Home / Fantasi / Kembalinya Sang Dewa Pedang / Kota Yueliang Yang Indah

Share

Kota Yueliang Yang Indah

Author: Aspasya
last update Last Updated: 2024-09-02 07:00:52

"Apakah karena semalam kau berlatih pedang?" Junjie bertanya dengan suara pelan dan berhati-hati. Dia tidak ingin Song Mingyu mendengar percakapan mereka dan mencurigai mereka berdua.

"Salah satunya karena itu. Namun, alasan yang paling nyata adalah racun tujuh bunga biru," sahut Ren Hui pelan.

"Apakah ada penawarnya?" Junjie kembali bertanya. Kali ini disertai harapan untuk mendapatkan jawaban yang bagus.

"Jika ada tentu Ren Jie masih hidup," sahut Ren Hui seraya tersenyum pahit.

Junjie mendesah pelan. "Kalau begitu ikutlah ke kota. Aku akan membawamu ke Paviliun Yueliang. Nona Wei Jin tidak mungkin tidak memiliki obat atau penawar untuk racun itu. Dia pasti mau mengobatimu." Junjie berdiri dan berkata dengan tegas.

"Buang-buang waktu saja. Jika Dewa Obat pun sudah menyerah untuk menetralkan racun di tubuhku apalagi hanya seorang Wei Jin." Ren Hui kembali tersenyum pahit.

Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Lukisan Sang Dewa Pedang

    Paviliun Yueliang, Kota YueliangSebuah lukisan tergantung di dinding sebuah ruangan yang cukup luas dan ditata dengan begitu elegan. Lukisan seorang pria muda yang tampan nan rupawan membawa pedang di tangan kanannya. Berlatar belakang pohon wisteria yang tengah berbunga lebat dan pegunungan di musim semi, lukisan itu tidak hanya indah. Namun, begitu hidup hingga terasa begitu nyata.Setidaknya bagi gadis cantik berhanfu ungu muda yang berdiri menatap sayu lukisan itu.Seakan-akan diliputi kerinduan yang begitu mendalam akan sosok di dalam lukisan. Bahkan dia melupakan semuanya saat tatapan matanya hanya tertuju pada sosok itu, hingga tidak menyadari kehadiran seseorang.Seorang gadis masuk ke dalam ruangan dan menegur gadis yang berdiri di depan lukisan. "Kakak Jin, dupa sudah terbakar habis dan kau masih memandangi lukisan itu." Dia meletakkan teko teh dan cangkir-cangkir di atas meja di sudut ruangan.

    Last Updated : 2024-09-02
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Bukit Hujan Kabut

    Pusat Kota Yueliang Song Mingyu memacu kudanya dengan santai. Sesiangan ini dia puas berkeliling kota Yueliang. Junjie merupakan pemandu jalan yang baik karena dia hampir hapal seluk beluk kota kecil ini. Sepertinya tidak ada tempat di kota ini yang tidak diketahuinya. Dia bahkan membeli dua buah lentera yang membuat Song Mingyu keheranan. Namun, saat bertanya padanya, Junjie hanya tersenyum dan tidak menjawabnya dengan jelas. "Apakah sebenarnya kau berasal dari kota ini?" Song Mingyu pun melontarkan pertanyaan yang mengandung kecurigaan pada pria itu. Namun, dengan tegas Junjie menepis kecurigaan pemuda itu. "Tidak! Aku berasal dari kota Tianxia," sahutnya dengan santai. "Eh, kota Tianxia? Pantas saja ilmu beladirimu lumayan." Song Mingyu memujinya dengan tulus. Junjie hanya tersenyum mendengar pujiannya. Tianxia atau Kota

    Last Updated : 2024-09-02
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Jalanan Berkabut

    Junjie dengan hati-hati menuntun kuda dengan tangan kirinya sedangkan tangan kanannya membawa lentera. Begitu pula dengan Song Mingyu. Meski di sepanjang jalan juga ada beberapa lentera yang menyala, tetapi itu tidak cukup untuk menerangi jalan. Apalagi semakin jauh melangkah semakin tebal juga kabutnya."Ini masih siang, tetapi cuaca seperti sore menjelang malam hari." Song Mingyu mengangkat lenteranya lebih tinggi agar dapat melihat jalur jalan di depan mereka agar tidak salah memilih arah."Sepanjang waktu tempat ini diselimuti kabut. Hanya saja tidak selalu tebal." Junjie kembali menjelaskan. "Ah pantas saja kau tadi membeli lentera. Aku pikir untuk perjalanan pulang nanti." Song Mingyu berkata pelan dan melirik JunjieTiba-tiba merasa aneh dengan penampilan pria yang berjalan di sisinya itu. "Junjie, ada hantu," bisik Song Mingyu pelan. Junjie seketika berhenti berjalan. Dia membuka doupeng yang menutupi wajahnya. "Di mana?" tanyan

