Share

Kambuh Lagi

Author: Aspasya
last update Last Updated: 2024-09-01 15:00:50

Junjie terbangun keesokan paginya saat mendengar teriakan panik Song Mingyu. Ditingkahi dengan suara batuk seseorang yang terdengar sangat parah.

"Minumlah!" Terdengar suara Song Mingyu menawarkan air. Semestinya orang yang terbatuk-batuk adalah Ren Hui.

Junjie bangun dari tempat tidur dan duduk di tepinya. Kepalanya terasa pusing. Entah berapa kendi arak yang dihabiskannya semalam karena dia merasa arak itu sama sekali tidak memabukkan. Dia hanya merasa sangat ringan bak melayang-layang dalam lautan mimpi.

"Hei! Bantu aku!" Song Mingyu berseru padanya. Perlahan Junjie membuka matanya. Tatapan matanya menangkap sosok Ren Hui yang tengah terbatuk-batuk. Tiba-tiba saja pria itu memuntahkan darah segar.

Junjie segera melompat berlari terburu-buru mendekati mereka berdua. Diperiksanya kondisi Ren Hui kemudian berusaha menyalurkan tenaga dalam murni untuk memulihkan kondisinya. Meski dia tahu mungkin itu tidak akan terlalu memb
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Kota Yueliang Yang Indah

    "Apakah karena semalam kau berlatih pedang?" Junjie bertanya dengan suara pelan dan berhati-hati. Dia tidak ingin Song Mingyu mendengar percakapan mereka dan mencurigai mereka berdua."Salah satunya karena itu. Namun, alasan yang paling nyata adalah racun tujuh bunga biru," sahut Ren Hui pelan."Apakah ada penawarnya?" Junjie kembali bertanya. Kali ini disertai harapan untuk mendapatkan jawaban yang bagus."Jika ada tentu Ren Jie masih hidup," sahut Ren Hui seraya tersenyum pahit.Junjie mendesah pelan. "Kalau begitu ikutlah ke kota. Aku akan membawamu ke Paviliun Yueliang. Nona Wei Jin tidak mungkin tidak memiliki obat atau penawar untuk racun itu. Dia pasti mau mengobatimu." Junjie berdiri dan berkata dengan tegas."Buang-buang waktu saja. Jika Dewa Obat pun sudah menyerah untuk menetralkan racun di tubuhku apalagi hanya seorang Wei Jin." Ren Hui kembali tersenyum pahit.

    Last Updated : 2024-09-02
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Lukisan Sang Dewa Pedang

    Paviliun Yueliang, Kota YueliangSebuah lukisan tergantung di dinding sebuah ruangan yang cukup luas dan ditata dengan begitu elegan. Lukisan seorang pria muda yang tampan nan rupawan membawa pedang di tangan kanannya. Berlatar belakang pohon wisteria yang tengah berbunga lebat dan pegunungan di musim semi, lukisan itu tidak hanya indah. Namun, begitu hidup hingga terasa begitu nyata.Setidaknya bagi gadis cantik berhanfu ungu muda yang berdiri menatap sayu lukisan itu.Seakan-akan diliputi kerinduan yang begitu mendalam akan sosok di dalam lukisan. Bahkan dia melupakan semuanya saat tatapan matanya hanya tertuju pada sosok itu, hingga tidak menyadari kehadiran seseorang.Seorang gadis masuk ke dalam ruangan dan menegur gadis yang berdiri di depan lukisan. "Kakak Jin, dupa sudah terbakar habis dan kau masih memandangi lukisan itu." Dia meletakkan teko teh dan cangkir-cangkir di atas meja di sudut ruangan.

    Last Updated : 2024-09-02
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Bukit Hujan Kabut

    Pusat Kota Yueliang Song Mingyu memacu kudanya dengan santai. Sesiangan ini dia puas berkeliling kota Yueliang. Junjie merupakan pemandu jalan yang baik karena dia hampir hapal seluk beluk kota kecil ini. Sepertinya tidak ada tempat di kota ini yang tidak diketahuinya. Dia bahkan membeli dua buah lentera yang membuat Song Mingyu keheranan. Namun, saat bertanya padanya, Junjie hanya tersenyum dan tidak menjawabnya dengan jelas. "Apakah sebenarnya kau berasal dari kota ini?" Song Mingyu pun melontarkan pertanyaan yang mengandung kecurigaan pada pria itu. Namun, dengan tegas Junjie menepis kecurigaan pemuda itu. "Tidak! Aku berasal dari kota Tianxia," sahutnya dengan santai. "Eh, kota Tianxia? Pantas saja ilmu beladirimu lumayan." Song Mingyu memujinya dengan tulus. Junjie hanya tersenyum mendengar pujiannya. Tianxia atau Kota

