Ren Hui menuangkan teh ke dalam cangkir. Ekspresi wajahnya masih datar tanpa emosi, seperti biasanya. Di kedua sisi meja, duduk kedua pria yang menundukkan kepalanya. Keduanya saling mencuri pandang seperti dua bocah yang tengah dihukum oleh guru mereka.
"Aku ini miskin, kalian pun sama denganku. Tidak punya banyak uang. Jika rumah berodaku ini rusak, di mana kita akan tinggal? Bagaimana arak-arakku? Bagaimana Baihua?" Ren Hui berbicara dengan tegas.Song Mingyu dan Junjie kembali saling mencuri pandang. Mereka tahu benar, Ren Hui pasti akan marah karena mereka telah mengacaukan rumah berodanya. Pedagang arak itu telah berkali-kali mengeluhkan kondisi rumah anehnya yang sudah harus direnovasi. Sayangnya dia tidak memiliki uang berlebih."Kalau begitu, ikutlah denganku!" Junjie mendongakkan kepalanya. Menegakkan punggungnya dan bersedekap dengan santai. Menatap Ren Hui dengan sepasang matanya yang berkilau bak bunga persik."Ikut denganmu? Kau sajaYue Yingying hanya melirik sekilas, sama sekali tidak tertarik pada lukisan itu. Dia lebih tertarik pada kondisi Song Mingyu dan Junjie."Reaksi kalian sekilas sama, gatal. Tetapi, sepertinya hanya kau yang berhalusinasi," gumamnya seraya melepaskan totokannya pada Song Mingyu."Ulat! Ulat!" Seketika pemuda itu berteriak histeris seraya mengibaskan lengannya. Ren Jie yang tengah menggantungkan lukisan yang basah tersiram teh sangat terkejut mendengar teriakannya.Dia pergi mengambil sesuatu dari lemari obat. Kemudian menangkap lengan Song Mingyu. "Diamlah!" ucapnya pada pemuda itu. Sikap tegas dan tanpa komprominya membuat Song Mingyu tidak berani membantahnya. Apalagi tatapan matanya yang tajam, seperti bukan tatapan Ren Hui yang teduh dan lembut seperti yang selama ini dikenalnya.Setelah memastikan Song Mingyu tenang, dengan hati-hati Ren Hui mengoleskan salep pada lengannya dengan lembut dan hati-hati. Sementara Yue Yingying memeriks
Sejenak Junjie terdiam mendengar jawaban Song Mingyu. Dia pun duduk kembali dan menatap Song Mingyu lekat-lekat. Masih ada sesuatu yang mengganjal di hatinya setiap pemuda itu berbicara mengenai lukisan Ren Jie, sang Dewa Pedang.Song Mingyu tahu terlalu banyak hal-hal yang jarang diketahui orang lain tentang kehidupan Ren Jie. Bahkan dirinya yang dianggap salah satu orang terdekat Ren Jie pun tidak tahu sebanyak itu. Meski ada beberapa hal yang menjadi rahasia mereka berdua.Junjie mengerutkan kening dan bertanya lagi padanya,"Untuk apa kau bersikeras memberikan lukisan itu pada seseorang?"Song Mingyu menatap jauh, menerawang seakan-akan tengah menatap sesuatu yang tak terjangkau. "Aku ingin berguru pada Ren Jie, sang Dewa Pedang. Sayangnya, Ren Jie sudah mati sepuluh tahun yang lalu, meski aku tidak mempercayainya. Karena itu, aku ingin mengumpulkan tiga puluh lukisan sang Dewa Pedang. Seseorang memberitahuku bahwa dalam lukisan-lukisan itu terdapat rah
Rumah beroda Ren Hui berjalan pelan-pelan. Karena Junjie sedang sakit, kali Song Mingyu mengusiri kereta sendirian. Dia bersiul-siul riang sembari menikmati pemandangan yang sangat indah di sepanjang perjalanan menuju kota Chunyu. Menurut Ren Hui hanya tinggal melewati desa Yuhua saja, maka mereka akan tiba di tujuan."Musim gugur kali ini benar-benar sangat indah," gumamnya pelan. Angin bertiup semilir membawa terbang dedaunan kering yang memerah. Sepanjang mata memandang semburat kemerahan hingga coklat menjadi warna yang mendominasi pemandangan di sekitarnya.Bunga-bunga Krisan liar bermekaran. Mengundang kupu-kupu dan kumbang. Dan memberi rona warna yang kontras di antara semburat kemerahan dan suasana yang terasa lebih muram."Sebentar lagi kita di desa Yuhua. Kita berhenti di tepi sungai pinggiran desa saja." Ren Hui melongokkan kepalanya dari pintu teras yang setengah terbuka.Song Mingyu menganggukkan kepalanya mengerti. Setelah cukup lama