    Last Updated : 2024-09-03
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Ilusi

    Song Mingyu tertegun saat telah memasuki Paviliun Yueliang. Tidak ada kabut yang menyelimuti dan cuaca pun terang benderang.Di hadapan mereka terhampar sebuah pemandangan yang sangat indah. Sebuah taman dengan bunga-bunga yang bermekaran. Kolam yang berair jernih dengan ikan-ikan koi berenang di dalamnya dan sebuah jembatan batu melengkung dengan sebuah lonceng tergantung di atas."Eh, kenapa tiba-tiba kabutnya menghilang?" tanyanya pada Junjie. Dia mengusap-usap matanya untuk memastikan tidak ada yang salah dengan matanya."Paviliun Yueliang adalah sebuah organisasi yang rapi. Selain Keluarga Wei, ada juga Keluarga Qiao dan Keluarga Dongfang. Keluarga Qiao dikenal dengan teknik rahasianya. Salah satunya adalah kabut tadi." Junjie mengambil lentera di tangan Song Mingyu. Kemudian mematikan kedua lentera itu, meletakkannya di atas pagar batu di sebelahnya."Mingyu, jangan mempercayai apapun yang saat ini kau lihat. Yang in

    Last Updated : 2024-09-03
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Bertemu Wei Jin

    Song Mingyu menatap wanita cantik yang menyambut Junjie dengan sangat sopan. Dia merasa heran, karena sepertinya mereka berdua adalah kenalan lama."Mingyu, kau tunggu di sini sebentar ya." Junjie memintanya untuk menunggu di ruangan itu kemudian meninggalkannya, mengikuti wanita cantik itu masuk ke ruangan di sebelah.Song Mingyu hanya menganggukkan kepalanya. Dia masih merasa aneh dengan Paviliun Yueliang ini. Tidak pernah terbersit sedikit pun jika Paviliun Yueliang ternyata sebuah desa bukan bangunan megah seperti Manor Song.Paviliun Yueliang adalah sebuah desa yang berada di Bukit Hujan Kabut dan selalu diselimuti kabut setiap saat. Di desa ini ada tiga keluarga utama, Keluarga Wei, Qiao dan Dongfang. Ketiga keluarga inilah yang mendirikan Paviliun Yueliang.Sepanjang perjalanan tadi, Song Mingyu menyaksikan suasana desa seperti layaknya desa-desa yang lain. Penduduk desa beraktivitas seperti biasa. Ada pasar juga dan suasananya sangat tenan

    Last Updated : 2024-09-03
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Harga Sebuah Informasi

    Wei Jin kembali duduk seperti posisinya semula. Dia menatap Junjie lekat-lekat sembari bertopang dagu. Setelah berpikir beberapa saat, dia berdiri. "Mari kita lihat, apa yang dimilikinya. Semoga cukup berharga untuk ditukar dengan lukisan Sang Dewa Pedang."Junjie pun turut berdiri. Kemudian mereka berdua kembali ke ruangan tadi untuk menemui Song Mingyu. Pemuda itu berdiri di depan jendela. Sepertinya dia tengah menikmati pemandangan di halaman kediaman ketua Paviliun Yueliang."Mingyu, Nona Wei Jin ingin mengetahui apa yang kau miliki mengenai Ren Jie." Junjie menegurnya dengan lembut.Song Mingyu menoleh dan merasa sedikit canggung. Dia buru-buru membungkukkan tubuhnya memberi salam pada Wei Jin. Meski tadi sempat bertemu, tetapi Wei Jin mengabaikannya karena segera ingin membicarakan beberapa hal dengan Junjie."Duduklah!" Wei Jin mempersilakannya untuk duduk bersamanya dan Junjie. "Informasi apa ya

    Last Updated : 2024-09-04
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Pedang Surgawi Dalam Lukisan