    Last Updated : 2024-09-02
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Jalanan Berkabut

    Junjie dengan hati-hati menuntun kuda dengan tangan kirinya sedangkan tangan kanannya membawa lentera. Begitu pula dengan Song Mingyu. Meski di sepanjang jalan juga ada beberapa lentera yang menyala, tetapi itu tidak cukup untuk menerangi jalan. Apalagi semakin jauh melangkah semakin tebal juga kabutnya."Ini masih siang, tetapi cuaca seperti sore menjelang malam hari." Song Mingyu mengangkat lenteranya lebih tinggi agar dapat melihat jalur jalan di depan mereka agar tidak salah memilih arah."Sepanjang waktu tempat ini diselimuti kabut. Hanya saja tidak selalu tebal." Junjie kembali menjelaskan. "Ah pantas saja kau tadi membeli lentera. Aku pikir untuk perjalanan pulang nanti." Song Mingyu berkata pelan dan melirik JunjieTiba-tiba merasa aneh dengan penampilan pria yang berjalan di sisinya itu. "Junjie, ada hantu," bisik Song Mingyu pelan. Junjie seketika berhenti berjalan. Dia membuka doupeng yang menutupi wajahnya. "Di mana?" tanyan

    Last Updated : 2024-09-03
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Ilusi

    Song Mingyu tertegun saat telah memasuki Paviliun Yueliang. Tidak ada kabut yang menyelimuti dan cuaca pun terang benderang.Di hadapan mereka terhampar sebuah pemandangan yang sangat indah. Sebuah taman dengan bunga-bunga yang bermekaran. Kolam yang berair jernih dengan ikan-ikan koi berenang di dalamnya dan sebuah jembatan batu melengkung dengan sebuah lonceng tergantung di atas."Eh, kenapa tiba-tiba kabutnya menghilang?" tanyanya pada Junjie. Dia mengusap-usap matanya untuk memastikan tidak ada yang salah dengan matanya."Paviliun Yueliang adalah sebuah organisasi yang rapi. Selain Keluarga Wei, ada juga Keluarga Qiao dan Keluarga Dongfang. Keluarga Qiao dikenal dengan teknik rahasianya. Salah satunya adalah kabut tadi." Junjie mengambil lentera di tangan Song Mingyu. Kemudian mematikan kedua lentera itu, meletakkannya di atas pagar batu di sebelahnya."Mingyu, jangan mempercayai apapun yang saat ini kau lihat. Yang in

    Last Updated : 2024-09-03
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Bertemu Wei Jin

    Song Mingyu menatap wanita cantik yang menyambut Junjie dengan sangat sopan. Dia merasa heran, karena sepertinya mereka berdua adalah kenalan lama."Mingyu, kau tunggu di sini sebentar ya." Junjie memintanya untuk menunggu di ruangan itu kemudian meninggalkannya, mengikuti wanita cantik itu masuk ke ruangan di sebelah.Song Mingyu hanya menganggukkan kepalanya. Dia masih merasa aneh dengan Paviliun Yueliang ini. Tidak pernah terbersit sedikit pun jika Paviliun Yueliang ternyata sebuah desa bukan bangunan megah seperti Manor Song.Paviliun Yueliang adalah sebuah desa yang berada di Bukit Hujan Kabut dan selalu diselimuti kabut setiap saat. Di desa ini ada tiga keluarga utama, Keluarga Wei, Qiao dan Dongfang. Ketiga keluarga inilah yang mendirikan Paviliun Yueliang.Sepanjang perjalanan tadi, Song Mingyu menyaksikan suasana desa seperti layaknya desa-desa yang lain. Penduduk desa beraktivitas seperti biasa. Ada pasar juga dan suasananya sangat tenan

    Last Updated : 2024-09-03
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Harga Sebuah Informasi

