Share

Cerita Song Mingyu

Penulis: Aspasya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-17 15:00:04

Song Mingyu menghabiskan tehnya dengan tergesa-gesa. Hatinya masih berdebar kencang. Meskipun, orang-orang Biro Kupu-kupu Emas tidak menyadari mereka berdua telah menyelinap ke dalam kamar tempat peti mati giok lavender disimpan, tetapi dia tidak dapat menahan gejolak di dalam hatinya.

"Ren Hui, wanita itu masih hidup bukan?" tanyanya pada pedagang arak yang tengah duduk terpekur di depannya. Pria itu sama sekali tidak merespon pertanyaannya.

Song Mingyu tertegun. Ren Hui sepertinya juga masih syok dengan apa yang dilihatnya di dalam peti mati giok lavender tadi. Bagaimana pun juga, bukan hal yang wajar jika menemukan sosok manusia yang terbaring dalam peti mati, entah itu hidup atau mati.

"Dia masih hidup," gumam Ren Hui pelan. Lebih pada dirinya sendiri, bukan jawaban untuk pertanyaan Song Mingyu barusan.

"Apakah kita bisa meminta pertolongan Yue Yingying untuk mengobatinya?" Song Mingyu bertanya dengan hati-hati.

Ren Hui seperti tersa
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Bersantai Menikmati Hotpot

    "Sampai kapan hujan ini akan berhenti?" keluh Song Mingyu seraya menatap hujan yang turun dengan derasnya. Tetesan air yang jatuh dari langit seolah tak pernah berhenti, menciptakan suasana dingin yang menggigit nan sendu.Ini hari ketiga mereka berada di desa Yuhua. Cuaca belum juga bersahabat. Hampir setiap hari hujan turun, membuat siapapun enggan untuk melakukan apapun. Udara dingin menyelimuti desa, menambah kesan suram pada suasana."Semakin lama bunga Yuhua mekar, itu semakin bagus untuk rencana kita. Bukankah begitu?" Ren Hui tersenyum melirik Junjie. Pria itu sedari tadi duduk dengan memegang cangkir berisi arak panas, uapnya mengepul tipis di udara.Di sisinya, tungku pemanas menyala untuk menghangatkan tubuhnya. Dia yang paling menderita dengan cuaca di desa Yuhua ini. Penyakit dinginnya tak kunjung mereda, justru semakin bertambah parah. Bibirnya sampai begitu pucat, jauh dari rona merah seperti biasanya."Aku sudah berkirim kabar pada

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-18
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Ketika Hujan Telah Berhenti

    Beberapa hari berlalu dan hujan masih turun meski sudah tidak sesering seperti saat pertama kali bunga Yuhua bermekaran. Bunga-bunga cantik berwarna putih dan beraroma harum itu kini mulai berguguran, menutupi tanah dengan kelopak-kelopak lembut yang mengingatkan pada salju musim semi.Perlahan-lahan suasana menjadi lebih ceria. Setidaknya matahari bersinar lebih lama hingga tengah hari, menghangatkan suasana di pedesaan yang sepi itu. Namun, meski begitu, para tamu di Pondok Bambu Hijau belum berani melanjutkan perjalanan karena hujan masih sering turun di malam hari, menciptakan simfoni tetesan air yang menenangkan sekaligus mengkhawatirkan.Perbatasan Kota Chunyu masih termasuk dalam wilayah Desa Yuhua, sehingga hujan masih akan turun hingga di perbatasan. Tidak ada yang berani mengambil risiko dengan melanjutkan perjalanan dalam cuaca seperti itu, khawatir terjebak hujan deras di tengah hutan bambu yang merupakan satu-satunya jalur menuju Kota Chunyu. Hutan bam

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-18
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Menukar Peti Mati

    Song Mingyu menatap benda yang kini berada di tengah-tengah rumah beroda. Sementara itu, Ren Hui dan Junjie duduk santai, menikmati teh dan aneka kudapan ditemani Nyonya Gao. Aroma teh bunga krisan yang harum memenuhi ruangan, menciptakan suasana tenang dan damai."Apakah Tuan Muda Song cukup puas dengan hasil kerja orang-orang Pondok Bambu Hijau?" tanya Nyonya Gao sambil menuangkan teh untuk dua pria di hadapannya. Matanya melirik pemuda yang berdiri berkacak pinggang di tengah ruangan itu."Nyonya Gao, Anda memang hebat!" puji Song Mingyu dengan tulus. Kekaguman terpancar dari wajahnya atas tindakan cepat pemilik penginapan Pondok Bambu Hijau itu."Lilin adalah salah satu hasil kerajinan yang jarang diketahui oleh orang-orang dari luar desa Yuhua. Mereka tidak pernah tahu desa ini memproduksi lilin. Bagiku, menyiapkannya dalam jumlah banyak dan waktu singkat sama sekali tidak sulit," ujar Nyonya Gao sambil tersenyum anggun, menyesap tehnya dengan elegan.