    Sebuah pedang yang sangat tajam hingga dapat menyayat lawannya dengan sangat tipis bak serpihan kelopak bunga yang berguguran. Pedang itu terbuat dari batu meteor yang jatuh ke bumi ratusan tahun lalu. Permukaannya berkilau indah bak giok kemala. Dengan bias-bias warna yang indah. Ukiran bunga lotus ungu di gagangnya sebagai perlambang nirwana mempercantik pedang legendaris itu.Wei Jin, Junjie dan Song Mingyu sekali lagi menatap kedua lukisan itu untuk meyakinkan bahwa mereka tidak salah dalam mengambil kesimpulan. Ketiganya saling berpandangan dan kembali duduk. Terdiam untuk beberapa saat."Dari mana kau tahu Ren Jie sudah menguasai jurus Pedang Surgawi?" Wei Jin bertanya dengan hati-hati dan menatap tajam Song Mingyu."Maafkan aku! Aku tidak bisa memberi tahu siapa pun mengenai orang yang telah memberiku informasi itu." Song Mingyu menundukkan kepalanya dan ber-kowtow sebagai permintaan maaf pada Wei Jin.

    Last Updated : 2024-09-04
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Kalian Boleh Pergi

    Mereka bertiga duduk mengelilingi meja setelah menghabiskan makan malam mereka. Hanya sup pangsit berisi sayuran dan ikan kukus serta mi. Namun, terasa begitu lezat hingga semua habis tak bersisa dalam waktu singkat."Aku sudah membeli bahan obat yang kau minta. Aku simpan di laci sebelah sana." Junjie menunjuk pada lemari yang menempel pada dinding di belakangnya."Terima kasih. Bagaimana hutangmu? Sudah bisa kau lunasi bukan?" Ren Hui melirik Junjie sementara tangannya menyalakan sebatang dupa."Aiyo! Tidak bisakah kau menunggu besok?" Junjie berteriak kesal. Diiringi tawa tertahan Song Mingyu. Pemuda itu hampir saja meledak dalam tawa seandainya saja tidak mendapatkan tatapan tajam Ren Hui. "Bagaimana denganmu? Aku rasa hutangmu pun sudah lunas. Besok kau boleh pergi." Ren Hui berkata padanya dengan santai.Song Mingyu pun terdiam. Sedangkan Junjie tersenyum tipis meliriknya. Ren Hui menatap mereka b

    Last Updated : 2024-09-04

Latest chapter

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Selama Dunia Masih Mengijinkan

    Alunan seruling mengalun lembut, menari di antara hembusan angin yang membawa semerbak bunga plum. Melodi itu mengalir hingga kejauhan, menciptakan harmoni yang menyatu dengan ketenangan Danau Jinghu. Airnya sebening cermin, memantulkan rona langit senja yang mulai berpendar keemasan.Seorang pria berhanfu biru berdiri di bawah pohon plum yang tengah berbunga. Tangannya erat menggenggam tali kekang seekor keledai berbulu hitam yang setia menemaninya selama perjalanan panjang.“Lobak, apa kau juga ingin bertemu Baihua?” tanyanya, sembari menepuk kepala hewan itu dengan lembut.Lobak hanya mendengus, entah kesal atau justru gembira. Bertahun-tahun ia hidup dalam kemewahan di Paviliun Embun Pagi, kediaman Pangeran Yongle di ibu kota Baiyun. Meski kemudian, ketika sang pangeran menjalani pengobatan di Lembah Obat yang sunyi, ia tetap dimanjakan dengan limpahan lobak merah, makanan favoritnya.Namun di sini, di tepi Danau Jinghu? Ia tak yakin kehidupannya akan senyaman sebelumnya. Menginga

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Kabar-kabar Gembira Di Kekaisaran Shenguang

    Musim semi datang membawa kabar-kabar besar ke seluruh negeri. Di Ibukota Baiyun, suasana penuh sukacita menyelimuti istana. Kaisar Tianjian dengan resmi mengangkat Tuan Muda Song, Song Mingyu, sebagai seorang pangeran. Ia diperkenalkan di hadapan pejabat tinggi sebagai putra mendiang Zhu Zijing dan cucu dari Pangeran Tian Xing Wei. Angin semilir membawa harum bunga persik yang bermekaran, seakan turut menyebarkan kabar baik ini ke seluruh penjuru kekaisaran Shengguan. Di sisi lain, berita tentang Pangeran Yongle pun tersebar luas. Setelah sekian lama bergelut dengan penyakit dinginnya, akhirnya ia menyatakan kesediaannya untuk menjalani pengobatan di Lembah Obat. Tabib Ilahi Yue Yingying dan gurunya, Dewa Obat, telah kembali membawa Bunga Es Abadi, tanaman langka yang dipercaya mampu mengusir penyakit dingin serta menetralisir racun Bunga Salju. Harapan kembali menyala bagi sang pangeran yang selama ini dihantui oleh penderitaan. Dari Pondok Bambu Hija