Ren Hui tersenyum, menatap Junjie yang menyesap teh dengan gaya elegannya. Di mata Ren Hui, Pangeran Yongle sudah jauh berubah. Tidak seperti saat pertama kali bertemu dengannya.Pangeran Yongle dahulu dikenal sebagai pangeran yang tidak banyak berbicara, elegan, cerdas dan menjunjung keadilan. Selain itu dia juga penyendiri dan jarang memiliki teman. Bahkan hingga bertemu dirinya, pangeran itu tidak memiliki seorang selir pun di wangfu-nya.Namun, sekarang, yang duduk di hadapannya adalah Junjie. Meski masih sering menunjukkan keeleganan ala kaum bangsawan, tetapi jika mengingat bagaimana dia berdebat atau saat berebut makanan dengan bocah seusia Song Mingyu, Ren Hui menyadari Pangeran Yongle telah banyak berubah. Dia bukan lagi Pangeran Yongle yang kesepian.Meski Ren Hui sendiri pun telah mengalami banyak perubahan dalam hidup, tetapi sulit baginya untuk mempercayai begitu saja jika seseorang bisa berubah begitu banyak. Baik dirinya maupun Junjie kini m
Song Mingyu membawa rumah beroda memasuki pelataran bangunan yang berada di ujung jalan, berhadapan dengan jalan utama yang menuju Kota Chunyu. Seorang pelayan pria berlarian dengan membawa payung menyambut mereka. "Tuan silakan!" Dia dengan cekatan membantu Song Mingyu menepikan rumah beroda dan menambatkan kuda-kuda. Ren Hui turun bersama Junjie dari rumah beroda dengan berpayungkan payung bi'an Hua. Dia bertanya pada pelayan itu dengan sopan, "Paman! Apakah ada kamar yang kosong?" "Tentu saja ada Tuan! Tetapi, saat ini hanya ada satu kamar tersisa. Yang lainnya sudah dipesan oleh orang-orang dari biro pengawalan dari Kota Tianxia." Pelayan itu menjelaskan dengan hati-hati dan sangat ramah. "Ah, begitu rupanya." Ren Hui tersenyum dan mengangguk mengerti. Letak desa Yuhua yang berada di antara Kota Yueliang dan Chunyu memang cocok untuk singgah sebentar untuk beristirahat, terutama bagi biro pengawalan dan pengelana. "Baiklah! Tidak apa-apa Paman. Tolong siapkan kamar dan maka
Ren Hui menutup pintu kamar dan dengan berpayungan dia melintasi taman penginapan menuju ke salah satu bangunan yang ada di sudut lain penginapan. Hujan masih turun meski sudah tidak deras lagi. Udara sangat dingin membuat siapapun enggan berkeliaran di luar."Sepi," gumam Ren Hui saat melewati aula. Para tamu sepertinya sudah kembali ke kamar masing-masing. Hanya ada beberapa pelayan yang sibuk merapikan aula dan satu dua tamu yang duduk memandangi hujan dan menikmati arak.Dia terus berjalan hingga tiba di depan bangunan yang tidak terlalu besar. Bangunan di sudut itu juga sepi. Hanya ada seorang pelayan wanita yang berlari menyambutnya."Tuan, silakan!" Dengan riang dan ramah gadis pelayan itu mempersilakannya untuk masuk.Meski hanya beberapa kali singgah di penginapan ini, tetapi para pelayan cukup mengenalinya. Dia mereka kenali sebagai pedagang arak yang pernah menyelamatkan sang Nyonya dari penyakit yang dideritanya."Nyonya, Tuan
Nyonya Gao berdiri di teras mengantarkan kepergian Ren Hui. Dia masih menatap pria itu, hingga punggungnya menghilang di kegelapan malam. "Liuxing, muridmu itu sepertinya mulai menikmati kehidupan yang sesungguhnya," gumamnya seraya tersenyum kecil. Saat hendak berbalik kembali ke kamarnya, seorang pelayan pria berlarian di bawah rintik hujan menghampirinya. "Nyonya! Biro pengawal Kupu-kupu Emas dari Kota Tianxia baru saja tiba!" Dia melapor seraya menunjuk serombongan pria yang berkerumun di aula utama penginapan. "Layani mereka dengan baik!" Nyonya Gao berpesan kemudian kembali masuk ke dalam kamarnya. Hujan masih turun rintik-rintik. Malam pun semakin larut. Namun, suasana di Pondok Bambu Hijau nampak sibuk dengan kedatangan tamu yang memang sudah memesan tempat beberapa hari sebelumnya. Biro pengawal Kupu-kupu Emas merupakan sebuah perusahaan ekspedisi yang terkenal di Kota Tianxia. Mereka
Ren Hui tersenyum mendengar pertanyaan Junjie. Menatap pria di hadapannya dan tercenung sejenak. Selama beberapa waktu ini mereka jarang bisa bercakap-cakap berdua saja.Song Mingyu dan Yue Yingying menjadi salah satu alasannya. Mereka tidak ingin kedua orang itu mencurigai hubungan dan identitas mereka. Bagi Song Mingyu, mereka hanyalah pengelana yang tidak sengaja bertemu dan sepakat untuk melanjutkan perjalanan bersama.Sedangkan bagi Yue Yingying semua itu tidak penting baginya. Namun, Ren Hui mengkhawatirkan Junjie jika wanita cantik itu mengetahui indentitas sebenarnya pria tampan yang kini tengah berada dalam kondisi yang tidak baik."Seperti yang kau lihat, aku menjalani hidupku dengan bahagia. Berkelana dari satu kota ke kota lainnya. Menyuling arak kemudian menjualnya atau kunikmati sendiri. Menanam sayuran dan bunga, memasak serta menemani Baihua bermain. Bukankah itu hidup yang bahagia?" Ren Hui tersenyum dan menuangkan arak ke dalam cangkirnya