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-18
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Legenda Pertarungan Bunga Musim Semi Di Kota Chunyu

    Perjalanan menuju Kota Chunyu tidak mengalami masalah yang berarti. Hanya sesekali mereka bertemu rombongan pedagang atau pengelana. Namun, tidak ada yang terjadi selain hanya sekadar berpapasan dan saling menyapa ala kadarnya.Menjelang festival musim gugur yang biasanya dirayakan di pertengahan musim, mereka tiba di Kota Chunyu. Song Mingyu sangat antusias dengan suasana kota yang jauh berbeda dengan Kota Lingyun atau kota-kota yang telah dilewatinya selama perjalanan bersama Ren Hui dan Junjie.Kota Chunyu, sesuai dengan namanya yang kurang lebih bermakna hujan musim semi, kota ini akan begitu meriah di musim semi. Bunga-bunga bermekaran di setiap sudut kota, memberikan warna-warni cerah. Hujan musim semi yang lembut sering turun, menciptakan genangan air kecil yang memantulkan langit biru dan awan putih. Burung-burung berkicau riang, dan udara dipenuhi dengan aroma bunga yang segar.Di musim gugur seperti sekarang ini, kota Chunyu diselimuti

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-19
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Pertarungan Musim Semi Tiga Belas Tahun Lalu

    Ren Hui tersenyum mendengar Junjie menceritakan pertarungan mereka di menara kota Chunyu beberapa tahun lalu kepada Song Mingyu. Tanpa sadar, dia pun terhanyut dalam kenangan musim semi tiga belas tahun lalu.Kala itu, dia baru berusia tujuh belas tahun, sama halnya dengan Pangeran Yongle, putra ketujuh Kaisar Shengguan. Mereka masih begitu muda, penuh dengan ambisi dan gairah.Bertarung untuk menentukan siapa yang terkuat menjadi salah satu cara mereka menggapai mimpi dan ambisi. Bukan pertarungan hidup atau mati, hanya adu kekuatan semata.Musim semi tahun itu, festival musim di Kota Chunyu memasuki puncaknya. Saat turnamen mencapai babak akhir dan mempertemukan dua pemegang pedang empat musim, perhatian seluruh penduduk dan pengunjung kota tertuju pada pertarungan itu.Wang Jiang, putra penguasa Kota Tianxia sekaligus pemegang pedang musim semi, akan menghadapi Pangeran Yongle, putra mahkota sekaligus pemegang pedang musim panas. Pertarungan me

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-19
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Pertarungan Yang Melegenda

    Ren Jie sang Dewa Pedang, berdiri tegak di puncak Menara Pengawas Langit. Hanfu berwarna biru keunguan yang dikenakannya berkibar tertiup angin musim semi yang semilir. Begitupun dengan rambut hitam panjangnya yang tergerai dan hanya dijepit dengan penjepit kayu sederhana.Sosoknya begitu tenang, seakan-akan tidak terganggu dengan pertarungan yang baru saja dihentikannya. Tahun ini, di turnamen musim semi Kota Chunyu, dia hanya menonton saja tanpa bermaksud untuk turut serta bertarung bersama para pendekar hebat di Jiang Hu."Ren Jie!" Wang Jiang berseru memanggilnya. Pemuda tampan itu sangat senang dengan kedatangannya. Mereka berdua memang bersahabat sejak lama."Kalian ini bertarung atau mau menghancurkan kota?" Ren Jie bertanya seraya menoleh. Dari tempatnya berdiri, dia dapat melihat seluruh suasana kota Chunyu yang menjadi sedikit kacau akibat pertarungan dua pendekar pedang empat musim."Kami tidak bermaksud seperti itu," sahut Pangeran Yon

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-19
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Di Toko Obat