    Wei Jin kembali duduk seperti posisinya semula. Dia menatap Junjie lekat-lekat sembari bertopang dagu. Setelah berpikir beberapa saat, dia berdiri. "Mari kita lihat, apa yang dimilikinya. Semoga cukup berharga untuk ditukar dengan lukisan Sang Dewa Pedang."Junjie pun turut berdiri. Kemudian mereka berdua kembali ke ruangan tadi untuk menemui Song Mingyu. Pemuda itu berdiri di depan jendela. Sepertinya dia tengah menikmati pemandangan di halaman kediaman ketua Paviliun Yueliang."Mingyu, Nona Wei Jin ingin mengetahui apa yang kau miliki mengenai Ren Jie." Junjie menegurnya dengan lembut.Song Mingyu menoleh dan merasa sedikit canggung. Dia buru-buru membungkukkan tubuhnya memberi salam pada Wei Jin. Meski tadi sempat bertemu, tetapi Wei Jin mengabaikannya karena segera ingin membicarakan beberapa hal dengan Junjie."Duduklah!" Wei Jin mempersilakannya untuk duduk bersamanya dan Junjie. "Informasi apa ya

    Last Updated : 2024-09-04
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Pedang Surgawi Dalam Lukisan

    Sebuah pedang yang sangat tajam hingga dapat menyayat lawannya dengan sangat tipis bak serpihan kelopak bunga yang berguguran. Pedang itu terbuat dari batu meteor yang jatuh ke bumi ratusan tahun lalu. Permukaannya berkilau indah bak giok kemala. Dengan bias-bias warna yang indah. Ukiran bunga lotus ungu di gagangnya sebagai perlambang nirwana mempercantik pedang legendaris itu.Wei Jin, Junjie dan Song Mingyu sekali lagi menatap kedua lukisan itu untuk meyakinkan bahwa mereka tidak salah dalam mengambil kesimpulan. Ketiganya saling berpandangan dan kembali duduk. Terdiam untuk beberapa saat."Dari mana kau tahu Ren Jie sudah menguasai jurus Pedang Surgawi?" Wei Jin bertanya dengan hati-hati dan menatap tajam Song Mingyu."Maafkan aku! Aku tidak bisa memberi tahu siapa pun mengenai orang yang telah memberiku informasi itu." Song Mingyu menundukkan kepalanya dan ber-kowtow sebagai permintaan maaf pada Wei Jin.

    Last Updated : 2024-09-04

Latest chapter

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Ada Aku Di Sini

    Junjie membantu Ren Hui menaiki tangga teras rumah beroda dengan hati-hati. Udara malam di gurun terasa menusuk kulit, sementara debu halus beterbangan di sekitar mereka, disapu angin kering yang tak henti-hentinya bertiup. Pria itu tidak banyak berbicara, membuat Junjie merasa tak enak hati. Namun, dia enggan menambah kecanggungan dengan pertanyaan yang mungkin hanya akan memperburuk suasana. Karena itu, dia hanya fokus membantu Ren Hui agar tidak terjadi sesuatu yang tak mereka kehendaki."Duduklah! Aku akan menyeduh obat untukmu." Junjie membawa Ren Hui ke ruang tengah rumah beroda itu. Ia menuntunnya ke kursi kayu sederhana sebelum melepaskan mantel birunya yang kini berdebu, lalu melangkah menuju dapur kecil untuk merebus ramuan obat.Di dapur, Junjie menyalakan tungku kemudian mengambil obat yang ada di lemari penyimpanan. Yingying dan Dewa Obat telah menyiapkan berbagai ramuan untuk mereka, bahkan ramuan untuk penyakit musiman yang sering muncul akibat cuaca ekstrem di gurun. K

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Di Pasar Hóngshā

    Junjie membawa Ren Hui ke pusat kota Hóngshā, tak jauh dari Oasis Merah. Mereka tiba di pasar yang masih ramai meskipun sudah lewat dari puncak kesibukannya. Pedagang dan pembeli masih sibuk bergerak, dengan suara tawar-menawar yang bergema di udara panas siang itu."Nuansa yang jauh berbeda dengan kota-kota lain di Kekaisaran Shenguang," gumam Ren Hui, matanya tertuju pada keramaian di sekelilingnya. Wajahnya tampak antusias, menikmati suasana yang baru."Kau benar! Kondisi alam yang berbeda menghasilkan budaya yang berbeda pula," sahut Junjie santai, berjalan di samping Ren Hui.Mereka melewati tenda-tenda sederhana para pedagang. Sesekali, mereka berhenti untuk melihat-lihat atau membeli barang-barang yang menarik perhatian. Pasar ini hidup dengan aroma rempah-rempah yang tajam dan segar, kilauan batu permata yang memikat mata, dan suara pedagang yang menawarkan dagangan mereka dengan nada cepat. Di sana, penduduk lokal dan musafir dari berbagai penjuru berkumpul untuk berdagang, b