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Kembalinya Sang Dewa Pedang

    Ren Hui berjongkok di depan tanaman yang kini bunganya mekar sempurna. Kelopak bunga es abadi berwarna biru pucat, dengan semburat biru tua di pangkalnya, berkilauan di bawah cahaya bulan purnama. Seperti kristal beku yang baru saja tersapu embun dingin. Kelopaknya tampak rapuh tetapi memancarkan keindahan yang abadi."Sangat indah," gumamnya lirih. Jemarinya terulur, menyentuh kelopak bunga dengan hati-hati, seakan takut merusak keindahan yang begitu halus. Dengan penuh kehati-hatian, ia memetik bunga itu, lalu menyimpannya di dalam kotak kayu kecil yang telah ia siapkan di lengan jubahnya.Angin malam bertiup perlahan, membawa serta rinai salju tipis yang turun dari langit kelabu. Sepertinya ini akan menjadi hujan salju terakhir di musim ini. Ren Hui mendongak, menatap bulan purnama yang kini bersembunyi di balik awan tebal, meninggalkan kesunyian yang menggantung di udara."Bisakah bunga ini tumbuh di Lembah Obat?" gumamnya sambil menatap tanaman yang masih segar meski dikelilingi

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Nada Seruling Di Malam Bulan Purnama

    Waktu berlalu meski terasa lamban bagi Ren Hui. Salju masih menghampar di Puncak Báiyuè Shān, membentuk lapisan putih tebal yang menutupi bebatuan dan dahan pohon yang meranggas. Namun, angin gunung tak lagi menggigit sedingin biasanya. Ada hembusan yang lebih lembut, membawa sedikit kehangatan yang samar. Musim semi sepertinya akan segera menjelang."Menunggu memang menjemukan, tetapi harus aku lakukan," gumam Ren Hui pelan. Tatapannya jatuh pada tanaman yang telah tumbuh lebih tinggi dari sebelumnya.Batang tanaman itu berwarna biru tua transparan, kini tampak lebih kokoh dibanding beberapa bulan lalu. Daun-daunnya yang semula kecil dan rapuh telah melebar, urat-urat biru tua merambat di permukaannya seperti anyaman halus. Namun, bunganya masih menguncup, enggan untuk mekar. Hanya ada satu calon bunga, seolah menunggu momen yang tepat untuk menampakkan keindahannya. Ren Hui telah menantinya cukup lama."Malam nanti, puncak bulan purnama." Ren Hui menghel

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Menunggu

    Paviliun Embun Pagi, Ibukota BaiyunPagi masih muda di Paviliun Embun Pagi. Namun, keheningannya terasa lebih pekat dari biasanya. Salju turun perlahan, menutupi halaman dengan selimut putih yang semakin menebal. Seolah menambah kesan dingin dan muram pada kediaman pribadi Pangeran Yongle.Di tepi jendela yang menghadap taman bersalju, Junjie duduk termenung. Pandangannya kosong, mengikuti butiran salju yang melayang perlahan dari langit kelabu. Jubah birunya yang tebal sedikit tergeser, memperlihatkan ujung jari yang pucat di atas meja kayu dingin."Yang Mulia," suara Kasim Zheng memecah keheningan.Junjie menoleh dengan malas, tatapannya bertemu dengan pria paruh baya yang selalu setia di sisinya. Satu alisnya terangkat, sedikit heran karena Kasim Zheng biasanya tidak datang sepagi ini tanpa alasan yang mendesak."Ada apa?" tanyanya, suaranya berat dengan kantuk yang belum sepenuhnya sirna. Nada malas yang khas itu membuat Kasim Zheng h