    Song Mingyu mendengarkan Junjie bercerita dengan penuh perhatian. Sekali lagi dia menatap Menara Pengawas Langit, membayangkan pertarungan yang berakhir dengan indah dan selalu dikenang penduduk Kota Chunyu."Aku juga pernah mendengar kisah ini. Karena itu aku selalu ingin mengunjungi Kota Chunyu. Sayangnya ibuku menentang keras keinginanku itu." Song Mingyu berdecak kesal.Sang ibunda memang tidak pernah mengijinkannya berkelana di Jiang Hu. Wanita itu sangat mengkhawatirkan dirinya dengan alasan dia adalah putra satu-satunya keluarga Song. Meski sebenarnya dia memiliki beberapa sepupu, tetapi mereka jauh lebih dewasa dan semuanya para wanita yang bawel dan merepotkan. Setidaknya itu menurut Song Mingyu."Eh, Junjie! Apa saat itu kau ada di sini juga?" Song Mingyu bertanya setelah terdiam beberapa saat."Tentu saja aku ada di sini. Bukankah begitu, Ren Hui?" Junjie tersenyum dan menyentuh bahu pria yang tengah bertopang dagu, entah apa yang tenga

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-20
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Hambar

    Hutan bambu emas berbisik, merupakan sebuah wilayah di pinggiran kota Chunyu. Disebut demikian, karena wilayah ini didominasi pepohonan bambu. Hutan ini terkenal dengan batang-batang bambu keemasan saat tertimpa sinar matahari sore. Dan gemerisik dedaunan bambu yang tertiup angin bak bisikan-bisikan lembut para peri.Ren Hui meminta Song Mingyu untuk berhenti di dekat sungai seperti biasanya. Setelah menambatkan para kuda di batang pohon persik yang tumbuh di tepi sungai, Song Mingyu mengambil air untuk persediaan. Sedangkan Ren Hui seperti biasa, sibuk di dapur, memasak sesuatu untuk makan malam mereka.Junjie ditemani Baihua, merapikan barang-barang yang dibawa Ren Hui dari toko obat. Dia melipat selimut-selimut tebal, mantel, beberapa helai pakaian dan juga sepatu. Semua itu merupakan persiapan untuk musim dingin nanti."Kau simpan saja di lemari sebelah sana!" Ren Hui menunjuk pada lemari obat di ujung selasar. Junjie tidak menjawab dan hanya bekerja

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-20

Bab terbaru

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Baihua Dan Kelinci Buruannya

    Miu Yue berdiri perlahan, melangkah menuju Baihua yang berhenti di ambang pintu, seolah sedang menunggu seseorang. Rubah berbulu putih itu memandangi padang pasir di luar dengan tatapan tajam, angin gurun yang dingin menerobos masuk, membawa aroma pasir dan sedikit kelembaban dari oasis. Wanita itu berjongkok di hadapannya, tangan lembutnya mengusap kepala rubah itu. Namun, Baihua memalingkan wajah, menatapnya dengan mata penuh kewaspadaan—tatapan dingin yang selalu ia tunjukkan pada orang asing yang belum sepenuhnya ia percaya.“Baihua! Kemari!” Suara Junjie memecah keheningan, panggilannya lembut tetapi tegas, memaksa Baihua mengalihkan perhatian dari pintu. Rubah itu melompat ringan, berlari mendekatinya. Junjie, yang saat itu sedang bersandar santai di kursi, membungkuk, matanya meneliti sesuatu yang dijepit di moncong Baihua.“Apa yang kau bawa kali ini?” tanyanya penasaran. Baihua meletakkan benda itu di lantai kayu, lalu menatap Junjie, seakan menunggu tangg

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Gelang Mutiara Malam

    Seperti yang dikatakan Ren Hui, keesokan harinya semua kembali seperti biasa. Pria itu telah meninggalkan rumah beroda untuk berburu, ditemani Baihua, sejak fajar menyingsing. Tanpa berpamitan pada Junjie, langkahnya yang diam-diam menyisakan ruang sunyi di rumah itu. Saat Junjie terbangun dan tak menemukan Ren Hui di mana pun, kebingungan segera menyergapnya.Junjie berdiri di teras, menatap hamparan oasis merah yang membentang di hadapannya. Udara pagi yang dingin menyusup hingga ke tulang, namun tidak mengusir kecemasannya. Meski dikenal santai dan malas, kali ini kerutan di dahinya mengkhianati perasaannya."Kemana dia?" gumamnya pelan, matanya bergerak gelisah, menyapu setiap sudut horizon. Bubur hangat dan teh yang telah disiapkan Ren Hui sejak pagi masih tertata rapi, namun sama sekali tak disentuh.Sebuah suara ragu-ragu memecah kesunyian. "Tuan! Apa Anda menunggu Tuan Ren?" Seorang gadis muda dengan gentong di tangannya menatapnya dari jauh, nada

