiri. Kilauan energi berwarna ungu mulai muncul, dan titik-titik berwarna ungu itu membentuk sinar ungu yang indah di sekelilingnya. Di dalam kamar mandi, Reinhard merasakan energi yang membuat kepalanya seolah-olah dipaksa untuk mengingat sesuatu yang belum pernah ia ketahui sebelumnya. Gambar-gambar mulai muncul di benak Reinhard, sementara tangannya yang memegang kepalanya terasa pusing. Jeremy merasa bosan di dalam ruangannya dan memutuskan untuk kel
"Diamlah, bocah, dan kuyakinkanlah tidurmu. Engkau akan kutuangkan sebuah khayalan," ucap Rovendum dengan lembut. Reinhard, semula merebahkan diri di atas kasurnya, menghadap langit-langit ruangannya. Di situ, tergantung sebuah cermin yang memantulkan gemerlapnya langit dan kerlipan bintang di alam semesta. Hembusan angin sejuk menerobos masuk, melintasi ruangan Reinhard, dan berhembus lembut di kulitnya. Perlahan, matanya terpejam. "Bagiku, ini adalah pertama kalinya tidur tanpa kegelisahan dan dengan damai sejak saat-saat ketika aku dan pak tua pergi berpetualang..." Saat matanya terpejam, dunia peperangan yang megah tergambar dengan jelas di hadapannya. Begitu banyak pesawat luar angkasa yang berputar mengelilingi sebuah planet yang memancarkan cahaya ungu dari kejauhan. Di antara pesawat-pesawat itu, bendera-bendera berkelebat tanpa henti, masing-masing memiliki lambang yang berbeda. Reinhard merasa seolah-olah dirinya terbang di alam semesta, melihat pesawat-pesawat yang berla
Peperangan antara pasukan kapal luar angkasa Dragonheart dan Aragorn mencapai puncaknya. Aragorn menderita kerugian besar dengan kehilangan seluruh pasukan induk mereka, sebanyak 10.381 kapal. Di sisi lain, Dragonheart tidak kehilangan kapal induk, hanya beberapa pesawat personel luar angkasa yang hilang. "Pastikan seluruh awak kapal diamankan tanpa terkecuali, dan bawa komandan mereka ke hadapanku," perintah Robot Nomor 7 tegas. "Diperintahkan dan dikonfirmasi," suara robot komandan di setiap kapal induk Dragonheart merespons. Di medan perang invasi planet Chronus, banyak pasukan Aragorn yang tewas, sementara yang masih hidup dikurung dalam penjara kekaisaran Dragonheart. Di tengah situasi tersebut, Robot Nomor 7 memimpin Von Jay dan sisa pasukan Aragorn menuju ibukota Dragonheart melalui pintu Chronus, sebuah gerbang yang menghubungkan ibukota Grand Archadia dengan planet Chronus. Dengan pesawat transportasi luar angkasa, Robot Nomor 7 membawa Von Jay dan pasukan Aragorn lainnya
Mizuha merasa lelah setelah berhari-hari menghadapi tantangan dan bahaya di Kastil Dragonheart. Dalam keheningan kamar mandi yang tenang, ia membiarkan dirinya melepaskan semua pakaiannya dan melihat cermin di depannya. Tubuhnya yang elegan tercermin di kaca, namun bekas luka di kulitnya juga terlihat jelas. Setiap luka itu adalah sebuah kenangan yang tak bisa ia lupakan. Saat air hangat mengalir di bak mandi, Mizuha merenung tentang masa lalu yang membawa luka-luka itu. Ia teringat akan momen saat ia berjuang melawan kekuatan jahat, saat kemenangan dan kekalahan saling berhadapan. Bekas luka di tubuhnya adalah saksi bisu dari perjuangan yang ia lalui, namun juga menjadi pengingat akan ketabahan dan tekadnya. Mizuha menghela nafas dalam-dalam, berusaha meredakan pikiran yang terus memenuhi kepalanya. Ia memilih untuk memusatkan perhatiannya pada saat ini dan menikmati momen kedamaian dalam bak mandi yang hangat. Namun, tiba-tiba, suara sirine menghentikan ketenangan tersebut. Suara
Di tempat yang jauh dari keramaian, Reinhard terbangun dengan perlahan dari kesadarannya yang terdalam. Matanya perlahan terbuka, menyisir ruangan dengan pandangan samar. Di sisinya, Jeremy duduk dengan penuh kegelisahan, menunggu dengan sabar Reinhard bangun. Ketika Reinhard akhirnya sadar sepenuhnya, Jeremy merasa lega. "Akhirnya, kau bangun. Aku sangat khawatir tentangmu," ucap Jeremy dengan suara lega. Reinhard mencoba mengumpulkan pikirannya yang masih kabur. "Apa yang terjadi padaku? Dan di mana kita berada?" tanya Reinhard dengan rasa penasaran. Jeremy mengambil napas dalam-dalam, tahu bahwa dia harus menjelaskan situasi yang rumit ini dengan hati-hati. "Jiwa Kaisar Rostredich, leluhurmu, telah mengambil alih tubuhmu. Itulah sebabnya kau kehilangan kesadaran. Saat itu, tubuhmu tidak lagi dikuasai olehmu sendiri," jelas Jeremy dengan jujur. Reinhard terkejut mendengar penjelasan itu. Ia mencoba mengingat-ingat apa yang telah terjadi sebelumnya, tetapi ingatannya masih kabur.