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Pesona Ren Hui

    Beberapa hari berlalu, Ren Hui dan Junjie mulai merasa seperti bagian dari kehidupan di Oasis Merah. Mereka telah beradaptasi dengan kehidupan sehari-hari di sana, meskipun tidak lagi menjadi pusat perhatian seperti ketika pertama kali tiba. Hari-hari mereka kini penuh dengan kebiasaan sederhana, membaur bersama penduduk kota Hóngshā sambil menunggu kedatangan Song Mingyu.Di bawah langit biru yang terik, Ren Hui baru saja kembali dari oasis, membawa gentong berisi air segar. Seperti biasanya, beberapa prajurit tampak berlari mendekat, dengan senyum lebar dan semangat membara."Tuan Ren, biar kami yang membawakan airnya!" seru mereka, seolah berlomba-lomba untuk membantu.Ren Hui tertegun sejenak. Setiap kali dia datang untuk mengambil air, para prajurit itu selalu sigap membantu. Tak pernah ada yang membiarkannya mengangkat sendiri beban itu.“Eh, tidak perlu! Aku masih sanggup membawanya sendiri, kalian jangan repot-repot!” jawab Ren Hui, selalu

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Aku Akan Kembali Untuk Diriku Sendiri

    Miu Yue memandang sekeliling ruangan rumah beroda itu dengan penuh perhatian. Matanya menelusuri setiap sudut, mulai dari ukiran bunga bi’an hua pada tiang kayu hingga rak buku kecil di sudut ruangan. Cahaya matahari pagi masuk melalui jendela kecil, memantulkan kehangatan pada lantai kayu yang dipoles mengilap. Suasana di dalam rumah itu terasa sederhana, tetapi penuh nilai seni, seolah-olah setiap elemen memiliki cerita yang tersembunyi.Namun, kerutan kecil di kening Miu Yue menunjukkan pikirannya tidak sepenuhnya terfokus pada keindahan ruangan itu. Ada sesuatu yang sedang dipertimbangkannya, sesuatu yang mungkin tidak mudah untuk diungkapkan."Sudah puas berkeliling?" Suara Junjie yang malas namun santai memecah keheningan. Ia duduk di meja ruang makan, menyandarkan tubuhnya pada kursi dengan gaya yang sangat santai. Mantel biru yang ia kenakan tampak kusut, seolah-olah baru saja dikenakan tanpa peduli pada penampilan.Miu Yue mengalihkan pandangannya

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Ren Hui Dan Bi'an Hua

    Keesokan paginya, Ren Hui membawa Baihua untuk berburu kelinci sembari berkeliling oasis yang memancarkan keindahan di tengah gersangnya gurun merah. Sementara itu, Junjie memilih untuk tenggelam dalam buku tebal yang diperolehnya dari Dongfang Yu. Buku itu, konon diperoleh dari seorang tamu asing pada sebuah pelelangan, menyimpan banyak rahasia."Aku masih tidak mengerti," gumam Junjie, membuka kembali bagian terakhir buku tersebut.Tulisan mantra kuno memenuhi halaman terakhir, meski Dongfang Yu sudah menerjemahkan keseluruhan isi buku ke dalam huruf yang lazim dipakai sehari-hari. Namun, maknanya tetap menjadi teka-teki bagi Junjie."Ini hanya dongeng. Entah apakah bunga es abadi itu benar-benar ada atau tidak. Tetapi Dongfang Yu yakin jika bunga itu ada di Kota Es. Bahkan Dewa Obat pun mengatakan hal yang sama," desah Junjie sembari memijat pelipisnya yang berdenyut.Dia menutup buku itu perlahan, menyimpannya ke dalam laci kayu di ujung ruang

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Jenderal Miu Mengunjungi Rumah Beroda