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Ada Aku Di Sini

    Junjie membantu Ren Hui menaiki tangga teras rumah beroda dengan hati-hati. Udara malam di gurun terasa menusuk kulit, sementara debu halus beterbangan di sekitar mereka, disapu angin kering yang tak henti-hentinya bertiup. Pria itu tidak banyak berbicara, membuat Junjie merasa tak enak hati. Namun, dia enggan menambah kecanggungan dengan pertanyaan yang mungkin hanya akan memperburuk suasana. Karena itu, dia hanya fokus membantu Ren Hui agar tidak terjadi sesuatu yang tak mereka kehendaki."Duduklah! Aku akan menyeduh obat untukmu." Junjie membawa Ren Hui ke ruang tengah rumah beroda itu. Ia menuntunnya ke kursi kayu sederhana sebelum melepaskan mantel birunya yang kini berdebu, lalu melangkah menuju dapur kecil untuk merebus ramuan obat.Di dapur, Junjie menyalakan tungku kemudian mengambil obat yang ada di lemari penyimpanan. Yingying dan Dewa Obat telah menyiapkan berbagai ramuan untuk mereka, bahkan ramuan untuk penyakit musiman yang sering muncul akibat cuaca ekstrem di gurun. K

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Di Pasar Hóngshā

    Junjie membawa Ren Hui ke pusat kota Hóngshā, tak jauh dari Oasis Merah. Mereka tiba di pasar yang masih ramai meskipun sudah lewat dari puncak kesibukannya. Pedagang dan pembeli masih sibuk bergerak, dengan suara tawar-menawar yang bergema di udara panas siang itu."Nuansa yang jauh berbeda dengan kota-kota lain di Kekaisaran Shenguang," gumam Ren Hui, matanya tertuju pada keramaian di sekelilingnya. Wajahnya tampak antusias, menikmati suasana yang baru."Kau benar! Kondisi alam yang berbeda menghasilkan budaya yang berbeda pula," sahut Junjie santai, berjalan di samping Ren Hui.Mereka melewati tenda-tenda sederhana para pedagang. Sesekali, mereka berhenti untuk melihat-lihat atau membeli barang-barang yang menarik perhatian. Pasar ini hidup dengan aroma rempah-rempah yang tajam dan segar, kilauan batu permata yang memikat mata, dan suara pedagang yang menawarkan dagangan mereka dengan nada cepat. Di sana, penduduk lokal dan musafir dari berbagai penjuru berkumpul untuk berdagang, b

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Pesona Ren Hui

    Beberapa hari berlalu, Ren Hui dan Junjie mulai merasa seperti bagian dari kehidupan di Oasis Merah. Mereka telah beradaptasi dengan kehidupan sehari-hari di sana, meskipun tidak lagi menjadi pusat perhatian seperti ketika pertama kali tiba. Hari-hari mereka kini penuh dengan kebiasaan sederhana, membaur bersama penduduk kota Hóngshā sambil menunggu kedatangan Song Mingyu.Di bawah langit biru yang terik, Ren Hui baru saja kembali dari oasis, membawa gentong berisi air segar. Seperti biasanya, beberapa prajurit tampak berlari mendekat, dengan senyum lebar dan semangat membara."Tuan Ren, biar kami yang membawakan airnya!" seru mereka, seolah berlomba-lomba untuk membantu.Ren Hui tertegun sejenak. Setiap kali dia datang untuk mengambil air, para prajurit itu selalu sigap membantu. Tak pernah ada yang membiarkannya mengangkat sendiri beban itu.“Eh, tidak perlu! Aku masih sanggup membawanya sendiri, kalian jangan repot-repot!” jawab Ren Hui, selalu

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Aku Akan Kembali Untuk Diriku Sendiri