"Aliran sirkuit itu merupakan salah satu teknologi yang sudah lama hilang sejak bahkan Ribuan tahun yang lalu," Xander menjelaskan dengan penuh pengetahuan.Henrick, seorang murid muda yang penuh rasa ingin tahu, tidak bisa menahan rasa ingin tahu. "Berapa umur tuan sekarang jika saya boleh tahu?" tanya Henrick dengan sopan, menyadari perbedaan usia yang sangat besar di antara mereka.Xander tersenyum, wajahnya tercerahkan oleh ingatan akan masa lalunya yang luar biasa. "Hmmmm... 247 tahun," jawab Xander dengan bangga setelah berpikir sejenak.Henrick terkejut. Xander telah hidup selama berabad-abad, mengalami perubahan zaman dan peristiwa yang tidak dapat dibayangkan olehnya. "Apakah ini adalah salah satu teknologi Dragonian?" tanya Henrick dengan rasa kagum.Xander menggeleng, memperjelas kebingungan Henrick. "Tidak, itu adalah hal yang berbeda. Aku memiliki kekuatan ini berkat kedermawanan Kaisar Rostredich, yang dulunya merupakan pemimpin agung dari Kekaisaran Dragonheart," Xander
Matahari terbit dengan gemilang di langit biru saat Xander, Jeremy, dan Mizuha melangkah maju di hadapan jembatan yang menghubungkan daratan dengan pulau besar yang terletak di tengah laut yang luas. Keindahan alam dunia baru ini begitu memukau, tetapi yang membuat mereka terkesima adalah kehadiran kastil megah yang menjulang di kejauhan. Xander melihat sekelilingnya dengan wajah penuh nostalgia. "Sungguh, sudah sangat lama sejak terakhir kali aku berada di sini. Kastil ini menyimpan banyak kenangan bagi kuasa dan kekuasaan yang pernah ada." Para prajurit dari berbagai dunia yang mengikuti mereka dalam perjalanan ini takjub akan pemandangan yang mempesona. Mereka tidak bisa menahan kagum saat melihat kebesaran kastil megah yang terhampar di depan mereka. "Dunia ini sungguh luar biasa," ujar Mizuha dengan suara yang hampir tak terdengar. "Kastil ini, sungguh menakjubkan. Tidak ada teknologi yang mampu menandinginya
Di tengah reruntuhan dan kehancuran, Xander, Jeremy, dan Henrick merasakan getaran yang kuat dan tak terduga. Mata mereka tertuju pada Pintu Chronos yang mulai terbuka perlahan, mengeluarkan gelombang aura yang memenuhi area sekitarnya. Keajaiban ini membuat hati mereka berdebar-debar, merasa bahwa ada sesuatu yang luar biasa sedang terjadi. "Dapatkah kalian merasakannya?" tanya Mizuha dengan kekaguman yang terpancar dari matanya. Jeremy mengangguk, matanya terpaku pada Pintu Chronos yang semakin terbuka. "Ini tidak mungkin... Pintu ini selama ini terkunci rapat. Mengapa dia tiba-tiba terbuka?" Xander, yang selama ini menjadi penasihat setia raja, menyibakkan jubahnya yang kusam. "Aku pernah mendengar legenda bahwa Pintu Chronos akan terbuka hanya ketika terjadi perubahan besar dalam aliran waktu. Mungkin kemenangan kita atas Kaisar Rostedich adalah kunci dari peristiwa ini. Dalam keheranan d
"Saya tidak akan bisa menjelaskan apapun sekarang, tuan Reinhard" tegas Xander dengan suara yang tenang namun penuh ketegasan. "Situasi dan kondisi saat ini membutuhkan kita untuk mengambil tindakan yang akan menentukan hasilnya." Reinhard mengerutkan kening, mencoba memahami kata-kata Xander yang misterius. "Membalik keadaan? Apa maksudmu?" Xander menatap Reinhard dengan pandangan yang penuh keyakinan. Dia mengambil napas dalam-dalam sebelum melanjutkan, memilih kata-kata dengan hati-hati. "Tuan Reinhard, saat ini ada rencana yang sedang berjalan. Saya menerima kabar dari salah satu anak buah saya bahwa rencana pertama kita telah berhasil. Dan sekarang, saya harus menyusul Jeremy untuk menyelesaikan rencana kedua ini." Reinhard merasa semakin kebingungan dengan setiap kata yang diucapkan Xander. Namun, kepercayaan yang dimiliki Xander membuatnya tetap tenang. Dia mengerti bahwa ada sesuatu yang lebih besar sedang