    Ren Hui menarik napas dalam dan melangkah menuju pintu rumah beroda. Ketika pintu terbuka, hembusan angin malam yang sejuk langsung menerpa wajahnya. Namun, yang membuatnya tertegun adalah sosok di depan sana.Berdiri tegak di teras yang sederhana, seorang wanita berhanfu merah darah, dengan pedang bersarung di pinggang, menatap mereka. Wibawa yang terpancar dari dirinya terasa begitu nyata, dan ada sesuatu yang membuat waktu seperti terhenti sejenak.“Jenderal Miu Yue!” Ren Hui menyapa dengan nada bingung, suaranya nyaris tercekat di tenggorokan.Tatapan sang jenderal beralih ke arahnya, tajam seperti ujung pedang yang siap menusuk. Mata hitam pekatnya menelusuri Ren Hui dengan saksama, seolah ingin mengungkap setiap rahasia yang tersembunyi di balik jubah putih sederhana dan rambut hitam tergerai pria itu. Ren Hui merasa tenggorokannya mengering, ia meneguk ludah dengan gugup.Junjie muncul di samping Ren Hui."Ren Hui, siapa mereka?" J

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Kaisar Yang Baik

    Di bawah langit yang berkilau bintang, rumah beroda Ren Hui dan Junjie berdiri anggun di tepi oasis yang sunyi. Diteduhi rumpun pohon palem dan kurma, rumah itu menjadi pusat perhatian para penghuni tenda di sekitar oasis, seolah-olah keberadaannya membawa kehangatan di tengah malam yang dingin. Bayang-bayang pohon bergoyang lembut, mengiringi gemericik air yang tenang.Di dalam rumah itu, suasana hangat terpancar. Sebuah meja kayu sederhana penuh keakraban menjadi saksi percakapan mereka. Di atasnya, arak dan kacang rebus tersaji, menambah kenyamanan malam selepas makan malam. Ren Hui duduk dengan santai, menyilangkan kakinya, sementara Junjie tampak lebih serius, tetapi tetap memancarkan ketenangan khasnya."Apa kau yakin, Jenderal Miu mampu mengatasi masalah dengan Pasukan Fēnghuǒ?" tanya Ren Hui, suaranya serak namun tenang, memecah keheningan.Junjie mengangguk dengan mantap, tidak ada keraguan sedikit pun dalam gerakannya. "Itu bukan masalah besar,"

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Drama Pedagang Arak Miskin

    Junjie dengan tenang mencabut anak panah yang menancap di tanah, di ujung kaki mereka. Jarinya yang ramping memutar anak panah itu, mengamatinya dengan seksama. Sambil memegang anak panah tersebut, dia melambai pada pasukan berkuda yang dipimpin Jenderal Miu."Jenderal Miu! Kami hanya pengelana yang singgah sebentar! Izinkan kami pergi!" serunya dengan penuh percaya diri, suaranya tegas tetapi tidak berlebihan.Namun, kedua pasukan itu bergerak mendekat, mengencangkan formasi hingga ruang gerak semakin sempit. Tatapan penuh curiga mengarah pada Junjie dan Ren Hui, seolah menyiratkan bahwa mereka menyembunyikan sesuatu.Ren Hui menghela napas panjang, sebelum memasang wajah memelas yang sangat meyakinkan. "Aiyo! Kami hanya pedagang arak miskin yang kebetulan lewat. Sungguh sial kami terjebak dalam kekacauan seperti ini!" rengeknya memelas, suaranya terdengar dibuat-buat tetapi mengundang simpati.Beberapa prajurit di sekitar mereka memandang dengan

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Ikut Campur Atau Kabur?

    Suasana seketika menjadi hening. Angin gurun berdesir pelan, membawa aroma pasir dan dedaunan kering yang bergesekan di sekitar oasis. Beberapa prajurit segera bergerak cepat, melindungi teman-teman mereka yang tengah mengambil air. Ren Hui dan Junjie pun segera mengangkat kaki mereka dari air, mengeringkannya dengan tergesa-gesa sebelum mengenakan kembali sepatu bot.Tiba-tiba, desingan anak-anak panah memecah ketenangan. Kali ini, serangkaian anak panah meluncur deras ke arah mereka. Ren Hui bereaksi secepat kilat, mengeluarkan payung di punggungnya dan membukanya dengan gerakan gesit. Payung itu berputar, mematahkan setiap anak panah yang mengarah padanya dan Junjie.Gerakannya begitu lincah dan anggun, membuat para prajurit di sekitarnya tertegun. Mereka menatap pemandangan itu dengan kekaguman, bahkan sempat lupa dengan ancaman yang baru saja melintas.Ren Hui tersenyum canggung sambil menggaruk kepalanya. "Maaf, kam

DMCA.com Protection Status