    Miu Yue memandang sekeliling ruangan rumah beroda itu dengan penuh perhatian. Matanya menelusuri setiap sudut, mulai dari ukiran bunga bi’an hua pada tiang kayu hingga rak buku kecil di sudut ruangan. Cahaya matahari pagi masuk melalui jendela kecil, memantulkan kehangatan pada lantai kayu yang dipoles mengilap. Suasana di dalam rumah itu terasa sederhana, tetapi penuh nilai seni, seolah-olah setiap elemen memiliki cerita yang tersembunyi.Namun, kerutan kecil di kening Miu Yue menunjukkan pikirannya tidak sepenuhnya terfokus pada keindahan ruangan itu. Ada sesuatu yang sedang dipertimbangkannya, sesuatu yang mungkin tidak mudah untuk diungkapkan."Sudah puas berkeliling?" Suara Junjie yang malas namun santai memecah keheningan. Ia duduk di meja ruang makan, menyandarkan tubuhnya pada kursi dengan gaya yang sangat santai. Mantel biru yang ia kenakan tampak kusut, seolah-olah baru saja dikenakan tanpa peduli pada penampilan.Miu Yue mengalihkan pandangannya

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Ren Hui Dan Bi'an Hua

    Keesokan paginya, Ren Hui membawa Baihua untuk berburu kelinci sembari berkeliling oasis yang memancarkan keindahan di tengah gersangnya gurun merah. Sementara itu, Junjie memilih untuk tenggelam dalam buku tebal yang diperolehnya dari Dongfang Yu. Buku itu, konon diperoleh dari seorang tamu asing pada sebuah pelelangan, menyimpan banyak rahasia."Aku masih tidak mengerti," gumam Junjie, membuka kembali bagian terakhir buku tersebut.Tulisan mantra kuno memenuhi halaman terakhir, meski Dongfang Yu sudah menerjemahkan keseluruhan isi buku ke dalam huruf yang lazim dipakai sehari-hari. Namun, maknanya tetap menjadi teka-teki bagi Junjie."Ini hanya dongeng. Entah apakah bunga es abadi itu benar-benar ada atau tidak. Tetapi Dongfang Yu yakin jika bunga itu ada di Kota Es. Bahkan Dewa Obat pun mengatakan hal yang sama," desah Junjie sembari memijat pelipisnya yang berdenyut.Dia menutup buku itu perlahan, menyimpannya ke dalam laci kayu di ujung ruang

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Jenderal Miu Mengunjungi Rumah Beroda

    Ren Hui menarik napas dalam dan melangkah menuju pintu rumah beroda. Ketika pintu terbuka, hembusan angin malam yang sejuk langsung menerpa wajahnya. Namun, yang membuatnya tertegun adalah sosok di depan sana.Berdiri tegak di teras yang sederhana, seorang wanita berhanfu merah darah, dengan pedang bersarung di pinggang, menatap mereka. Wibawa yang terpancar dari dirinya terasa begitu nyata, dan ada sesuatu yang membuat waktu seperti terhenti sejenak.“Jenderal Miu Yue!” Ren Hui menyapa dengan nada bingung, suaranya nyaris tercekat di tenggorokan.Tatapan sang jenderal beralih ke arahnya, tajam seperti ujung pedang yang siap menusuk. Mata hitam pekatnya menelusuri Ren Hui dengan saksama, seolah ingin mengungkap setiap rahasia yang tersembunyi di balik jubah putih sederhana dan rambut hitam tergerai pria itu. Ren Hui merasa tenggorokannya mengering, ia meneguk ludah dengan gugup.Junjie muncul di samping Ren Hui."Ren Hui, siapa mereka?" J

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Kaisar Yang Baik

    Di bawah langit yang berkilau bintang, rumah beroda Ren Hui dan Junjie berdiri anggun di tepi oasis yang sunyi. Diteduhi rumpun pohon palem dan kurma, rumah itu menjadi pusat perhatian para penghuni tenda di sekitar oasis, seolah-olah keberadaannya membawa kehangatan di tengah malam yang dingin. Bayang-bayang pohon bergoyang lembut, mengiringi gemericik air yang tenang.Di dalam rumah itu, suasana hangat terpancar. Sebuah meja kayu sederhana penuh keakraban menjadi saksi percakapan mereka. Di atasnya, arak dan kacang rebus tersaji, menambah kenyamanan malam selepas makan malam. Ren Hui duduk dengan santai, menyilangkan kakinya, sementara Junjie tampak lebih serius, tetapi tetap memancarkan ketenangan khasnya."Apa kau yakin, Jenderal Miu mampu mengatasi masalah dengan Pasukan Fēnghuǒ?" tanya Ren Hui, suaranya serak namun tenang, memecah keheningan.Junjie mengangguk dengan mantap, tidak ada keraguan sedikit pun dalam gerakannya. "Itu bukan masalah besar,"

DMCA.com Protection Status