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Ketulusan

    Musim dingin berlalu hari demi hari, membawa kabut putih yang melingkupi jurang dalam seperti tirai sutra beku. Hari-hari terasa panjang dan sepi, seakan waktu membeku bersama salju yang perlahan menumpuk di bebatuan dan semak belukar. Ren Hui menunggu, menanti saat Bunga Es Abadi mekar, satu-satunya harapan yang ia genggam di tengah kesunyian jurang.Bersama Baihua, rubah putih yang setia menemaninya, dan Guāng Yǔ, elang emas yang membawanya ke tempat ini, Ren Hui menghabiskan hari-harinya dengan berburu, merawat bunga itu, dan bergelut dengan pikirannya sendiri.Tiba-tiba, deru angin membawa suara kepakan sayap yang kuat. Guāng Yǔ kembali dari perburuannya, cakarnya mencengkeram sesuatu yang berbulu tebal."Guāng Yǔ! Apa yang kau bawa?" Ren Hui menegakkan tubuhnya, suaranya menggema di antara dinding jurang yang terjal.Burung itu melayang turun dengan anggun, lalu melepaskan buruannya—seekor kelinci gemuk yang jatuh terguling di atas salju. Bai

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Sarang Burung Elang Emas Dan Bunga Es Abadi

    Ren Hui tergantung dalam posisi yang tidak nyaman di antara dinding jurang yang dingin. Jari-jarinya mencengkeram erat akar yang menjulur dari sela-sela batu. Di atasnya, Baihua, rubah putih setia itu, berdiri di tepi jurang, ekornya melambai gelisah. Ren Hui mendongak, menatap Baihua sebentar, lalu melirik ke bawah. Burung elang emas yang tadi melayang di antara hamparan salju kini telah lenyap di kejauhan."Aku harus naik atau turun?" gumamnya dalam hati. Kedua pilihan itu sama sulitnya. Jika naik, belum tentu akar ini cukup kuat menopangnya sampai ke atas. Jika turun, dia tak tahu seberapa dalam jurang ini berujung. Namun, rasa penasarannya lebih besar. Apa yang tersembunyi di bawah sana?Tengah bergulat dengan pikirannya sendiri, Ren Hui tak menyadari bahwa akar yang menjadi satu-satunya tumpuan sudah tak lagi sanggup menahan bebannya. Retakan halus terdengar, diikuti oleh getaran kecil yang menjalar ke tangannya. Seketika akar itu tercerabut dari tempatnya!Tubuhnya melayang jatu

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Elang Emas Di Puncak Báiyuè Shān

    Ren Hui terbangun keesokan paginya. Dia tidak tahu pasti apa yang membangunkannya, tetapi ada perasaan aneh yang mengusik tidurnya. Seolah-olah tempat sunyi ini tidak lagi hanya dihuni olehnya dan Baihua. Bahkan rubah putih itu segera berlari keluar dari gua, bulunya yang halus bergetar tipis seakan merasakan sesuatu yang tidak kasatmata."Ada apa, Baihua?" Ren Hui bertanya seraya mengikuti langkah lincah rubah itu.Begitu keluar dari gua, dia tertegun. Matanya menyapu sekeliling, namun tidak menemukan siapa pun. Hanya desau angin yang berembus di antara pepohonan dan suara burung-burung salju yang beterbangan rendah, berkumpul di depan pintu gua seakan hendak melarikan diri dari sesuatu. Sayap-sayap mungil mereka bergetar dalam kepanikan, berhamburan ke langit dengan kepanikan yang mencurigakan."Burung?" Ren Hui bergumam pelan. Keterkejutannya belum hilang sepenuhnya ketika beberapa ekor kelinci tiba-tiba berlarian melintasi salju, mata mereka membelalak

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Kilauan Bintang Di Puncak Báiyuè Shān

    Ren Hui melangkah hati-hati di atas lapisan es tipis. Dingin menyusup hingga ke tulang, sementara embusan angin pegunungan menggetarkan ujung mantelnya. Untuk sesaat, ia mengira es itu akan retak di bawah telapak kakinya. Namun, tidak terjadi apa-apa—lapisan es tetap kokoh, seakan mengizinkannya melanjutkan perjalanan.“Aku kira di sinilah tempat tinggal Penguasa Kota Es. Ternyata bukan.” Gumamnya lirih, matanya mengitari hamparan putih yang luas.Puncak Báiyuè Shān begitu sunyi, hanya dikelilingi lautan salju yang tak berujung. Beberapa bongkahan batu menjulang di kejauhan, lapisan es membungkusnya seperti kaca kristal yang memantulkan cahaya bintang. Suasana malam semakin membeku, tetapi di balik kesenyapannya, keindahan tak terbantahkan. Langit bertabur bintang berkilauan, seperti ribuan kristal yang bertabur di permadani hitam.Ren Hui mendongak, matanya menatap langit luas dengan tatapan sendu. Tiba-tiba, pikirannya melayang pada gelang mutiara malam

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status